Anda di halaman 1dari 37

7

BAB II
DESKRIPSI PROSES
2.1 Deskripsi Proses Secara Umum

Gambar 2.1 Blok Diagram Proses Pembuatan Semen Secara Umum


2.2 Pengertian Semen
Semen berasal dari kata cementum yang artinya perekat atau binder
(pengikat). Bahan perekat tersebut diperoleh dari batu kapur serbuk yang
digunakan sebagai mortar (bahan adukan). Tahun 1924, Joseph Aspdin
memperoleh hak paten atas semen hasil temuannya. Aspdin menyatakan bahwa
telah melakukan eksperimen untuk menciptakan campuran semen sejak tahun
1811, yang disebut dengan semen portland.
Semen hidrolis diproduksi melalui proses dan perbandingan bahan baku
tertentu. Bahan baku semen digrinding, dicampur, dan dibakar untuk
menghasilkan butiran keras yang disebut klinker. Selanjutnya ditambahkan
komponen tertentu untuk menghasilkan semen portland. Semen portland
umumnya terdiri dari empat komponen penyusun. Dua komponen yang paling
utamanya yaitu trikalsium silikat dan dikalsium silikat. Oleh karena itu bahan
baku utama semen adalah bahan yang kaya dengan kalsium seperti batu kapur dan
bahan yang mengandung silika (seperti tanah liat atau serpihan silica). Dua
komponen penyusun lainnya adalah trikalsium aluminat dan fasa ferrite. Selain itu
juga ditambahkan sedikit kalsium sulfat dalam bentuk gypsum pada proses
pengeringan, yang bertujuan untuk mengontrol setting time (waktu pengikatan)
dan meningkatkan kekuatan semen.

2.3 Jenis-Jenis Semen


PT. Semen Padang memproduksi jenis-jenis semen dengan berbagai
fungsi. Semua jenis semen yang telah diproduksi telah memenuhi standar mutu
seperti: Standar Nasional Indonesia (SNI), British by standart (BS) 12/1987, dan
American Petroleum Institute (API) Specification 10 A.
2.3.1 Semen Portland
Semen Portland terdiri dari oksida kapur (CaO), oksida silika (SiO2),
oksida alumina (Al2O3), dan oksida besi (Fe2O3). Kandungan dari keempat oksida
kurang lebih 95% dari berat semen dan biasanya disebut major oxides,
sedangkan sisanya sebanyak 5% terdiri dari oksida magnesium (MgO) dan oksida
lain. Empat oksida utama pada semen akan membentuk senyawa yang biasa
disebut:
1) Trikalsium Silikat, 3CaO. SiO2 disingkat C3S
2) Dikalsium Silikat, 2CaO. SiO2 disingkat C2S
3) Trikalsium Aluminat, 3CaO. Al2O3 disingkat C3A
4) Tetra Kalsium Alumino Ferrite, 4CaO. Al2O3. Fe2O3, disingkat C4AF
Keempat senyawa tersebut mempunyai sifat sebagai berikut:
1. C3S
Sifat C3S hampir sama dengan sifat semen, yaitu apabila ditambahkan air
akan menjadi kaku dan dalam beberapa jam akan mengeras. C3S menunjang
kekuatan awal semen dan menimbulkan panas hidrasi 500 joule/gram.
Kandungan C3S pada semen portland bervariasi antara 35%-55% tergantung pada
jenis semen Portland.

2. C2S

C2S berperan untuk kekuatan semen dengan waktu yang lama. Kandungan
C2S pada Semen Portland bervariasi antara 15% - 35% dan rata-rata 25%.
3. C3A
C3A bereaksi dengan air menimbulkan panas hidrasi yang tinggi yaitu
850 joule/gram. Perkembangan kekuatan terjadi pada satu sampai dua hari, tetapi
sangat rendah. Kandungan C3A pada Semen Portland bervariasi antara 7% - 15%.
4. C4AF
C4AF bereaksi dengan air cepat dan pasta terbentuk dalam beberapa
menit, menimbulkan panas hidrasi 420 joule/gram. Warna abu-abu pada semen
dipengaruhi oleh C4AF. Kandungan C4AF pada semen Portland bervariasi antara
5% - 10% dan rata-rata 8%.
Semen Portland terdiri dari beberapa tipe yaitu sebagai berikut:
a. Semen Portland Tipe I (Ordinary portland cement)
Semen ini digunakan untuk keperluan konstruksi umum yang tidak
memerlukan ketahanan terhadap sulfat, hidrasi tinggi dan tidak memerlukan
ketahanan kekuatan awal tinggi. Semen tipe ini digunakan untuk konstruksi
seperti: gedung, jembatan, jalan raya, dan perumahan. Semen Portland Tipe I ini
memenuhi standar:
-

SNI 15-2049-2004
ASTM C 150-04
BS S 12-78/89/91
JIS R 520-1981

b. Semen Portland Tipe II (Moderate Sulfate Resistance)


Semen ini digunakan untuk keperluan konstruksi yang memerlukan
persyaratan ketahanan terhadap sulfat dengan batasan minimal 125 ppm dan tahan
terhadap panas hidrasi sedang. Semen jenis ini digunakan untuk konstruksi
seperti: dermaga, bendungan, bangunan tepi pantai dan bangunan pada tanah
bergambut. Semen Portland Tipe II ini memenuhi standar:
-

SNI 15-2049-2004
ASTM C 150-04

c. Semen Portland Tipe III (High Early Strength Cement)

10

Semen ini digunakan untuk keperluan konstruksi yang memerlukan


persyaratan konstruksi kekuatan awal yang tinggi pada fase permulaan setelah
pengikatan terjadi. Semen tipe ini digunakan untuk pembuatan jalan beton,
landasan pacu lapangan terbang, bangunan tingkat tinggi, dan bangunan dalam air
yang memerlukan ketahanan terhadap sulfat. Semen Portland Tipe III ini
memenuhi standar :
-

SNI 15-2049-2004
ASTM C 150-04

d. Semen Portland Tipe V (High sulfate resistance)


Semen ini digunakan untuk bangunan yang memerlukan persyaratan
ketahanan terhadap sulfat yang tinggi, air tanah yang mengandung sulfat 0,171,67% atau sekitar 125-250 ppm. Semen ini dapat digunakan untuk konstruksi
seperti jembatan, terowongan, dan dermaga. Semen portland Tipe V ini
memenuhi standar:
-

SNI 15-2049-2004
ASTM C 150-04

2.3.2 Super Mansory Cement


Semen ini cocok untuk bahan pengikat dan direkomendasikan untuk
penggunaan:
Konstruksi ringan (K<225 kg/cm2)
Pembuatan bahan bangunan (hollow brick, batako, paving blok, genteng,
ubin dan lain-lain).
Semen ini telah memenuhi standar:
-

