Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
Pankreas merupakan suatu organ yang mempunyai fungsi endokrin dan eksokrin,
dan kedua fungsi ini saling berhubungan. Fungsi eksokrin yang utama adalah untuk
memfasilitasi proses pencernaan melalui sekresi enzim-enzim ke dalam duodenum
proksimal. Sekretin dan kolesistokinin-pankreozimin (CCC-PZ) merupakan hormon traktus
gastrointestinal yang membantu dalam mencerna zat-zat makanan dengan mengendalikan
sekret pankreas. Sekresi enzim pankreas yang normal berkisar dari 1500-2500 mm/hari.1
Pankreatitis (inflamasi pankreas) merupakan penyakit yang serius pada pankreas
dengan intensitas yang dapat berkisar mulai dari kelainan yang relatif ringan dan sembuh
sendiri hingga penyakit yang berjalan dengan cepat dan fatal yang tidak bereaksi terhadap
berbagai pengobatan1
Secara klinis pankreatitis akut ditandai oleh nyeri perut yang akut disertai dengan
kenaikan enzim dalam darah. Perjalanan penyakitnya sangat bervariasi dari ringan yang self
limited sampai sangat berat yang disertai dengan renjatan dengan gangguan ginjal dan paruparu yang berakibat fatal yang tidak bereaksi terhadap berbagai pengobatan .Pankreatitis
akut terjadi kira-kira pada satu diantara 500 sampai 600 penderita yang masuk rumah sakit.
Penyakit ini paling sering dijumpai pada usia setengah baya dan seringkali dikaitkan
dengan penyakit saluran empedu dan alkoholisme.2 Pankreatitis yang berkaitan dengan
penyakit saluran empedu lebih sering terjadi pada wanita, sedangkan yang berhubungan
dengan alkoholisme lebih sering dijumpai pada laki-laki. Pada pankeatitis yang berat,
enzim-enzim pankreas dan bahan-bahan vasoaktif dan bahan-bahan toksik lainnya keluar
dari saluran saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang pararenal anterior dan ruangruang lain seperti ruang-ruang parareanal posterior , dan rongga peritoneum. Bahan-bahan
ini mengakibatkan iritasi kimiawi yang luas. Penyulit yang serius dapat timbul seperti
kehilangan cairan yang banyak mengandung protein, hipovolemia dan hipotensi.2

BAB II
PEMBAHASAN
II.1 ANATOMI PANKREAS
Pankreas merupakan organ yang terletak di retroperitoneal, terdiri atas kepala, leher,
badan, dan ekor. Panjang organ ini adalah 12-15 cm dengan 50% panjangnya merupakan
bagian kepala pankreas dan 50% sisanya merupakan bagian badan dan ekor pankreas.
Pankreas berbentuk prisma segitiga dan terdiri dari 3 permukaan yaitu antero-superior,
antero-inferior, dan posterior. Pankreas berbaring secara transversal di dinding belakang
abdomen, di depan vertebrae lumbal 1-2 dan di belakang lambung. Bagian kepala dari
pankreas terikat pada bagian c-loop (descending) duodenum. Bagian inferior dari kepala
pankreas memiliki pemanjangan yaitu processus uncinatus. Bagian leher akan berada di
depan vena porta. Bagian badan dan ekor dari pankreas memanjang secara oblique ke arah
atas kiri di depan aorta dan ginjal kiri, dan ujung ekor pankreas mengarah ke hilum limpa
pada ligamen lieorenal.1,2

Gambar 1. Anatomi Pankreas.

Bagian-bagian pankreas:
1. Caput

Lumbal 2

2. Collum

3. Corpus

Lumbal 1

4. Cauda

Thorakal 12

Pankreas sebagai kelenjar endokrin dan eksokrin. Mempunyai saluran keluar disebut :
1. Ductus pancreaticus wirsungi (mayor).
2. Ductus pancreaticus acesorius santorini (minor).
1. Caput Pankreas
Bentuk gepeng, terletak diantara kecekungan duodenum. Segi atas caput pancreas
tertutup disebelah depannya oleh pars superior duodeni. Segi bawah menutupi pars
horizontal duodeni. Segi bawah bagian kiri dari caput pancreas, bentuknya agak menonjol
kearah bawah disebut processus uncinatus. Didalam sulcus yang dibentuk oleh duodenum
dengan segi lateral kanan dan kiri segi bawah dari caput pancreas terdapat arteri
pancreatico duodenalis superior dan inferior yang saling beranastomose.1
2. Collum Pankreas
Panjang + 2 cm. Menghadap atas depan, menghubungkan caput dengan corpus
pancreas. Dataran depan ditutupi oleh peritoneum dan duodenum. Dataran belakang
berhubungan dengan Vena Mesenterica superior dan permulaan Vena Porta.1,2
3. Corpus Pankreas
Penampangnya berbentuk segitiga. Facies anterior bentuknya sedikit konkaf dan
menghadap ke omentum mayus. Facies inferior tertutup oleh peritoneum. Ujung kiri corpus
pancreas menumpang pada flexura lienalis. Ujung kanan corpus pancreas terletak pada
flexura duodenojejunalis. Facies posterior tidak tertutup oleh peritoneum dan langsung
berhubungan dengan :
a. Vena lienalis
b. Vena renalis kiri
c. Aorta
d. Kelenjar supraren dan ren kiri
e. Vassa mesenterica inferior.

Pada pangkal corpus pancreas terdapat tuber omentale (menghadap keatas, sedikit
kedepan, berhubungan langsung dengan omentum minus (Ligamentum hepato duodenale)).

4. Cauda Pankreas
Terletak intraperitoneum, masuk hilus lienalis di dalam ligamentum phrenicolienale
MARGO SUPERIOR. Dibentuk oelh facies posterior dan facies anterior. Mulai dari tuber
omentale kearah kiri. Terletak setinggi curvatura minor gaster. Berhubungan dengan
omentum minus (lembar belakang). Diatas, margo ini berhubungan arteri coelica dan arteri
hepatica communis.1,2

Tabel 1. Vaskularisasi dan Persarafan pankreas


Artery

Vein

Nerve

Inferior pancreaticoduodenal artery, Superior pancreaticoduodenal


artery
Pancreaticoduodenal veins

Pancreatic plexus, celiac ganglia, vagus

II.2 FISIOLOGI PANKREAS


Pankreas merupakan suatu organ yang mempunyai fungsi endokrin dan eksokrin,
dan kedua fungsi ini saling berhubungan. Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk
pencernaan ketiga jenis makanan utama : protein, karbohidrat, dan lemak.2
Tabel 2. Fungsi endokrin pankreas
Name of cells
beta cells
alpha cells
delta cells

Endocrine product
Insulin and Amylin
Glucagon
Somatostatin

% of islet cells
50-80%
15-20%
3-10%

Representative function
lower blood sugar
raise blood sugar
inhibit endocrine pancreas

PP cells
Pancreatic polypeptide 1%
Name of cells
Exocrine secretion
Centroacinar cells bicarbonate ions

inhibit exocrine pancreas


Primary signal
Secretin

digestive enzymes
Basophilic cells

(pancreatic amylase, Pancreatic lipase,


trypsinogen, chymotrypsinogen, etc.)

CCK

Tabel 3. Fungsi eksokrin pankreas

Sekresi pankreas diatur oleh mekanisme hormon. Stimulasi utama untuk sekresi
pankreas terjadi selama fase usus pencernaan pada saat kimus berada di dalam usus halus.
Pengeluaran dua enterogastron utama, sekretin dan kolesistokinin (CCK) sebagai respon
terhadap keberadaan kimus di duodenum berperan penting dalam kontrol sekresi pankreas.
Stimulus utama yang secara spesifik memicu pengeluaran sekretin adalah adanya asam di
duodenum. Sekretin nantinya akan merangsang sekresi cairan alkali oleh pankreas untuk
menetralkan asam tersebut. Sedangkan stimulus utama CCK adalah adanya lemak dan
protein. CCK akan merangsang sel-sel asinus pankreas untuk meningkatkan sekresi enzim,
diantaranya adalah lipase dan proteolitik.3
Enzim proteolitik adalah tripsin, kimotrimsin, karboksipolipetidase, ribonuklease,
dan deoksiribonuklease. Tiga enzim pertama mencernakan protein secara keseluruhan dan
parsial, sedangkan nuklease memecahkan dua jenis asam nukleat (asam ribonukleat dan
deoksiriboneukleat). 1,3

Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amilase pankreas, yang menghidrolisi


pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali selulosa untuk membentuk
disakarida.
Enzim-enzim untuk pencernaan lemak adalah lipase pankreas, yang sanggup
menghidrolisis lemak netral menjadi gliserol, asam lemak, serta kolesterol esterase, yang
menyebabkan hidrolisis ester-ester kolesterol.
Enzim-enzim proteolitik waktu disintesis dalam sel-sel pankreas berada dalam
bentuk: tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase yang tidak aktif. Zat-zat ini
hanya diaktivasi setelah mereka disekresi ke dalam saluran pencernaan. Tripsinogen
diaktifkan olehs suatu enzim yang dinamakan enterokinase, yang disekresi oleh mukosa
usus waktu kimus berontak dengan mukosa. Tripsinogen juga dapat diaktifkan oleh tripsin
menjadi kimotripsin, dan prokarboksipeptidase diaktifkan dengan cara yang sama.4,7
Enzim-enzim getah pankreas seluruhnya disekresi oleh asinus kelenjar pankreas.
Sebaliknya, dua unsur penting getah pankreas lainnya, air dan ion bikarbonat, terutama
disekresi oleh sel-sel epitel duktulus-duktulus kecil yang berasal dari asinus. Konsentrasi
ion bikarbonat 145 mEq/liter menyediakan ion alkali dalam jumlah besar dalam getah
pankreas yang berperanan menetralkan asam dalam kimus yang dimasukkan ke dalam
duodenum dari lambung karena enzim-enzim pankreas berfungsi optimal dalam lingkungan
yang netral atau sedikit basa.3
II.3 DEFINISI
Pankreatitis adalah reaksi pradangan pankreas (inflamasi pankreas) atau
kondisi inflamasi yang menimbulkan nyeri dimana enzim pankreas diaktifasi secara
prematur mengakibatkan autodigestif dari pankreas. Pankreatitis mungkin akut atau
kronis, dengan gejala ringan sampai berat disertai dengan renjatan dengan gangguan
ginjal dan paru-paru yang berakibat fatal.1
Terdapat 3 teori yang berusaha menjelaskan hubungan antara batu empedu dengan
kejadian pankreatitis akut, yaitu:
1. Teori common channel yang dikemukakan oleh Opie (1901)

Pada teori ini dijelaskan bahwa kejadian pankreatitis akut diakibatkan oleh adanya
impaksi batu empedu di terminal duktus kholedokus. Hal ini diduga mengakibatkan
terbentuknya biliopnacreatic common channel yang memungkinkan terjadinya
refluks cairan empedu ke dalam duktus pankreatikus. 5
Namun tedapat beberapa hal yang menyangkal pendapat ini, yaitu:
Bahwa tekanan sekresi pankreas lebih tinggi daripada tekanan sekresi bilier
yang memudahkan terjadinya refluks cairan pankreas ke sistem bilier

daripada hal sebaliknya.


