Anda di halaman 1dari 29

SIROSIS HEPATIS

RIZKA NURDIANI SINTAN


(1110711011)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
2012-2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan atas limpahan
rahmat dan berkahnya yang diberikan kepada kami, sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul SIROSIS HEPATIS. Makalah ini merupakan
tugas dari mata kuliah Sistem Pencernaan. Terimakasih kami sampaikan kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan makalah ini baik yang
terlibat secara langsung maupun yang tidak.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna karena
keterbatasan yang kami miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari para pembaca sangat kami harapkan agar terciptanya makalah
yang lebih baik lagi.

Jakarta,

Oktober 2013

Tim Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi proses proses
penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan metabolisme kolesterol,
dan peneralan racu/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga dapat kita bayangkan akibat yang
akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar
dan seluruh system arsitekture hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat ( firosis ) di sekitar paremkin hati yang mengalami regenerasi. sirosis

didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan perubahan strukture hepar
normal menjadi penuh nodule yang tidak normal.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyabab kematian terbesar ke tiga pada pasien
yang berusia 45 46 tahun ( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker ). di seluruh dunia sirosis
menempati urutan ketujuh penyebab kematian, 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit
in. sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering di temukan dalam ruangan perawatan bagian
penyakit dalam.
Di indonesia sirosis hati lebih sering di jumpai pada laki laki dari pada perempuan. dengan
perbandingan 2 4 : 1
Berdasarkan data diatas maka penulis mengangkat masalah ini menjadi kasus untuk
penyusunan makalah perawatan dengan judul Asuhan keperawatan pada Tn. T, 50 tahun dengan
Sirosis hepatis di Rumah Sakit Harapan Bunda pasar rebo jakarta Timur tanggal 5 Mei s.d 7 Mei 2009
.
1.2 Rumusan Masalah
Penulis merumuskan masalah inikarna akan di bahas untuk menambah ilmu pengtahuan dan
wawasan yang luas kepada mahasiswa
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komrehnsif pada pasien dengan sirosis
hepatis, mampu memahami tentang konsep dasar penyakit sirosis hepatis, mampu melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Menjelaskan definisi Sirosis hepatis
1.3.2.2 Menjelaskan anatomi dan fisiologi hepar / hati
1.3.2.3 Mengetahui etiologi sirosis hepatis
1.3.2.4 Mengetahui menifestasi klinis sirosis hepatis
1.3.2.5 Mengetahui patofisiologi sirosis hepatis
1.3.2.6 Mengetahui tanda dan gejala sirosis hepatis
1.3.2.7 Mengetahui penatalaksanaan pada penderita sirosis hepatis
1.3.2.8 Mengetahui pemeriksaan penujang untuk sirosis hepatis.
1.3.2.9 Mengetahui komplikasi yang terjadi pada sirosis hepatis
1.3.2.10 Mengetahui asuhan keperawatan pada penderita sirosis hepati
1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penulisan makalah ini kami melakukan penelitian atau dengan cara mewawancara
dengan cara :

Mengumpulkan data pasien dengan mengkaji pada saat pasien dirawat di rumah sakit

Mengumpulkan data dari internet

Mengumpulkan data dari buku-buku bacaan. Dll.


1.5 Ruang Lingkup
Dalam penyusunan makalah ini batasan batasan masalah yang telah di tentukan sebagai mana
di gunakan dalam penyusunan makalah tentang sirosis hepatis. Makalah ini diharapkan menjadi
panduan bagi mahasiswa/I dan pasien sirosis hepatis
1.6 Metode Penulisan
Penulisan sistematika ini bertujuan untuk mempermudah menganalisa dan membahas makalah
yang berjudul sirosis hepatis maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut :
1.6.1 BAB I berupa pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian,
ruang lingkup, dan metode penulisan
1.6.2 BAB II yang berupa landasan teoritis yang diambil dari sumber buku buku panduan paket
keperawatan medikal bedah, ilmu penyakit dalam dan sumber sumber lain seperti internet.
1.6.3 BAB III Berupa tinjauan kasus terdi dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, imlementasi,
dan evaluasi
1.6.4 BAB IV Berupa pembahasan perbandingan teori dan tinjauan kasus
1.6.5 BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Medik
2.1 Definisi
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang berarti
kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul nodul yang terbentuk.
Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang
difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan mengalami
fibrosis.

Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh
darah besar dan seluruh sitem arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi
penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
Secara histopatologis sirosis hati didefinisikan sebagai penyakit hati menahun
yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat yang difus dan disertai
adanya nodul.
2.2 Anatomi dan fisiologi Hepar
2.2.1 Anatomi dan histologi hepar
Hepar terletak sebagian besar di regio hypocondrium dextra dan epigastrium hingga regio
hypocondriaca sinistra.Hepar terdiri 2 facies, yaitu facies diaphragmatica, mengarah ke anterior,
superior dan posterior, dan facies visceralis, mengarah ke inferior. (Anonim, 2009 dan )

Facies diaphragmatica
1. Berbentuk kubah, halus, terletak di facies inferior diaphragma
2.