SNI 15-2049-2004
ASTM C 91-05 Type M

2.3.3 Oil Well Cement


Semen ini khusus dipakai untuk pembuatan sumur minyak bumi dan gas
alam dengan konstruksi sumur minyak dibawah permukaan laut dan bumi (lepas
bumi). OWC yang diproduksi adalah class G-HSR disebut juga sebagai Basic

11

OWC karena dengan menambahkan zat aditif dapat digunakan untuk berbagai
tingkat kedalaman dan temperatur.
Semen ini telah memenuhi standar:
-

SNI 15-2049-2004
API Spec. 10A-2002

2.3.4 Portland Composite Cement (PCC)


Semen PCC adalah semen serbaguna dengan kekuatan dan daya tahan
prima untuk berbagai aplikasi beton. Menggunakan bahan tambahan anorganik
yang membuat aplikasi beton semakin lama semakin kuat dan permukaan yang
lebih rapat dan halus. Cocok untuk bahan pengikat dan direkomendasikan untuk
penggunaan keperluan konstruksi umum dan bahan bangunan. Portland
composite cement telah memenuhi Standar SNI 15-7064-2004 dan memenuhi
Standar Sistem Manajemen Laboratorium ISO 17025.
Kegunaan dari semen PCC yaitu:

Digunakan untuk konstruksi umum untuk semua mutu beton


Struktur bangunan bertingkat
Struktur jembatan
Struktur jalan beton
Bahan bangunan
Paving block, hollow brick, batako, genteng dan ubin

2.3.5 Super Portland Pozzolan Cement (PPC)


Semen Tipe PPC merupakan semen hidrolis yang terdiri dari campuran
antara pozzolan dengan portland halus. Semen ini digunakan pada konstruksi
yang memerlukan persyaratan panas dengan hidrasi sedang, tahan terhadap sulfat
dan memiliki kekuatan tekan seperti Semen Portland Tipe I. Semen ini digunakan
untuk konstruksi seperti: perumahan, bendungan, irigasi serta bahan bangunan
seperti genteng, hollow brick dan ubin. Semen ini memenuhi standar:
-

SNI 15-2049-2004
ASTM C 595-03

2.4 Sifat Sifat Pada Semen


2.4.1 Sifat Kimia

12

a. Loss On Ignition (LOI)


LOI dipersyaratkan untuk pencegahan mineral-mineral yang dapat
diuraikan dengan pemijaran karena kristal mineral-mineral tersebut pada
umumnya mengalami perubahan dalam periode yang panjang. Proses ini dapat
menimbulkan kerusakan pada batu setelah beberapa tahun.
b. Insoluble Residue
Insoluble residue adalah impuritis sisa setelah semen tersebut direaksikan
dengan asam klorida (HCl) dan natrium karbonat (Na2CO3). Insoluble residu
dibatasi untuk upaya pencegahan tercampurnya semen Portland dengan bahan
alami lainnya dan tidak dapat dibatasi dari persyaratan fisika.
c. Modulus Semen
Modulus semen adalah bilangan yang menyatakan perbandingan
kuantitatif dari senyawa-senyawa CaO, SiO2, Al2O3 dan Fe2O3. Perhitungaan
modulus semen ini bertujuan untuk menentukan perbandingan jumlah dari
masing-masing bahan mentah dalam penyiapan umpan kiln (kiln feed) sehingga
diharapkan akan diperoleh terak/klinker dengan komposisi yang dikehendaki.
Komposisi terak yang berbeda akan menghasilkan sifat semen yang berbeda pula.
Beberapa modulus semen yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
1. Hydraulic Modulus (HM)
Hydraulic Modulus merupakan perbandingan antara CaO dengan SiO2,
Al2O3 dan Fe2O3. Nilai HM antara 1,7 - 2,3.
HM=

CaO
SiO 2+ Al 2O3+Fe 2 O3

(1)

Hydraulic Modulus yang tinggi menyebabkan :


1) Umpan kiln sulit dibakar, sehingga kebutuhan panas pembakaran
tinggi.
2) Kadar free lime tinggi, sehingga dapat menyebabkan retak-retak saat
semen diaplikasikan.

13

3) kekuatan
Hydraulic Modulus yang rendah menyebabkan:
1) klinker mudah dibakar karena fluxing material berlebih.
2) kekuatan awal rendah.
3) kandungan C3S, C3A, C4AF turun
2. Silica Ratio (SR)
SR yaitu perbandingan antara SiO2 dengan total Al2O3 dan Fe2O3. Nilai SR
berkisar antara 1,9 3,2.
SR=

SiO 2
Al 2O 3+Fe 2O 3

(2)
SR yang tinggi menyebabkan:
1) klinker sulit dibakar, sehingga memerlukan suhu yang lebih tinggi.
2) komposisi C3A dan C4AF turun.
3) komposisi C2S dan C3S naik.
4) fase meningkat karena suhu tinggi sehingga dapat merusak coating.
5) merusak batu tahan api.
6) memperlambat pengerasan semen.
SR yang rendah menyebabkan:
1) klinker mudah dibakar.
2) komposisi C3A dan C4AF naik.
3) komposisi C2S dan C3S turun, sehingga burnability factor rendah.
4) mempercepat pengerasan semen.
3. Alumina Ratio (AR)
AR merupakan perbandingan antara Al2O3 dengan Fe2O3. Nilai AR
biasanya antara 1,5 - 2,5.

14

AR=

Al2 O3
Fe 2 O3

(3)
Alumina ratio yang tinggi menyebabkan:
1) klinker sulit dibakar, sehingga membutuhkan suhu yang lebih tinggi.
2) kadar C3A dan C4AF naik.
3) pengerasan semen cepat dan kekuatan awal tinggi.
Alumina ratio yang rendah menyebabkan:
1) klinker mudah dibakar.
2) kadar C4AF turun karena Al2O3 kurang.
3) terdapat sisa Fe2O3.
4) warna semen kurang gelap.

4. Lime Saturation Factor (LSF)


LSF adalah perbandingan antara CaO dalam raw meal dengan jumlah CaO
maksimum yang dibutuhkan untuk mengikat oksida-oksida yang lain. LSF dapat
dicapai jika semua silika telah terikat sebagai C3S, semua oksida besi terikat
dengan jumlah equivalen dengan alumina membentuk C4AF, sedangkan sisa
alumina membentuk C3A. LSF yang tinggi pada umpan kiln akan menyebabkan
pembakaran klinker menjadi lebih sulit.
LSF=

100 CaO
2,8 SiO 2+1,1 Al2 O3+ Fe 2O 3

(4)
Jika LSF < 89 menyebabkan terak mudah dibakar, kadar free lime rendah,
liquid fase berlebihan sehingga cenderung membentuk ring dan coating ashing,
potensial C3S rendah, C2S tinggi, dan panas hidrasi semen rendah. jika LSF > 98
menyebabkan terak sulit dibakar, kadar free lime tinggi, temperatur burning zone

15

tinggi, potensial kadar C3S tinggi, dan panas hidrasi tinggi. Nilai LSF standar
semen Portland antara 0,90 0,95.

