Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Tujuan pembangunan nasional mencakup beberapa aspek yaitu pertumbuhan ekonomi,

pemerataan pendapatan masyarakat dan kesempatan kerja serta kelestarian sumberdaya yang
potensial. Keberhasilan pembangunan di Indonesia menuntut kerjasama dan dukungan dari
berbagai pihak dan peranan dari masing-masing sektor. Salah satu sektor yang diharapkan
dapat menunjang tujuan pembangunan ekonomi adalah sektor pertanian.
Pertumbuhan sektor pertanian suatu daerah pada dasarnya dipengaruhi oleh keunggulan
kompetitif suatu daerah, spesialisasi wilayah serta potensi pertanian yang dimiliki oleh daerah
tersebut. Adanya potensi pertanian disuatu daerah tidaklah mempunyai arti bagi pertumbuhan
pertanian daerah tersebut bila tidak ada upaya memanfaatkan dan mengembangkan potensi
pertanian secara optimal. Oleh karena itu pemanfaatan dan pengembangan seluruh potensi
pertanian yang potensial harus menjadi prioritas utama untuk digali dan dikembangkan dalam
melaksanakan pembangunan pertanian daerah secara utuh (Wicaksono, 2011).
Indonesia merupakan negara pertanian (agraris) artinya pertanian memegang peranan
yang penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Ada beberapa hal yang mendasari
mengapa pembangunan pertanian di Indonesia mempunyai peranan penting, antara lain:
potensi sumber daya alam yang besar dan beragam, pangsa terhadap pendapatan nasional
yang cukup besar, besarnya pangsa terhadap ekspor nasional, besarnya penduduk Indonesia
yang menggantungkan hidupnya pada sektor ini, perannya dalam penyediaan pangan
masyarakat dan menjadi basis pertumbuhan di pedesaan. Potensi pertanian Indonesia yang
besar namun pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani masih banyak
yang termasuk golongan miskin. Hal ini mengindikasikan bahwa pemerintah pada masa lalu

bukan saja kurang memberdayakan petani tetapi juga terhadap sektor pertanian keseluruhan
(Simamora, dkk, 2013).
Provinsi Aceh sebagai provinsi di ujung Pulau Sumatera dengan luas wilayah 56.771
km2 merupakan provinsi yang mengandalkan sektor pertanian didasarkan pada topografi
wilayah provinsi sebagian besar kawasan pertanian yang luas dan subur, dengan konfigurasi
penduduk profesi kehidupan mayoritas disub sektor pertanian. Menurut hasil Sensus
Pertanian (ST 2013), terdapat sekitar 644.851 rumah tangga pertanian dari 1.137.299 seluruh
RT di Aceh, atau 56,70 persen dari jumlah rumah tangga yang menggantungkan hidupnya di
sektor pertanian (Bappeda, 2014).
Seperti yang tertuang dalam salah satu fokus pembangunan Pemerintahan Aceh periode
2012-2017 adalah bidang pertanian. Tujuan dari misi yang terkait dengan ketahanan pangan
adalah membangun struktur perekonomian yang kokoh, terwujudnya kemandirian pangan,
meningkatkan daya saing produk pertanian, meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan
petani, dan mengembangkan sektor pertanian berbasis komoditi unggulan. Dilihat dari tujuan
tersebut sangat jelas bahwa Pemerintah Aceh sangat mengharapkan peranan dari sektor
pertanian dalam rangka pengembangan wilayah demi terwujudnya salah satu program
prioritas Pemerintah Aceh sesuai dengan RPJM Aceh adalah Memelihara Keberlanjutan
Perdamaian dan Menciptakan Ekonomi Aceh yang Kuat, Adil dan Maju.
Sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto atas dasar
harga konstan (ADHK) dan harga berlaku (ADHB) menunjukkan kontribusi yang besar
terhadap PDRB Provinsi Aceh. Bagi Provinsi Aceh, terdapat tiga sektor yang
menyumbangkan PDRB tahun 2014 dalam jumlah besar yaitu sektor pertanian, sektor
pertambangan dan penggalian, dan sektor perdagangan besar dan eceran. Kontribusi sektor
pertanian 27,22 persen, sektor pertambangan dan penggalian 10,83 persen, dan sektor
perdagangan sebesar 14,91 persen. Sementara, untuk sektor industri pengolahan hanya

memberikan kontribusi sebesar 7,57 persen (Gambar 1). Dari gambar tersebut dapat dilihat
bahwa strukur perekonomian Provinsi Aceh masih tergantung kepada sektor primer pertanian
dan menjadi pilar ekonomi Aceh terutama bagi masyarakat pedesaan.
30

1 P ertanian, Kehutanan dan Perikanan


2 P ertambangan dan P enggalian

26.06

27.22

3 Industri P engolahan

25

4 P engadaan Listrik dan Gas


5 P engadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
6 Konstruksi

20

7 P erdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor


8 T ransportasi dan Pergudangan
9 P enyediaan Akomodasi dan Makan Minum
14.95

15
11.37

11 Jasa Keuangan dan Asuransi

9.13

10
7.22
5

14.91

10 Informasi dan Komunikasi

10.83

12 Real Estate

9.13

13 Jasa Perusahaan
7.7

7.57

7.98

14 Administrasi Pemerintahan, P ertahanan dan Jaminan Sosial Wajib


15 Jasa Pendidikan
16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
17 Jasa Lainnya

Sumber : Bappenas, Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Aceh 2015 (diolah)

Gambar 1. Struktur PDRB Aceh Menurut Lapangan Usaha Tahun 2014


Perencanaan pembangunan daerah dianggap sebagai perencanaan untuk memperbaiki
sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut. Perencanaan itu dapat dilakukan dengan
pengembangan sektor pertanian, hal tersebut dilakukan berdasarkan bahwa sektor pertanian
sangat berkontribusi besar terhadap nilai PDRB Provinsi Aceh. Pembangunan bukan saja
sebagai pembangunan potensial komoditas saja, tetapi dalam implementasinya pembangunan
pertanian harus terkait dengan pembangunan wilayah guna meningkatkan pendapatan
wilayah Provinsi Aceh. Pendekatan ini didasarkan atas kenyataan bahwa sektor pertanian
Aceh masih dihadapkan pada berbagai permasalahan, seperti masih terbatasnya infrastruktur
pertanian, akses lahan petani Aceh secara rata-rata hanya memiliki 0,2-0,3 ha per orang

sehingga hanya menjadi petani garapan, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dimana
petani masih sulit menguasai teknologi ditambah terbatasnya tenaga penyuluh pertanian,
sulitnya petani dalam mengakses modal karena usaha pertanian masih dianggap belum visibel
bila dilihat dari pendekatan bank, struktur pasar dan informasi yang simetris menyebabkan
petani tidak dapat menerima keuntungan dari meningkatnya harga komoditas yang
dihasilkan, dan kecilnya investasi swasta di bidang pertanian (Liam, 2015).
Berdasarkan uraian dan permasalahan di atas maka penulis tertarik untuk meneliti
dengan judul Analisa Sektor Pertanian dan Perencanaan Pembangunan Daerah
Provinsi Aceh.