Berhubungan

dengan

recessus

subphrenicus

dan

recessus

hepatorenalis

3. Recessus subphrenicus ; memisahkan facies diaphragmatica hepatis dari diaphragma. Dibagi


menjadi area dextra et sinistra oleh ligamen falciforme hapatis (struktur yang berasal dari
mesogastrium ventralis pada saat embryo)

4. Recessus hepatorenalis : bagian dari cavitas peritonealis di sisi kanan diantara hepar dan ren dan
glandula suprarenalis dextra

Facies visceralis ditutupi oleh peritoneum visceralis kecuali pada fossa vesica fellea dan di porta
hepatis. (Anonim, 2009)

Hepar melekat ke dinding anterior abdomen melalui ligamen falciforme hepatis. Sebagian besar
ditutupi oleh peritoneum visceralis kecuali area kecil yang menghadap diaphragma (bare area).
Terdapat lipatan tambahan peritoneum yang menghungkan hepar dengan ventriculs (ligamen
hepatogastrica), dengan duodenum (ligamen hepatoduodenalis), dengan diaphragma (ligamen
triangularis dextra et sinistra dan ligamen coronarius anterior et posterior). Hepar dibagi menjadi lobus
dexter et sinister, lobus caudatus, dan lobus quadratus. (Anonim, 2009)
Hati mempunyai 2 aliran darah; dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatis dan dari
aorta melalui arteri hepatica. Darah dari vena porta dan arteri hepatica bercampur dan mengalir
melalui hati dan akhirnya terkumpul dalam v. hepatica dextra dan sinistra, yang bermuara ke dalam v.
cava. Beberapa titik anastomosis portakava terhadap darah pintas di sekitar hati pada sirosis hepatis

yang bermakna klinis, yaitu v. esophageal, v. paraumbilikalis, dan v. hemoroidalis superior. (Price,
Sylvia et al, 2005)
Lobuli hepar berbentuk prisma polygonal, pada potongan melintang tampak sebagai hexagon,
bagian pusat terdapat vena sentralis dan sudut-sudut luar lobuli terdapat canalis portae. Pada canalis
portae mengandung jaringan pengikat yang didalamnya terdapat portal triads. (Bagian Histologi,
2009)

2.2.2 Anatomi dan Histologi Vesika Felea


Vesica fellea berupa kantong, berbentuk seperti buah peer, terletak di facies visceralis hepar di lobus
dexter di dalam fossa antara lobus hepatis dexter dan lobus quadratus. Terdiri atas fundus, corpus,
dan collum. Vesika Fellea menerima bilus dari hepar, menyimpan dan memekatkannya. (Anonim,
2009)

Secara histologis, dinding vesika terdiri dari 3 lapisan, yaitu tunika mukosa, tunika muskularis, dan
tunika serosa. Tunika serosa membentuk lipatan-lipatan. Permukaan lipatan ini dibatasi dengan
epithelium dan langsung meluas ke dalam lamina propria dan lapisan muskuler. Lipatan ini disebut
Sinus Rokitansky Asehoff. Tunika muskularis merupakan lapisan otot polos. Sedangkan pada tunika
serosa merupakan jaringan pengikat longgar. Di sini juga terdapat duktus dari Luschka. (Bagian
Histologi, 2009)

2.2.3 Fisiologi Hepar dan Vesika Felea


Fungsi utama hati/ hepar:
1. Pembentukan dan ekskresi empedu
2. Metabolisme karbohidrat, protein, steroid dan lemak
3. Penimbunan vitamin dan mineral
4. Detoksifikasi
5. Gudang darah dan filtrasi
(Price, Sylvia et al, 2005)

Fungsi utama dari kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. (Price, Sylvia et
al, 2005)
Metabolisme bilirubin normal terjadi dalam
1.

Heme

2.

Bilirubin

dari
tak

hemoglobin
terkonjugasi

yang

diubah
dibawa

beberapa langkah
menjadi
ke

hepar

seperti di berikut ini:

bilirubin
berikatan

tak

terkonjugasi.

dengan

albumin.

3. Ambilan protein karier hepatik (Y dan Z) hepatik bilirubin tak terkonjugasi setelah disosiasi dari
albumin.
4. Konjugasi bilirubin dengan asam glukuronat untuk menghasilkan bilirubin glukuronida/ bilirubin
terkonjugasi,

yang

menjadi

larut

dalam

air

dan

dapat

diekskresi.

5. Ekskresi bilirubin terkonjugasi ke dalam kanalikulus empedu.


6. Pasase bilirubin terkonjugasi ke bawah cabang biliaris.
7.
8.

Reduksi
Sirkulasi

bilirubin

terkonjugasi

enterohepatik

menjadi

bilirubin

tak

urobilinogen
terkonjugasi

oleh
dan

bakteri

usus.

urobilinogen.

9. Ekskresi urobilinogen dan bilirubin terkonjugasi dalam ginjal.


2.3 Etiologi
Hepatitis virus B/C
Alkohol
Metabolik: DM, hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson
Perlemakan hati (kolestasis hati)
Obstruksi aliran vena hepatik: Penyakit vena oklusif, perikarditis konstriktiva, payah jantung kanan
Gangguan imunologi: Hepatitis lupoid, hepatitis kronik aktif
Toksik dan obat: metotrexat (MTX), INH, metildopa
Malnutrisi
Infeksi seperti malaria, sistosomiasis
2.4 Manifestasi Klinis
Penyakit ini mencakup gejala ikterus dan febris yang intermiten.
Pembesaran hati. Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui
palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja
terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjolbenjol (noduler).
Obstruksi Portal dan Asites. Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi
hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ
digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam
limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat
kongesti pasif yang kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan
dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung
menderita dispepsia kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami
penurunan.

Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal
ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali
juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan
fibrofik juga mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan
pemintasan (shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang
lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah
abdomen yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi
pembuluh darah di seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah
merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral. Distensi
pembuluh darah ini akan membentuk varises atau temoroid tergantung pada lokasinya.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat
sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu,
pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi
dari traktus gastrointestinal. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan; sisanya
akan mengalami hemoragi masif dari ruptur varises pada lambung dan esofagus.
Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis.
Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema.
Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan, penggunaan dan penyimpanan
vitamin tertentu yan tidak memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda defisiensi
vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan
defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet
yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan anemia yang sering menyertai
sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan
mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin
sehari-hari.
Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan
pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap
waktu serta tempat, dan pola bicara

2.5 Patofisiologi

Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama. Sirosis terjadi
paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan
protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan
merupakan faktor penyebab utama pada perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya.
Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan
pada individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon tetraklorida,
naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih banyak daripada
wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang melibatkan sel-sel hati
dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang dihancurkan itu secara
berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih
berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat
menonjal dari bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan gambaran
mirip paku sol sepatu berkepala besar(hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit yang sangat
panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30 tahun/lebih.
2.6 Tanda dan Gejala
Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus dan febris yang intermiten. Adanya
pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis hepatis ini, hati cenderung membesar dan selselnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui
melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat dan
baru saja terjadi sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni).
Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjolbenjol (noduler). Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ digestif praktis akan
berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak memungkinkan
pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi tempat kongesti pasif yang
kronis; dengan kata lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan dengan demikian tidak
dapat bekerja dengan baik. Pasien dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia
kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-angsur mengalami penurunan.

Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal
ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali

juga terjadi. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem gastrointestinal dan pemintasan
(shunting) darah dari pernbuluh portal ke dalam pernbuluh darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Sebagai akibatnya, penderita sirosis sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen yang
mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput medusae), dan distensi pembuluh darah di
seluruh traktus gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian bawah merupakan daerah
yang sering mengalami pembentukan pembuluh darah kolateral.

Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan tekanan yang tinggi akibat
sirosis, maka pembuluh darah ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan. Karena itu,
pengkajian harus mencakup observasi untuk mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi
dari traktus gastrointestinal. Edema. Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal
hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk
terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air
dan ekskresi kalium.

Pada kasus dengan Sirosis Hati Kompensata, pasien tidak mempunyai keluhan yang terlalu berarti
selain dari cepat merasa lelah dan nafsu makan yang menurun tidak begitu signifikan. Beda halnya
dengan pasien pada stadium dekompensata, dimana sudah timbul banyak gejala yang membuat
pasien tidak berdaya akibat hati gagal mengkompensasi akumulasi kerusakan yang dialaminya.
Berikut gejala-gejala umum beserta dengan penjelasan patomekanismenya.
Hipertensi Portal
Hati yang normal mempunyai kemampuan untuk mengakomodasi perubahan pada aliran darah
portal tanpa harus meningkatkan tekanan portal. Hipertensi portal terjadi oleh adanya kombinasi dari
peningkatan aliran balik vena portal dan peningkatan tahanan pada aliran darah portal.
Meningkatnya tahanan pada area sinusoidal vascular disebabkan oleh faktor tetap dan faktor
dinamis. Dua per tiga dari tahanan vaskuler intrahepatis disebabkan oleh perubahan menetap pada
arsitektur hati. Perubahan tersebut seperti terbentuknya nodul dan produksi kolagen yang diaktivasi
oleh sel stellata. Kolagen pada akhirnya berdeposit dalam daerah perisinusoidal.
Faktor dinamis yang mempengaruhi tahanan vaskular portal adalah adanya kontraksi dari sel
stellata yang berada disisi sel endothellial. Nitric oxide diproduksi oleh endotel untuk mengatur
vasodilatasi dan vasokonstriksi. Pada sirosis terjadi penurunan produksi lokal dari nitric oxide
sehingga menyebabkan kontraksi sel stellata sehingga terjadi vasokonstriksi dari sinusoid hepar.

Hepatic venous pressure gradient (HVPG) merupakan selisih tekanan antara vena portal dan
tekanan pada vena cava inferior. HVPG normal berada pada 3-6 mm Hg. Pada tekanan diatas 8
mmHg dapat menyebabkan terjadinya asites. Dan HVPG diatas 12 mmHg dapat menyebabkan
munculnya varises pada organ terdekat. Tingginya tekanan darah portal merupakan salah satu
predisposisi terjadinya peningkatan resiko pada perdarahan varises utamanya pada esophagus.
Edema dan Asites
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam memproduksi protein
plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan protein plasma terutama albumin untuk
menjaga tekanan onkotik yaitu dengan mejaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid
osmotic dari plasma. Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami
ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan keadaan ini disebut
edema.
Akibat dari berubahnya tekanan osmotic di dalam vaskuler, pasien dengan sirosis hepatis
dekompensata mengalami peningkatan aliran limfatik hepatik. Akibat terjadinya penurunan onkotik
dari vaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal Meningkatnya tekanan sinusoidal yang
berkembang pada hipertensi portal membuat peningkatan cairan masuk kedalam perisinusoidal dan
kemudian masuk ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini melampaui kemampuan
dari duktus thosis dan cisterna chyli, cairan keluar ke insterstitial hati. Cairan yang berada pada
kapsul hati dapat menyebrang keluar memasuki kavum peritonium dan hal inilah yang mengakibatkan
asites. Karena adanya cairan pada peritoneum dapat menyebabkan infeksi spontan sehingga dapat
memunculkan spontaneus bacterial peritonitis yang dapat mengancam nyawa pasien
Hepatorenal Syndrome
Sindrome ini memperlihatkan disfungsi berlanjut dari ginjal yang diobsrevasi pada pasien dengan
sirosis dan disebabkan oleh adanya vasokonstriksi dari arteri besar dan kecil ginjal dan akibat
berlangsungnya perfusi ginjal yang tidak sempurna.kadar dari agen vasokonstriktor meningkat pada
pasien dengan sirosis, temasuk hormon angiotensin, antidiuretik, dan norepinephrine.
Hepatic Encephalopathy
Ada 2 teori yang menyebutkan bagaimana perjalanan sirosis heatis menjadi ensephalopathy, teori
pertama menyebutkan adanya kegagalan hati memecah amino, teori kedua menyebutkan gamma
aminobutiric acid (GABA) yang beredar sampai ke darah di otak.
Amonia diproduksi di saluran cerna oleh degradasi bakteri terhadap zat seperti amino, asam
amino, purinm dan urea. Secara normal ammonia ini dipecah kembali menjadi urea di hati, seperti
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pada penyakit hati atau porosystemic shunting, kadar
ammonia pada pembuluh darah portal tidak secara efisien diubah menjadi urea. Sehingga
peningkatann kadar dari ammonia ini dapat memasuki sirkulasi pembuluh darah.

