CSS Katarak Senilis
CSS Katarak Senilis
Katarak Senilis
Oleh:
Maya Fathurrahmi
(1210312005)
(1110312065)
Preseptor:
dr. Fitratul Ilahi, SpM
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
I.1
I.2
I.3
I.4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun. Katarak senilis merupakan katarak yang terjadi pada
dewasa tua. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling sering ditemukan
dimana diperkirakan sekitar lebih 75% orang yang berusia lebih dari 75 tahun
mengalami kekeruhan pada lensa mata.1,2
Terdapat banyak faktor risiko yang menyebabkan timbulnya katarak, namun
usia merupakan faktor risiko utama katarak. Selain itu, adanya riwayat trauma,
pemakaian obat-obat tertentu, riwayat terpapar radiasi, trauma listrik, penyakit
sistemik,kadar lipid serum, penyakit metabolik serta adanya penyakit mata lainnya.3
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di
dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2002
katarak menyebabkan 17 juta (47,8%) kebutaan yang reversible dari 37 juta orang
yang mengalami kebutaan dan angka ini diperkirakan meningkan menjadi 40 juta
pada tahun 2010.4 Dengan adanya ECCE atau phacoemulsification membantu
memperbaiki kualitas hidup pasien dengan memperbaiki visus kurang lebih 2 tingkat
pada Snellen chart.5
1.2
Batasan Masalah
Referat ini membahas tentang anatomi dan fisiologi lensa, definisi, klasifikasi,
etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, dan
prognosis dari katarak senilis.
1.3
Tujuan Penulisan
Referat ini disusun untuk lebih memahami mengenai anatomi dan fisiologi
lensa, definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,
tatalaksana, komplikasi, dan prognosis dari katarak senilis dan sekaligus sebagai
salah satu pemenuhan sesi pembelajaran kepaniteraan klinik dokter muda bagian Ilmu
Kesehatan Mata RSUP DR. M. Djamil Padang.
1.4
Metode Penulisan
Referat ini disusun dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai literatur, termasuk buku teks dan berbagai makalah ilmiah.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
lensa mata. Lensa terdiri dari beberapa lapisan dimana lapisan terluar disebut kapsul,
dibawah kapsul terapat lapisan yang disebut korteks sedangkan lapisan terakhir
disebut nukleus. Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, yaitu:2
a. Katarak nuklear, merupakan katarak yang terjadi pada pusat lensa dimana
kekeruhan hanya terjadi di daerah nukleus lensa.
b. Katarak kortikal, merupakan katarak yang mengenai lapisan yang
mengelilingi nukleus.
c. Katarak kapsular posterior, merupakan katarak yang terjadi pada lapisan
terluar pada bagian belakang lensa.
2.4 Etiologi dan Faktor Risiko
Terdapat banyak faktor risiko yang menyebabkan timbulnya katarak, namun
usia merupakan faktor risiko utama katarak. Selain itu, adanya riwayat trauma,
pemakaian obat-obat tertentu, riwayat terpapar radiasi, trauma listrik, penyakit
sistemik, penyakit metabolik serta adanya penyakit mata lainnya. Kadar lipid serum
merupakan faktor risiko katarak lainnya. Lipid merupakan komponem penting
membran sel dan memberikan efek bermakna terhadap kestabilan membran.3
a. Usia
Seiring dengan bertambahnya usia, ukuran lensa akan bertambah, lensa akan
menjadi keras dan keruh terutama dibagian nukleus. Pengerasan nukleus lensa
disebut nuklear sclerosis. Selain itu, seiring dengan pertambahan usia, protein
lensa pun mengalami perubahan kimia. Fraksi protein lensa yang dulunya larut air
menjadi tidak larut air an beragregasi membentuk protein dengan berat molekul
yang besar. Hal ini menyebabkan transparansi lensa berkurang sehingga lensa
tidak lagi meneruskan cahaya tetapi malah mengaburkan cahaya dan lensa menjadi
tidak tembus cahaya.2,8
b. Diabetes Melitus
Seseorang dengan diabetes melitus memiliki risiko tinggi terjadinya katarak. Teori
klasik mekanisme terjadinya katarak diabetes yang sampai saat ini masih dianut
adalah teori osmotic katarak. Lensa merupakan organ avaskuler yang terletak di
bilik mata belakang dan dibagian depannya dikelilingi oleh cairan akuos. Cairan
akuos ini merupakan sumber nutrisi bagi lensa an juga berfungsi sebagai
penampung hasil metabolit yang diekskresikan oleh jaringan sekitarnya. Glukosa
dapat masuk dengan bebas ke dalam lensa melalui proses ifusi tanpa bantuan
inslin. Pada keadaan hiperglikemi, pemecahan glukosa pada lensa melalui jalur
poliol. Pada jalur poliol, glukosa dirubah menjadi sorbitol yang kemudian akan
dipecah menjadi fruktosa oleh enzim polyol dehydrogenase. Pada diabetes melitus,
kadar enzyme polyol dehydrogenase rendah sehingga sorbitol akan menumpuk
pada lensa mata dan menyebabkan kondisi lensa menjadi hipertonik. Keadaan ini
akan mneyebabkan cairan akuos masuk ke dalam lensa dan merusak arsitektur
lensa sehingga terjadi kekeruhan pada lensa.9
c. Penggunaan obat-obatan
Penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid dikaitkan dengan proses
katarak terutama katarak subkapsular posterior dan kehilangan fungsi penglihatan.