1.2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut :
1. Bagaimana perkembangan PDRB sektor pertanian selama 6 tahun (tahun 2010-2015) di
Provinsi Aceh?
2. Sub sektor pertanian apa saja yang menjadi basis di Provinsi Aceh?
1.3.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah maka tujuan yang akan dicapai dari

penelitian ini adalah :


1. Mengetahui perkembangan PDRB sektor pertanian selama 6 tahun (tahun 2010-2015) di
Provinsi Aceh.
2. Menganalisis sub sektor pertanian yang menjadi basis di Provinsi Aceh.

1.4.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan

seperti :

Manfaat Teoritis
Memberikan sumbangan pemikiran dalam usaha mengembangan ilmu pengetahuan di
bidang ekonomi pembangunan, khususnya mengenai perencanaan pengembangan sektor

pertanian dalam upaya meningkatkan perekonomian di Provinsi Aceh.


Sebagai bahan informasi dan kajian dalam menyusun dan menetapkan sasaran, strategi
dan kebijakan pembangunan ekonomi Provinsi Aceh khususnya penciptaan investasi

daerah berdasarkan peran sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi.


Dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah agar dapat lebih mengembangkan
potensi daerahnya.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pertanian
Sektor pertanian mencakup segala pengusahaan yang didapat dari alam dan merupakan
barang-barang biologis atau hidup, dimana hasilnya akan digunakan untuk memenuhi hidup
sendiri atau dijual kepada pihak lain, tidak termasuk kegiatan yang tujuannya untuk hobi saja.
Kegiatan pertanian pada umumnya berupa cocok tanam, pemeliharaan ternak, penangkapan
ikan, pengambilan hasil laut, penebangan kayu dan pengambilan hasil hutan serta perburuan
binatang liar (Simamora, dkk, 2013). Sektor pertanian terdiri dari sub sektor tanaman pangan,
sub sektor tanaman holtikultura, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan, sub
sektor jasa pertanian, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan.
2.1.1.1. Pembangunan Pertanian
Dalam literatur klasik pembangunan pertanian karya Arthur Mosher yang berjudul
Getting Agriculture Moving dijelaskan tentang syarat pokok dan syarat pelancar dalam
pembangunan pertanian. Syarat pokok pembangunan pertanian meliputi ketersediaan pasar
untuk hasil usaha tani, perubahan teknologi, tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi
secara lokal, serta sistem insentif dan transportasi, sedangkan syarat pelancar pembangunan
pertanian meliputi faktor pendidikan, kredit produksi, kelembagaan petani, rehabilitasi lahan
dan perencanaan pembangunan. Beberapa negara berkembang termasuk Indonesia mengikuti
saran dan langkah kebijakan dari Mosher (Bustanul, 2005).
Pembangunan pertanian di Indonesia dilaksanakan secara terencana sejak Repelita I (1
April 1969) yaitu pada masa pemerintahan Orde Baru, yang tertuang dalam strategi besar
pembangunan nasional berupa Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang (PU PJP) yaitu PU
PJP I dan PU PJP II. Dalam PU PJP I, pembangunan dilaksanakan melalui lima rangkaian
Repelita yang semuanya berfokus pada sektor pertanian. Pada masa pemerintahan orde baru,
visi pembangunan pertanian adalah terwujudnya pertanian tangguh yang mampu memenuhi
kebutuhan pangan, menghasilkan input sektor industri, menghasilkan devisa, dan menyerap

tenaga kerja. Titik kulminasi pembangunan pertanian dalam hal ini pertanian tanaman pangan
terjadi pada tahun 1984, yaitu saat Indonesia yang sebelumnya sebagai negara pengimpor
beras dapat mencapai swasembada beras dengan program Bimas nya.
2.1.1.2. Peran Sektor Pertanian di Dalam Ekonomi
Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dalam pembangunan perekonomian
nasional. Tidak saja sebagai penyedia bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan
bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber mata pencaharian dan sumber devisa negara,
pertanian juga berperan sebagai pendorong pengembangan wilayah dan sekaligus pendorong
pengembangan ekonomi kerakyatan. Berbagai peran strategis tersebut sejalan dengan tujuan
pembangunan perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan
lapangan kerja, serta memelihara keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan hidup
(Simamora, 2013). Menurut analisis klasik dari Kuznets (1964) dalam Tambunan (2010 : 1),
pertanian di NSB dapat dilihat sebagai suatu sektor ekonomi yang sangat potensial dalam
empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi yaitu ; (1)
kontribusi produk/output, (2) kontribusi pasar, (3) kontribusi faktor-faktor produksi, dan (4)
kontribusi devisa.
Peranan sektor pertanian juga tercermin pada saat Indonesia dilanda krisis. Sektor ini
terbukti mampu bertahan selama krisis dan dapat tetap menghasilkan devisa bagi Indonesia
disaat sektor lain ikut terpuruk karena gejolak krisis moneter tahun 1998. Depresiasi rupiah
terhadap dolar yang cukup besar pada saat itu menyebabkan harga komoditi ekspor pertanian
dalam rupiah saat itu melonjak sangat tinggi, sehingga mendorong peningkatan volume
ekspor.

2.1.2. Pengertian Perencanaan

Perencanaan dapat didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan oleh sebuah instansi
publik untuk membuat arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan di sebuah wilayah
baik negara maupun di daerah dengan didasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki
oleh wilayah tersebut. Artinya dalam sebuah perencanaan, lembaga perencana wajib
memperhatikan kondisi sosioal, budaya, ekonomi, keamanan, kondisi fisik, segi pembiayaan
serta kualitas sumber daya yang ada di wilayah tersebut (Widodo, 2006 : 3).
Perencanaan merupakan proses berkesinambungan dan mencakup keputusan-keputusan
atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuantujuan tertentu pada masa yang akan datang. Berdasarkan definisi di atas berarti ada empat
dasar perencanaan yaitu (Conyers & Hills, 1994 dalam Arsyad, 1999 : 112) :
a.
b.
c.
d.