5. Burnability Index (BI)


Burnability index dihitung berdasarkan komponen klinker yang penting
yaitu C3S, C4AF, dan C3A. Dalam rumus berikut akan terlihat bahwa kandungan
C3S yang tinggi dengan kandungan C4AF atau C3A yang rendah akan
menyebabkan klinker sulit dibakar. Jadi makin besar nilai BI, makin sulit
pembakaran klinker.
BI=

C 3S
C 4 AF+C 3 A

(5)

6. Burnability Factor (BF)


kiln feed yang tidak mengandung magnesium atau alkali, nilai BF dihitung
berdasarkan persamaan berikut:
BF = LSF + 10.SR

(6)

Persamaan di atas juga berlaku untuk kiln feed yang kandungan


magnesium dan alkalinya tidak berubah sedangkan untuk kiln feed yang
kandungan magnesium atau alkalinya berubah 1% atau lebih, nilai BF dihitung
berdasarkan persamaan berikut:
BF= LSF + 10.SR 3(MgO + Alkali)

(7)

Nilai BF bertambah besar jika LSF atau SR meningkat, sedangkan kandungan


MgO atau alkali menurun. semakin besar nilai BF, makin sulit pembakaran
klinker.

2.4.2 Sifat Fisika


a. Setting dan Hardening

16

Proses setting dan hardening terjadi karena adanya pembentukan


komponen hidrat yang dihasilkan dari reaksi hidrasi. Semen apabila dicampur
dengan air akan menghasilkan pasta yang elastis dan dapat dibentuk (workable),
sampai beberapa waktu karakteristik dari pasta tersebut tidak berubah dan periode
ini sering dinamakan dormant periode. Pada tahapan selanjutnya pasta mulai
menjadi kaku walau masih ada yang lemah, tetapi sudah tidak dapat dikerjakan
(unworkable), kondisi ini dinamakan initial set. Tahapan berikutnya pasta
melanjutkan kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh, kondisi ini
dinamakan final set. Proses pengerasan berjalan terus dan sejalan dengan waktu
akan diperoleh kekuatan, proses ini dikenal dengan nama hardening. Hasil
padatan tersebut biasa disebut hardened cement paste atau cement stone. Jika pada
pasta semen ditambahkan pasir dan agregat maka sifat cement stone akan
meningkat.
b. Hidrasi Semen
Hidrasi semen merupakan reaksi yang terjadi antara senyawa semen
dengan air. Semen terdiri atas beberapa senyawa. Hidrasi semen terdiri dari
beberapa reaksi kimia yang berjalan bersamaan. Semen Pozzolan mempunyai
kandungan utama yaitu C3S, C2S, C3A, C4AF, dan silika reaktif pada bahan
pozzolan yang ditambahkan. Adapun reaksi-reaksi senyawa tersebut dengan air
adalah sebagai berikut :
Hidrasi C3S dan C2S
Reaksi hidrasi C3S dan C2S dengan air akan membentuk kalsium silika
hidrat (CSH) dan kalsium hidroksida. Kalsium silikat hidrat adalah kristal yang
bentuknya berupa padatan yang sering disebut tube morite gel. Dengan adanya
Ca(OH)2 pasta semen mempunyai kebasaan yang tinggi.
C3S + H2O CSH + Ca(OH)2
C2S + H2O CSH + Ca(OH)2
Hidrasi C3A

17

Hidrasi C3A akan menghasilkan kalsium aluminat hidrat (CAH) yang


kristalnya berbentuk kubus. Reaksi hidrasi C3A sangat cepat sehingga pasta
semen cepat mengeras yang disebut dengan false set, untuk mencegahnya, perlu
ditambah gypsum (CaSO4.2H2O). Mula-mula C3A akan bereaksi dengan gypsum
menghasilkan kalsium sulfo aluminat (C3A.3CaSO4.31H2O) dimana kristalnya
berbentuk jarum dan lebih stabil disebut dengan ettringite yang akan
membungkus permukaan sendiri dengan C3A, sehingga menyebabkan reaksi
hidrasi terlambat. Namun akibat peristiwa osmosis lapisan ini akan pecah dan
reaksi hidrasi C3A akan terjadi. Peristiwa ini terjadi pada dormant periode.
setelah gypsum bereaksi, maka akan terbentuk kalsium aluminat hidrat
(C3A.6H2O).
C3A + 3CaSO4 + 32H2O C3A.3CaSO4.32H2O
C3A + H2O CAH + panas tinggi
Hidrasi C4AF
Reaksi hidrasi C4AF air akan membentuk kalsium alumino ferrit hidrat
dan kalsium hidroksida.
Reaksi:
C4AF + H2O CAFH + Ca(OH)2
C4AF+2Ca(OH)2(s)+ 4H2O(l) 3CaO.Al2O3.3H2O(s) +3CaO.Fe2O3.3H2O(s)
Pozzolan
Bahan pozzolan mengandung silika reaktif dan alumina, dan jika bereaksi
dengan kalsium hidroksida dan air akan mengalami reaksi hidrasi membentuk
calcium silica hydrat dan tetra calcium alumina hydrat.
SiO2 + Ca(OH)2 + Air CSH
Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut antara lain:
1) Kehalusan dari semen
2) Jumlah air yang digunakan

18

3) Temperatur
4) Additive

Panas Hidrasi
Hidrasi merupakan reaksi eksotermis. Panas hidrasi merupakan panas
yang terjadi selama semen mengalami proses hidrasi. Pada komposisi kimia
semen yang menghasilkan panas hidrasi terbesar adalah C3A, sedangkan C2S
menghasilkan panas hidrasi yang terkecil (Tabel 2.1). Panas hidrasi yang terlalu
tinggi akan menimbulkan keretakan pada beton. Hal ini disebabkan panas yang
timbul sulit dilepaskan dan terjadi pemuaian, kemudian pada proses pendinginan
akan mengalami keretakan yang diakibatkan oleh adanya penyusutan. Tabel 2.2
menunjukkan perbandingan panas hidrasi yang ditumbulkan dari semen portland
dan semen pozzolan.
Tabel 2.1 Panas Hidrasi Komponen dalam semen
Komponen
Panas Hidrasi
C3S
C2S
C3A
C4AF
CaO
MgO

(J/kg)
500
250
1340
420
1150
840
Sumber: (Loscher and Kropp, 1986)

Tabel 2.2 Perbandingan Panas Hidrasi


Tipe Semen

Panas Hidrasi

(J/kg)
Semen Portland 375-525
Semen Pozzolan 315-420
Sumber: (Loscher and Kropp, 1986)
2.5 Bahan Baku Pembuatan Semen

19

Proses Produksi Pembuatan Semen di PT. Semen Padang terdapat empat


macam bahan baku yang digunakan yaitu batu kapur (lime stone), batu silika
(silica stone), tanah liat (clay) dan pasir besi (iron sand).