Ammonia mempunyai beberapa efek neurotoksik, termasuk mengganggu transit asam amino, air,
dan elektrolit ke membrane neuronal. Ammonia juga dapat mengganggu pembentukan potensial
eksitatory dan inhibitory. Sehingga pada derajat yang ringan, peningkatan ammonia dapat
mengganggu kosentrasi penderita, dan pada derajat yang lebih berat dapat sampai membuat pasien
mengalami koma.

Gejala-gejala lainnya
Pada pasien dengan sirosis hepatis dekompensata, sangat banyak gejala yang muncul
diakibatkan hati mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan sehingga jika peranan ini
terganggu maka akan banyak timbul abnormalitas dalam kehidupan seorang penderita.
Adanya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati membuat seseorang tetap
mempunyai cadangan energi dan energi apabila seseorang tidak makan, namun pada pasien sirosis
hepatis, kedua proses ini tidak berlangsung sempurna sehingga pasien mudah lelah dan pada
keadaan yang lebih berat pasien bahkan tidak dapat melakukan aktivitas ringan.
Karena hati mempunyai peranan dalam memecah obat, sehingga pada sirosis hepatis, ditemukan
sensitivitas terhadap obat semakin menigkat, efek samping obat lebih menonjol dariada implikasi
medisnya sehingga pada penderita sirosis hepatis, pemilihan obat harus dilakukan dengan sangat
hati-hati.
Pada pasien sirosis juga ditemukan perdarahan spontan akibat adanya kekurangan faktor faktor
pembekuan yang diproduksi di hati. Memar juga dapat terjadi akibat kekurangan faktor-faktor ini.
Perdarahan esofagus juga ditemukan karena adanya peningkatan tekanan vena portal sehingga
darah memberikan jalur cadangan pada pembuluh darah sekitar untuk sampai ke jantung, maka
darah melalui pembuluh darah oesofagus, karena pembuluh darah ini kecil maka gesekan akibat
makanan yang normalnya tidak memberikan luka pada orang biasa membuat varises ini pecah
sehingga timbul darah. Darah ini dapat saja keluar melalui muntahan darah atau juga dapat melalui
tinja yang berwarna ter (hematemesis melena).
Hati juga mempunyai peranan dalam endokrin, sehingga sirosis dapat memperlihatkan
manifestasi endokrin seperti pada wanita terdapat kelainan siklus menstruasi dan pada laki-laki
ditemukan gynecomastia dan pembengkakan skrotum

2.7 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

1.

Pada Darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer /

hipokrom

makrositer, anemia

dapat

dari

akibat

hipersplemisme

dengan

leukopenia

trombositopenia, kolesterol darah yang selalu rendah mempunyai prognosis yang kurang baik.

dan

2.

Kenaikan kadar enzim transaminase - SGOT, SGPT bukan merupakan petunjuk berat

ringannya kerusakan parenkim hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat kebocoran dari sel
yang rusak, pemeriksaan bilirubin, transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis inaktif.
3.

Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang berkurang, dan juga globulin

yang naik merupakan cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan menghadapi stress.
4.

Pemeriksaan CHE (kolinesterase). Ini penting karena bila kadar CHE turun, kemampuan

sel hati turun, tapi bila CHE normal / tambah turun akan menunjukan prognasis jelek.
5.

Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan pembatasan garam dalam diet,

bila ensefalopati, kadar Na turun dari 4 meg/L menunjukan kemungkinan telah terjadi sindrom
hepatorenal.
6.

Pemanjangan masa protrombin merupakan petunjuk adanya penurunan fungsi hati.

Pemberian vit K baik untuk menilai kemungkinan perdarahan baik dari varises esophagus, gusi
maupun epistaksis.
7.

Peningggian kadar gula darah. Hati tidak mampu membentuk glikogen, bila terus meninggi

prognosis jelek.
8.

Pemeriksaan marker serologi seperti virus, HbsAg/HbsAb, HbcAg/ HbcAb, HBV DNA,

HCV RNA., untuk menentukan etiologi sirosis hati dan pemeriksaan AFP (alfa feto protein) penting
dalam menentukan apakah telah terjadi transpormasi kearah keganasan.

2.8 Komplikasi
Kegagalan hati
Hipertensi portal
Ascites
Ensefalopati
Peritonitis bakterial spontan
Sindrom hepatorenal
Keganasan
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises
esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul
perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis
biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar
berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam
lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga
perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises

esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis
Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena
ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya
koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati
tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula
koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan
dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya
pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada
keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh
sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak
yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea
lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah
timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan
kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 %
penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis
terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis,
kondisi badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang sering timbul pada penderita
sirosis,

diantaranya

adalah

peritonitis,

bronchopneumonia,

pneumonia,

tbc

paru-paru,

glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

B. Asuhan Keperawatan
1.

Pengkajian
Riwayat Kesehatan Sebelumnya

Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan
dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai
pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam
status jasmani serta rohani pasien.

Riwayat Kesehatan Keluarga


Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan
atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi, ginjal yang ada dalam
keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.

Riwayat Tumbuh Kembang


Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang
dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau
lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan
dengan riwayat tumbuh kembang.