Merencanakan berarti memilih


Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya
Perencanaan merupakan alat utnuk mencapai tujuan
Perencanaan untuk masa depan

2.1.2.1. Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah


Tujuan pembangunan dapat diartikan sebagai akibat akhir dari seluruh proses
pembangunan. Sedangkan strategi atau perencanaan pembangunan merupakan pilihan lintas
sebab akibat yang secara sistematik dilakukan dan asumsi-asumsi yang diharapkan tersedia
agar tujuan pembangunan tercapai. Dalam berbagai kajian, perencanaan pembangunan
diartikan sebagai fungsi utama manajemen pembangunan dalam proses bernegara. Fungsi ini
muncul sebagai akibat dari kebutuhan pembangunan yang lebih besar dibandingkan dengan
ketersediaan sumber daya. Dengan perencanaan pembangunan yang baik, kegiatan
pembangunan dapat dirumuskan secara efisien dan efektif dengan hasil yang optimal.
Menurut Kuncoro (2004 : 7) perencanaan pembangunan diperlukan karena tiga faktor antara
lain (1) adanya kegagalan mekanisme pasar, (2) ketidakpastian masa datang dan, (3) untuk
memberikan arah pembangunan yang jelas.

Pengertian perencanaan pembangunan daerah adalah sebuah proses pengambilan


keputusan mengenai kebijakan dan program pembangunan daerah oleh Pemerintah Provinsi
atau Pemerintah Kabupaten/Kota. Proses ini dilakukan secara terpadu dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan dan memperhitungkan
kemampuan sumber daya, informasi, IPTEK, serta kondisi global (Bastian, 2006 : 2).
Perencanaan pembangunan ekonomi daerah bisa dianggap sebagai perencanaan untuk
memperbaiki penggunaan sumber daya publik yang tersedia di daerah tersebut dan untuk
memperbaiki kapasitas sektor swasta dalam menciptakan nilai sumber daya swasta secara
bertanggung jawab (Arsyad, 2011 : 127).
Manfaat adanya perencanaan daerah adalah :
1. Sebagai pedoman bagi pelaksanaan kegiatan dalam mencapai tujuan
2. Sebagai alat ukur, standar pengawasan dan evaluasi
3. Sebagai bahan perkiraan penentuan alternatif terbaik dalam penggunaan sumber daya
yang tersedia
Menurut Arsyad (2011 : 21) perencanaan pembangunan ekonomi ditandai dengan
adanya usaha untuk memenuhi berbagai ciri tertentu serta adanya tujuan yang bersifat
pembangunan tertentu. Ciri-ciri tersebut ialah usaha yang dicerminkan dalam rencana untuk
mencapai perkembangan sosial ekonomi yang mantap (steady social economic growth),
pemerataan pembangunan (equity), menjaga stabilitas ekonomi (stability). Alasan mengapa
perlunya perencanaan pembangunan ekonomi daerah adalah karena campur tangan
pemerintah (perencanaan) untuk pembangunan daerah-daerah mempunyai manfaat yang
sangat tinggi, disamping mencegah jurang kemakmuran antar daerah, melestarikan
kebudayaan setempat, dapat juga menghindarkan perasaan tidak puas masyarakat sehingga
tercipta kestabilan masyarakat terutama kestabilan politik (Arsyad, 2011 : 133).
2.1.3. Teori Basis Ekonomi

Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) yang
menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah
berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad,
1999 : 116). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-industri
yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor,
akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja. Suatu daerah akan
mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada
sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor.
Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan perubahanperubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor yang terdapat dalam
perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana dan populer adalah teori basis ekonomi
(economic base theory). Menurut Glasson (1990 : 63) konsep dasar basis ekonomi membagi
perekonomian menjadi dua sektor yaitu:
1. Sektor-sektor Basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke
tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
2. Sektor-sektor bukan Basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang
dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian masyarakat
bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang. Ruang lingkup mereka dan
daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.
BAB III
METODE PENELITIAN

2.1.

Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini adalah mengenai sektor pertanian yang potensial untuk

dikembangkan

sebagai

dasar

perencanaan

10

pembangunan

Provinsi

Aceh.

Dalam

pembahasannya peneliti menggunakan data perkembangan PDRB sektor pertanian untuk


mengidentifikasi potensi internal yang dimiliki Provinsi Aceh dan permasalahannya.

2.2.

Sumber dan Jenis Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengumpulkan data sekunder.

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh dan Indonesia.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data tentang usaha-usaha ekonomi
masyarakat Provinsi Aceh yang bergerak di sektor pertanian dengan sub sektor tanaman
pangan, sub sektor tanaman holtikultura, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor
peternakan, sub sektor jasa pertanian, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan. Untuk
membantu tulisan ini, bahan rujukan didapat dari literatur seperti buku, jurnal penelitian dan
bahan lainnya.

2.3.
Model Analisis
2.3.1. Analisis Location Quotient (LQ)
Location Quotient (koefisen lokasi) atau disingkat LQ adalah suatu perbandingan
tentang besarnya peranan suatu sektor/industri di suatu daerah terhadap besarnya peranan
sektor/industri tersebut secara nasional (Tarigan, 2009). Teknik ini digunakan untuk
mengidentifikasi potensi internal yang dimiliki daerah tersebut yaitu sektor basis dan non
basis. Rumusnya adalah sebagai berikut :

LQ =

Keterangan : LQ
xi

xi
PDRB
Xi
PDB

= Nilai Location Quotient


= PDRB sub sektor pertanian Provinsi Aceh tahun x

11

PDRB = PDRB total sektor pertanian Provinsi Aceh tahun x


Xi

= PDB sub sektor Pertanian Indonesia tahun x

PDB

= PDB total sektor pertanian Indonesia tahun x

Apabila nilai LQ > 1 dapat diartikan peranan sektor tersebut di daerah itu lebih
menonjol daripada peranan sektor itu secara nasional. Sebaliknya apabila LQ < 1 maka
peranan sektor di daerah itu lebih kecil daripada peranan sektor tersebut secara nasional.

2.4.

Definisi Operasional Variabel


Definisi operasional variabel merupakan batasan terhadap variabel-variabel yang

digunakan dalam penelitian ini, batasan variabel-variabel tersebut adalah :


1. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) sektor pertanian adalah jumlah nilai produk
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh unit produksi sektor pertanian atas dasar harga
konstan (riil) dinyatakan dalam rupiah.
2. Sub sektor pertanian adalah unit produksi yang terdapat dalam sektor pertanian dalam
menghasilkan produk pertanian. Sub sektor ini meliputi sub sektor tanaman pangan, sub
sektor tanaman holtikultura, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan, sub
sektor jasa pertanian, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan.
3. Produksi sub sektor pertanian adalah jumlah komoditi seluruh sub sektor pertanian yang
mencakup sub sektor tanaman pangan (padi, jagung, kedelai), sub sektor peternakan
(sapi, kambing, unggas), sub perkebunan, sub sektor kehutanan dan sub sektor perikanan
dalam satuan ton.
4. Kontribusi sub sektor pertanian adalah penilaian sejauh mana fungsi sub sektor pertanian
memberikan dampak terhadap kegiatan perekonomian lainnya di Provinsi Aceh.