Banyak penderita pankreatitis akut yang memiliki common channel yang
sangat pendek yang tidak memungkinkan terjadinya refluks bila terjadi

obstruksi.
Robinson dan Dunphy menunjukkan dalam penelitiannya bahwa terdapat
perfusi empedu ke duktus pankreatikus tanpa tercetusnya suatu pankreatitis

akut.
2. Teori duodenal reflux
Menurut teori ini, batu empedu dapat melalui sfingter Oddi dan menyebabkan
peregangan

otot

sehingga

menyebabkan

sfingter

yang

inkompeten

dan

memungkinkan terjadinya refluks cairan duodenum yang mengandung enzim


pancreas yang sudah aktif ke dalam duktus pankreatikus dan mencetuskan
terjadinya inflamasi pada pancreas.
Namun teori ini juga disangkal oleh kenyataan bahwa pada penderita penderita
yang dilakukan sfingterotomi secara endoskopik tidak secara rutin timbul
pancreatitis akut5
3. Teori pancreatic ductal obstruction
Dari kedua teori lain, teori inilah yang mungkin paling dapat diterima. Para ahli
menyatakan bahwa batu pada saluran empedu yang mencetuskan atau adanya
edema dan inflamasi oleh karena lewatnya batu dapat menyebabkan obstruksi pada
duktus pankreatikus dan menimbulkan hipertensi pada duktus dan mencetuskan
terjadinya kerusakan pada pancreas.
Umumnya semua teori menyatakan bahwa duktus pankreatikus tersumbat, disertai oleh
hipersekresi enzim-enzim eksokrin dari pankreas tersebut. Enzim-enzim ini memasuki

saluran empedu dan diaktifkan di sana dan kemudian bersama-sama getah empedu
mengalir balik (refluks) ke dalam duktus pankreatikus sehingga terjadi pankreatitis.5
II.4 KLASIFIKASI3,8
Berdasarkan The Second International Symposium on the Classification of
Pancreatitis (Marseilles, 1980), pankreatitis dibagi atas:
a. Pankreatitis akut (fungsi pankreas kembali normal lagi).
b. Pankreatitis kronik (terdapat sisa-sisa kerusakan yang permanen).
Penyempurnaan klasifikasi dilakukan tahun 1992 dengan sistem klasifikasi yang lebih
berorientasi klinis; antara lain diputuskan bahwa indikator beratnya pankreatitis akut yang
terpenting adalah adanya gagal organ yakni adanya renjatan, insufisiensi paru (PaO2 = 60
mmHg), gangguan ginjal (kreatinin > 2 mg/dl) dan perdarahan saluran makan bagian atas
(> 500 ml/24 jam). Adanya penyulit lokal seperti nekrosis, pseudokista atau abses harus
dimasukkan sebagai komponen sekunder dalam penentuan beratnya pankreatitis.
Berdasarkan data klinis, terbagi atas:
a. Pancreatitis akut ringan
b. Pancreatitis akut berat, berupa :
i. Acute fluid collections
ii. Pancreatic necrosis
iii. Acute pseudocyst
iv. Pancreatic abscess
II.4.1 PANKREATITIS AKUT
Kelompok kelainan ini ditandai oleh inflamasi pankreas. Pasien khasnya
mengeluhkan nyeri abdomen akibat peningkatan kadar enzim pankreas (amilase dan
lipase) di dalam darah atau urin. Gambaran ringan berupa edema interstisial dan
inflamasi pankreas (pankreatitis interstisial akut). Pada kasus yang lebih berat
terjadi nekrosis jaringan (pankreatitis nekrotikans akut). Bentuk terberat, yaitu
pankreatitis hemoragik akut, memperlihatkan perdarahan luas ke dalam parenkim
pankreas. Sekitar 80% kasus pankreatitis berkaitan dengan kolelitiasis atau
alkoholisme. Bila hanya terdapat edema pankreas, mortalitas mungkin berkisar dari

5% sampai 10%, sedangkan perdarahan masif nekrotik mempunyai mortalitas 50%


sampai 80%.3,5
II.4.2 Pankreatitis Kronik
Jika luka pada pankreas berlanjut, pankreatitis kronis mungkin dapat
berkembang. Pankreatitis kronis terjadi ketika enzim-enzim pencernaan menyerang
dan merusak pankreas dan jaringan-jaringan didekatnya, menyebabkan luka parut
dan sakit. Penyebab umum dari pankreatitis kronis adalah penyalahgunaan alkohol
bertahun-tahun, namun bentuk kronis mungkin juga dapat dipicu oleh hanya satu
serangan akut, terutama jika saluran-saluran pankreas rusak. Saluran-saluran yang
rusak menyebabkan peradangan pankreas, perusakan jaringan-jaringan, dan
terbentuknya jaringan-jaringan parut
Pankreatitis kronik ditandai oleh inflamasi pankreas disertai destruksi
parenkim eksokrin dan fibrosis; pada stadium lanjut, terjadi destruksi parenkim
endokrin pankreas. Perbedaan utama antara pankreatitis akut dan kronik terletak
pada sifat ireversibel gangguan fungsi pankreas yang menjadi ciri khas pankreatitis
kronik; pankreatitis kronik dapat menyebabkan kemunduran keadaan umum yang
berat karena hilanganya fungsi pancreas.4,5
KLASIFIKASI PANKREATITIS AKUT
Pankreatis akut memiliki keparahan yang berkisar dari kelainan yang relatif ringan
dan sembuh dengan sendirinya hingga penyakit yang dengan cepat menjadi fatal serta tidak
responsif terhadap berbagai terapi. Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan
luasnya nekrosis parenkim dapat dibedakan4,5
a. Pankreatitis akut tipe intersitial
Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat.
Tidak didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara
mikroskopik, daerah intersitial melebar karena adanya edema ekstraselular, disertai
sebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat terisi
dengan bahan-bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus. Meskipun bentuk

ini dianggap sebagai bentuk pankreatitis yang lebih ringan, namun pasien berada
dalam keadaan sakit yang akut dan berisiko mengalami syok, gangguan
keseimbangan cairan serta elektrolit dan sepsis.4,5
b. Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik,
Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan
perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada
jaringan-jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh
darah

sehingga

mengakibatkan

perdarahan

dan

dapat

mengisi

ruangan

retroperitoneal. Bila penyakit berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah


nekrosis yang berdinding, yang subur untuk timbulnya bakteri sehingga dapat
menimbulkan abses yang purulen. Gambaran mikroskopis adalah adanya nekrosis
lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong infiltrat yang meradang dan berdarah
ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan mati. Pembuluh-pembuluh darah
di dalam dan di sekitar daerah yang nekrotik menunjukkan kerusakan mulai dari
inflamasi peri vaskular, vaskulitis yang nyata sampai nekrosis dan trombosis
pembuluh-pembuluh darah.4,5
II.5 EPIDEMIOLOGI
Di negara barat penyakit ini sering kali ditemukan dan berhubungan erat dengan
penyalahgunaan pemakaian alkohol, dan penyakit hepetobilier. Frekuensi berkisar
antara 0,14% atau 10-15 pasien pada 100.000 penduduk (Nurman, 2006).
Di negara barat bilamana dihubungkan dengan batu empedu merupakan penyebab
utama pankreatitis akut, maka usia terbanyak terdapat sekitar 60 tahun dan terdapat
lebih banyak pada perempuan (75%), bila dihubungkan dengan pemakaian alkohol
yang berlebihan maka pria lebih banyak (80-90%) 3

II.6 ETIOLOGI

10

Pankreatitis akut terjadi akibat proses tercernanya organ ini oleh enzim-enzimnya
sendiri, khususnya oleh tripsin. Delapan puluh persen penderita pankreatitis akut
mengalami penyakit pada duktus billiaris; meskipun demikian, hanya 5% penderita batu
empedu yang kemudian mengalami nekrosis. Batu empedu memasuki duktus koledokus
dan terperangkap dalam saluran ini pada daerah ampula Vateri, menyumbat aliran getah
pankreas atau menyebabkan aliran balik (refluks) getah empedu dari duktus koledokus ke
dalam duktus pankreastikus dan dengan demikian akan mengaktifkan enzim-enzim yang
kuat dalam pankreas. Spasme dan edema pada ampula Vateri yang terjadi akibat duodenitis
kemungkinan dapat menimbulkan pankreatitis. . Pada pankreatitis kronik, peradangan yang
terus berlangsung menyebabkan fibrosis yang mula-mula di sekitar duktus dan asini namun
kemudian di dalam asini.3

Tabel 4. Etiologi pankreatitis akut

Alkohol
Batu empedu
Pasca bedah
Pasca ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography)
Trauma terutama trauma tumpul
Metobolik (hipertrigliseridemia, hiperkalsemia, gagal ginjal)
Infeksi (virus parotitis, hepatitis, koksaki, askaris, mikoplasma)
Berhubungan dengan obat-obatan (azatioprin, 6 merkaptopurin,
sulfonamid, tiazid, furosemid, tetrasiklin)
Penyakit jaringan ikat (lupus eritematosus sistemik)
Lain-lain,seperti gangguan sirkulasi, stimulasi vagal