2.5.1 Bahan Baku Utama


a. Batu Kapur (Lime Stone)
Batu Kapur digunakan sebagai sumber utama CaO yang diperoleh dari
penambangan bukit karang putih dengan kadar CaO minimal 50%, SiO2 maksimal
10%, Al2O3 maksimal 1%, H2O maksimal 7%. Batu kapur umumnya mengandung
kalsium karbonat (CaCO3). Lime Stone berperan dalam reaksi hidrasi dan
pembentuk kekuatan pada semen, pada proses pembuatan semen ini digunakan
batu kapur sebanyak 81%.

Gambar 2.2 Lime stone


Spesifikasi dari batu kapur yaitu:

Fasa
Warna
Kadar air
Bulk density

: padat
: putih kekuningan
: 3%
: 1378 g/l (kasar), 1360 g/l (sedang), 1592 g/l

(halus)
Ukuran material
: 60 mm
Silica Modulus
: 3,21
Alumina modulus
: 1,44
Lime saturation factor: 279,3
Komposisi kimia yang terkandung didalam batu kapur:
SiO2
: 5,88 %

20

Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO

: 1,08 %
: 0,75%
: 50,9%
: 0,7%

Sumber: Lab. Jaminan Kualitas


b. Batu Silika (Silica Stone)
Batu silika merupakan sumber utama silika oksida (SiO2), pada proses
pembuatan semen ini digunakan silica stone sebanyak 9%. Fungsinya untuk
meningkatkan kekuatan pada semen karena pembentukan dikalsium silikat
(2CaO.SiO2 atau C2S) dan trikalsium silikat (3CaO.SiO2 atau C3S) dari total
kebutuhan dasar semen yang digunakan dalam pembuatan semen dengan kadar
SiO2 minimal 65%, Al2O3 maksimal 10%, H2O maksimal 6%, dan MgO maksimal
1%.

Gambar 2.3 Batu Silika


Spesifikasi dari batu silika yaitu:

Fasa
Warna
Bulk Density
Ukuran Material
Silica Modulus
Alumina Modulus
Lime Saturation Factor

: padat
: Cokelat Kemerahan
: 1210 g/l (kasar), 1216 g/l (halus)
: 60 mm
: 3,64
: 2,073
: 0,88

21

Komposisi kimia yang terkandung:

CaO
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO

: 1,05%
: 68,76%
: 12,75%
: 6,15%
: 1,05%

Sumber: Lab. Jaminan Kualitas

c. Tanah Liat (Clay)


Tanah liat sebagai sumber utama alumina oksida (Al2O3) digunakan
sebanyak 8%. Penambangan tanah liat dilakukan oleh anak perusahaan seperti PT.
Igasar dan PT. Yasiga di kawasan Bukit Atas dan Gunung Sariak dengan kadar
Al2O3 minimal 25%, SiO2 maksimal 45% dan H2O maksimal 6%.

Gambar 2.4 Tanah Liat (Clay)


Spesifikasi dari tanah liat:

Fasa
Warna
Bulk Density
Silica Modulus
Alumina Modulus
Lime Saturation Factor

: Padat
: Cokelat
: 750 g/l
: 0,91
: 3,017
: 0,3998

Komposisi kimia yang terkandung didalamnya:


SiO2

: 42,33 %

22

Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO
H2O

: 29,78%
: 11,65%
: 0,06%
: 0,22%
: 34,90%

Sumber : Lab. Jaminan Kualitas

d. Pasir Besi (Iron Sand)


Pasir besi merupakan sumber oksida besi (Fe2O3) digunakan sebanyak 2%
yang berfungsi untuk memberikan warna, kekerasan dan kekuatan semen serta
membantu penggabungan bahan baku selama pembuatan semen.

Gambar 2.5 Pasir Besi


Spesifikasi dari pasir besi yaitu:
Fasa
: padat
Warna
: hitam
Bulk Density : 1675 g/l
Komposisi kimia yang terkandung didalamnya:

SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO

: 26,48%
: 9,97%
: 59,79%
: 5,63%
: 2,75%

Sumber: Lab. Jaminan Kualitas

23

2.5.2 Bahan Baku Tambahan


a. Gypsum
Bahan tambahan gypsum berfungsi untuk memperlambat proses
pengerasan awal pada semen.

Gambar 2.6 Gypsum


Spesifikasi dari gypsum yaitu:

Fasa
Warna
Kemurnian
Ukuran
Bulk Density
Tinggi diatas ayakan

: Padat
: Putih keabuan
: Minimal 91%
: Maksimal 3 inch
: 1681,7 g/l (kasar), 1347 g/l (gembur)
: Minimal 25%

Komposisi kimia dari gypsum yaitu:

CaSO4
H2O
NaCl
SO3
MgO
CaO
CaSO4.2 H2O

: 2,88%
: 0,58%
: 0,006%
: 43,92%
: 1,29%
: 31,96%
: 91,35% (kemurnian gypsum)

Sumber : Lab. Jaminan Kualitas

b. Pozzolan
Pozzolan adalah bahan yang mengandung silika reaktif, pozzolan ini
tidak mempunyai sifat seperti semen dengan bentuknya yang halus dan dengan

24

adanya air. Maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi secara kimiawi dengan
kalsium hidroksida dan membentuk senyawa kalsium aluminat hidrat yang
mempunyai sifat seperti semen.