12

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Variabel


4.1.1. Perkembangan Sektor Pertanian Terhadap PDRB ADHK 2010 di Provinsi Aceh
(Non Migas)
Sektor pertanian pada PDRB Aceh sendiri kini menjadi sektor yang dapat diunggulkan
mengingat potensi pada konstribusinya yang mampu menjadi driven sector dan cenderung

13

meningkat dibandingkan sektor lainnya. Berdasarkan data BPS, sektor pertanian memberikan
kontribusi terbesar pada PDRB Aceh secara berturut-turut dalam 6 tahun terakhir.
Tabel 1.
Kontribusi PDRB Sektor Pertanian di Provinsi Aceh
Tahu
n

PDRB Sektor
PDRB
Persentase
Pertanian
Aceh (Rp
Kontribusi Sektor
(Rp Miliar)
Miliar)
Pertanian (Persen)
2010
25580
86078
29.72
2011
26515
89845
29.51
2012
27685
94291
29.36
2013
28980
98206
29.51
2014
29691
102155
29.06
2015
31132
106587
29.21
Sumber : BPS, Aceh Dalam Angka Berbagai Edisi (diolah)

Pertumbuhan PDRB
Sektor Pertanian Aceh
(Persen)
3.66
4.41
4.68
2.45
4.85

Berdasarkan Tabel 1. dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 PDRB Aceh sebesar Rp
86.078 milyar dan PDRB sektor pertanian mencapai Rp 25.580 milyar, yang artinya bahwa
29,72 persen dari PDRB Aceh berasal dari sektor pertanian. Pada tahun 2011, peranan sektor
pertanian terhadap PDRB Aceh sebesar 29,51 persen menurun dari tahun sebelumnya sebesar
29,72 persen. Pada tahun berikutnya, pertumbuhan sektor pertanian terus mengalami
peningkatan, kecuali tahun 2014 menurun hingga 2,45 persen. Akan tetapi secara relatif,
kontribusi pertanian mengalami fluktuasi. Walaupun persentase kontribusi sektor pertanian
terhadap PDRB berfluktuasi namun sektor pertanian merupakan sektor yang memberikan
konstribusi terbesar hingga saat ini untuk PDRB Aceh sehingga pertanian memiliki peran
yang strategis dan merupakan basis dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Aceh.

4.1.2. Perkembangan Sub Sektor Pertanian Terhadap PDRB Pertanian di Provinsi Aceh

14

35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0

Sumber : BPS, PDRB Menurut Lapangan Usaha 2011-2015 (diolah)

Gambar 2. Sub Sektor Pertanian Provinsi Aceh, 2011-2014


Berdasarkan Gambar 2 di atas menunjukkan bahwa dari tahun 2011 hingga 2015,
PDRB sektor pertanian di Provinsi Aceh terus meningkat. Menurut jumlah terhadap PDRB,
sektor ini didominasi oleh sub sektor tanaman perkebunan dibandingkan dengan sektor lain
sebesar Rp 8.408 milyar. Sub sektor pertanian yang memberikan kontribusi besar setelah sub
sektor perkebunan adalah sub sektor tanaman pangan dengan jumlah Rp 6.231 milyar. Dalam
sub sektor perkebunan terdapat berbagai jenis komoditi perkebunan yakni kelapa sawit, karet,
kakao, kelapa, kopi, cengkeh, pala, pinang, tebu dan nilam, sedangkan sub sektor tanaman
pangan mencakup tanaman padi (padi sawah dan padi ladang), jagung, kedelai, kacang tanah,
ubi kayu dan ubi jalar. Artinya perhatian pada sektor pertanian dapat difokuskan pada kedua
sub sektor ini.

4.1.2.1.
Perkembangan Sub Sektor Tanaman Pangan
4.1.2.1.1. Tanaman Padi
Terwujudnya kedaulatan pangan merupakan salah satu cerminan kemandirian ekonomi
nasional. Pertanian menjadi sektor strategis pembangunan di Aceh karena potensi
15

sumberdaya pertanian yang melimpah di wilayah ini. Potensi tersebut perlu dimanfaatkan dan
dikembangkan untuk ketahanan pangan masyarakat Aceh. Sumber pangan lokal di Provinsi
Aceh antara lain tanaman pangan dan holtikultura, peternakan, perkebunan, dan perikanan.
Produksi padi di Provinsi Aceh tahun 2015 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya
mencapai 2.327.871 ton (Gambar 3). Peningkatan produksi ini disebabkan karena
bertambahnya luas panen dan naiknya produktivitas. Kontribusi produksi padi di Provinsi
Aceh tahun 2015 sebesar 3,10 persen terhadap produksi padi Nasional.

Sumber : Bappenas, Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Aceh 2015 (diolah)

Gambar 3. Produksi dan Produktivitas Tanaman Padi di Provinsi Aceh, 2011-2014


4.1.2.1.2. Tanaman Jagung
Peningkatan yang sama terjadi pada produksi jagung di Provinsi Aceh pada tahun
2015 mencapai 204.003 ton, meningkat sebesar 21.685 ton dari tahun 2014 sebesar 202.318
ton (Gambar 4). Peningkatan produksi ini juga dikarenakan meningkatnya luas panen sebesar
dan produkstivitas jagung. Adanya penambahan lahan jagung di Provinsi Aceh diharapkan
dapat menambah produksi jagung di wilayah ini sehingga mampu mengurangi impor jagung.
Daerah penghasil jagung terbesar di Aceh adalah Aceh Tenggara dan Aceh Selatan.

16

Sumber : Bappenas, Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Aceh 2015 (diolah)

Gambar 4. Produksi dan Produktivitas Tanaman Jagung di Provinsi Aceh, 2011-2015


4.1.2.1.3. Tanaman Kedelai
Untuk komoditas kedelai, kontribusi Provinsi Aceh terhadap nasional tahun 2014
sebesar 6,63 persen, kemudian pada tahun 2015 menurun menjadi 5,19 persen. Pada tahun
2015 produksi kedelai mencapai 51.024 ton menurun sebesar 12.328 ton dibandingkan tahun
2014 sebesar 63.352 ton (Gambar 5).