Tabel 5. Etiologi pankreatitis kronis

11

Alkohol
Obstruksi ductus
Hiperparatiroidisme
Hemokromatosis
Idiopatik
Herediter
pankreatitis kalsifikasi tropik

II.7 PATOFISIOLOGI
Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang terdiri dari dua fase. Pertama,
fase awal yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator inflamasi, disebut sindrom
respons inflamasi sistemik atau systemic inflamatory response syndrome (SIRS) yang
berlangsung sekitar 72 jam. Gambaran klinisnya menyerupai sepsis, tetapi tidak ada buktibukti infeksi. Kedua, fase lanjut merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh alami yang
menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan multiorgan, yang biasanya dimulai pada awal
minggu kedua. Kegagalan fungsi salah satu organ merupakan penanda beratnya penyakit
dan buruknya faktor prognosis.4,6
Pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigesti di dalam kelenjar akibat
aktivasi prematur zimogen (prekursor dari enzim digestif) dalam sel-sel sekretor pankreas
(asinar), sistem saluran atau ruang interstisial dan ditandai oleh berbagai derajat edema,
perdarahan, dan nekrosis pada sel sel asinus dan pembuluh darah. Mekanisme pathogenesis
pankreatitis akut dimulai sebagai suatu proses autodigestive didalam kelenjar dan
pengaktifan enzim yang mencernakan protein disekresi sebagai bentuk precursor inaktif
(zymogen) yang harus diaktifkan oleh tripsin. Setelah tripsin terbentuk maka enzim ini
mengaktifkan semua enzyme proteolitik lainnya . inhibitor tripsin terdapat dalam plasma
dan pancreas, yang dapat berkaitan dan menginatifkan setiap tripsin yang dihasilkan secara
tidak sengaja sehingga pada pancreas normal kemungkinan tidak terjadi pencernaan
proteolitik.
Gangguan sel asini pankreas dapat terjadi karena beberapa sebab: 6,7
12

1. Obstruksi duktus pankreatikus. Penyebab tersering obstruksi adalah batu empedu


kecil (microlithiasis) yang terjebak dalam duktus. Sebab lain adalah karena plug
protein (stone protein) dan spasme sfingter Oddi pada kasus pankreatitis akibat
konsumsi alkohol, Refluks empedu dan isi duodenum kedalam dektus pankreatikus
adalah mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengaktifan pancreas. Refluks
terjadi bila adanya batu empedu yang menyumbat ampula vateri. Atonia dan edema
pada sfingter oddi yang menyebabkan adanya tekanan dan menghambat sekresi
melalui ductus pankreatikus dan ampula vateri.yang dapat mengsktifkan enzim
pancreas, yang selanjutkan akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag,
neutrifil,sel endotel) untuk mengeluarkan mediator inflamasi.
2. Stimulasi hormon cholecystokinin (CCK) sehingga akan mengaktivasi enzim
pankreas. Hormon CCK terstimulasi akibat diet tinggi protein dan lemak
(hipertrigliseridemia) dapat juga karena alkohol yang mana alkohol menambah
konsentrasi protein pada cairan pancreas dan mengakibatkan endapan yang
selanjutnya menyebabkan tekanan intraductal lebih tinggi.Selain itu defisiensi
protein pada alkoholik dapat menyebabkan degenerasi atrofi dan fibrosis pankreas
3. Iskemia sesaat dapat meningkatkan degradasi enzim pankreas. Keadaan ini dapat
terjadi pada prosedur operatif atau karena aterosklerosis pada arteri di pankreas
Gangguan di sel asini pankreas akan diikuti dengan pelepasan enzim pankreas, yang
selanjutnya akan merangsang sel-sel peradangan (makrofag, neutrofil, sel-sel
endotel, dsb) untuk mengeluarkan mediator inflamasi (bradikinin, platelet activating
factor [PAF]) dan sitokin proinflammatory (TNF-, IL-1 beta, IL-6, IL-8 dan
intercellular adhesive molecules (ICAM 1) dan vascular adhesive molecules
(VCAM) sehingga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat, teraktivasinya
sistem komplemen dan ketidakseimbangan

sistem trombo-fibrinolitik. Kondisi

tersebut akhirnya memicu terjadinya gangguan mikrosirkulasi, stasis mikrosirkulasi,


iskemia dan nekrosis sel-sel pankreas. Kerusakan pembuluh darah dan iskemia
menyebabkan pelepasan kinin yang membuat dinding kapiler permeable maka
edema.pelepasan radikal bebas oksigen yang merusak nampaknya berhubungan

13

dengan tingkat keparahan cedera pancreas. Kejadian di atas tidak saja terjadi lokal
di pankreas tetapi dapat pula terjadi di jaringan/organ vital lainnya sehingga dapat
menyebabkan komplikasi lokal maupun sistemik Dengan kata lain pankreatitis akut
dimulai oleh adanya keadian yang menginisiasi luka kemudian diikuti kejadian
selanjutnya memperberat luka
4. Kedua enzim aktif yang diduga berperan penting dalam autodigesti pancreas adalah
elastase dan fosfolipase A. Elastase diaktifkan oleh tripsin dan mencerna jaringan
elastin pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan. Pengaktifan kallikrein
oleh tripsin diyakini berperan penting dalam timbulnya kerusakan lokal dan
hipotensi sitemik. Kallikrein menyebabkan vasodilatasi , peningkatan permeabilitas
vascular , invasi leukosit dan nyeri.5

II.8 PATOGENESIS
Sebagai kontras adanya berbagai fakror etiologi yang menyertai pankreatitis akut,
terdapat rangkaian kejadian patofisiologis yang uniform yang terjadi pada timbulnya
penyakit ini. Kejadian ini didasarkan pada aktivasi enzim di dalam pankreas yang
kemudian mengakibatkan autodigesti organ.
Dalam keadaan normal pankreas pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim
digestinya sendiri. Enzim ini disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan diaktivasi dengan
pemecahan rantai peptid secara enzimatik.
Selain itu terdapat inhibitor di dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan serum
sehingga dapat menginaktivasi protease yang diaktivasi terlalu dini. Dalam proses aktivasi
di dalam pankreas, peran penting terletak pada tripsin yang mengaktivasi semua zimogen
pankreas yang terlihat dapam proses autodigesti (kimotripsin, proelastase, fosfolipase A).
Hanya lipase yang aktif yang tidak terganting pada tripsin. Aktivasi zimogen secara
normal dimulai oleh enterokinase di duodenum. Ini mengakibatkan mulanya aktivasi tripsin
yang kemudian mengaktivasi zimogen yang lain. Jadi diduga bahwa aktivasi dini
tripsinogen menjadi tripsin adalah pemicu bagi kaskade enzim dan autodigesti pankreas.7

14

Faktor etiologik (penyakit billier, alkoholisme, tak diketahui, dll)

Proses yang memulai (refluks empedu, refluks duodenum, dll)

Kerusakan permulaan pankreas (edema, kerusakan vaskular, pecahnya saluran pankreas


asinar)

Aktivasi enzim digestif


Tripsin
Fosfolipase A
Elastase
Kimotripsin
Kalikrein

Lipase

Autodigesti
Nekrosis pankreas
Gambar 3. Faktor etiologik dan patologik pada pankreatitis akut (dari Creutzfeid &
Lankisch)
Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain adalah refluks isi
duodenum dan refluks cairan empedu, akticasi sistem komplemen, stimulasi, sekresi enzim
yang berlebihan. Isis duodenum merupakan campuran enzim pankreas yang aktif, asam
empedu, lisolesitin dan lemak yang telah mengalami emulsifikasi; semuanya ini mampu
manginduksi pankreatitis akut. Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel pankreas,
meningkatkan aktivasi lipase dan fosfolipase A, memecah lesitin menjadi lisolesitin dan
asam lemak dan menginduksi spontan sejumlah kecil proenzim pankreas yang lain.
Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam duktus pankreatikus yang utama menambah
15

permeabilitas sehingga mengakibatkan perubahan struktural yang jelas. Perfusi 16,16


dimetil prostaglandin E2 mengubah penemuan histologik pankrataitis tipe edema ke tipe
hemoragik.8,9

CAIRAN

Asam empedu

lesitin

Aktivasi fosfolipase
Substrat untuk pembentukan
Lisolesitin oleh fosfolipase A
Efek detergen
Proses koagulasi
sel-sel asini

penglepasan sejumlah kecil


tripsin aktif
aktivasi proenzim pankreas

Gambar 4. Efek Cairan Empedu pada Pankreas


Kelainan histologis utama yang ditemukan pada pankreatitis akut adalah nekrosis
keoagulasi parenkim dan poknosis inti atau kariolisis yang cepat diikut oleh degradasi asini
yang nekrotik dan absopsi debris yang timbul. Adanya edema, perdarahan dan trombosis
menunjukkan kerusakan vaskular yang terjadi bersamaan.
II.9 Manifestasi Klinis
a. Pankreatitis Akut
Manifestasi klinis pada pankreatitis akut yaitu berupa nyeri perut yang
berlangsung dengan onset mendadak (< 30 menit). Nyeri biasanya hebat, hampir
selalu ada dan paling hebat di daerah epigastrium yang menjalar menembus ke
punggung menghilang dalam < 72 jam .Nyeri tersebut dapat berkurang dengan
duduk membungkuk dan bertambah nyeri bila terlentang. 10