Riwayat Sosial Ekonomi


Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit
hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu
peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.

Riwayat Psikologi

Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada
tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian, karena pada
pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi
labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan
sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema, gangguan integument, dan
terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter). Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha
peran dan tanggungjawab keluarga, dan perubahan status financial (Lewis, Heitkemper, & Dirksen,
2000).

Riwayat Kesehatan Sekarang

Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan
prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
Pola nutrisi

Mual
Muntah
anoreksia
Pola aktivitas

lemah
letih
Pola istirahat tidur
sulit tidur karna nyeri pada perut dan kembung

Pemeriksaan Fisik

Kesadaran

dan

keadaan

umum

pasien

Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk
mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya
membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan
adanya anemia menyebabkan pasokan O2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.

Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki


TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi

pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebih focus pada pemeriksaan organ
seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi,
perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk
mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk
menentukan tingakat gangguan nutrisi yanag terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang
dibutuhkan.
1.
Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis
hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati
tumpul dan ada nyeri tekan pada perabaan hati. Sedangkan pada pasien Tn.MS ditemukan adanya
pembesaran walaupun minimal (USG hepar). Dan menunjukkan sirosis hati dengan hipertensi portal.
2.
Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :
-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke
SIAS
kanan
(S
V-VIII)
-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
3.
Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan
acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher,
dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema
palmaris, ginekomastia dan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid.
2.

Masalah Keperawatan yang Muncul

1. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia dan
gangguan gastrointestinal.
2.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat badan.

3.

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pembentukan edema.

4. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks
akibat aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks
5. Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan peningkatan kadar
amonia.
3.

Intervensi

Diagnosa Keperawatan 1. :
Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
Tujuan : Status nutrisi terpenuhi dengan baik dalam waktu 3 x 24 jam
Kriteria hasil : Berat badan naik, tidak mual dan klien tidak anoreksia
Intervensi :

Kaji intake diet, Ukur pemasukan diit, timbang BB tiap minggu.


Rasional: Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum, gejala
uremik (mual, muntah, anoreksia, dan ganggguan rasa) dan pembatasan diet dapat mempengaruhi
intake makanan, setiap kebutuhan nutrisi diperhitungan dengan tepat agar kebutuhan sesuai dengan
kondisi pasien, BB ditimbang untuk mengetahui penambahan dan penuruanan BB secara periodik.

Berikan
makanan
sedikit
dan
sering
sesuai
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.

dengan

diet.

Tawarkan perawatan mulut (berkumur/gosok gigi) dengan larutan asetat 25 %


sebelum
makan.
Berikan
permen
karet,
penyegar
mulut
diantara
makan.
Rasional: Membran mukosa menjadi kering dan pecah. Perawatan mulut menyejukkan, dan

membantu menyegarkan rasa mulut, yang sering tidak nyaman pada uremia dan pembatasan oral.
Pencucian dengan asam asetat membantu menetralkan ammonia yang dibentuk oleh perubahan
urea (Black, & Hawk, 2005).

Identifikasi
makanan
yang
disukai
termasuk
kebutuhan
kultural.
Rasional: Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, maka
dapat meningkatkan nafsu makan pasien.

Motivasi pasien untuk menghabiskan diet, anjurkan makan-makanan lunak.

Rasional: Membantu proses pencernaan dan mudah dalam penyerapan makanan, karena pasien
mengalami gangguan sistem pencernaan.

Berikan bahan penganti garam pengganti garam yang tidak mengandung amonium.
Rasional: Garam dapat meningkatkan tingkat absorsi dan retensi cairan, sehingga perlu mencari
alternatif penganti garam yang tepat.

Berikan diet 1700 kkal (sesuai terapi) dengan tinggi serat dan tinggi karbohidrat.

Rasional: Pengendalian asupan kalori total untuk mencapai dan mempertahankan berat badan sesuai
dan pengendalian kadar glukosa darah

Berikan obat sesuai dengan indikasi : Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan
Enzim
pencernaan.
Rasional: Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi
kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan Meningkatkan pencernaan lemak
dan dapat menurunkan diare.

Kolaborasi pemberian antiemetik

Rasional: untuk menghilangkan mual / muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.
Diagnosa Keperawatan 2. :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan berat
Tujuan : Peningkatan energi dan partisipasi dalam aktivitas.
Kriteria hasil : aktivitas terpenuhi dan berat badan meningkat
Intervensi :

Tawarkan
diet
tinggi
kalori,
tinggi
protein

badan.

(TKTP).

Rasional : Memberikan kalori bagi tenaga dan protein bagi proses penyembuhan.

Berikan

suplemen

vitamin

(A,

kompleks,

yang

diselingi

dan

K)

Rasional : Memberikan nutrien tambahan.

Motivasi

pasien

untuk

melakukan

latihan

istirahat

Rasional : Menghemat tenaga pasien sambil mendorong pasien untuk melakukan latihan dalam batas
toleransi pasien.

Motivasi dan bantu pasien untuk melakukan latihan dengan periode waktu yang
ditingkatkan secara bertahap.
Rasional : Memperbaiki perasaan sehat secara umum dan percaya diri.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan
integritas
kulit
berhubungan
Tujuan : Integritas kulit baik
Kriteria hasil : integritas kulit kembali normal
Intervensi :

Batasi natrium seperti yang diresepkan.

dengan

pembentukan

edema.

Rasional : Meminimalkan pembentukan edema.

Berikan
perhatian
dan
perawatan
yang
cermat
pada
kulit.
Rasional : Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap
tekanan serta trauma.

Ubah

posisi

tidur

pasien

dengan

sering.

Rasional : Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.

Timbang berat badan dan catat asupan serta haluaran cairan setiap hari.