Obat-obatan seperti fenotiazin atau golongan tiazin lainnya serta obat
klorpromazin juga telah dikaitkan dengan katarak. Penggunaan obat antihipertensi
hingga saat ini belum terbukti memiliki risiko terjadinya katarak.8
d. Radiasi sinar UV
protein-lipid
sehingga
akan
menyebabkan
terbentuknya
katarak.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rajiv dkk, tingginya kadar trigliserida
serum merupakan faktor terjadinya katarak. Penelitian lain juga mengaitkan kadar
trigliserida serum yang tinggi dengan kadar HDL serum yang rendah akan memicu
terjadinya katarak. Hal ini terutama menjadi faktor predisposisi terjadinya katarak
senilis dini pada wanita.3
2.5 Patogenesis
Seiringan dengan pertambahan usia lensa, akan terjadi peningkatan massa dan
ketebalan lensa serta penurunan kemampuan akomodasi. Dengan terbentuknya
lapisan-lapisan baru dari serat korteks secara kosentris, nukleus lensa akan
mengalami penekanan dan pengerasan atau disebut dengan sklerosis nukleus.
Perubuhan kimia dan protein lensa menyebabkan terbentuknya high-molecular-mass
protein aggregates. Agregat ini dapat menjadi besar dan menyebabkan fluktuasi yang
tiba-tiba pada indeks refraktif lensa, hamburan cahaya dan penurunan transparansi
lensa. Perubahan kimia dari protein nukleus lensa juga meningkatkan pigmentasi,
sehingga lense menjadi lebih kuning atau cokelat seiring dengan bertambahnya usia.
Perubahan lain terkait pertambahan usia adalah penurunan konsentrasi glutation dan
kalium serta peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium dalam sitoplasma sel
lensa.4
Terdapat tiga jenis katarak yang berhubungan dengan usia, yaitu nuclear,
kortikal dan subkapsular posterior. Pada banyak pasien dapat ditemui lebih dari satu
jenis katarak.4
8
a. Katarak nuklear
Pada usia diatas 50 tahun sklerosi nukleus dan pengguningan lensa normal
terjadi. Secara umum kondisi ini hanya menyebabkan gangguan penglihatan yang
minimal. Peninggian jumlah hamburan cahaya dan penguningan lensa yang cukup
besar disebut dengan katarak nuclear yang mengakibatkan kepadatan di area
sentral. Katarak jenis ini biasanya berkembang dengan lambat. Biasanya bilateral
tapi terkadang ada yang asimetris. Katarak ini menyebabkan gangguan
penglihatan jauh yang lebih berat di banding penglihatan dekat.4
b. Katarak kortikal
Pada katarak kortikal terutama diakibatkan oleh penurunan jumlah protein
total, asam amino, dan kalium yang berhubungan dengan peningkatan natrium
yang berujung pada hidrasi lensa diikuti koagulasi protein.6
c. Katarak subkapsual posterior
Jenis katarak ini berhubungan dengan migrasi sel epitel lensa dari ekuator
lensa menuju aksial axis pda permukaan dalam kapsul posterior. Sewakru migrasi
sel juga mengalami pmbesaran dan sel yang membengkak ini disebut dengan
Weld atau Bladder cell.4
2.6 Manifestasi Klinis
Pasien dengan katarak senilis biasanya mengeluhkan bahwa menurunnya
kemampuan visus pasien dan gangguan melihat didalam kegelapan dan jarak dekat. 2
Selain itu pasien juga dapat menunjukkan gejala sebagai berikut:5
Rabun jauh dimana katarak dapat memperpanjang garis axis anteroposterior dan
10
2.7 Diagnosis
Diagnosis katarak ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pasien biasanya mengeluhkan adanya gangguan aktivitas
akibat kehilangan kemampuan melihat.8,5
a. Anamnesis
Pada anamnesis harus dibedakan apakah kehilangan kemampuan melihat pasien
terjadi secara tiba-tiba atau bertahap. Pada katarak, hilangnya kemampuan melihat
terjadi secara bertahap. Riwayat mengenai adanya gangguan refraksi, penyakit
mata sebelumnya, amblyopia, riwayat operasi pada mata, dan trauma merupakan
hal yang mungkin dapat menyebabkan katarak. Riwayat mengenai penyakit
sistemik yang berhubungan dengan risiko katarak juga harus ditanyakan karena
hal ini berkaitan dengan perkembangan penyakit dan juga prognosis.
b. Pemeriksaan fisik dan penunjang
Pemeriksaan mata dilakukan untuk mengetahui seberapa parah katarak yang sudah
terjadi. Pemeriksaan mata yang dilakukan antara lain:
Pengukuran visus baik dalam suasana terang maupun gelap
11
pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp, pemeriksaan ini tidak hanya untuk
melihat kekeruhan lensa tetapi juga untuk memeriksa struktur mata lainnya
pembedahan phacoemulsification.
Oftalmoskopi direct dan indirect untuk menilai keutuhan dinding posterior.
Pemeriksaan tambahan lain seperti pemeriksaan ultrasonografi, CT scan, MRI
dilakukan apabila dicuriga adanya keadaan patologi pada dinding posterior
yang sulit dinilai menggunakan oftalmoskop.
2.8 Penatalaksanaan
Terapi utama katarak senilis adalah dengan pembedahan.1 Dalam 30 tahun
terakhir pembedahan katarak telah mengalami perubahan yang dramatis seiring
dengan ditemukannya mikroskop operasi dan peralatan bedah mikro, perkembangan
lensa intraokuler serta perubahan teknik anestesi.7
Teknik yang umum dipilih adalah ekstraksi katarak akstrakapsular, dimana
pada teknik ini akan meninggalkan kapsul posterior lensa. Penanaman lensa
intraokuler merupakan bagian dari prosedur ini. Pada tindakan ini, insisi dibuat
limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal. Pada kapsul anterior dibuat
suatu saluran dan nukleus serta lensa diangkat lalu lensa intraokuler ditampatkan
pada kantung kapsular yang sudah kosong dandisangga oleh kapsul posterior yang
masih utuh.Pada ekstraksi katarak ekstrakapsular bentuk ekspresi nukleus, nukleus
lensa dikeluarkan dalam keadaan utuh, tapi prosedur ini memerlukan insisi yang
relative besar. Korteks lensa disingkirkan dengan penghisapan manual atau otomatis.
12
Saat ini, fakoemulsifikasi adalah teknik ekstraksi katarak ekstrakapsular yang paling
sering dilakukan. Teknik ini menggunakan vibrator ultrasonik genggam untuk
menghancurkan nukleus yangkeras sehingga substansi nukleus dan korteks dapat
diaspirasi melalui insisi yang hanya berukuran sekitar 3 mm.7
Untuk memesukkan lensa intraokuler yang dapat dilipat, insisi ukuran 3 mm
dapat digunakan. Tapi jika digunakan lensa intraocular yang kaku maka insisi harus
dibuat sekitar 5 mm. Keuntungan menggunakan insisi yang kecil adalah kondisi
intraoperasi lebih terkendali, menghindari pengjahitan, perbaikan luka lebih cepat
dengan derajat distorsi kornea lebih rendah dan mengurangi peradangan intraokuler
pasca operasi.7
Tapi, teknik fakoemulsifikasi menimbulkan risiko lebih tinggi untuk
terjadinya pergeseran materi nukleus ke posterior melalui suatu robekan kapsul
posterior dan keadaan ini membutuhkan pembedahan vitreoretina yang kompleks.