16

Nyeri diperkirakan berasal dari peregangan kapsul pankreas oleh duktulus


yang melebar dan edema parenkim, eksudat peradangan, protein dan lipid yang
tercerna, dan perdarahan. Selain itu, zat-zat tersebut dapat merembes keluar
parenkim dan memasuki retroperitoneum dan saccus minor, tempat zat-zat tersebut
mengiritasi

ujung

saraf

sensorik

retroperitoneum

dan

peritoneum

serta

menimbulkan nyeri punggung dan pinggang yang intens.11


Mual dan muntah juga sering terdapat pada pankreatitis akut. Mual muntah
bersifat tidak spesifik. Terkadang muntah tidak di dahului mual dan terjadi sewaktu
lambung sudah kosong. Syok dapat timbul karena hipovolemia akibat dehidrasi
ataupun karena neurogenik. Demam dan diare sering pula ditemukan pada penderita
pankreatitis akut..10,12
Gambaran klinis bergantung pada beratnya radang, kadang terjadi serangan
selama satu dua hari saja dengan udem dan infiltrasi ringan. Kadang terdapat
serangan berat dengan infiltrasi difus yang hebat dapat pula terjadi perdaraha difus
di pancreas, nekrosis terbatas atau luas sampai gangrene.10
b. Pankreatitis Kronis
Manifestasi klinis yang khas pada pankreatitis kronis adalah nyeri hebat
terus menerus atau berkala. Nyeri dirasakan di perut bagian atas atau pinggang.
Umumnya penderita duduk membungkuk dengan kedua lengan memeluk lutut.
Rasa nyeri dapat terjadi baik setelah makan ataupun sebelum makan dan nyeri
tersebut tidak cepat hilang dan akan menetap setidaknya untuk beberapa jam. Nyeri
diperkirakan berasal dari dilatasi sistem duktus yang menyebabkan hipertensi
duktus; peradangan parenkim yang menyebabkan iskemia pankreas; atau aktivitas
enzimatik setempat dan destruksi selubung perineural sehingga akson terpajan oleh
berbagai sitokin yang dibebaskan oleh sel-sel radang dan akhirnya menyebabkan
fibrosis perineural.Manifestasi klinis lain yang terdapat pada pankreatitis kronis
yaitu diare dan penurunan berat badan akibat penyerapan makanan yang buruk
(malabsorpsi) yang terjadi karena penurunan produksi enzim-enzim pencernaan

17

yang dihasilkan pancreas yang bertugas untuk memecah makanan. Dengan


menurunnya jumlah enzim pencernaan, makanan tidak diserap secara optimal, dan
penderita akan mengeluarkan tinja yang banyak dan berbau busuk. Tinja bisa
berwarna terang dan berminyak dan bahkan bisa mengandung tetesan-tetesan
minyak. Selain itu dapat pula terjadi diabetes apabila terjadi kerusakan pada sel-sel
pada pankreas yang memproduksi insulin.11,13
II.10 Penegakan Diagnosis

Anamnesis
Pada anamnesis yang dilakukan pada pasien dengan pankreatitis akut akan
di dapatkan berupa keluhan yang dialami pasien seperti nyeri perut yang mendadak
di daerah epigastrium dengan karakteristik nyeri yang tumpul dan dapat menjalar ke
daerah punggung. Selain itu di dapatkan pula keluhan mual muntah yang tidak
spesifik dan disertai dengan demam ataupun diare. Adapaun riwayat yang dimiliki
pasien diantaranya riwayat melakukan operasi atau menjalani tindakan yang
invasive, riwayat keluarga dengan hipertrigliseridemia,Riwayat mengalami kolik
bilier atau pasien yang sering mengkonsumsi alcohol dalam jumlah banyak.
Adapun anamnesis yang akan di dapatkan pada pasien dengan pankreatitis
kronis keluhan yang terdapat pada pasien tidak jauh berbeda dengan yang ada pada
pankreatitis akut, namun yang khas pada pankreatitis kronis adalah nyeri hebat terus
menerus atau berkala dan mumnya pasien sampai duduk membungkuk dengan
kedua lengan memeluk lutut. Selain itu didapatkan pula diare dan penurunan berat
badan, serta buang air besar yang bercampur dengan minyak.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pankreatitis akut akan di dapatkan perut yang tegang
dan sakit terutama bila ditekan. 20% penderita pankreatitis akut mengalami
beberapa pembengkakan pada perut bagian atas. Pembengkakan ini bisa terjadi
karena terhentinya pergerakan isi lambung dan usus (keadaan yang disebut ileus

18

gastrointestinal) atau karena pankreas yang meradang tersebut membesar dan


mendorong lambung ke depan. Bisa juga terjadi pengumpulan cairan dalam rongga
perut (asites). Kira-kira 90% disertai demam dan takikardi. Syok dapat terjadi bila
banyaknya cairan dan darah yang hilang di daerah retroperitoneum dan
intraperitoneum. 10
Apalagi bila disertai muntah. Rangsangan cairan di pancreas akan menyebar
di perut bawah atau rongga dada kiri sehingga dapat terjadi efusi plura kiri.
Umumnya tampak usus yang paralitik disekitar pancreas yang meradang dan dapat
diikuti syok, sepsis, gangguan fungsi paru dan ginjal. Dapat pula terjadi ikterus
akibat pembengkakan hulu pancreas atau hemolysis sel darah merah yang sering
rapuh pada pankreatitis akut.. Tetani dapat timbul bila terjadi hipokalsemia . 10
Pada pankreatitis akut yang berat (pankreatitis nekrotisasi), tekanan darah
bisa turun, mungkin menyebabkan syok
Pada pankreatitis akut tipe hemoragik sering ada tanda-tanda perdarahan berupa:
a. Tanda Cullen, suatu bercak kebiruan/ekimosis sekitar umbilikus.
b. Tanda Gray-Turner, suatu bercak kebiruan atau ekimosis di pinggang kanan
dan kiri
Pada pemeriksaan fisik pankreatitis kronis di dapatkan pasien duduk
membungkuk dengan kedua lengan memeluk lutut yang dilakukan untuk
mengurangi nyeri perut. Terkadang teraba massa di daerah epigastrium menunjukan
adanya pseudokista atau massa akibat inflamasi di abdomen. Pasien dengan keluhan
yang lebih lanjut (yaitu pasien dengan steatorrhea) menunjukan penurunan lemak
subkutan, cekung pada fossa supraclavicula dan tanda-tanda lain dari kekurangan
gizi. 10,14
Indikator Keparahan
a. Menurut Kriteria Ranson
Pada
1.
2.

saat
Usia
Leukositosis

masuk

rumah

>

55
>

sakit:
tahun
16.000/ml

19

3.

Hiperglikemia

4.

LDH

5.

AST

>

11

mmol/L

serum

>

(SGOT)

B.Selama

>

2.

hematokrit

Sekuestrasi

3.

Hipokalsemia

4.

PO2

arteri

perawatan:

>

1,9

IU/L

>

cairan
<

IU/L

250

jam

Penurunan

mg%)

400

serum

48

1.

(>200

mmol/L
<

100%
4000

ml

(<8,0

mg%)

60

mmHg

5. BUN meningkat > 1,8 mmol/L (> 5 mg%) setelah pemberian cairan iv
6.

Hipoalbuminemia

Interpretasi

<

klinik

3,2
Kriteria

g%
ranson:

Kriteria awal menggambarkan beratnya proses inflamasi,sedangkan kriteria akhir waktu 48


jam menggambarkan efek sistemik aktifitas enzim terhadap organ target,seperti paru dan
ginjal. Bila terdapat 3 pada kriteria Ranson, pasien dianggap menderita pankreatitis akut
berat
b. Penggunaan skor APACHE II >12 (Acute Physiologic and Chronic Health
Evaluation)
c. Cairan peritoneal hemoragik
d. Indikator penting
1. Hipotensi <90 mmHg atau takikardia >130/menit
2. PO2 <60 mmHg
3. Oligouria <50 mL/jam atau BUN, kreatinin meningkat
4. metabolik/Ca serum <8 mg% atau albumin serum <3.2 g%
II.11 Pemeriksaan Penunjang10,19

20

Laboratorium
1. Amilase Serum
Kadar amilase serum paling umum dipergunakan sebagai pembantu
diagnosis untuk pankreatitis akut. Kadar amilase meningkat pada 12 jam
pertama setelah awal gejala dan kemudian turun ke nilai normal dalam waktu 35 hari bila tidak terjadi komplikasi. Namun sebanyak 35% kasus pankreatitis,
kadar amilase normal sewaktu dirawat sebagai akibat gangguan produksi
eksokrin sebelumnya karena telah ada faktor pankreatitis kronis atau pada saat
itu telah terjadi nekrosis massif jaringan pancreas. Peningkatan hebat kadar
trigliserida yang kadang-kadang melebihi 200mg/dl akan mengganggu
pemeriksaan amilase sehingga akan di dapatkan hasil negatif palsu.
Hiperamilasemia dapat pula disebabkan oleh sebab-sebab lain diluar
pankreas. Seperti radang kelenjar ludah,penurunan fungsi ginjal, iskemi usus,
dan makroamilasemia. Koledokolitiasis kadang- kadang dapat meningkatkan
amilase serum padahal tidak disertai pankreatitis. Kondisi ini disebut
pseudopankreatitis atau pankreatitis palsu.
Kenaikan kadar amilase serum lebih dari tiga kali batas atas normal
mengandung nilai sensitivitas 61 % dan spesifitas 95% untuk mendiagnosis
pankreatitis akut.
2. Lipase serum
Kadar lipase serum bisa tetap diatas normal sampai 14 hari. Produksi lipase
umumnya empat kali lebih besar daripada amilase. Dan tidak terpengaruh pada
gangguan fungsi pada pankreas yang kronis. Kadar lipase, seperti juga pada
amilase, dapat tinggi bila ada kelainan abdomen akut lainnya atau ada gangguan
ginjal. Penilaian esei lipase tiak terganggu oleh adanya kadar trigliserida yang
tinggi, tetapi dapat meningkat bila pasien mengkonsumsi beberapa jenis obat,
seperti furosemide. Kadar lipase 600 IU/L mempunyai nilai spesifitas >95% dan
sensitivitas 55-100%.