Sumber : Bappenas, Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Aceh 2015 (diolah)

Gambar 5. Produksi dan Produktivitas Tanaman Kedelai di Provinsi Aceh, 2011-2015


Menurunnya produksi kedelai dipengaruhi oleh berkurangnya luas panen kedelai
sebesar 6.825 hektar pada tahun 2015, namun produktivitas tetap meningkat. Sentra produksi
kedelai terdapat di Kabupaten Bireuen dan Aceh Timur. Kondisi agroekosistem Aceh sangat
mendukung untuk pengembangan komoditas pertanian. Selain padi dan jagung, berbagai
17

sumber pangan lokal di Aceh telah dibudidayakan dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
bahan pangan. Tanaman pangan lokal yang sudah dimanfaatkan masyarakat Aceh antara lain
ubi kayu, ubi jalar, dan kacang tanah, namun masih belum maksimal dikembangkan di lahan
pertanian Aceh. Komoditas tersebut juga dapat dikembangkan sebagai sumber pangan
sehingga mengurangi ketergantungan pada beras.
4.1.2.2.

Perkembangan Sub Sektor Holtikultura

Selain tanaman perkebunan, Provinsi Aceh juga kaya dengan tanaman hortikultura
seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Produksi sayur-sayuran saat ini mencapai 27.218
kuintal pada tahun 2015, yang didominasi oleh komoditas cabai besar (17%), disusul cabai
rawit (13%), kentang (12%), dan sisanya berupa kacang panjang, ketimun, semangka, tomat
dan lain-lain. Sedangkan produksi buah-buahan saat ini terbesar adalah pisang, mangga,
durian, dan jenis buah-buahan lainnya.
Produksi Buah-buahan Tahun 2015 Produksi Sayur-sayuran Tahun 2015
Mangga
Durian
21%

10%
9%
6%

8%
8%
6%

Jeruk Besar

Cabai Besar; 17%

Pisang

Lainnya; 35%

Pepaya

Cabai Rawit; 13%


Tomat; 3%
Panjang; 8%
Semangka; Kacang
5%
Ketimun; 7% Kentang; 12%

Melinjo
32%

Rambutan
Lainnya

Sumber : BPS, Aceh Dalam Angka Berbagai Edisi (diolah)

4.1.2.3.

Gambar 6. Produksi Tanaman Holtikultura di Provinsi Aceh, 2015


Perkembangan Sub Sektor Perkebunan

Secara umum bentuk perkebunan yang terdapat di Provinsi Aceh terbagi dua, yaitu
perkebunan besar yang dimilii oleh Perusahaan Swasta Nasional dan perkebunan rakyat.
Seperti sub sektor tanaman pangan, sub sektor perkebunan juga memberikan kontribusi yang
18

baik menempati urutan pertama dalam struktur PDRB sektor pertanian. Sub sektor ini terdiri
dari tiga komoditi perkebunan dengan produksi terbesar yaitu kelapa sawit, karet dan kelapa.
500000

385175

375826

355366

400000
310766
300000
200000
100000
0

2012

2013

2014

2015

Karet

Kelapa Sawit

Coklat

Kelapa

Kopi

Cengkeh

Pala

Pinang

Kapok Randu

Lada

Tebu

Tembakau

Nilam

Jambu Mete

Kemiri

Sumber : BPS, Aceh Dalam Angka Berbagai Edisi (diolah)

Gambar 7. Produksi Komoditi Perkebunan Rakyat di Provinsi Aceh, 2012-2015


Pada Gambar 7. produksi dari komoditi kelapa sawit mengalami peningkatan
sedangkan komoditi karet dan kelapa cenderung berfluktuasi. Produksi kelapa sawit
mengalami peningkatan terbesar pada tahun 2015 sebesar 38.175 ton sedangkan karet dan
kelapa sempat mengalami penurunan dimana produksi terendah pada tahun 2013 sebanyak
66.772 ton dan 55.434 ton untuk masing-masing komoditi.
4.1.2.4.

Perkembangan Sub Sektor Peternakan

Kebutuhan bahan pangan selain bersumber dari pertanian juga bersal dari peternakan.
Peternakan adalah salah satu sektor pertanian yang memiliki kontribusi penting dalam
pemenuhan kebutuhan protein hewani. Sub sektor peternakan mencakup semua kegiatan
pembibitan dan budidaya ternak besar maupun ternak kecil dan unggas. Tujuan dari kegiatan
sub sektor ini adalah untuk dikembangbiakkan, dibesarkan, dipotong dan diambil hasilhasilnya.
4.1.2.4.1. Produksi Daging
Kebutuhan konsumsi daging di di Provinsi Aceh dipenuhi dari produksi sendiri.
Kabupaten Aceh Besar, Aceh Utara, Banda Aceh, dan Aceh Timur merupakan penyuplai
19

daging terbesar di wilayah Aceh. Produksi daging di Provinsi Aceh didominasi oleh daging
sapi yang terus mengalami peningkatan produksi setiap tahunnya (Gambar 8). Produksi
daging sapi di Aceh tahun 2015 sebesar 10.663 berkontribusi sebesar 2,03 persen terhadap
produksi sapi nasional. Walaupun produksi daging sapi paling tinggi namun mayoritas jumlah
ternak di Aceh adalah kambing.

Sumber : Bappenas, Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Aceh 2015 (diolah)

Gambar 8. Produksi Daging di Provinsi Aceh, 2010-2014


4.1.2.4.2. Produksi Ternak Unggas
Peternakan unggas di Provinsi Aceh juga mengalami peningkatan dengan hasil
produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah populasi ternak terbesar di Aceh
adalah ayam kampung yaitu sebanyak 6,2 juta ekor pada tahun 2014, meningkat sebesar 2,78
persen dari tahun sebelumnya (Gambar 9). Daerah penghasil ternak di Aceh diantaranya
Kabupaten Pidie, Birueuen, dan Aceh Besar

20

Sumber : Bappenas, Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Aceh 2015 (diolah)

Gambar 9. Populasi Ternak Unggas di Provinsi Aceh, 2010-2014


4.1.2.5.

Perkembangan Sub Sektor Perikanan

Aceh memiliki potensi sumber daya besar pada wilayah pesisir dan laut. Hal ini
didukung dengan wilayah teritorial perairan yang luas, sekaligus memiliki potensi berbagai
jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi. Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di
Aceh meliputi perikanan tangkap laut, perairan umum (sungai, danau, waduk dan rawarawa) dan perikanan budidaya laut. Potensi perikanan tangkap di Aceh mencapai 1,8 juta ton,
dengan pemanfaatan perikanan tangkap 2013 sebesar 153.692 ton (Gambar 10), dengan
jenis ikan kembung, layang, tongkol, tuna, dan tembang. Sektor perikanan ini mampu
meyerap tenaga kerja sebanyak 257.300 tenaga kerja atau sekitar 51.460 kepala keluarga
atau mencapai 31,68% dari 811.971 total tenaga kerja yang terserap di sektor pertanian.