Gambar 2.7 Pozzolan


Komposisi dari pozzolan yaitu:

H2O
SiO2
Al2O3
Fe2O3
CaO
MgO

: 16,95%
: 71,62%
: 17,29%
: 1,46%
: 0,37%
: 0,59%

Sumber : Lab. Jaminan Kualitas


c. Fly Ash
Fly ash merupakan abu dari sisa pembakaran batu bara dengan
kandungan oksida silica amorf (SiO2). Fly ash ditambahkan pada proses
pembuatan semen sebanyak 1%. Penambahan bahan ini untuk meningkatkan
kuantitas produk semen.
Komposisi kimia dari fly ash adalah:

H2O
SiO2
Al2O3
Fe2O3
MgO
CaO

: 46,52%
: 12,92%
: 21,35%
: 0,91%
: 29,66%
: 7,30%

Sumber: Lab. Jaminan kualitas

25

2.6 Persiapan Bahan Baku


Bahan baku dari lokasi penambangan dibawa menuju pabrik dengan
pengangkutan belt conveyor yang kemudian disimpan di storage. Penyimpanan
bahan baku dilakukan untuk penampungan sementara bahan baku utama seperti
batu kapur dan batu silika. Storage ini berfungsi sebagai pengeringan material
dengan pengontakan udara terbuka dan sebagai safety stock.
a. Persiapan Batu Kapur
Batu kapur diperoleh dengan cara ditambang. Daerah penambangan batu
kapur terletak di daerah bukit karang putih. Penambangan batu kapur dilakukan
dengan beberapa tahapan yaitu tahap pembersihan lahan (Land Clearing), tahap
pengeboran (drilling), tahap peledakan (Blasting), tahap pemuatan dan
pengangkutan, dan tahap pengecilan ukuran (crushing). Batu kapur hasil crusing
berukuran 50 mm dan akan di bawa ke storage batu kapur (limestone pile
storage) melalui belt conveyor dengan kapasitas 2000 ton/jam. Didalam Storage
batu kapur indarung V batu kapur di tumpuk (stacking) dengan metode chevron
stacking yang mana material dijatuhkan oleh stacker yang bergerak maju dan
mundur di atas material hingga tercapainya ketinggian tertentu. Kapasitas dari
storage batu kapur di pabrik indarung V adalah 70.000 ton yang dibagi menjadi 2
pile (tumpukan) didalam storage.
Penumpukan lime stone di storage Indarung V dilengkapi dengan
reclaimer tipe bridge scrapper. Produk dari reclaimer dibawa oleh belt conveyor
dan dimasukkan kedalam hopper Limestone, hopper berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara sebelum masuk ke proses penggilingan di unit raw mill.
Prinsip kerja bridge scraper adalah Harrow yang terpasang pada dua sisi
pile yang menarik material ke scrapper blade yang kemudian material dibawa ke
belt conveyor.

26

Gambar 2.8 Bridge Scrapper


b. Persiapan Batu Silika
Batu silika diperoleh dengan cara ditambang. Daerah penambangan batu
silika terletak di daerah bukit karang putih. Penambangan batu silika dilakukan
dengan beberapa tahapan yaitu tahap pembersihan lahan (Land Clearing), tahap
pengeboran (drilling), Tahap peledakan (Blasting), tahap pemuatan dan
pengangkutan, dan tahap pengecilan ukuran (crushing). Produk proses crushing
dibawa belt conveyor menuju storage batu silika yang berkapasitas 13.000 ton dan
dibagi menjadi 2 pile (tumpukan). Sistem reclaimer storage silika adalah Side
Reclaimer dimana produk dari reclaimer ini dibawa oleh belt conveyor menuju ke
hopper silika.

Gambar 2.9 Side reclaimer

c. Persiapan Tanah Liat (Clay)


Sistem stacking pada storage clay menggunakan sistem windrow
sedangkan reclaimer pada storage Clay adalah Bucket Chain Excavator (BCE),
Bucket chain excavator merupakan salah satu alat penarikan material yang
dirancang khusus untuk material yang lengket. Material bawaan BCE akan di
transportasikan menggunakan belt conveyor menuju hopper clay.

27

Gambar 2.10 Bucket Chain Excavator

2.7 Proses Penggilingan Raw Mill


Alat penggilingan bahan baku di pabrik indarung V menggunakan Raw
Mill tipe Fuller Loesche, raw mill ini dilengkapi dengan 4 buah roller. Flowsheet
dari proses unit raw mill dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.11 Flowsheet Unit Raw Mill


Bahan baku (batu kapur, batu silika, tanah liat dan pasir besi) dari storage
ditransportasikan dengan belt conveyor menuju masing-masing hopper. Keluaran

28

hopper diatur komposisinya oleh dosimat feeder kemudian digabungkan dalam


belt conveyor dengan laju dan komposisi yang telah diatur oleh potensiometer
menuju raw mill.
Proses pengeringan material di dalam raw mill menggunakan udara panas
dari Suspension Preheater (SP) yang memiliki temperatur 230C. Produk output
dari raw mill mempunyai kehalusan 80% lolos ayakan 90 mikron dan 97% lolos
ayakan 180 mikron dengan kadar air kurang dari 0,5%. Produk tersebut dibawa
aliran udara masuk ke dalam Cyclone akibat tarikan mill fan, 93% dari material
akan terpisahkan dari aliran udara. Gas yang keluar dari Cyclone kemudian
dilepas ke Stack melalui Electro Static Presipitator (ESP). Dikarenakan suhu gas
keluaran cyclone masih tinggi dan akan mengganggu kinerja dari ESP maka
sebelum masuk ESP gas akan masuk ke gas conditioing tower (GCT) untuk
menurunkan suhu dari gas menjadi 150C. Sisa produk yang masih ada diambil
oleh GCT dan ESP, sedangkan gas yang telah bersih dibuang ke udara melalui
Stack. Kedua produk dari ESP dan cyclone dibawa oleh Air Slide dan Bucket
elevator ke Blending silo berjenis Controlled Flow (CF Silo). Pembakaran tidak
sempurna pada kiln atau Suspension Preheater (SP) menghasilkan gas CO yang
sebagian akan masuk ke dalam ESP. Kondisi ini akan meningkatkan suhu Electro
Static Presipitator secara drastis. Untuk pencegahan kerusakan alat, maka dust
tertampung dalam Electro Static Presipitator harus dilepas ke udara. Prinsip kerja
Electro Static presipitator yaitu dengan memberi muatan negatif pada abu-abu
tersebut melalui beberapa elektroda (discharge electrode) jika abu tersebut
dilewatkan lebih lanjut kedalam sebuah kolom yang terbuat dari plat yang
memiliki muatan positif (collecting electrode). Kinerja Electro Static Presipitator
dipengaruhi oleh beberapa parameter yaitu temperatur masuk ESP dan peralatan
yang berhubungan dengan dust transport.

29

Gambar 2.12
Electro Static
Precipitator

Pengambilan sampel produk Raw Mill sebelum disimpan ke dalam CF silo


melalui alat sampel otomatis, yang terdapat pada air slide dan dibawa oleh screw
sampler ke Laboratorium.