21

Kadar lipase serum dan amilase serum tidak mempunyai nilai prediksi
untuk berat ringannya pankreatitis. Untuk mengetahui prognosis, sebaiknya
memeriksa petanda serum yang menimbulkan respons sistemik SIRS antara lain
TAP, Il-6, prokalsitonin, elastase polimorfonuklear, serum amyloid A dan Creactive Protein.
3. Tes Lain
o Serum immunoreactive cationic trypsin, elastase, dan phospholipase A2
,trypsin activation peptide dan serum anionic trypsinogen
o Diagnosis urin: rasio amylase dan creatinine clearance ratio (Cam/Ccr) tidak
memberikan keuntungan
o Leukocytosis; lebih dari 25,000 cells/mm3 terdapat pada 80% pasien
o Hypocalcemia terjadi pada lebih dari 30% pasien akibat kombinasi
hypoalbuminemia dan pengendapa kalsium di area nekrosis lemak.
Berbagai jenis pemeriksaan laboratorium tersebut memiliki sensitivitas
yang beragam yang dapat dilihat pada Gambar

Gambar. Sensitivitas tes laboratorium

Pemeriksaan Pencitraan

22

1. Foto polos abdomen


Pada foto polos abdomen saat stadium awal penyakit. dapat ditemukan
distensi yeyenum karna paralisis segmental. Distensi duodenum seperti huruf C,
gambaran kolon tranversum yang gembung dan tiba-tiba menyempit disuatu
tempat karena spasme atau inflamsi, dan udem setempat dinding kolon.
Gambaran otot iliopsoas dapat menghilang karena adanya cairan eksudat di
retroperitoneum. . Selain itu, Dilatasi kolon ascendens dan transversum yang berisi
gas disertai dengan menghilangnya udara dalam kolon descenden; colon cut off sign
yang disebabkan karena penyebaran enzim-enzim pankreas dan eksudat purulen
sepanjang bidang aksial disekitar arteri mesenterika superior dan mesokolin
transversum.

Gambar : Gambaran colon cutt of sign pada pankreatitis akut


2. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi harus dilakukan sejak awal keluhan semua kasus
pankreatitis akut untuk menilai apakah ada batu kandung empedu sebagai
penyebabnya. Sensistivitas usltrasonografi untuk mendeteksi batu empedu

23

adalah 93% dan spesifitasnya 87%. Kemampuan ultrasonografi untuk menalai


keadaan pankreas hanya terbatas, karena dapat terhalang oleh usus yang
distensi. Namun pada pemeriksaan Ultrasonografi bisa pula didapatkan
gambaran yang bervariasi tergantung berat dan stadium penyakit dan dapat
berubah secara signifikan dalam periode beberapa jam. Pankreas yang terkena
dapat berupa edema, nekrotik, atau hemoragik. Edema akan menyebabkan
segmen yang terkena membesar dan terjadi pengurangan ekogenitas karena
peningkatan air di dalam parenkim.
Pada keadaan severe acute panreatitis gambaran yang ditunjukkan USG
tidak terlalu spesifik, karena USG cukup sulit untuk menilai daerah yang
mengalami nekrotik. Meskipun demikian adanya peningkatan ekhogenitas yang
heterogen pada pankreas yang membesar patut dicurigai sebagai suatu proses
nekrosis, disamping adanya koleksi cairan intrapankreatik atau peripankreatik
yang merupakan suatu komplikasi dari severe acute pancreatitis.

Gambar. Tampak cairan peripankreatik dengan ekhogenitas pankreas


yang heterogen.
3. CT Scan
Pemeriksaan pencitraan terpilih untuk mengetahui adanya dan berapa
luasnya jaringan nekrosis pada pankreas dan jaringan lemak, peripankreas serta
sifat koleksi cairan sekitar pankreas. CT scan dalam hal ini memakai bahan
kontras intravena yang non-ionik yang disebut sebagai contras enhanced
computed tomography (CECT). Umumnya nekrosis akan terjadi 48-72 jam sejak
awal serangan nyeri perut, yaitu setelah terjadi gejala iskemi mikrovaskular.

24

Pamakaian kontras tadi harus diyakini tidak memperburuk fungsi organ


misalnya fungsi ginjal.
Ada yang berpendapat bahwa penyuntikan bahan kontras malah akan
memicu terjadinya nekrosis. Padahal, sebelum disuntik telah terjadi iskemia
jaringan yang sifatnya reverbel dan belum ada nekrosis. Mekanisme fenomena
akibat bahan kontras ini belum jelas, tetapi fenomena ini memberi peringatan
bahwa pemberian kontras harus hati-hati dan jangan diberikan pada awal- awal
penyakit. Ada yang berpendapat bahwa CT-Scan tanpa kontras dapat
dipergunakan pada awal penyakit apabila ada indikasi kuat bahwa pankreatitis
cenderung berkembang buruk.
Pada pemeriksaan CT-Scan terlihat pembesaran pankreas yang difus atau
lokal dan didaerah tersebut terjadi penurunan densitas. Inflamasi lemat
peripankreatik menyebabkan densitas jaringan lemak berbatas kabur, tetapi
lemak disektar arteri mesenterika superior tidak terkena. Perdarahan, nekrotik
ataupun infeksi sekunder bisa terlihat dari adanya peningkatan densitas yang
heterogen disertai koleksi cairan di sekitar pankreas. Pada severe acute
pancreatitis, gambaran daerah/zona batas tegas yang tidak enhance pada
pemberian kontras menunjukkan adanya daerah nekrosis. Ketika sampai pada
keadaaan dimana hampir 90% daerah pankreas mengalami nekrosis maka
disebut bahwa pankreas tersebut disebut sebagai complete necrosis atau central
cavitary necrosis

25

Gambar.

menunjukkan pasien

dengan central

gland necrosis.

Terdapat

pengumpulan cairan

pada bursa omentalis, disekitar gaster. Tampak penyangatan yang normal pada kaput
pankreas, namun tidak terlihat penyangatan pada mayoritas korpus pankreas

Beberapa sistem pengelompokkan telah dibuat untuk menentukan derajat


keparahan berdasarkan CT. Salah satunya yang sampai saat ini sering dipakai
adalah CT severity index ( CTSI ). CTSI ini dibuat berdasarkan gambaran
pankreas pada CT disertai derajat nekrosisnya

Gambar. Severeity index


Pasien dengan index dari 0 sampai 1 tidak mempunyai persentase
kesakitan dan kematian, indeks 2 sampai 4 mempunyai kesakitan sebesar 4 %

26

dan tidak ada kematian, indeks 7 sampai 10 mempunyai kesakitan 92 % dan


kematian 17 %. Adanya nekrosis pada pankreas sangat berhubungan dengan
angka kesakitan dan kematian selanjutnya. Pasien tanpa nekrosis mempunyai
angka kematian 4% dan kesakitan 12%, pasien dengan 50% nekrosis
mempunyai angka kematian 25% dan kesakitan 75% , pasien dengan lebih dari
50% nekrosis mempunyai angka kematian 40% dan kesakitan 100%.
4. MRI
Pemeriksaan MRI merupakan pilihan alternatif selain CT-Scan. Biasanya
digunakan untuk menilai jaringan nekrosis. Apabila ada kontraindikasi
pemakaian bahan kontras. Adapun keuntungan MRI lainnya adalah bahwa
pemeriksaan ini dapat secara tepat menilai luasnya nekrosis dan dapat
membedakan antara inflamasi pankreas (serta debris peripankretik) dan lumen
usus. Selain itu MRI sangat membantu untuk melihat anatomi duktus pankreas
dan duktus empedu sehingga apabila ada kebocoran dan kerusakan dapat
terlihat.

27

Gambar

A. Gambaran MRI T1WI fat-supressed potongan axial ,

menunjukkan edema dari kelenjar pankreas dan adanya inflamasi peripankreas,


terlihat juga perdarahan kecil di dalam pankreas. B. Gambaran MRI T1WI fatsupressed potongan axial setelah pemberian kontras, menunjukkan kurangnya
penyangatan didaerah korpus, konsisten dengan suatu nekrosis pada pankreas.
5. ERCP
Tehnik sinar X yang menunjukan struktur dari saluran empedu dan saluran
pankreas biasanya dilakukan hanya jika penyebabnya adalah batu empedu pada
saluran empedu yang besar. Endoskopi dimasukkan melalui mulut pasien dan
masuk ke dalam usus halus lalu menuju ke sfingter Oddi. Kemudian disuntikkan
zat warna radioopak ke dalam saluran tersebut. Zat warna ini terlihat pada foto
rontgen. Bila pada rontgen tampak batu empedu, bisa dikeluarkan dengan
menggunakan endoskop.

28

Fine Needle Aspiration (FNH)


Setelah satu minggu perjalanan pankreatitis, bentuk morfologi nekrosis
semakin jelas. Memasuki minggu kedua, kemungkinan terjadinya super infeksi
jaringan nekrosis semakin besar. Untuk menentukan apakah ada infeksi setelah
minggu pertama, FNH mempunyai sensitivitas tinggi yaitu 90% dengan
spesifitas 99%.
FNH dilakukan dengan petunjuk CT Scan, indikasi lain untuk melakukan
FNH adalah pasien yang telah membaik kemudian kembali mengalami gagal
organ, atau kadar leukosit naik lagi, atau terjadi lagi kenaikan suhu badan. FNH
dengan bimbingan Ct Scan di arahkan ke bagian-bagian yang nekrosis. Bila
hasil pengumpulan cairan ternyata steril. Terapi suportif diteruska. Tetapi bila
hasil FNH positif perlu penyaliran dan debridement.
FNH dapat dilakukan berulang-ulang atas indikasi bahwa tidak ada
perbaikan keadaan atau tetap ada gejala sindroma sepsis.