21

Sumber : Bappenas, Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Aceh 2015 (diolah)

Gambar 10. Produksi Perikanan di Provinsi Aceh, 2013


Potensi perikanan lainnya adalah budidaya rumput laut, kerapu, kakap, lobster dan
kerang mutiara dengan potensi sebaran mulai dari Sabang, Aceh besar, Aceh Barat, Aceh
Selatan, Simeleu, sampai Pulau Banyak Kabupaten Aceh Singkil. Pengembangan perikanan
ini didukung oleh sebaran luas terumbu karang, membentang mulai dari Sabang, Aceh Besar
sampai pantai barat selatan Aceh. Hasil produksi perikanan tangkap laut Aceh menyumbang
2,69 persen terhadap hasil produksi perikanan tangkap laut nasional yang sebesar 5.707.012
ton pada tahun 2013. Potensi perikanan tangkap dan budidaya terbesar di Kabupaten Aceh
Timur, Pidie, dan Aceh Utara.
Tantangan yang dihadapi dalam mengembangkan sektor perikanan di Aceh antara lain
belum terpadunya usaha penangkapan ikan, tambak ikan, serta budidaya perikanan lainnya,
dan penggunaan teknologi penangkapan dan pengolahan hasil ikan yang belum memadai.
Strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan perekonomian berbasis kelautan ini
antara lain pemberian kredit mikro kepada nelayan, peningkatan kualitas produk perikanan di
pasar lokal dan untuk ekspor, dan pengembangan industri yang berasal dari produk olahan
ikan. Pengembangan sektor kelautan ini harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan

22

agar memberikan dampak yang besar bagi pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat.

4.1.2.6.

Perkembangan Sub Sektor Kehutanan

Sub sektor kehutanan yang memiliki kontribusi sebesar Rp 1.696 milyar atau 5,45
persen, jadi sub sektor kehutanan memiliki kontribusi kurang terhadap PDRB Provinsi Aceh
karena memiliki persentase dibawah 10 persen. Aceh memiliki luas hutan seluas 5.674.337
Ha, mencakup kawasan hutan lindung, kawasan budidaya, kawasan lindung di luar kawasan
hutan, kawasan pengembangan hutan rakyat dan areal penggunaan lainnya.

Kayu Gergajian
6000

5499.07

5000
4000

3371.72

3603.39

2014

2015

3000
2000
1000
0
2013

Sumber : BPS, Aceh Dalam Angka Berbagai Edisi (diolah)

Gambar 11. Produksi Kayu Gergajian di Provinsi Aceh, 2013-2015


Berdasarkan Gambar 11. terlihat bahwa produsi kayu gergajian mengalami fluktuasi.
Produksi tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebanyak 5499 m 3 dan kembali tutun pada tahun
2014 menjadi 3372 m3, dan terakhir pada tahun 2015 meningkat sedikit menjadi 3604 m 3.
Sedangkan kayu olahan, produksi hasil hutan non kayu juga banyak terdapat di Provinsi
Aceh. Hasil hutan non kayu yang paling banyak di Aceh adalah rotan.

23

4.2. Hasil Penelitian


Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui sektor-sektor ekonomi
manakah yang termasuk ke dalam sektor basis (basic economy) atau berpotensi ekspor dan
manakah yang bukan merupakan sektor basis (non basic sektor) apabila hasil perhitungan
menunjukan angka lebih dari 1 (LQ > 1) berarti sektor tersebut merupakan sektor basis.
Sebaliknya apabila hasilnya menunjukan angka kurang dari 1 (LQ < 1) berarti sektor tersebut
bukan sektor basis.
Tabel 2.
Nilai LQ Sektor Ekonomi di Provinsi Aceh
LQ
2012
1.89

Sektor-sektor

2010
2011
Pertanian, Kehutanan dan
1.79
1.84
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
1.47
1.42
1.37
Industri Pengolahan
0.37
0.36
0.36
Pengadaan Listrik dan Gas
0.38
0.41
0.44
Pengadaan Air, Pengelolaan
0.28
0.29
0.31
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
Konstruksi
0.87
0.89
0.89
Perdagangan Besar dan Eceran,
1.02
1.02
1.03
Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
Transportasi dan
2.04
2.03
2.02
Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan
0.31
0.32
0.33
Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
0.85
0.82
0.80
Jasa Keuangan dan Asuransi
0.42
0.44
0.42
Real Estate
1.08
1.08
1.08
Jasa Perusahaan
0.35
0.35
0.35
Administrasi Pemerintahan,
1.90
1.92
1.95
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
Jasa Pendidikan
0.67
0.64
0.63
Jasa Kesehatan dan Kegiatan
2.23
2.18
2.28
Sosial
Jasa Lainnya
0.41
0.40
0.41
Sumber : BPS, Aceh Dalam Angka Berbagai Edisi (diolah)

24

2013
1.95

2014
1.99

Rata-rata
LQ
1.892

1.31
0.33
0.46
0.32

1.24
0.31
0.48
0.33

1.362
0.346
0.434
0.306

0.91
1.05

0.94
1.08

0.9
1.04

2.06

2.04

2.038

0.34

0.35

0.33

0.79
0.42
1.10
0.35
2.03

0.79
0.42
1.15
0.36
2.15

0.81
0.424
1.098
0.352
1.99

0.63
2.34

0.64
2.35

0.642
2.276

0.41

0.43

0.412

Pada Tabel 2. Sektor Pertanian merupakan sektor basis. Sektor basis berarti sektor
tersebut mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat di luar batas perekonomian. Provinsi
Aceh memiliki sektor-sektor basis seperti sektor pertanian, sektor pertambangan dan
penggalian, sektor perdagangan, transportasi dan pergudangan, real estate, administrasi
pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib, dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan
sosial merupakan sektor-sektor tradable (dapat diperdagangkan antar daerah), dengan nilai
location quotient lebih besar dari satu (LQ > 1). Dari ke sepuluh sektor basis tersebut, sektor
pertanian masuk ke dalam daftar ketiga tertinggi setelah sektor jasa kesehatan dan kegiatan
sosial serta transportasi dan pergudangan.
Sektor pertanian yang merupakan sektor basis, didukung sebagian besar wilayah
Provinsi Aceh yang merupakan areal pertanian. Selain potensi pertanian yang besar dan
sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah petani yang didukung pula oleh kebijakan
pemerintah yang mendukung sektor pertanian antara lain alokasi anggaran APBA 2015
sebesar 230 milyar yang diterima Dinas Pertanian dan Pangan Holtikultura Aceh digunakan
untuk melakukan revitalisasi perbenihan daerah, peningkatan produktivitas dan produksi,
penanganan pasca panen/peningkatan nilai tambah serta peningkatan peran penyuluh atau
kelembagaan pertanian di lapangan dalam rangka mencapai target swasembada pangan
(Lukman, 2015).
Dalam hal ini ada sektor pertanian yang memiliki skor ketiga termasuk ke dalam sektor
basis, sehingga pengamatan yang lebih mendalam tentang sektor pertanian dilakukan dengan
menganalisis sub sektor-sub sektordari sektor pertanian.

