BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Struktur modal berkaitan dengan jumlah hutang dan modal sendiri yang digunakan untuk
membiayai aktiva perusahaan. Struktur modal yang efektif mampu menciptakan perusahaan
dengan keuangan yang kuat dan stabil. Bersamaan dengan meningkatnya pengetahuan
masyarakat di bidang pasar modal dan tersedianya dana dari para calon investor yang berminat
menginvestasikan modalnya, struktur modal telah menjadi salah satu faktor pertimbangan yang
cukup penting. Hal ini terkait dengan resiko dan pendapatan yang akan diterima. Dalam melihat
struktur modal perusahaan, investor tidak dapat dipisahkan dari informasi perusahaan berupa
laporan keuangan yang dikeluarkan setiap tahunnya. Para investor akan melakukan berbagai
analisis terkait dengan keputusan untuk menanamkan modalnya pada perusahaan melalui
informasi yang salah satunya berasal dari laporan keuangan perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendekatan Teoritis atas Struktur Modal
2.1.1 Pengertian Modal dan Struktur Modal
Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal
(modal saham), keuntungan atau laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki
perusahaan terhadap seluruh utangnya (Munawir,2001).
Modal pada dasarnya terbagi atas dua bagian yaitu modal Aktif (Debet) dan modal Pasif
(Kredit).
Struktur Modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dan modal
sendiri. Modal asing diartikan dalam hal ini adalah hutang baik jangka panjang maupun dalam
jangka pendek. Sedangkan modal sendiri bisa terbagi atas laba ditahan dan bisa juga dengan
penyertaan kepemilikan perusahaan.
Struktur Modal merupakan masalah penting dalam pengambilan keputusan mengenai
pembelanjaan perusahaan. Untuk mengukur Struktur Modal tersebut maka dapat digunakan
beberapa Teori yang menjelaskan Struktur Modal dalam suatu Perusahaan.
Niali suatu perusahaan dapat ditentukan berdasarkan pendapatan yang didapatka setiap tahunya
dikalikan dengan multiplayer tertentu.
2.
1.
Earning tidak cukup besar untuk mendapatkan fair of return dari jumlah modal yang di
investasikan , atau dengan kata lain average rate of return lebih kecil dari pada fair rate of return.
2.
Jumlah nilai securities yang ada di dalam peredaran lebih besar daripada nilai riil dibandingkan
dengan nilai assetnya.
Under capitalization
Under capitalization terjadi apabila :
1.
Average rate of return dari perusahaan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan rate of
return dari modal yang diinvestasikan dalam perusahaan yang sejenis lainya.
2.
Jumlah nilai security yang tercantum dalam nereca jauh lebih kecil daripada nilai riil daripada
assetnya.
4. Profitabilitas
Pecking order theory menyatakan, bahwa urutan pembiayaan ; laba ditahan hutang jual
saham baru (utk menghindari pengawasan eksternal)
5. Variabel Laba & perlindungan pajak (tax shield)
Jika variabilitas laba kecil, besar kemampuan menanggung beban tetap dari hutang. Penggunaan
hutang memberi manfaat perlindungan pajak.
6. Skala perusahaan
Perusahaan besar memiliki akses besar masuk pasar modal, shg ada korelasi positif antara skala
perusahaan dg debt to book value of equity ratio.
7. Kondisi intern perusahaan & ekonomi makro
Saat yg tepat menjual saham/obligasi; tingkat bunga pasar rendah & pasar bursa
sdgbullish (lawan dari bearish)
dengan tingkat kapitalisasi ( Ko ) yang konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah
utangnya dengan tingkat biaya utang ( Kd ) yang juga konstan. Hal ini juga dapat diartikan
karena tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya utang konstan atau tetap maka semakin besar jumlah
utang perusahaan maka biaya modal rata-rata tertimbang akan semakin kecil
2.
Teori pendekatan laba operasi bersih ( operating net income approach ) NOI
Teori ini diasumsikan biaya modal rata-rata tertimbang ( Ke ) konstan, berapapun jumlah
utang perusahaan tetap. Dalam teori ini para investor mempunyai sudut pandang yang berbedabeda
a.
b.
Utang perusahaan meningkat, resiko perusahaan ikut meningkat. Oleh karena itu manajemen
menuntut agar keuntungan perusahaan jg harus meningkat, konsekuensinya biaya modal rata-rata
tertimbang konstan dan keputusan struktur modal menjadi tidak penting
3.
mengalami perubahan ( Kd & Ke konstan ), dan setelah leverage atau resiko utang tertentu biaya
utang dan biaya modal sendiri naik atau meningkat. Biaya modal yang besar bahkan lebih besar
dari penurunan biaya dikarenakan penggunaan utang yang murah akibatnya biaya modal ratarata tetimbang yang tadinya menurun, setelah leverage menjadi naik dengan kata lain nilai
perusahaan yang awalnya naik menjadi turun akibat dari utang yang semakin besar.
4.
a.
Resiko bisnis perusahaan dapat diukur dengan standar deviasi laba sebelum benga pajak dan
pajak ( EBIT ) dan perusahaan yang memiliki resiko bisnis sama dikatakan berada dalam kelas
yang sama
b.
Semua investor da n investor potensial memiliki estimasi sama terhadap EBIT perusahaan
dimasa datang atau homogeneous expectation tentang laba perusahaan dan tingkat resiko
perusahaan.
c.
Saham dan oblligasi diperdagangkan dalam pasar modal yang sempurna atau perfect capital
Informasi selalu tersedia bagi semua investor ( symmetric information ) dan dapat diperoleh
tanpa biaya ;
bervariasi. Yang dimaksud dengan EPS adalah laba bersih sesudah pajak atau Earning After Tax (
EAT ) dibagi jumlah lembar saham perusahaan yang beredar.
Pada analisis ini, hubungan antara EBIT dan EPS dapat dicari dengan cara :
1. Menghitung EPS pada berbagai alternatif pendanaan untuk EBIT tertentu , dan
2. Mengulang lankah pertama untuk EBIT yang berbeda beda. Hasilnya kemudian
digambarkan dalam grafik EBIT-EPS.
Indifference point memberikan masukan penting bagi manajemen dalam memilih alternatif
pembelanjaan, Jika expected EBIT lebih besar dari indifference point, perusahaan sebaiknya
menggunakan hutang. Jika sebaliknya, menggunakan saham akan lebih menguntungkan. Perlu
dicatat bahwa keputussan ini bisa salah jika actual EBIT tidak besar yang diharapkan. Oleh
karena itu, didalam mengambil keputusan, manajemen harus memperhatikan juga deviasi
standard ( tingkat variabilitas ) EBIT perusahaan. Expected dan deviasi standard EBIT dapat
dicari dengan mengembangkan sejumlah skenario tentang EBIT dimasa mendatang beserta
dengan probabilita terjadinya. Jika deviasi standard EBIT relatif besar, manajemen harus lebih
hati hati karena expected EBIT menjadi kurang dapat dipercaya. Sebaiknya manajemen
memutuskan menggunakan hutang hanya bila ecpected EBIT cukup jauh di atas indifference
point.
EAT ( saham ) EAT ( hutang )
= Jumlah saham Jumlah saham
( EBIT* - C1) ( 1 T ) (EBIT* - C2 ) ( 1 T)
= S1 S2
Dimana:
EBIT * = Indifferent point
C1 = Biaya bunga pada alternatif pembelanjaan 1
C2 = Biaya bunga pada alternatif pembelanjaan 2
S1 = Jumlah saham pada alternatif pembelanjaan 1
S2 = Jumlah saham pada alternatif pembelanjaan 2
T = Tingkat pajak
2. Rasio Jaminan:
a. Time interest earned = EBIT/Biaya bunga
b. Debt service coverage = EBIT / [ biaya bunga + (pembayaran pokok pinjman/1 pajak) ]
Rasio hutang dan rasio jaminan dapat dihitung berdasarkan : (1) posisi keuangan perusahaan
pada saat ini, (2) posisi keuangan perusahaan dengan alternatif alternatif pendanaan yang ada
seperti 100 % modal sendiri, 100% hutang dsb. Rasio rasio tersebut kemudian dibandingkan
dengan rasio indusstri. Dari perbandingan tersebut, manajemen dapat menentukan alternatif
pendanaan yang paling tepat bagi perusahaan. Hal ini tidak berarti bahwa manajemen harus
mempertahankan rasio yang sama dengan rasio industri. Kegunaan perbandingan rasio dengan
rasio industri adalah jika perusahaan memilih rasio hutang dan rasio jaminan yang menyimpang
dari rasio industri, ia harus memiliki alasan yang kuat.
(c) Analisis Arus Kas Perusahaan
Metoda ini menganalisis dampak keputusan struktur modal terhadap arus kas perusahaan.
Metoda ini sederhana tetapi sangat bermanfaat. Metoda ini melibatkan persiapan suatu seri
anggaran kas pada (1)kondisi perekonomian yang berbeda, (2) struktur modal yang berbedaArus
kas bersih pada situasi yang berbeda ini dapat dianalisis untuk menentukan apakah beban tetap
perusahaan ( pokok pinjaman, bunga, sewa dan dividen saham preferen ) yang dihadapi
perusahaan tidak terlalu tinggi. Ketidak mampuan perusahaan untuk membayar beban tetap bisa
mengakibatkan financial insolvency .
Gordon Donaldson dari Harvard University menyarankan bahwa kapasitas beban tetap
perusahaan sebaiknya tergantung pada arus kas bersih perusahaan yang diharapkan dapat
terwujud pada saat perekonomian mengalami resesi. Dengan kata lain, target struktur modal
ditentukan dengan membuat rencana untuk menghadapi kondisi terburuk yang mungkin terjadi
.
Rumus berikut mendifinisikan CBr, saldo kas yang diharapkan perusahaan pada akhir periode
resesi.
CBr = Co + NCFr FC
Dimana:
Co = Saldo ka pada awal resesi
NCFr = Arus kas bersih dari operasi selama resesi
FC = Beban tetap perusahaan
RINGKASAN JURNAL
1. Teori Struktur Modal : Sebuah Survei
Para kademisi banyak yang berminat melakukan penelitian mengenai struktur keuangan
sehingga menimbulkan teori yang dikenal dengan Teori Struktur Modal atau Struktur Keuangan
dimana teori ini berakhir kepada nilai perusahaan. Teori dimulai oleh :
- David Duran pada tahun 1952 yang mengemukakan bahwa perhitungan nilai perusahaan dpat
dilakukan dengan tiga pendekatan. Yaitu : pertama, Pendekatan laba bersih (Net Profit
Approach), pada pendekatan ini biaya modal saham (cost of equity) dan biaya utang (cost of
debt) dianggap konstan sehingga perusahaan dapat meningkatkan utang.Kedua, pendekatan
pendapatan operasi besih (Net Operating Approach), pendekatan ini agak berbeda dengan
pendakatan pertama karena asumsi yang dipergunakan berbeda dengan asumsi sebelunya. Pada
pendekatan ini investor mempunyai reaksi yang berbeda terhadap perusahaan yang banyak
menggunakan utang. Dalam pendekatan ini biaya utang dan biaya rata-rata modal tetap sehingga
biaya ekuitas mengalami peningkatan sejalan meningkatnya utang perusahaan karena risiko
perusahaan semakin tinggi. Ketiga,pendekatan tradisional, pendekatan ini sangat banyak dianut
oleh para akademisi dan praktisi karena pada pendekatan ini ditemukan sesuia dengan kenyataan
bahwa perusahaan mempunyai struktur modal yang optimal ketika nilai perusahaan maksimum
atau struktur modal yang membuat biaya rata-rata modal menjadi minimum. Kejadian ini bisa
terjadi karena diasumsikan bahwa risiko perusahaan tidak mengalami perubahan sampai pada
struktur modal tertentu atau pada leverage tertentu.