II.12 Penatalaksanaan

Pankreatitis Akut
Penanganan pankreatitis akut disesuaikan dengan fase penyakitnya. Ada tiga
fase, yaitu fase inflamasi (fase akut), fase nekrosis (fase intermediet) dan fase
infeksi.
Pada fase inflamasi, tujuan pengobatan awal adalah segera mengembalikan
keadaan fisiologik pasien ke arah optimal. Begitu pasien masuk ruang gawat darurat
dan setelah dirawat, dilakukan resusitasi segera dan diberi oksigenasi(kalua perlu
ventilator) , infus cairan yang cukup dan vasopressor (bila perlu). Perawatan di ICU
dibutuhkan bila pankreatitis mengarah ke tipe berat.
Obat-obatan yang berpengaruh menekan stimulasi terhadap pankreas dan
mengurangi respons inflamasi yang telah terjadi , masih banyak dalam penelitian

29

seperti octreotide, gabexate mesitate(suatu inhibitor protease), aprotinin( inhibitor


protease serin non-spesifik), lexipafant (antagonis platelet-activating factor, PAF).
Semua pasien pankreatitis akut harus diperiksa dengan ultrasonografi untuk
melihat adanya batu empedu. Ultrasonografi endoskopik lebih sensitif dalam
menentukan adanya keledokolithiasis. Pasien pankreatitis berat yang disertai
kolangitis atau icterus obstruksi harus menjalani ERC yang disertai ES apabila tidak
membaik pada 48 jam setelah terapi suportif termasuk pemberian antibiotika. 16
Selama dua dekade terakhir ini, ada perubhan paradigma, yaitu perlunya
early enteral nutrition (pemebrian nutrisi enteral seawal mungkin) untuk pasien
paska bedah termasuk pasien pankreatitis akut berat bila perkusi splanik
memungkinkan. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa bila pasien
dibiarkan untuk berpuasa selama beberapa hari akan menyebabkan atrofi mukosa
usus dan atrofi ini akan kembali normal bila diberikan asupan nutrisi enteral. Atrofi
usus akan menurunkan fungsi pertahanan mukosa terhadap translokasi kuman dan
toksin, sehingga kemungkinan infeksi jaringan nekrosis dan sepsis bertambah
besar.16
Pada fase nekrosis ( fase intermediet). Dalam waktu 72 jam setelah serangan
nyeri akut, nekrosis mulai terjadi, meskipun terapi suportif terus diberikan, apabila
dengan pemeriksaan pencitraan terbukti benar ada jaringan nekrosis, harus
dipertimbangkan pemberian antibiotika. Selama ini, tidak ada bukti, bila tidak ada
nekrosis perlu pemberian antibiotika.17
Ada masalah tentang pemberian antibiotika profilaksis. Pasien mana yang
memerlukan antibiotika profilaksis dan antibiotika yang sebaiknya dipilih, infeksi
umumnya akan terjadi pada 30-50% nekrosis jaringan pankreas dan nekrosis
jaringan peripankreas. Sering infeksi mulai terjadi setelah seminggu serangan awal,
sehingga kita mempunyai kesempatan ( window of opportunity ) untuk memberi
antibiotic profilaksis selama dua minggu. Antibiotika yang dipilih adalah dari jenis
sprektum luas, seperti imipenem atau meropenem, tetapi ada pula yang berpendapat
bahwa antibiotika bersprektum luas dapat menimbulkan infeksi sekunder oleh

30

jamur. Antibiotika oleh pengobatan ditetapkan sesuai dengan hasil biakan kuman
yang diperoleh dengan FNH dan debridement bedah. Pada dasarnya, bila terjadi
infeksi, harus dilakukan debridement dan peyaliran sebaik mungkin.
Pada fase infeksi ( fase lanjut) tatalaksana pembedahan yang dianjurkan
pada fase ini adalah eksploarasi pankreas, debridement disertai packing tertutup,
debridement disertai packing terbuka, debridement disertai close continuous lavage
kantong omentum minus, dan drainase secara endoskopis 17
Secara umum, tujuan pengobatan pada pankreatitis akut pada dasarnya
adalah untuk menghentikan proses peradangan dan antodigesti atau menstabilkan
sedikitnya keadaan klinis sehingga memberi kesempatan resolusi penyakit. Pasien
pankreatitis menerima terapi suportif yang teridiri dari kontrol nyeri secara efektif,
penggantian cairan, dan nutrisi pendukung. Oleh karena itu manajemen pankreatitis
akut, biasanya terdiri dari:

Manajemen Cairan

Nutrisi Pendukung

: Untuk mengistirahatkan saluran

cerna, diberikan nutrisi secara enteral maupun parenteral

Manajemen nyeri

Selain itu dapat juga dilakukan intervensi radiologi dan ERCP atau terapi
bedah. Manajemen terapi yang diberikan tersebut dibagi dalam terapi farmakologi
dan non farmakologi. 17
A. Terapi Non Farmakologi
a. Nutrisi Pendukung
Pemberian nutrisi pendukung dilakukan untuk mengistirahatkan saluran
cerna sehingga mengurangi stimulasi terhadap pankreas juga karena terjadinya

31

malnutrisi. Malnutrisi diakibatkan metabolisme pada pasien dengan pankreatitis


akut berat menyerupai keadaan sepsis, yang ditandai dengan hiperdinamik,
hipermetabolik, dan hiperkatabolik.
Dalam beberapa tahun lalu pemberian nutrisi yang direkomendasikan adalah
nutrisi parenteral melalui vena sentral. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa
pemberian nutrisi per-oral akan merangsang produksi enzim pankreas sehingga
justru akan memperberat penyakit. Namun seiring dengan penelitian klinis konsep
telah berubah, justru sebaiknya nutrisi diberikan secara enteral.
Berdasarkan penelitian, pemberian nutrisi parenteral dapat mengakibatkan:
1. Atrofi jaringan limfoid usus (GALT/gut associated lymphoid tissue) yang
merupakan sumber utama imunitas mukosa
2. Terganggunya fungsi limfosit Sel T dan sel B, menurunnya aktivitas
kemotaksis

leukosit

dan fungsi

fagositosis

sehingga

memudahkan

pertumbuhan bakteri (bacterial overgrowth)


3. Meningkatnya permeabilitas dinding usus yang dapat mempermudah
terjadinya translokasi bakteri, endotoksin, dan antigen masuk ke dalam
sirkulasi.
Pemberian nutrisi enteral berdasarkan penelitian lebih menguntungkan karena: 19
1. Dapat melindungi fungsi barrier usus
2. Menurunkan produksi mediator proinflamatori sehingga risiko translokasi
bakterial dan endotoksin menurun.
Nutrisi yang diberikan secara oral, nasogatrik maupun melalui duodenum dapat
meningkatkan produksi enzim pankreas. Namun nutrisi enteral melalui nasojejunal
tube (NJT) tidak merangsang produksi enzim. Hal ini dibuktikan oleh Zhao et al,
pada pasien dengan pankreatitis akut berat, pemberian nutrisi enteral dikombinasi
dengan nutrisi parenteral vs dengan nutrisi parenteral saja disimpulkan: kadar TNF_, IL-6, kadar CRP lebih rendah pada kelompok nutrisi enteral, dan kadar enzim
pankreas tidak terpacu dengan pemberian nutrisi enteral.
Nutrisi enteral diberikan segera setelah dilakukan resusitasi cairan, dapat
diberikan 48 jam pertama bila kondisi sudah stabil, dan tidak ada kontraindikasi

32

seperti: adanya syok, perdarahan gastrointestinal masif, obstruksi intestinal, fistula


jejunum atau enteroparalisis berat. Ada tiga alternatif pemberian nutrisi enteral pada
pankreatitis akut berat: 19
1) nasojejunal tube
2) gastrostomy/jejunostomy tube,
3) jejunostomi secara bedah.
Pemberian secara NJT lebih terpilih karena lebih aman, non-invasif dan lebih
mudah dikerjakan dengan bantuan endoskopi/fluoroskopi.
b. Intervensi radiologi dan ERCP 19
Mengangkat batu empedu dengan ERCP atau pembedahan biasanya dapat
mengatasi Pankreatitis akut dan mencegah kambuh kembali. Meskipun demikian
pada saat ini terapi pankreatitis akut berat telah bergeserdari tindakan pembedahan
awal ke perawatan intensif agresif. Seiring dengan berkembangnya radiologi dan
endoskopi intervensi, tindakan bedah dapat diminimalisasi.
Tindakan ERCP, drainase endoskopis dan perkutaneus baik dengan panduan
USG maupun CT scan dapat diindikasikan pada komplikasi pankreatitis berat
seperti: timbunan cairan peripankreatik, pseudocyst dan abses lambat. Pseudocyst
yang didefinisikan sebagai adanya timbunan cairan yang menetap lebih dari 4
minggu, terjadi akibat rupturnya duktus pankreatikus dapat didrainase secara
endoskopis dengan keberhasilan sekitar 83%.
Batu empedu yang bermigrasi dan terjebak di ampula merupakan penyebab
tersering pankreatitis akut (acute biliary pancreatitis). Batu empedu ditemukan pada
tinja sebesar 85-95% pada pasien yang menderita pankreatitis akut. ERCP
merupakan prosedur endoskopik untuk mengevaluasi sistem bilier dan sistem
duktus pankreatikus. Beberapa studi membuktikan bahwa ERCP yang dilakukan
pada 2472 jam dari onset klinis pada pasien pankreatitis akut berat yang terbukti
dengan obstruksi bilier, kolangitis dan peningkatan bilirubin dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas.