25

Tabel 3.
Nilai LQ Sektor Pertanian di Provinsi Aceh
Sub Sektor

2011
0.75
1.10
0.93
1.19

LQ
2012
0.75
1.20
0.90
1.19

2013
0.79
1.21
0.89
1.19

2014
0.80
1.24
0.89
1.20

1. Tanaman Pangan
2. Tanaman Holtikultura
3. Tanaman Perkebunan
4. Peternakan
5. Jasa Pertanian dan
Perburuan
2.76
2.69
2.61
2.68
6. Kehutanan dan Penebangan
Kayu
1.01
1.05
1.05
1.10
7. Perikanan
1.16
1.13
1.07
1.01
Ket. NB = non basis, B = basis
Sumber : BPS, PDRB Provinsi Menurut Lapangan Usaha 2011-2015 (diolah)

Ratarata LQ
0.77
1.19
0.90
1.19
2.68
1.05
1.09

Ket.
NB
B
NB
B
B
B
B

Berdasarkan hasil analisis LQ terhadap tujuh sub sektor dalam sektor pertanian
diketahui bahwa lima sub sektor merupakan sektor basis dalam perekonomian Provinsi
Aceh, hal ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata LQ kelima sub sektor tersebut adalah lebih dari
satu. Kelima sub sektor basis tersebut yaitu sub sektor jasa pertanian dan perburuan, sub
sektor holtikultura, sub sektor peternakan, sub sektor perikanan serta sub sektor kehutanan
dan penebangan kayu.
1. Sub Sektor Tanaman Pangan
Sub sektor tanaman pangan di Provinsi Aceh merupakan sub sektor pertanian non basis
dengan nilai LQ rata-rata sebesar 0,77. Peranan relatif sub sektor tanaman pangan di Provinsi
Aceh lebih sedikit daripada peranan relatif sub sektor tersebut dalam perekonomian nasional
atau dengan kata lain produk di sub sektor tanaman bahan makanan produksinya hanya
mampu mencukupi kebutuhan pasar lokal dan belum bisa diekspor ke luar daerah. Hal ini
dikarenakan masih banyaknya kendala yang dihadapi antara lain semakin sempitnya luas
pemilikan lahan dan tidak memenuhi skala ekonomi, terbatasnya modal, rendahnya
produktivitas dan mutu hasil, penerapan teknologi tepat guna, spesifik lokasi, efisiensi masih

26

belum optimal, sistem pemasaran dan distribusi belum efisien, penangan panen di tingkat
petani belum dilakukan dengan baik.
2. Sub Sektor Holtikultura
Sub sektor holtikultura memiliki nilai LQ rata-rata yaitu 1,19 yang berarti sub sektor
pertanian basis. Dengan kata lain peranan relatif sub sektor holtikultura di Provinsi Aceh
lebih besar daripada peranan relatif sub sektor tersebut dalam perekonomian nasional. Dari
tahun 2011 hingga tahun 2015 nilai LQ sub sektor perikanan mengalami peningkatan. Pada
tahun 2011 nilai LQ sub sektor perikanan adalah sebesar 1,20 dan terus meningkat hingga
tahun 2014 adalah sebesar 1,24. Peningkatan nilai LQ ini menyebabkan sub sektor
holtikultura menjadi sub sektor basis.
3. Sub Sektor Perkebunan
Sub sektor tanaman perkebunan di Provinsi Aceh masih merupakan sub sektor non
basis meskipun sub sektor ini memberikan sumbangan terbesar terhadap PDRB. Hal tersebut
terjadi karena peran relatif sub sektor tanaman perkebunan Provinsi Aceh lebih rendah dari
peran relatif sub sektor tanaman perkebunan di Indonesia. Nilai LQ rata-rata sub sektor
tanaman perkebunan adalah sebesar 0,940 dengan nilai LQ tiap tahunnya menurun. Tahun
2011 nilai LQ sub sektor tanaman perkebunan adalah sebesar 0,93 yang kemudian pada tahun
2005 menurun menjadi 0,90 dan terus menurun hingga tahun 2014 dengan nilai LQ sebesar
0,89. Perkebunan di Provinsi Aceh sebagian besar merupakan perkebunan rakyat, selain itu
juga terdapat sebagian kecil milik Perkebunan PTPN dan Perkebunan Swasta. Meskipun nilai
LQ sub sektor tanaman perkebunan semakin menurun, namun bila dilihat dari perkembangan
produksi perkebunan rakyat dari tahun 2012-2015 mengalami peningkatan produksi.
4. Sub Sektor Peternakan
Sub sektor peternakan memiliki nilai LQ rata-rata sebesar 1,19 yang berarti sub sektor
peternakan merupakan sub sektor basis. Hal ini berarti juga bahwa peran relatif sub sektor
peternakan Provinsi Aceh lebih besar dibandingkan peran relatif sub sektor peternakan di

27

Indonesia. Selain itu, sub sektor peternakan di Provinsi Aceh produksinya mampu memenuhi
kebutuhan lokal. Dari tahun ke tahun sub sektor peternakan memiliki nilai LQ yang
cenderung stabil hingga pada tahun 2014 mengalami peningkatan sebesar 1,20 sehubungan
semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan konsumsi hewan ternak dan peningkatan
populasi ternak di Provinsi Aceh yang akhirnya menyebabkan peningkatan produksi hasil
ternak.
5. Sub Sektor Jasa Pertanian dan Perburuan
Sub sektor jasa pertanian dan perburuan memiliki nilai LQ rata-rata sebesar 2,68 yang
berarti sub sektor jasa pertanian dan perburuan termasuk sebagai sub sektor basis. Berarti
peran relatif sub sektor jasa pertanian dan perburuan di Provinsi Aceh lebih besar
dibandingkan peran relatif sub sektor jasa pertanian dan perburuan di Indonesia. Nilai LQ sub
sektor jasa pertanian dan perburuan merupakan nilai terbesar diantara nilai LQ sub sektor
pertanian yang lain. Nilai LQ sub sektor ini tiap tahunnya bergerak fluktuatif. Tahun 2011
nilai LQ sub sektor jasa pertanian dan perburuan adalah sebesar 2,76 yang kemudian pada
tahun 2012 menurun menjadi 2,69 dan terus menurun hingga tahun 2013 dengan nilai LQ
sebesar 2,61. Pada tahun 2014 nilai LQ meningkat kembali menjadi 2,68.
6. Sub Sektor Kehutanan dan Penebangan Kayu
Sub sektor kehutanan di Provinsi juga merupakan salah satu sub sektor basis dengan
nilai LQ rata-rata sebesar 1,05. Berarti peran sub sektor kehutanan Provinsi Aceh lebih besar
dari peran relatif sub sektor kehutanan di Indonesia. Nilai LQ sub sektor kehutanan Provinsi
Aceh pada tahun 2011 sebesar 1,01 meningkat hingga tahun 2013 sebesar 1,05 dan terakhir
tahun 2008 adalah sebesar 1,10.