- Modligiani dan Miller (1958).
Teori struktur modal ini dikenal dengan MM-Teori dengan Preposisi I dan II. Preposisi I,
nilai perusahaan merupakan kapitalisasi laba operasi bersih (EBIT) atau laba sebelum bunga dan
pajak dengan tingkat kapitalisasi (ko) yang konstan sesuai dengan tingkat risiko perusahaan.
Nilai perusahan yang tidak mempunyai hutang sama dengan nilai perusahaan yang mempunyai
hutang.
Konsep ini juga memberikan argumentasi bahwa struktur modal perusahaan tidak
mempengaruhi nilai perusahaan. Disamping itu, biaya modal rata-rata tertimbang sama dengan
biaya ekuitas .
Preposisi II, bahwa biaya ekuitas untuk perusahaan yang mempunyai hutang kel,
merupakan hasil jumlah dari (1) biaya ekuitas untuk perusahaan yang tidak mempunyai hutang,
keu pada perusahaan yang sama risiko kelas risikonya (2) risiko premium dari size perusahaan
yang tergantung pada selisih antara biaya ekuitas dan biaya hutang serta jumlah hutang yang
digunakan.
Preposisi III, MM-teori membahas mengenai investasi baru yang dilakukan akan
meningkatkan nilai perusahaan. Artinya, nilai perusahaan harus meningkat minimum sebasar
nilai investasi proyek tersebut.
- Pecking order theory diperkenalkan oleh Gordon Donaldson pada tahun 1961, bahwa
perusahaan mempunyai urutan dalam pembiayaan yang dimulai dengan urutan laba ditahan,
hutang kepada pihak ketiga baik dengan loan atau menjual obligasi dan terakhir dengan
mengeluarkan saham baru. Urutan pembiayaan tersebut merupakan urutan berdasarkan biaya
yang harus dikeluarkan perusahaan dan biaya ekuitas merupakan biaya yang tertinggi.
- Stiglilitz (1961), haugen dan Papas (1971) dan Rubenstein membahas teori struktur modal yang
kenal dengan Trede-off Models,
Ini merupakan kritikan paling besar terhadap MM-teori mengenai adanya financial
distress diakibatkan meningkatnya hutang perusahaan. Perusahaan yang terus meningkatkan
hutang akan membayar bunga yang semakin besar dan kemungkinan penurunan laba bersih
perusahaan semakin besar dan akan membawa kepada kesulitan keuangan dan akibatnya akan
menimbulkan biaya financial distress dan menuju kebangkrutan dan akhirnya juga menimbulkan
biaya kebangkrutan.
- Leland dan Pyle (1977) mengemukakan bahwa adanya asymetris informasi antara pemegang
saham perusahaan dan dewan direksi (termasuk manajer perusahaan) mengenai keadaan
perusahaan dan dewan direksi memberikan corporate action kepada pihak luar atau investor dan
tindakan tersebut merupakan signal kepada pihak lai. Tidak benarnya harga saham di bursa juga
merupakan adanya perbedaan informasi antara investor dengan manajer yang menjalankan
perusahaan, sehingga semakin lama dapat menimulkan kinerja pasar dapat memburuk.
Dalam kaitan bahwa adanya informasi asymetris maka Myers dan Majluf (1984)
menguraikan mengenai asymetris informasi tersebut. Ada tiga hal yang harus dipilih mengenai
tujuan manajemen pada posisiinformasi asymetris yaitu : (i) manajemen bertindak atas keinginan
seluruh pemegang saham dan menghilangkan setiap konflik kepentingan antara pemegang saham
dan menghilangkan setiap konflik kepentingan antara pemegang saham lama dan baru, (ii)
Manajemen bertindak atas kepentingan pemegang saham lama dan diasumsikan pemegang
saham tersebut pasif, (iii) Manajemen bertindak atas kepentinan pemegang saham lama tetapi
Laber, 1992; Crutchley and Hansen, 1989; hansen, et. Al. 1994; Hartono, 1998a dan 1998b).
meskipun berbagai penelitian tersebut secara tidak langsung telah mengindikasikan adanya
simultanitas antara dividen dan struktur modal, tetapi penelitian-penelitian tersebut belum
melakukan pengujian empirik berdasarkan karakteristik khusus perusahaan berkaitan dengan
tingkat pertumbuhan dan kehadiran blockholder.
Selanjutnya tulisan ini bermaksud menjelaskan dasar teoritik terjadinya permasalahan
keagenan dan keterkaitannya dengan simultanitas dividen dan struktur modal, kondisi
pendukung terjadinya simultanitas tersebut serta beberapa implikasi bagi para peneliti dan
praktisi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut.
Hasil dari penelitian jurnal ini adalah : bahwa simultanitas dividen dan struktur modal
dapat meminimumkan biaya keagenan oleh karena dividen dan hutang akan meningkatkan
pendanaan eksternal perusahaan. Dengan meningkatnya pendanaan eksternal maka aktivitas
pengawasan terhadap manajemen akan meningkat sebab sekarang tidak hanya ada aktifitas
pengawasan pemegang saham tetapi juga ada aktivitas pengawasan dari pasar modal.
3. Pengaruh struktur modal terhadap nilai saham
Dalam tulisan ini akan menjelaskan mengenai saham, pasar modal yang efisien, struktur
modl pada pasar modal sempurna dan tidak ada pajak, pasar modal sempurna dan ada pajak,
extreme leverage, dan personal tax yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Hasil dari jurnal ini adalah bahwa teori struktur modal menjelaskan hubungan tersedianya
sumber-sumber dana biaya modal yang berlainan dengan perubahan struktur modal terhadap
nilai perusahaan dan biaya modal. Khususnya untuk nilai perusahaan, besar kecilnya nilai
perusahaan di dalam lingkup [erekonomian masyarakat tercermin jelas dari harga saham yang
dikeluarkan.
Komponen struktur modal perusahaan antara lain dapat terdiri dari hutang jangka panjang
maupun modal sendiri. Di dalam menganalisis struktur modal dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan yaitu analisis struktur modal pada pasar modal sempurna dan tidak ada pajak melalui
pendekatan tradisional dan pendekatan modigliani dan Miller, pasar modal sempurna dan ada
pajak, extreme leverage, dan pendekatan personal tax.
Faktor-faktor yang menentukan pemilihan struktur modal antara lain : lokasi distribusi
keuntungan, stabilitas penujalan dan keuntungan, kebijakan dividen, pengembalian, dan risiko
kebangkrutan. Struktur modal dikatakan optimal adalah struktur modal dimana biaya marginal
riil baik berupa biaya eksplisit maupun implisit dari masing-masing sumber pembelanjaan adalah
sama. Metode yang digunakan seorang fund manajer seperti EBIT, analisa per-potongan, aliran
kas, perbandingan rasio struktur modal, dan regresi.
4. Penentuan Struktur Modal Untuk Mencapai Biaya Modal Minimum dan Pengaruhnya
Terhadap Nilai Perusahaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Gemmil pada tahun 2001 yang meneliti tentang hubungan
Capital Structure dan Firm Value dikaitkan dengan Split-Capital Closed-End fund di UK
menemukan beberapa hal, yaitu sebagai berikut :
- Dari penggunan Split-Capital Closed-End Fund menemukan bahwa Financial engineering
dari liabilitas perusahaan dapat menambah nilai perusahaan. Penambahan nilai kurang lebih
10%.
- Prime atau score split menjadi dividen dan modal (capital) secara signifikan dapat menambah
nilai perusahaan sebesar 1,3%.
- Pemerolehan nilai perusahaan yang lebih besar adalah berasal dari pemberian hutang pada
funds return yaitu dengan zero-devidend preference share yang memanfaatkan cara taxadvantage.