33

Pasien yang menjalani ERCP seringkali dikombinasi dengan tindakan


sfingterotomi endoskopis tanpa memandang ada/tidaknya batu di duktus biliaris.
Pada pasien dengan kolangitis memerlukan tindakan sfingterotomi endoskopis atau
drainase duktus dengan stent perlu dilakukan untuk menghilangkan obstruksi bilier.
c. Terapi Bedah
Tindakan bedah diindikasikan pada pankreatitis akut berat:
1. Pankreatitis nekrotik akut terinfeksi
2. Pankreatitis nekrotik steril dengan pankreatitis akut fulminan (ditandai
dengan menurunnya kondisi pasien akibat gagal organ multipel yang
muncul dalam beberapa hari sejak onset gejala)
3. Pankreatitis akut dengan perdarahan usus.
Tujuan tindakanbedah adalah untuk membersihkan jaringan nekrotik
sebersih mungkin dengan menyisakan jaringan pankreas yang masih viabel.
Tindakan debridement (necrotomy) merupakan gold standard pada
pankreatitis nekrosis akut terinfeksi dan nekrosis peripankreatik. Pankreatitis
nekrotik akut steril tidak perlu tindakan bedah, cukup konservatif kecuali terjadi
pankreatitis akut fulminan. Berdasarkan penelitian, dari 172 pasien dengan nekrosis
steril mortalitas terjadi sebanyak 13,1% pada kelompok yang menjalani
pembedahan dibandingkan yang konservatif hanya 6,2%. Tindakan bedah dilakukan
pada minggu ke 3-4 setelah onset gejala karena intervensi pada minggu awal
meningkatkan risiko mortalitas >65% karena komplikasi pulmonal/kardial.
B. Terapi Farmakologi 16,17
a. Manajemen Nyeri
Untuk mengatasi nyeri perut diberikan analgesik. Faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam memilih analgetik adalah efikasi dan keamanan. Dahulu
treatment biasanya diawali dengan pemberian meperidine secara parenteral (50-100
mg tiap 3-4 jam), karena tidak mengakibatkan pankreatitis. Sekarang ini, banyak

34

rumah sakit yang membatasi atau malah tidak menggunakannya lagi karena tidak
seefektif narkotik lainnya dan dikontraindikasikan pada pasien gangguan ginjal.
Selain kurang efekif, juga dibutuhkan dosis dan frekuensi yang lebih tinggi. Hal
yang terpenting adalah bahwa metabolit aktif meperidine berakumulasi pada pasien
gagal ginjal dan dapat menyebabkan kejang atau psikosis.
Parenteral morfin lebih direkomendasikan. Tetapi penggunaannya terkadang
harus dihindari karena dapat menyebabkan spasm sphincter of Oddi, meningkatkan
serum amylase, dan (jarang) pankreatitis. Hidromorfon lebih
disukai karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Belum ada bukti
bahwa obat antsekretori dapat mencegah eksaserbasi nyeri perut.
b. Pembatasan Komplikasi Sistemik Dan Pencegahan Nekrosis Pankres
Manajemen Cairan
Penggantian

cairan

dan

suport

sistem

pernafasan,

kariovaskular,

hepatobiliary dapat mengurangi komplikasi. Meskipun belum ada bukti metode


untuk mencegah komplikasi, terdapat hubungan erat antara hemokonsentrasi dengan
nekrosis pankreas. Oleh karena itu penggantian cairan sangat penting utuk
mengkoreksi volume intravaskular. Selain itu prognosis pasien sangat tergantung
dengan restorasi cairan yang cepat dan adekuat, sesuai dengan jumlah cairan yang
masuk ke rongga peritoneal. Pasien pankreatitis akut mungkin terjadi penyisipan
cairan 4-12 L ke rongga peritoneal akibat inflamasi.
Vasodilatasi akibat respons inflamasi, muntah, dan nasogastrik juga
menyebabkan hypovolemia dan kehilangan cairan dan elektrolit. Pada pankreatitis
berat pembuluh darah di dan sekitar pankreas mungkin ruptur dan menyebabkan
perdarahan. Pemberian koloid secara intravena mungkin diperlukan untuk
mempertahankan volume dan tekanan darah karena kehilangan cairan kaya protein.
Obat-obatan
Sejumlah obat diteliti efikasinya dalam mencegah komplikasi pankreas
diantaranya adalah:

35

Antagonis H2, , proton pump inhibitor


protease inhibitor: gabexate, aprotinin
platelet-activating factor antagonist: lexipafant
Somatostatin dan Octreotide
Inhibitor potent sekresi enzim pankreas
Mengurangi kematian tetapi tidak mengurangi komplikasi

c. Pencegahan Infeksi 16
Salah satu penyebab kematian pada pankreatitis akut berat adalah karena
pankreatitis nekrotika akut. Pankreas yang mengalami nekrosis dapat bersifat steril
atau terinfeksi. Pankreas yang terinfeksi mempunyai mortalitas lebih tinggi (10
50%) dibandingkan yang steril (10%). Risiko pankreatitis nekrotika akut terinfeksi
tergantung dari luasnya area nekrosis. Semakin luas nekrosis semakin besar risiko
infeksi.
Invasi bakterial ke jaringan pankreas dapat terjadi melalui beberapa cara:
translokasi bakterial dari colon, refluks cairan bilier melalui duodenum, penyebaran
secara hematogen atau melalui saluran limfatika. Saat ini diketahui translokasi
bakteri dari lumen saluran cerna merupakan sumber utama bakteri yang mencapai
dan menyebabkan nekrosis pankreas/abses yang merupakan salah satu bentuk
komplikas lokal. Hal ini disebabkan penurunan motilitas saluran cerna sehingga
memperlama eliminasi bakteri dan memungkinkan bakteri berproliferasi di intestin.
Integritas mukosa, yang dipertahankan oleh normal enterik di villi adalah salah satu
faktor utama mekanisme perlindungan saluran cerna. Kegagalan barier intestinal
dan juga pertumbuhan bakteri yang sangat besar akibat perubahan motilitas tersebut
dan imunosupresi akan meningkatkan kontaminasi pankreas oleh translokasi bakteri
pada pasien pankreatitis akut berat.
Pemberian antibiotika profilaksis pada pankreatitis nekrotika akut masih
kontroversial. Salah satu keberatannya adalah meningkatnya resistensi mikroba dan
risiko meningkatnya infeksi nosokomial akibat organisme nonenterik. melaporkan
pemberian antibiotika awal pada pasien yang mengalami nekrosis pankreas akut
dengan cefuroxime 4,5 g/hari dibandingkan dengan plasebo dapat menurunkan
mortalitas dan risiko sepsis (p=0,01).
36

Untuk efektivitas pengobatan antibiotika yang diberika adalah antibiotika


broad spectrum yang dapat menembus barier sehingga mencapai tempat infeksi,
seperti

metronidazole,

cefotaxime,

piperacillin,

mezlocillin,ofloxacin,

and

ciprofloxacin. Apabila diberikan secara profilaktik disarankan lama pemberian


berkisar antara 7-14 hari.
d. Pankreatitis Post-ERCP
Pankreatitis yang terjadi akibat trauma setelah ERCP (Endoscopic
Retrograde Cholangiopancreatography) biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri.
Jika memerlukan pengobatan yang diberikan adalah Somatostatin dan gabexate

Pankreatitis Kronis
Pada pankreatitis kronis ditangani secara konservatif, tindakan endoskopik
atau tindak bedah. Terapi konservatif ditunjukan untuk mengatasi nyeri dan
mengistirahatkan pankreas dan dilakukan dengan pemberian analgesic, anjuran diet
serta pantang alcohol mutlak. Jika dengan terapi konservatif terapi tidak dapat
dihilangkan dan menggangu aktivitas pasien, sedangkan penyebab lain telah
disingkirkan , harus dilakukan pembedahan.
Dengan terapi endoskopik, dilakukan sfingterektomi muara duktus
pankreas, ekstraksi batu dan pemasangan pipa prosthesis. Batu, bila ada,dapat
dihancurkan secara litotripsi (shock wave lithotripsy). Endoprostesis dipasang bila
ditemukan striktur duktus setempat.
Tindakan bedah terdiri atas pankreatektomi parsial atau total,
bergantung pada letak kelainannya. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk
memilih jenis tindak bedah adalah ukuran dan anatomi saluran pankreas, distribusi
pankreatitis pada pankreas, ada tidaknya pseudokista atau striktur saliran empedu,
dan keadaan umum pasien. Jika dilatasi saluran >6 cm, tindak bedah berupa
penyaliran interna adalah yang terbaik. Tetapi jika saluran pankreas <6cm, bedah
reseksi lah yang dipilih. Adapun yang menjadi kontraindikasi tindakan bedah yaitu
Hipertensi portal, ketagihan alcohol atau ketagihan opiate.

37

Melalui foto Rontgen dengan kontras yang diberikan melalui


endoskop, di peroleh gambar kelainan seluruh duktus. Jika kelainan terutama
terletak di hulu pankreas, dapat dilakukan pankreatiko-duodenektomi.
Untuk mempertahankan pilorus, dapat dilakukan operasi Beger, yang
merupakan ekstirpasi hulu pankreas tanpa mengganggu lambung dan duodenum.
Keuntungan operasi ini ialah jalan saluran tetap utuh sehingga keadaan gizi
penderita lebih baik, ditambah lagi ekskresi endokrin dan eksokrin pankreas
umumnya dapat dipertahankan.
Bila seluruh pankreas menunjukan kelainan dan duktus pankreas
tampak melebar, biasanya dilakukan yeyunopankreatikostomi. Pada operasi ini
duktus pankreas dibuka sepanjang pankreas sejajar sumbu pankreas dan diadakan
anastomosisdengan jejuyeyunum secara Roux-en-Y sehingga penyaliran ekskresi
eksokrin tetap bebas.
Bila kelainan hanya terletak di ekor pankreas, dapat dipertimbangkan
tindak pankreatektomi parsial.Bila hulu pankreas rusak dan mengalami fibrosis,
dapat dikerjakan autotransplantasi korpus dan ekor pankreas. Cangkokan ini
ditempatkan di fosa iliaka melalui anastomosis arteri lienalis pada arteri iliaka
komunis atau pada artei iliaka eksterna.

II.13 Komplikasi

Klasifikasi Atlanta 2012 membagi komplikasi pankreatitis akut menjadi komplikasi


gagal organ
dan sistemik serta komplikasi lokal.16
Komplikasi Gagal Organ dan Sistemik
Menurut Klasifikasi Atlanta 2012 sistem organ yang harus dinilai sehubungan
dengan gagal organ adalah respirasi, jantung dan ginjal. Zhu, et al9 melaporkan frekuensi
terjadinya gagal organ pada pasien dengan pankreatitis akut berat yaitu gagal organ
multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal (16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal
hati (18,9%) dan perdarahan

38

saluran cerna (10,8%), dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar
45%. Gagal organ diartikan sebagai nilai skor 2 untuk satu dari tiga sistem organ
menggunakan sistem skor dari Marshall (tabel 1). Komplikasi sistemik dinilai berdasarkan
adanya eksaserbasi dari penyakit penyerta yang sudah ada, seperti: penyakit jantung
koroner atau penyakit paru obstruktif kronis, yang dipicu oleh pankreatitis akut.6
Komplikasi Lokal
Berdasarkan klasifikasi Atlanta 2012, secara morfologi pankreatitis akut dibedakan
menjadi dua,
yaitu pankreatitis edematosa interstisial dan pankreatitis nekrosis. Pankreatitis
edematosa Interstisial. Bentuk dari komplikasi lokal pankreatitis edematosa interstisial
adalah timbunan akut cairan peripankreatik (acute collection of peripancreatic fluid) dan
pesudokista pankreas (pancreatic pseudocyst). Pada pasien yang menderita pankreatitis
akut, organ pankreas mengalami pembesaran difus oleh karena proses edema inflamasi.
Pada pemeriksaan CECT parenkim pankreas memperlihatkan gambaran penyangatan
homogen, terkadang ditemukan cairan di bagian tepi atau yang dikenal sebagai acute
peripancreatic fluid collection. Sementara itu, gejala klinis pankreatitits edematosa
interstisial biasanya akan berkurang dalam minggu pertama. Namun apabila akumulasi
cairan tersebut tidak diserap, cairan akan dilapisi oleh dinding inflamasi yang dikenal
sebagai pseudokista pankreas.

Pseudokista terjadi sekitar 10% dari pankreatitis akut dan

bertanggung jawab terhadap sekitar 80% lesi kistik pankreas. Jumlah pseudokista bisa
tunggal atau multipel, dan berada di dalam atau di luar pankreas dengan ukuran
bervariasi.7, 10 Pankreatitis nekrosis. Pankreatitis nekrosis merupakan komplikasi lokal
yang terjadi pada sekitar 10%20% pasien dengan pankreatitis akut. Pankreatitis nekrosis
ditandai dengan adanya jaringan nekrotik di parenkim dan atau di peripankreatik. Diagnosis
pankreatitis nekrosis ditegakkan melalui pencitraan dan didefinisikan sebagai adanya >
30% kurang atau tidak adanya penyangatan (non-enhancement) pada pemeriksaan
menggunakan CECT. Jaringan yang mengalami nekrosis dapat berasal dari parenkim
pankreas atau jaringan peripankreas dan secara morfologis berupa debris atau cairan yang
terlokalisir, dikenal sebagai acute necrotic collection. Pankreatitis nekrosis dapat bersifat
steril (steril necrosis) atau terinfeksi (infected necrosis). Pankreatitis nekrosis steril

39

terbentuk sekitar 10-14 hari dari onset sakit. Selain itu, adanya infeksi dapat diduga apabila
pada pemeriksaan CECT didapatkan gambaran gas di parenkim pankreas atau
peripankreas.16,17
Komplikasi yang terjadi dapat bersifat lokal maupun sistemik, komplikasi lokal
meliputi kumpulan cairan akut, nekrosis,abses, dan pseudosit (kumpulan getah pankreas
dan pecahan jaringan yang selaputi dengan dinding berserat atau jaringan berbentuk granul)
yang berkembang sekitar 4 6 minggu setelah serangan awal. Abses pankreatik biasanya
merupakan infeksi sekunder dari nekrosis jaringan atau pseudosit dan terkait dengan
keparahan penyakit. Kematian biasanya disebabkan nekrosis infeksi dan sepsis. Asites
pankreatik terjadi ketika sekresi pankreas menyebar ke rongga peritoneal.
Komplikasi sistemik meliputi gangguan kardiovaskular, renal, pulmonary,
metabolik, hemoragik, abnormalitas sistem saraf pusat. Shock adalah penyebab utama
kematian. Hipotensi terjadi akibat hipovolemia, hypoalbuminemia, da rilis kinin serta
sepsis. Komplikasi renal biasanya disebabkan hipovolemia. Komplikasi pulmonary
berkembang ketika terjadi akumulasi cairan diantara rongga pleura dan menekan paru,
acute respiratory distress syndrome (ARDS) ini akan menahan pertukaran gas, yang dapat
menyebabkan hipoksemia. Pendarahan gastrointestinal terjadi akibat ruptur pseudosit.
Pankreatitis akut berat biasanya diserta kebingungan dan koma.
Zhu et al, melaporkan frekuensi terjadinya gagal organ pada pasien dengan
pankreatitis akut berat: gagal organ multipel (27%), gagal respirasi (46%), gagal ginjal
(16,2%), gagal jantung (17,6%), gagal hati (18,9%) dan perdarahan saluran cerna (10,8%),
dengan angka mortalitas akibat gagal organ multipel sebesar 45%.
II.14 Prognosis 11,18
Mortalitas akibat pankreatitis akut kira-kira 15% dan pankreatitis hemoragika akut
mempunyai mortalitas di atas 50%. Faktor-faktor prediktif dari prognosis yang buruk
mencakup demam, hipotensi, takikardia, dan gangguan pernapasan yang terdapat saat
pasien datang. hipokalsemia, hipoksemia dan hiperglikemia yang terjadi kemudian,
semuanya menunjukkan indikator prognosis yang buruk

40

Berdasarkan kriteria Ranson, adanya tiga atau empat tanda pada saat masuk ke
rumah sakit memiliki angka mortalitas 15% sampai 20%. Jika terdapat 7 tanda atau lebih,
mortalitasnya mencapai 100%.
Sekitar 20% pasien mengalami serangan yang parah atau mematikan. Angka
kematian keseluruhan untuk pankreatitis akut adalah 5-10%, tetapi angka ini meningkat
hingga 35% atau lebih pada kasus-kasus berpenyulit. Kematian sering terjadi akibat syok
hemoragik, KID, AIDS, atau sepsis.
Untuk pankreatitis kronik, salah satu penelitian mencatat bahwa 63% mengalami
disfungsi eksokrin dalam 5 tahun dan 94% setelah 10 tahun. Disfungsi endokrin
menyebabkan hiperglikemia, glikosuria, dan diabetes melitus yang nyata pada 30-40%
kasus pankreatitis kronik yang telah berlangsung bertahun-tahun. Pada pasien yang
dipantau selama lebih dari 10 tahun, angka kematiannya adalah 22%; penyulit akibat
pankreatitis kronik menyebabkan 13% kematian. Kausa utama kematian adalah penyakit
hati alkoholik, penyulit pascaoperasi, dan kanker. Usia lanjut saat didiagnosis, merokok,
dan asupan alkohol adalah prediktor utama kematian pada pasien dengan pankreatitis
kronik.
II.15 Pencegahan10,18
Pankreatitis sering disebabkan oleh karena batu empedu atau konsumsi alcohol
yang berlebih. Oleh karena itu gaya hidup sehat dapat mencegah terjadinya pankreatitis.
Adapun Cara yang paling efektif untuk mencegah batu empedu adalah makan yang sehat,
diet seimbang yang mencakup banyak buah dan sayuran segar (setidaknya lima porsi
sehari). Selain itu konsumsi biji-biji an yang ditemukan di roti gandum, oat dan beras
merah. Hal ini dapat membantu menurunkan jumlah kolesterol.
Disamping itu konsumsi kacang-kacangan, seperti kacang tanah atau kacang
mete, dapat membantu mengurangi risiko mengembangkan batu empedu. Karena kolesterol
berperan dalam pembentukan batu empedu, sehingga dianjurkan untuk menghindari makan
terlalu banyak makanan berlemak dengan kandungan kolesterol tinggi. Makanan tinggi
kolesterol meliputi: daging, sosis dan potongan lemak daging, mentega dan lemak babi, kue
dan biscuit. Selain itu pencegahan dalam mengurangi angka kejadian pankreatitis yaitu

41

dengan mengontrol berat badan dan berolahrag. Membatasi jumlah alkohol yang Anda
minum dapat membantu mencegah pankreas yang rusak, dan mengurangi resiko terkena
pankreatitis akut.

42

DAFTAR PUSTAKA
1

Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku ajar ilmu bedah, edisi revisi. Jakarta: EGC.

1997; 595-606.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.
Nurman.A. Pankreatitis akut. In: Sudoyo A.W, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Gastroenterologi Hepatobilier. Pusat
penerbitan IPD FK-UI. 2006, p 486-491

Sulaiman A. Pankreatitis akut. In: Sulaiman A.H, Akbar N.H, Lesmana A.L, Noer S
(ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jayaabadi. 2007, p 591-597

Universitas Negeri Padjajaran. Pankreatitis. Available at :


http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2012/05/pustaka_unpad_Severe_Acute
_Pancreatitis.pdff. Accesed on December 2016.

McPhee, S.J., 2011, Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta


Price, S.A., & Wilson, L.M., 2005, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta


Anonim, 2012, Radang Pankreas Akut, www.medicastore.com, diakses tanggal 5

Desember 2016
Suharjo JB, Cahyono. 2010. Tatalaksana Pankreatitis akut.
http://cme.medicinus.co/file.php/1/MEDICAL_REVIEW_Tata_Laksana_terkini_Pan

kreatitis_Akut.pdf, diakses tanggal 5 Desember 2016.


10 Samsuhidrajat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta : EGC ; 2015 (1)
11 McPhee, S.J., 2011, Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran Klinis,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta (2)
12 Davey, P., 2006, At A Glance: Medicine, Penerbit Erlangga, Jakarta (3)
13 Pezzilli R. Etiology of chronic pancreatitis: has it changed in the last decade?. World
J Gastroenterol. 2009 Oct 14. 15(38):4737-40.
14 Palermo JJ, Lin TK, Hornung L, et al. Genophenotypic analysis of pediatric patients
with acute recurrent and chronic pancreatitis. Pancreas. 2016 Oct. 45 (9):1347-52
43

15 Peter AB., Thomas LB., Christos D., et al. Classification of acute pancreatitis 2012 :
revision of the Atlanta Classification and definitions by international consensus. Gut
2013 ; 62: 102111
16 Xuong Lu., Elie Aoun. Complications of acute pancreatitis. Practical Gastroenterol
2012; 1121
17 Bechien Wu, Peter AB. Clinical management of patients with acute pancreatitis.
Gastroenterology 2013; 144; 12721281
18 Imrie CW. Prognostic indicators in acute pancreatitis. Can J Gastroenterol. 2003
May. 17(5):325-8.
19 Fuckar Z. Sonography of the pancreas. Dalam : Kurjak A, Fuckar Z, Gharbi HA,
penyunting : Atlas of Abdominal and small part sonography edisi ke-1. Zagreb;
Naprijed, 1990; 169-80.

44

Anda mungkin juga menyukai