Gambar 2.13 Control Flow Silo Indarung V


Control flow silo (CF silo) berfungsi untuk homogenisasi dan blending
raw mix. Prinsip kerja dari CF silo ini memiliki tujuh titik penarikan, efek
homogenisasi didapatkan dari efek pencampuran antar lapisan material karena
perbedaan kecepatan penarikan pada masing-masing titik penarikan. Kualitas raw
mix ditentukan oleh komposisi oksidanya. Analisa yang dilakukan antara lain
kadar oksida, LSF (lime saturation factor), silica modulus (SIM), dan ALM
(alumina modulus). Kapasitas CF silo pada pabrik Indarung V adalah sebanyak
30.000 ton.

30

Gambar 2.14 Raw Mix


Material halus yang terbawa dengan gas panas akan dipisahkan dengan
cyclone. Aliran gas dan material masuk kedalam cyclone bentuk kerucut cyclone
mengakibatkan aliran gas atau fluida untuk berputar menciptakan aliran vortex.
Partikel dengan ukuran atau kerapatan yang lebih besar didorong ke arah luar
vortex. Gaya gravitasi menyebabkan partikel-partikel tersebut jatuh ke sisi kerucut
menuju tempat pengeluaran. Akibat adanya gaya berat dari material dan gesekan
terjadi terus menerus dengan permukaan shell cyclone maka material akan turun
dan jatuh ke bagian cyclone, selanjutnya material yang jatuh dari cyclone
ditransportasikan dengan air slide ke elevator menuju control flow silo.

2.8 Tahap Pembakaran Raw Mix


Tahap pembakaran ini bertujuan untuk pembentukan senyawa diantara
oksida-oksida yang terdapat pada bahan mentah. Pada unit kiln dibagi menjadi
tiga tahap proses yaitu pemanasan awal (preheater), proses pembakaran dan
proses pendinginan (cooler). Flowsheet unit kiln di pabrik Indarung V dapat
dilihat pada gambar 2.15

31

Gambar 2.15 Flowsheet pada unit kiln

a. Persiapan Batu Bara (Coal mill)


Batu bara merupakan bahan bakar utama di PT Semen Padang, batu bara
di Pabrik Indarung V didatangkan dari daerah Sawalunto, batu bara ini dengan
kapasitas 16.000 ton. Sistem stacking dan reclaiming didalam storage batu bara
sama dengan sistem di storage batu kapur, dengan menggunakan sistem chevron
dan bridge scrapper. Reclaiming batu bara menggunakan harrow dan blade
scrapper kemudian dibawa dengan belt conveyor yang dilengkapi metal detektor
menuju raw coal feed bin. Dari raw coal feed bin, batu bara diumpankan ke coal
mill yang memiliki tipe dan prinsip kerja mirip dengan Raw mill tetapi hanya
menggunakan 3 buah roller. Flowsheet pengolahan batubara dapat dilihat pada
Gambar 2.19

32

Gambar 2.16 Flowsheet Pengolahan Batu Bara

Gambar 2.17 Storage Batu Bara


Coal mill terdiri dari meja berputar (grinding table) dengan kecepatan 25
rpm dilengkapi tiga buah alat penggiling (grinding roller) dengan sistem hidrolik
dan gas nitrogen sebagai pegasnya. Batu bara jatuh ke atas grinding table dan
tersebar menuju tepi meja akibat gaya sentrifugal. Batu bara tersebut kemudian
akan digiling oleh grinding roller dengan tekanan hidrolik sebesar 90 kg/cm2.
Selain penggilingan, didalam coal mill, batu bara juga mengalami pemanasan
awal. Coal mill, dialirkan gas panas dari suspension preheater dan kiln. Umpan
masuk mill berkadar air 30% dan keluar dengan spesifikasi ukuran produk lolos
80% dari classifier 170 mesh berkadar air 15% - 20% dan bertemperatur sekitar

33

40C. Proses pengumpanan fine coal ke pembakaran menggunakan sistem


pneumatic moving yaitu fine coal didorong oleh udara yang berasal dari blower.
Alat yang berperan dalam pengumpanan yaitu coriolis. Fine coal dari hopper
masuk ke coriolis melalui inlet. Fine coal akan mengisi segmen feed yang
berputar dengan kecepatan tertentu. Pada level 130 putaran inlet, fine coal akan
ditimbang melalui deteksi load sell. Udara tekan dari arah bawah akan membawa
fine coal menuju burner. Umpan memasuki pusat roda dan diputar dengan cepat
dalam arah tangensial.

Ga
mbar 2.18 Coal mill dan cariolis
b. Proses Pemanasan Awal (Suspension Preheater)
Suspension preheater mempunyai fungsi utama sebagai tempat pemanasan
awal sehingga pemanasan selanjutnya dalam kiln lebih

mudah. Suspension

Preheater ini terdiri dari empat stage.


Tabel 2.3 Suhu Material Tiap Stage di Suspension Preheater
Stage
I
II
III
IV

Suhu
310-400 C
500-650 C
700-820 C
850-900 C
Sumber: CCR Indarung V, 2016

Pada tahap tersebut, material halus umpan ke kiln akan mengalami


pemanasan awal. Udara pemanas pada suspension preheater diperoleh dari udara

34

panas dari kiln dan grate cooler yang dihisap dengan menggunakan ID Fan
melalui bagian bawah suspension preheater (kalsiner). Selain itu, panas juga
dihasilkan dari pembakaran batu bara pada kalsiner. Suspension preheater tersebut
terdiri dari dua bagian yaitu ILC dan SLC. Masing-masing bagian tersebut terdiri
dari 4 buah cyclone separator dan sebuah kalsiner.
Suspension Preheater mempunyai bagian-bagian yaitu:
1. Cyclone
Cyclone adalah sebuah alat yang terdapat di pabrik Indarung V yang
berfungsi sebagai pemisah material dengan material dengan gas pembawanya.
Selain itu sebagai pembagi string A dan string B.
2. Calciner
Calciner mempunyai fungsi sebagai tempat terjadinya proses kalsinasi.
Proses kalsinasi adalah proses pembentukan CaO dan MgO serta penguraian CO2.
Material masuk ke bagian Riser Duct I dengan bantuan bucket elevator
karena pengaruh dari arus udara pemanas, maka material tersebut terbawa ke atas
dan masuk ke cyclone I. Dalam cyclone I, material akan terpisah dari udara
pemanas, kemudian jatuh ke Riser Duct II. Dari Riser Duct II, material terbawa
keatas oleh udara dan masuk ke Cyclone II. Dan seterusnya, sampai pada akhirnya
material masuk Cyclone IV dan siap diumpankan ke kiln. Di stage 4 ILC terdapat
gate yang dapat mengatur arus keluar ILC langsung masuk kiln atau SLC terlebih
dahulu. Pada saat start up, unit ILC dioperasikan terlebih dahulu (dengan bahan
bakar solar). Baru setelah ILC stabil, SLC mulai dioperasikan. Pada kondisi start
up, material keluar ILC akan langsung dimasukkan kiln. Setelah steady state,
material keluar SLC akan dialirkan ke ILC untuk dikalsinasi lanjut, dan
selanjutnya masuk sebagai umpan kiln. Dalam suspension preheater, air bebas
serta air hidrat yang terdapat pada tanah liat mengalami penguapan. Deskripsi
prosesnya adalah sebagai berikut:

Pada temperatur 100C terjadi penguapan air.