Rasional : Memungkinkan perkiraan status cairan dan pemantauan terhadap adanya retensi serta
kehilangan cairan dengan cara yang paling baik.

Lakukan latihan gerak


Rasional : Meningkatkan mobilisasi edema.

lainnya.

secara

pasif,

tinggikan

ekstremitas

edematus.

Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang

Rasional : Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.
Diagnosa keperawatan 4
Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks akibat
aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks.
Tujuan : Perbaikan status pernapasan. Terpenuhi dalam waktu 3 x 24 jam
Hasil yang diharapkan : Mengalami perbaikan status pernapasan.
Intervensi :
1.

Tinggalkan bagian kepala tempat tidur.

Rasional : Mengurangi tekanan abdominal pada diafragma dan memungkinkan pengembangan


toraks dan ekspansi paru yang maksimal
2.

Hemat tenaga pasien.

Rasional : Mengurangi kebutuhan metabolik dan oksigen pasien


3.

Ubah posisi dengan interval.

Rasional : Meningkatkan ekspansi (pengembangan) dan oksigenasi pada semua bagian paru).
4.

Bantu pasien dalam menjalani parasentesis atau torakosentesis.

1.

Berikan dukungan dan pertahankan posisi selama menjalani prosedur.

2.

Mencatat jumlah dan sifat cairan yang diaspirasi.

3.

Melakukan observasi terhadap bukti terjadinya batuk, peningkatan dispnu atau frekuensi denyut

nadi.
Diagnosa keperawatan 5
Perubahan proses berpikir berhubungan dengan kemunduran fungsi hati dan peningkatan kadar
amonia.
Tujuan : Perbaikan status mental terpenuhi dalam waktu 3 x 24 jam
Hasil yang di harapkan : Memperlihatkan perbaikan status mental.

Intervensi :
1.

Batasi protein makanan seperti yang diresepkan.

Rasional : Mengurangi sumber amonia (makanan sumber protein).


2.

Berikan makanan sumber karbohidrat dalam porsi kecil tapi sering.

Rasional : Meningkatkan asupan karbohidrat yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan energi dan
mempertahankan protein terhadap proses pemecahannya untuk menghasilkan tenaga
3.

Berikan perlindungan terhadap infeksi.

Rasional : Memperkecil resiko terjadinya peningkatan kebutuhan metabolik lebih lanjut.


4.

Pertahankan lingkungan agar tetap hangat dan bebas dari angin.

Rasional : Meminimalkan gejala menggigil karena akan meningkatkan kebutuhan metabolik


5.

Pasang bantalan pada penghalang di samping tempat tidur.

Rasional : Memberikan perlindungan kepada pasien jika terjadi koma hepatik dan serangan kejang.
6.

Batasi pengunjung.

Rasional : Meminimalkan aktivitas pasien dan kebutuhan metaboliknya.


7.

Lakukan pengawasan keperawatan yang cermat untuk memastikan keamanan pasien.

Rasional : Melakukan pemantauan ketat terhadap gejala yang baru terjadi dan meminimalkan trauma
pada pasien yang mengalami gejala konfusi.
8.

Hindari pemakaian preparat opiat dan barbiturat.

Rasional : Mencegah penyamaran gejala koma hepatik dan mencegah overdosis obat yang terjadi
sekunder akibat penurunan kemampuan hati yang rusak untuk memetabolisme preparat narkotik dan
barbiturat.
9.

Bangunkan dengan interval.

Rasional : Memberikan stimulasi kepada pasien dan kesempatan untuk mengamati tingkat kesadaran
pasien.
4.

Evaluasi
1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan
2. aktivitas terpenuhi dan BB meningkat
3. Integritas kulit kembali normal

4. Memperlihatkan frekuensi respirasi yang normal (12-18/menit) tanpa terdengarnya suara pernapasan
tambahan.
5. Memperlihatkan perbaikan status mental.

BAB III

TINJAUAN KASUS

I.

Kajian Keperawatan
Ruang / kamar
: Perawatan Umum Lt 2
Tanggal Masuk
: 05 05 2009
Tanggal Pengkajian : 06 05 2009
Identitas
Klien
Nama lengkap : Tn. T, Nama Pangilan : Tn. T, Tempat / Tgl. Lahir : 50 tahun, Jenis Kelamin : Laki
laki, Warga Negara : Indinesia, Bahasa yang digunakan : Indonesia, Pendidikan

: SMA, Alamat

rumah : Jl. Raya bogor km 22 kampung rambutan 08 / 022 n0. 18, Penanggung Jawab : Urip,
Hubungan : Paman
II. Data Medik
Dikirim oleh : Poli, Doagnosa Medik : Sirosis hepatis
III. Keluhan Utama
1 bulan tubuh terlihat kuning
IV. Keadaan Umum
Pemeriksaan fisik :
Kesadaran : Compos Metis
KU
: Pasien tanpa sakit ringan dan terpasang infus di tangan kiri
TTV
: TD : 120 / 90 mmHg
N : 88 x / menit
RR : 20 x / menit
S : 36,7 C
Data penunjang :
Labotarium
Radiologi
USG
EKG
Hasil Laboratorium
Hemaglobin
Segmen
Limfosit
Monosit
Hematrokit
LED
Eritrosit
Kalium
Clorida
HbsAg

Hasil
113
85
10
1
33
10
3,42
2,8
99

satuan
g/dl
%
%
%
vol %
mm/jam
juta /ul
mmol / L
1

reaktif

V. Poa kesehatan
A. Kaji persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Data subyektif
Klien mengatakan kebiasaan mandi 2 x 1 hari
Data obyektif

normal
13 16
50 70
20 40
28
40 48
<10
46
3,5 5
99 110
non reaktif

Klien terlihat bersih


Pemeriksaan fisik

Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan umum

: sedang

Kebersihan kepala dan rambut

: bersih

Hygiene rongga mulut, gigi dan lidah

: bersih

Kebersihan kulit, turgor dan kuku

: bersih

Mata, telinga dan hidung

: tak ada keluhan

Abdomen & pinggang

: simetris

Bising usus

: negatif

Benjolan

: negatif

Nyeri

: negatif

Lengan dan tungkai

: tidak ada fraktur

B. Kaji nutrisi metabolik


1.