- Pemerolehan 5% lainnya yang lebih besar terhadap nilai perusahaan, juga didapatkan dari
pengurangan discount terhadap dana yang mendekati wind-up date.
Berdasarkan pada latar belakang masalah tersebut dan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Gemmil, maka pada artikel ini akan membahas tentang kebijakan penentuan
struktur modal untuk mencapai biaya modal minimum, dan dampak struktur modal terhadap
biaya modal dan nilai perusahaan.
Hasil dari penelitian dalam jurnal ini dengan menggunakan simulasi priyeksi kebutuhan
modal terhadap beberapa alternatif pilihan Leverage Factor (0%, 22,33%, dan 45%) menemukan
bahwa struktur modal dengan hutang yang lebih besar akan memberikan kontribusi positif
terhadap penurunan biaya modal, dan dalam meningkatkan nilai pasar perusahaan.
5. Kebijakan Struktur Modal : Pengujian Tradeoff Theory dan Pecking Order Theory ( Studi
pada Perusahaan manufaktur yang tercatat di BEJ)
Penelitian Setyawan dan Hartono (2001) menyimpulkan bahwa equity agency cost tidak
signifikan mempengaruhi stimultancy of dividen dan keputusan struktur modal, hal ini
mengindikasikan tidak berlakunya tredeoff theory. Hasil lain diperoleh karena tingginya
dominasi family management maka memiliki kecenderungan membayar sedikit deviden dan
lebih suka mempergunakan dana internal untuk reinvestasi. Hal ini mengindikasikan berlakunya
pecking order theory.
Penelitian di Indonesia dengan sampel yang listing di BEJ mengenai struktur modal juga
terdapat inkonsistensi hasil temuan. Penelitian model Griner and Gordon (1995) yang dilakukan
Sartono (2001) menyimpulkan tidak diperolehnya petunjuk secara tegas adanya pecking order
theory. Tetapi juga diperoleh indikasi berlakunya penggunaan sumber pendanaan berdasarkan
tingkat risiko, dimana hal tersebut juga mengindikasikan berlakunya pecking order theory. Riset
lain yang dilakukan Sartono (2001) mempergunakan model Kamath (1997) dengan questionaires
model menyimpulkan bahwa manajer di Indonesia memiliki kecenderungan memilih
pembelanjaan secara hirarki atau pecking order thery daripada target struktur modal dalam
keputusan pembelanjaan. Manajer lebih suka menggunakan sumber pembelanjaan yang penting
untuk investasi baru adalah dengan retained earning atau laba ditahan.
Berdasarkan permasalahan dan beberapa temuan empiris yang beragam serta belum
ditemukannya konsistensi dalam pengujian tradeoff theory dan pecking order theory, maka
hipotesis yang rumuskan adalah :
Hipotesis : Pecking Order Theory mampu menjelaskan kebijakan struktur modal dibandingkan
dengan tradeoff theory pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ.
Berdasarkan hasil dan pembahasan jurnal ini dapat dismpulkan :
- Dengan melakukan pengujian secara sendiri-sendiri maka model pecking order theory maupun
a target adjustment tradeoff theory sama-sama memiliki kemampuan dalam menjelaskan
perubahan struktur modal yang diproksikan dari perubahan hutang jangka panjan.
- Model prediksi pecking order theoru lebih mampu menjelaskan perubahan struktur modal
dibandingkan dengan model a target adjustment tradeoff theory, baik pengujian dilakukan
sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
- Setelah memasukkan variabel size yang diproksi dari total aktiva terlihat bahwa perubahan
struktur modal lebih mampu dijelaskan oleh model pecking order theory daripada dengan model
a target adjustment tradeoff theory.
Diposkan oleh hardi yansah di 07.27
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
1 komentar:
1.
Nizar Dio23 Februari 2016 00.47
ada paper sumbernya gak mas? trims
Balas
Muat yang lain...
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Teman
Mengenai Saya