35

H2O

H2O
T=100C

Pada temperatur 500C terjadi pelepasan air hidrat pada tanah liat
Al2O3xH2O
Al2O3 + xH2O
T=500C
SiO2xH2O

SiO2 + xH2O
T=500C

Pada temperatur 700C 900C terjadi proses kalsinasi awal.


CaCO3

CaO + CO2
T=700C - 900C

MgCO3

MgO + CO2
T=700C - 900C

Pada temperatur 800C 900C terjadi reaksi pembentukan senyawa


2CaO.SiO2 atau C2S sebagian.
2CaO + SiO2
2CaO.SiO2
T=800C - 900C
Temperatur keluar suspension preheater dipertahankan pada 900C. Pada
titik tersebut, derajat kalsinasi berkisar antara 90% 95%. Pada kondisi normal,
derajat kalsinasi ILC adalah 90-95%, sedangkan derajat kalsinasi SLC adalah 7080%.

C. Tahap Pembakaran di Rotary Kiln


Proses pembakaran dilakukan di Rotary Kiln berbentuk silinder dengan
diameter 5,6 m dan panjang 80m dengan kemiringan 3. Umpan akan masuk
rotary kiln dengan temperatur inlet pada kiln sekitar 900C. Rotary kiln terbagi
menjadi empat zona, yaitu:

Zona Kalsinasi (Calsining Zone)

36

Pada daerah tersebut terjadi proses kalsinasi lanjutan, yaitu reaksi


peruraian kalsium dan magnesium karbonat menjadi CaO, MgO dan CO2.
Temperatur di zona kalsinasi ini sekitar 900C 1100C. Partikel CaCO3 pada
permukaan isi kiln akan mengalami kalsinasi relatif lebih cepat, karena secara
terus menerus dibantu oleh gerakan tumbling selama kiln berputar. Pada saat
proses kalsinasi berlangsung akan terjadi proses pembentukan mineral C2S atau
2CaO.SiO2. Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut:
CaCO3

CaO + CO2
T=900C - 1100C

MgCO3

MgO + CO2
T=900C - 1100C

2CaO + SiO2

2CaO.SiO2
T=900C - 1100C

Zona Transisi (Transition Zone)


Pada zona ini, oksida besi mulai mengikat campuran oksida kalsium dan

oksida alumina membentuk campuran C2(A,F). Dengan meningkatnya


temperatur, maka oksida kalsium (CaO) bergabung dengan kalsium alumina dan
C2(A,F) masing-masing membentuk 3CaO.Al2O3 atau C3A dan
4CaO.Al2O3.Fe2O3 atau C4AF. Pembentukan C3A dan C4AF terjadi pada
temperatur 1100C 1250C. Reaksinya adalah sebagai berikut:
CaO + Al2O3

CaO.Al2O3
T=1100C - 1250C

2CaO + CaO.Al2O3

3CaO.Al2O3
T=1100C - 1250C

CaO + 2CaO.Fe2O3+ CaO.Al2O3

4CaO. Al2O3. Fe2O3


T=1100C - 1250C

Zona Pembakaran (Clinkerization Zone)

37

Di daerah ini campuran kalsium alumina ferrit (C4AF) berubah fase


menjadi cair pada temperatur 1250C 1450C. Pada zona ini, temperatur operasi
terus meningkat sampai mencapai 1450C sehingga memperbesar fase cair sekitar
20% 30%. Jumlah fase cair tersebut tergantung pada komposisi kimia pada raw
mix design, silika modulus tinggi akan menyebabkan fase cairnya berkurang.
Viskositas dari fase cair ini bergantung pada alumina rasio, alkali, SiO3,
sedangkan MgO alkali akan menyebabkan kenaikan viskositas cairan. Partikel
padat dalam kiln terdiri dari C2S dan CaO bebas. Pada temperatur ini, sisa unsur
CaO akan mengikat C2S untuk membuat campuran kristal 3CaO.SiO2 atau C3S.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2CaO + SiO2

2CaO.SiO2
T=800C - 900C

2CaO + CaO.Al2O3

3CaO.Al2O3
T=1100C - 1250C

CaO + 2CaO.Fe2O3+ CaO.Al2O3

4CaO.Al2O3.Fe2O3
T=1100C - 1250C

CaO + 2CaO.SiO2

3CaO.SiO2
T=1250C - 1400C

Zona pendinginan (Cooling Zone)


Pendinginan dimulai setelah klinker melewati flame. Reaksi kimia juga

terjadi diakhir kiln. Senyawa C2A tidak stabil yang terdapat dalam klinker akan
berubah menjadi C3A. Selain itu, ada yang bergabung dengan CaO bebas yang
tidak membentuk C2S dan ada juga yang bergabung dengan CaO dari mineral
C3S yang cenderung melepaskan CaO selama pendinginan dan kembali menjadi
C2S. Sebanyak 28% mineral C3A terbentuk di dalam cooling zone kiln dan
didalam grate cooler. Selain itu, di daerah ini campuran kalsium alumina ferrit
yang berbentuk cairan, mengalami perubahan fisis menjadi kristal. Untuk
pembangkit panas pada rotary kiln, digunakan batu bara sebagai bahan bakar
dalam burner. Sedangkan untuk operasi start up kiln, digunakan Industrial Diesel

38

Oil (IDO) sebagai bahan bakar sementara. Pemasok oksigen menggunakan dua
sumber yaitu udara primer (udara luar) dan udara sekunder (berasal dari grate
cooler).
Material yang keluar dari pemijaran mempunyai suhu 1250C akan
mengalami pendinginan di dalam alat yang terpasang di sekeliling Kiln pada
bagian belakang yang disebut dengan Cooler. Jenis Cooler yang digunakan oleh
pabrik Indarung V adalah grate cooler. Beberapa penjelasan mengenai grate
cooler:
Prinsip kerjanya adalah perpindahan panas antara klinker dengan udara secara
cross-current, udara pendingin masuk dari arah bawah tumpukan klinker bed,
kemudian udara pendingin ini digunakan untuk pembakaran di kiln dan
calciner.
Biasanya grate cooler dalam pengontrolan dibagi 3 grate, grate 1 yang paling
ketat pengontrolannya karena merupakan daerah jatuhan pertama klinker dari
kiln dan merupakan patokan keberhasilan pendinginan grate berikutnya. Grate
cooler desain terbaru akan mengutamakan pada pemanfaatan panas setinggi
mungkin pada grate 1 dengan pembagian pengaturan flow udara (constant flow)
yang bergantung pada ukuran klinker yang didinginkan (ditujukkan oleh
differential pressure) karena klinker yang jatuh dari kiln terpisahkan
berdasarkan ukuran dan berat akibat putaran klinker.
Jumlah aliran udara pendingin melebihi udara pembakaran yang dibutuhkan,
sehingga ada udara yang terbuang ke lingkungan (waste air).
Temperatur udara untuk pembakaran sangat tinggi, mencapai >1000C. Mampu
mendinginkan klinker pada kapasitas produksi tinggi, saat ini mencapai 10.000
ton/hari.
Setelah klinker didinginkan didalam grate cooler, klinker dingin akan
disimpan kedalam silo penyimpanan klinker melalui appron conveyor. Silo yang
digunakan untuk menyimpan klinker adalah dome silo dengan kapasitas 110.000
ton.

39

Gambar 2.19 Dome Silo tempat penyimpanan klinker


2.9 Penggilingan Akhir Klinker di Unit Cement Mill
Klinker dari dome silo dibawa dengan appron conveyor dan belt conveyor
menuju roller press untuk dilakukan penggilingan awal untuk memipihkan
klinker, pemipihan ini dilakukan dengan tujuan memperbesar luas permukaan dari
klinker sehingga penggilingan didalam cement mill lebih mudah. Bahan tambahan
yang digunakan untuk membuat semen terdiri dari 3 jenis bahan yaitu gypsum,
pozzolan dan material ketiga (Limestone High Grade) dengan persen komposisi
tertentu sesuai dengan tipe semen yang ingin diproduksi. Bahan-bahan tersebut
disimpan didalam hopper yang kemudian diumpankan oleh dosimat feeder
menuju cement mill melalui belt conveyor. Flowsheet proses di unit cement mill
dapat dilihat di Gambar 2.20

Gambar 2.20 Flowsheet proses unit Cement Mill


Cement mill yang digunakan untuk penggilingan semen ini memiliki dua
buah kompartmen yaitu kompartmen I dan kompartmen II. Penggilingan awal

40

dilakukan di dalam kompartmen I dan kemudian menuju ke kompartment II untuk


penghalusan. Antara kompartmen I dan kompartmen II juga dipasang diaphragm.
Didalam kompartmen I dipasang lifting liner berjenis step liner dan untuk
kompartmen II digunakan classifying liner. Penggilingan yang terjadi pada
cement mill dikarenakan adanya tumbukan material dengan grinding media.
Rotasi cement mill menyebabkan isi mill yang terdiri dari grinding media dan
material umpan terangkat akibat gaya sentrifugal serta gesekan antara media dan
lining.
Untuk mengatur dan mengendalikan suhu di dalam mill baik kamar I dan
kamar II yang diakibatkan oleh proses penggilingan, maka dilakukan proses
pendinginan dengan menembakkan air (Water Injection). Penyemprotan air
(Water Injection) dilakukan secara otomatis pada kedua ujung Mill dengan
menggunakan nozzle yang dibantu oleh udara tekan dari kompresor. Suhu inlet
dikontrol oleh temperature partition dan suhu outlet dikontrol oleh suhu semen
keluar. Suhu didalam mill dijaga pada tingkat yang aman yaitu antara 110-125 C
karena jika suhu semen diatas 125C maka dapat menimbulkan dry clogging dan
dehidrasi air kristal gypsum sehingga akan mengakibatkan false set pada semen,
sedangkan jika di bawah 110C, maka akan menimbulkan wet clogging.
Pengaturan suhu ini juga penting untuk kondisi operasi Electro Static Precipitator
(ESP) dimana ESP tersebut akan bekerja dengan baik pada suhu di atas 100C dan
dibawah 150 C.

41

Tabel 2.4 Ukuran Grinding media Cement mill


Kompartmen

Diameter

Distribusi

t
I

(mm)
70

(%)
37,9

60

28,0

50

21,1

40

13,1

30

20,3

25

38,0

20

41,7

II

Hasil penggilingan kemudian keluar dari mill dan dibawa oleh bucket
elevator dan air slide untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam separator.
Sedangkan gas dari cement mill yang ditarik dari fan masuk ke Electro Static
Precipitator dan gas dibuang menuju cerobong. Debu yang tertangkap ESP
ditransportasikan oleh screw conveyor ke air slide. Separator yang digunakan di
Indarung V adalah berjenis sepax separator. Produk separator yang kasar (tailing)
kemudian dibalikkan seluruhnya ke dalam kompartmen I mill melalui air slide.
Fineness produk separator kemudian ditransport oleh air slide kemudian
dilanjutkan oleh belt conveyor menuju ke silo semen, seperti yang ditunjukkan
Gambar 2.21

42

Gambar 2.21 Flowsheet Proses Pemisahan Semen


Semen hasil produksi Indarung V kemudian disimpan ke dalam silo semen
yang berjumlah 4 buah dengan kapasitas masing-masing silo sebesar 10.000 ton.
Transportasi semen menggunakan air slide dan bucket elevator sehingga semen
dapat dimasukkan ke dalam tiap-tiap silo. Untuk mengatur masuknya semen
kedalam tiap-tiap silo, maka digunakan bottom gate yang digerakkan secara
pneumatic. pengukuran ketinggian semen di dalam silo dilakukan setiap hari
sehingga dapat diketahui volume semen di dalam silo tersebut.

Gambar 2.22 Cement Silo Indarung V


2.10 Pengantongan Semen
Semen sebelum dipasarkan dilakukan pengantogan semen. Pengantongan
untuk produksi PT. Semen Padang dilakukan di tiga tempat yaitu:
1. Pabrik Indarung I
2. PPI ( Packing Plant Indarung)
3. Teluk Bayur
Proses pengantongan semen dilakukan di PPI. Semen yang akan dilakukan
pengantongan dibawa dari silo semen dan dibawa ke elevator dengan air slide.
Selanjutnya elevator akan mengangkat semen ke bagian control screen untuk
dilakukan penyaringan. Dari control screen ini semen diteruskan ke packer.
Lokasi packer ini terdapat dust filter yang akan menyaring debu semen.
Debu yang tersaring dimasukkan kembali berupa asap dalam bentuk udara.
Selanjutnya dimasukkan kembali berupa asap dalam bentuk udara. Semen yang

43

telah selesai dikantongkan akan disalurkan dengan belt conveyor dan diteruskan
oleh boumer. Boumer adalah alat untuk membawa semen ke truk.

Anda mungkin juga menyukai