Data subyektif
Pasien mengatakan kebiasaan makan di rumah 3-4 kali/hari. Dan kebiasaan minum 600-800ml/hari
dan dalam keadaan di rawat tidak ada nafsu makan

2.

Data obyektif
Selera makan tidak ada, makanan yang di berikan tidak dimakan.

C. Kaji pola eliminasi


1.

Data subyektif
Pasien tidak mampu buang air kecil di toilet dan kebiasaan miksi di rumah 4-5kali/hari kebiasaan
defikasi 1-2kali/hari.

2.

Data obyektif
Pasien menggunakan kateterisasi
D. Kaji pola aktivitas dan latihan

1.

Data subyektif
Pasien mengatakan mampu latihan dan beraktivitas sendiri

2.

Data obyektif
Pasien mersa nyaman dengan latihan dan aktivitas sendiri

: Mandiri
: Bantuan Dengan Alat
: Bantuan orang
: Bantuan orang dan alat
: Bantuan penuh
Aktivitas harian :
Makan

Mandi

Berpakaian

Kerapian

BAB

BAK

Mobilitas di tempat tidur 0

ANALISA DATA

No
1.

Data

Kemungkinan penyebab

masalah

DS : klien mengatakan tidak nafsu

Intake yang tidak adekuat Gangguan

makan dan mual

adanya mual dan nyeri nutrisi


perut

DO : klien tidak ingin makan


2.

DS : keluarga klien mengatakan Suhu tubuh yang tidak Suhu


suhu badan panas

normal

badan

yang

DO : suhu badan klien panas.

meningkat

Hasil termometer
S : 38,5 C
3.

DS : Pasien mengatakan nyeri Peningkatan


pada perut
DO

perut

rasa Nyeri

kenyamanan
pasien

terlihat

membesar
4.

DS : klien mengatakan sesak

Pola

DO ; klien terlihat sesak

teratur

nafas

yang

tidak Ganguan pola


nafas

5.

DS : Klien mengatakan perut

Nyeri

perut

kembung

kembung

dan

perut asites

DO : perut klien terlihat membesar


Diagnosa keperawatan
1.

Resiko gangguan nutrisi; kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak adekuat
(anoreksia,nausea/vomitus )

2. suhu tubuh: hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi pada sirosis


3. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hati yang membesar serta nyeri tekan dan
asites.
4. Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan asites dan restriksi pengembangan toraks akibat
aistes, distensi abdomen serta adanya cairan dalam rongga toraks.
5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asites dan pembentukan edema.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SIROSIS HEPATIS

No dan

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

Imp

tanggal
1.

Resiko gangguan nutrisi;

Pasien dalam

1. Kaji intake

1. Membantu

1. men

05 - 05

kurang dari kebutuhan

status nutrisi yang

diet

dalam

diit

-09

tubuh b/d intake yang tidak

adekuat dalam

2. Anjurkan

mengidentifikasi

2.meng

adekuat

waktu 3 x24 jam

pasien untuk

defisiensi dan

klien u

istirahat/bedrest

kebutuhan diet.

istirah

(anoreksia,nausea/vomitus)

3. Berikan

3. mem

DS : klien mengatakan

makanan sedikit

2.Dimungkinkan

tidak nafsu makan dan mual

dan sering

dapat mengurangi dan se

sesuai dengan

dan menstabilkan

diet

kebutuhan

DO : klien tidak ingin


makan

4. Motivasi

nutrisi dan

pasien untuk

mengurangi

menghabiskan

tingkat energi

diet, anjurkan

yang tidak

makan

dengan

makan-makanan

diperlukan karena

lunak

pasien dalam
kondisi

5. Kolaborasi

meningkat

pemberian

energinya dalam

antiemetik

mengalami
proses
penyakit.
3.Meminimalkan
anoreksia dan
mual sehubungan
dnegan status
Uremik

2.

Pemeliharaan

6 / 5/ 09

suhu tubuh yang

4. Membantu

normal terpenuhi

proses

1. men

dalam waktu 2 x

pencernaan dan

tubuh

24 jam

mudah dalam

tanda v

penyerapan

TD : 1

makanan, karena

mmHg

pasien

N : 80

mengalami

RR : 2

gangguan sistem

S : 38.

pencernaan.

2. mem

asupan
5. untuk

sesuai

Perubahan suhu tubuh :

1.Catat suhu

menghilangkan

3. Men

hipertermia berhubungan

tubuh secara

mual/muntah dan

klien d

dengan proses imflamasi

teratur

dapat

dingin

meningkatkan

4. mem

pemasukan oral.

antibio

pada sirosis
2. motivasi
DS : Keluarga pasien

asupan cairan

mengatakan suhu badan


klien panas

5. Men
1.

3. lakukan

dasar

Memberikan kontak

untuk infeksi

DO : suhu klien 38,5 C


3.

kompres dingin

deteksi hati dan 6. men

atau kantong es

evaluasi

klien u

untuk

intervensi.

beristi

Peningkatan rasa

menurunkan

kenyamanan

suhu tubuh

terpenuhi dalam
waktu 3 x 24 jam

2. Memperbaiki
kehilangan cairan

4. berikan

akibat perspirasi

antibiotik seperti serta febris dan

1.