Setelah tindakan bedah katarak ekstrakapsuler apapun, mungkin dapat terjadi
kekeruhan sekunder pada kapsul posterior yang memerlukan disisi dengan laser.7
Ekstraksi katarak intrakapsular merupakan suatu tindakan mengangkat
seluruh lensa beserta kapsulnya. Tindakan ini sudah jarang dilakukan karena kejadian
ablasio retina pasca operasi serng dibandingpascaoperasi ekstrakapsular. Tapi
tindakan ini tetap berguna, khusunya bila tidak tersedia fasilitas untuk melakukan
bedah ekstrakapsular.7
Lensa intraokiler memiliki banyak jenis, tapi sebagian besar terdiri atas
sebuah optik bikonveks di sentral dan dua bjuah kaki/haptik untuk mempertahankan
optic di posisinya. Posisi lensa intraokuler yang optimal adalah di dalam kantung
13
pada Snellen chart. Selain itu, hal lain yang mempengaruhi prognosis katarak yaitu
ada atau tidaknya penyakit sistemik lain seperti diabetes melitus.5
BAB 3
PENUTUP
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun. Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling
sering.Katarak dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, yaitu katarak nuklear,
katarak kortikal, dan katarak kapsular posterior.
Terdapat banyak faktor risiko yang menyebabkan timbulnya katarak, namun
usia merupakan faktor risiko utama katarak. Selain itu, adanya riwayat trauma,
pemakaian obat-obat tertentu, riwayat terpapar radiasi, trauma listrik, penyakit
sistemik,kadar lipid serum, penyakit metabolik serta adanya penyakit mata lainnya.
Seiringan dengan pertambahan usia lensa, akan terjadi peningkatan massa dan
ketebalan lensa serta penurunan kemampuan akomodasi. Perubahan kimia dari
protein nukleus lensa juga meningkatkan pigmentasi, sehingga lensa menjadi lebih
kuning atau cokelat seiring dengan bertambahnya usia. Perubahan lain terkait
pertambahan usia adalah penurunan konsentrasi glutation dan kalium serta
peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium dalam sitoplasma sel lensa.
Terapi utama katarak senilis adalah dengan pembedahan. Teknik yang umum
dipilih adalah ekstraksi katarak akstrakapsular. Dengan adanya ekstraksi katarak
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. 2009. Penglihatan Turun Perlahan Tanpa Mata Merah (dalam Ilmu
Penyakit Mata). Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
2. Gupta BM, Bala A, Kshitig A, 2013. World Cataract Research: A
Scientometric Analysis of Publications Output during 2002-11. Diakses dari:
http://digitalcommons.unl.edu/cgi/viewcontent.cgi?
article=2143&context=libphilprac
3. Javed A, Gul R, Malik TG, Alam R, Khalil M. 2015. Senile Cataract; Serum
Lipids
a
Modifiable
Risk
Factor.
Diakses
dari:
http://www.theprofesional.com/article/vol.%2022%20no.%2004/Prof2705.pdf
4. American Academy Of Ophthalmology. Lens and Cataract. Chap. 11, 20142015; 39-64.
5. Ocampo VVD, Foaster CS, Talavera F, Rowsey JJ, Sheppard JD. 2016. Senile
Cataract. Diakses dari: http://emedicine.medscape.com/article/1210914overview
6. Khurana AK. 2007.Comprehensive ophthalmology. 4th ed. New Delhi: New
Age International (P) Ltd. Hal. 167-204.
7. Vaughan. 2013. General Ophthalmology. 17th ed. Jakarta : EGC.
8. Murrill CA, Stanfield DL, VanBrocklin MD, Bailey IL, Denbeste BP, Dilorio
RC, et al. 2004. Optometric Clinical Practice Guideline. Diakses dari:
http://www.aoa.org/documents/optometrists/CPG-8.pdf
9. Lukita
A.
2011.
Katarak
Diabetes.
Diakses
dari:
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JKS/article/view/3446
10. Ravindran S, Sajeeth CI, Danya CS. 2013. Risk Factor Associate with The
Developmental of Cataract: a Prospective Study. Diakses dari:
http://www.wjpps.com/download/article/1388593932.pdf
16
17