7. Sub Sektor Perikanan

28

Sub sektor perikanan memiliki nilai LQ rata-rata sebesar 1,09 yang berarti sub sektor
perikanan termasuk sebagai sub sektor basis. Berarti peran relatif sub sektor perikanan di
Provinsi Aceh lebih besar dibandingkan peran relatif sub sektor perikanan di Indonesia. Dari
tahun ke tahun nilai LQ sub sektor perikanan mengalami penurunan. Pada tahun 2011 nilai
LQ sub sektor perikanan adalah sebesar 1,16 dan terus menurun hingga tahun 2014 adalah
sebesar 1,01. Penurunan nilai LQ ini jika terus berlangsung dapat menyebabkan sub sektor
perikanan menjadi sub sektor non basis.

BAB V

29

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan, maka dapat
disajikan beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Sektor pertanian masih konsisten menjadi kontributor terbesar pada perekonomian di
Provinsi Aceh. Sumbangan sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto
atas dasar berlaku (ADHB) mencapai 27,22 persen dibandingkan dengan sektor ekonomi
lainnya.
2. Dari hasil analisis Location Quotient (LQ), sektor pertanian dan beberapa sektor
perekonomian lainnya yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor perdagangan,
transportasi dan pergudangan, real estate, administrasi pemerintahan, pertahanan, dan
jaminan sosial wajib, dan sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial merupakan sektor
basis di Provinsi Aceh. Ini berarti kegiatan pada sektor pertanian mampu untuk
mencukupi kebutuhan di Provinsi Aceh dan memungkinkan untuk mengekspor ke daerah
lain.
3. Sub sektor sub sektor jasa pertanian dan perburuan, sub sektor holtikultura, sub sektor
peternakan, sub sektor perikanan serta sub sektor kehutanan dan penebangan kayu.
merupakan sub sektor basis di Provinsi Aceh.
5.2. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan hasil penelitian ini
yaitu sebagai berikut :
1. Sebagai sektor basis dan sektor dengan kontribusi terbesar pada Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB) di Provinsi Aceh, maka sektor pertanian perlu mendapat
perhatian khusus dari pemerintah Provinsi Aceh lewat kebijakan pemerintah dalam

30

mengoptimalkan kinerja sektor pertanian sehingga dapat berpengaruh terhadap


produktivitas setiap sub sektor pertanian.
2. Pemerintah harus mengembangkan berbagai sub sektor pertanian terutama sub sektor
yang memberikan kontribusi terbesar pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
terhadap sektor pertanian.
3. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Aceh melalui sektor basis
hendaknya tidak mengabaikan sektor non basis, karena dengan meningkatkan peran dari
sektor non basis diharapkan sektor tersebut dapat tumbuh menjadi sektor basis dan pada
akhirnya semua sektor ekonomi dapat secara bersama-sama mendukung peningkatan
potensi pertumbuhan ekonomi di Provinsi Aceh.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Arsyad, Licolin. 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta : STIE YKPN.

31

_____________. 2011. Pengantar Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah.


Yogyakarta : BPFE Yogyakarta.
BPS. Aceh Dalam Angka Berbagai Edisi. Banda Aceh : BPS Aceh.
___. PDRB Menurut Lapangan Usaha 2011-2015. Jakarta : BPS.
Bappeda. 2014. Informasi Pembangunan : Aceh dari Masa ke Masa 2014. Banda Aceh :
Bappeda Aceh.
Bappenas. 2015. Seri Analisis Pembangunan Wilayah Provinsi Aceh 2015. Jakarta :
Bappenas.
Bastian, Indra. 2006. Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pemerintahan Daerah di
Indonesia. Jakarta : Salemba Empat.
Bustanul, Arifin. 2005. Pembangunan Pertanian: Paradigma Kebijakan dan Strategi
Revitalisasi. Jakarta : Grasindo.
Glasson, John. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan Paul Sitohang.
Jakarta : LPFEUI.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi & Pembangunan Daerah. Jakarta : Erlangga.
Liam, Aswar. 2015. Sektor Pertanian Aceh dalam Pertarungan MEA 2015. Tabloid Tabangun
Aceh. [Online]. Diakses 9 Desember 2016.
Lukman. 2015. 2015. Aeh Targetkan Swasembada Pangan. Tabloid Tabangun Aceh. [Online].
Diakses 9 Desember 2016.
Simamora, Andi Posman, dkk. 2013. Analisis Potensi Sektor Pertanian terhadap
Pengembangan Wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan. Jurnal Ekonom. Vol.
16, No. 2, April 2013 : 54-66.
Tambunan, Tulus. 2010. Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan. Jakarta : UI
Press.
Tarigan, Robinson. 2009. Ekonomi Regional. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Wicaksono, Istiko Agus. 2011. Analisis Location Quotient Sektor dan Subsektor Pertanian
pada Kecamatan di Kabupaten Purworejo. Mediagro. Vol 7. No. 2, 2011: 11-18.
Widodo, Tri. 2006. Perencanaan Pembangunan : Aplikasi Komputer (Era Otonomi
Daerah). Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
32

LAMPIRAN DATA
Tabel 4.
Sub Sektor Pertanian Terhadap PDRB Pertanian Provinsi Aceh dan Nasional
PDRB

Aceh1

Nasional2

33

Total PDRB Sektor Pertanian

2011

2012

2013

2014

2011

2012

2013

2014

26515

27685

28980

29691

993857.3

1039440.7

1083142

1128448

Tanaman Pangan

4989

5223

5656

5649

250787.4

263076.2

268268.2

268917.9

Tanaman Holtikultura

3510

3758

3841

4010

120079.3

117424.5

118207.7

123158.8

Tanaman Perkebunan

6985

7226

7639

7942

281465

301019.5

319532.6

338154.5

Peternakan

3596

3782

3994

4164

113603.3

119249.8

125302.3

132122

Jasa Pertanian dan Perburuan

1078

1111

1148

1190

14646.1

15534.4

16452.9

16878

Kehutanan dan Penebangan


Kayu
Perikanan

1588

1648

1669

1718

58731

58872

59228.8

59573.5

4770

4937

5034

5018

154545.2

164264.3

176149.3

189643.3

Sumber : 1BPS, PDRB Provinsi Menurut Lapangan Usaha 2011-2015


2
BPS, Statistik Indonesia 2015

34

Anda mungkin juga menyukai