yang di

meningkatkan

memp

resepkan

tingkat

tirah b

kenyamanan

ketika

pasien

menga

5. hindari
kontak dengan
infeksi

4.
7/5/

Perbaikan

09

pernapasan.
Terpenuhi

ganggu
3. Menurunkan

nyama

panas melalui

abdom

6. jaga agar

proses konduksi

2. men

pasien dapat

serta evaporasi,

asupan

status beristirahat
sementara suhu
dalam tubuhnya tinggi

waktu 3 x 24 jam

dan
meningkatkan
tingkat kenyaman
pasien.
4. Meningkatkan
konsentrasi
antibiotik serum
yang tepat untuk

1. men

mengatasi infeksi

bagian

Nyeri dan gangguan rasa

1. Pertahankan

nyaman berhubungan

tirah baring

dengan hati yang membesar

ketika pasien

5. Meminimalkan TD : 9

serta nyeri tekan dan asites.

mengalami

resiko

mmHg

gangguan rasa

peningkatan

N : 88

DS : Klien mengatakan

nyaman pada

infeksi,

nyeri pada perut

abdomen

tubuh serta laju 2. men

DO : perut klien terlihat

2. Kurangi

Mengu

suhu S : 37

metabolik

untuk

6. Mengurangi

3.meng

membesar

asupan natrium

laju metabolik

posisi

dan cairan jika

interva

di intruksikan
1. Mengurangi

5.

Pemulihan kepada

3. Berikan

iritabilitas traktus

antipasmodik

gastrointestinal

dan sedatif

dan nyeri serta

seperti yang

gangguan rasa

diresepkan

nyaman pada

volume cairan

abdomen

yang
Pola

napas

yang

tidak normal.Terpenuhi

2.Mengurangi

efektif berhubungan dengan dalam waktu 3 x

1.

asites

bagian

dan

pengembangan
akibat

toraks

kepala metabolik dan

tempat tidur.

distensi

2.Hemat tenaga

adanya

pasien.

cairan dalam rongga toraks.

3.Ubah

abdomen

aistes,

restriksi 24 jam

Tinggalkan kebutuhan

serta

melindungi hati.

1. mem
posisi

asupan

dengan interval.

dan ca

DS : klien mengatakan

4.Bantu

pasien

2. men

sesak

dalam menjalani

asupan

DO ; klien terlihat sesak

parasentesis atau

penglu

torakosentesis.

3. men

lingka
1.Mengurangi

Hasil :

tekanan

4. mem

abdominal

pada asupan

diafragma

dan

memungkinkan
pengembangan
toraks
ekspansi

dan
paru

yang maksimal.
2.Mengurangi
kebutuhan

metabolik

dan

oksigen pasien.
3.Meningkatkan
ekspansi
(pengembangan)
dan

oksigenasi

pada

semua

bagian paru).
4.Parasentesis
dan
torakosentesis
1.Batasi asupan (yang

dilakukan

natrium

dan untuk

cairan

jika mengeluarkan

Kelebihan volume cairan

diinstruksikan.

cairan

berhubungan dengan asites

2.Berikan

rongga

dan pembentukan edema.

diuretik,

merupakan

DS : Klien mengatakan

suplemen

tindakan

perut kembung

kalium

DO : perut klien terlihat

protein

membesar

dari
toraks)
yang

dan menakutkan bagi


seperti pasien.

Bantu

yang

pasien

agar

dipreskripsikan.

bekerja

sama

3.Catat

asupan dalam menjalani

dan pengluaran prosedur


cairan.

ini

dengan

4.Ukur dan catat meminimalkan


lingkar

perut resiko

setiap hari.

gangguan

Jelaskan

nyaman.

dan
rasa

rasional
5.pembatasan
natrium
cairan.

1.Meminimalkan

dan pembentukan
asites dan edema.
2.Meningkatkan
ekskresi

cairan

lewat ginjal dan


mempertahankan
keseimbangan
cairan

serta

elektrolit

yang

normal.
3.Menilai
efektivitas terapi
dan

kecukupan

asupan cairan.
4.Memantau
perubahan

pada

pembentukan
asites

dan

penumpukan
cairan.
5.Meningkatkan
pemahaman dan

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia termasuk di
indonesia. Prevalensi terbanyak pada laki laki dan pada usia 51 60 tahun. Penderita datang
dengan keluhan terbanyak adalah asites, di ikuti dengan gejala ikterik. Sedangkan pada pemeriksaan
USG, yang paling banyak di temukan adalah asites, struktur hepar yang kasar, spenomegali,
hipertensi, porta dan pembesaran hepar , nodul, penebalan dinding kandung empedu dan pasir
kandungempedu di temukan pada kurang dari 50 % kasus.
5.2 Saran

Sebaiknya, pasien segera diberikan terapi yang adekuat. Sebaiknya, pemeriksaan dan
penatalaksanaan yang telah direncanakan pasien segera dilakukan agar kondisinya tidak semakin
memburuk.

DAFTAR PUSTAKA
Asisten Anatomi FK UNS 1999/2000. 2003. Guidance to Anatomy. Surakarta : FK UNS Bagian
Histologi. 2009. Petunjuk Praktikum Histologi Fakultas Kedokteran Blok Gastrointestinal. Surakarta :
FK UNS
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G. Bare. (2001). Keperawatan medikal bedah 2. (Ed 8). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhan
keperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Newman,

Dorland.

2006.

Kamus

Kedokteran

Dorland. Edisi

29.

Jakarta

EGC

Price, Sylvia et al. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6.
Jakarta : EGC
Tjokronegoro dan Hendra Utama. (1996). Ilmu penyakit dalam jilid 1. Jakarta: FKUI.
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
Penerbit EGC.
Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai