Disusun Oleh:
Siti Fahma Dinianty (15360485)
Pembimbing:
dr Sondang M. Lumbanbatu, Sp.A
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kepada Allah SWT. atas rahmat yang
dilimpahkan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul Efusi
Pleura. Penyusunan tugas paper ini dimaksudkan untuk mengembangkan wawancara
serta melengkapi tugas KKS COASS ILMU KEDOKTERAN ANAK yang diberikan
pembimbing.
Penulis menyampaian ucapan terimakasih kepada dr. Sondang M. Lumbanbatu,
Sp. A selaku pembimbingdalam kepaniteraan klinik ilmu kedokteran anak serta dalam
penyelesaian tugas paper ini.
Dalam penulisan tugas paper ini, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan kelemahan, baik dari segi penulisan maupun materi. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun guna
penyempurnaan dimasa yang akan datang.
Penulis
ii
KATA PENGANTAR
Halaman
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
iii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
iv
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pleura terletak dibagian terluar dari paru-paru dan mengelilingi paru. Pleura
disusun oleh jaringan ikat fibrosa yang didalamnya terdapat banyak kapiler limfa dan
kapiler darah serta serat saraf kecil. Pleura disusun juga oleh sel-sel (terutama fibroblast
dan makrofag). Pleura paru ini juga dilapisi oleh selapis mesotel. Pleura merupakan
membran tipis, halus, dan licin yang membungkus dinding anterior toraks dan
permukaan superior diafragma. Lapisan tipis ini mengandung kolagen dan jaringan
elastis.
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis
melapisi toraks dan pleura viseralis melapisi paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus
paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura
viseralis bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis
(tebalnya tidak lebih dari 30 m). Diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa sel
limfosit. Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen
dan serat-serat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan intertitial subpleura yang
sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari A. Pulmonalis dan
A.Bronkialis serta pembuluh getah bening.
Di antara pleura terdapat ruangan yang disebut spasium pleura, yang
mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan
keduanya bergeser secara bebas pada saat ventilasi. Cairan tersebut dinamakan cairan
pleura. Cairan ini terletak antara paru dan thoraks.Tidak ada ruangan yang
sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dengan pleura viseralis sehingga apa yang
disebut sebagai rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu ruangan potensial.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga
mencegah kolaps paru. Jumlah normal cairan pleura adalah 10-20 cc.2
2.2. Definisi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang
diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura dan
merupakan komplikasi berbagai penyakit. Efusi pleura selalu abnormal dan
mengindikasikan terdapat penyakit yang mendasarinya. Efusi pleura dibedakan menjadi
eksudat dan transudat berdasarkan penyebabnya. Efusi pleura terjadi apabila produksi
meningkat minimal 30 kali normal (melewati kapasitas maksimum ekskresi) dan atau
adanya gangguan pada absorpsinya.3,4
Rongga pleura dibatasi oleh pleura parietal dan pleura visceral. Pada keadaan
normal, sejumlah kecil (0,01 mL/kg/jam) cairan secara konstan memasuki rongga pleura
dari kapiler di pleura parietal. Hampir semua cairan ini dikeluarkan oleh limfatik pada
pleura parietal yang mempunyai kapasitas pengeluaran sedikitnya 0,2 mL/kg/jam.
Cairan pleura terakumulasi saat kecepatan pembentukan cairan pleura melebihi
kecepatan absorbsinya.1
2.3. Epidemiologi
TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di
negara-negara berkembang. Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di dunia ini. Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008
diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia, pada tahun
2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62 per 100.000) kasus baru dengan
apusan BTA positif. Diantara kasus baru itu diperkirakan 709.000 (7.7%) dengan HIVpositif. Asia mencapai 55% dari seluruh kasus di dunia, dan Afrika sekitar 31%.
Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi TB
pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi pleura
ditemukan TB menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya mencapai 25% dari
seluruh kasus efusi pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap 253 kasus dijumpai 37%
disebabkan oleh TB. Di US insiden efusi pleura yang disebabkan TB diperkirakan
mencapai 1.000 kasus. Atau sekitar 3-5% pasien dengan TB akan mengalami efusi
pleura TB. Kelihatannya jumlah ini rendah, diakibatkan banyak pasien efusi pleura TB
cenderung tidak terlaporkan karena sering sekali kultur M. TB hasilnya negatif. Di UK
infeksi TB yang melibatkan pleura < 10% kasus. Sedangkan penelitian yang dilakukan
di Rwanda pada 127 penderita efusi pleura dijumpai sekitar 86% penyebabnya adalah
TB.
Sedangkan efusi pleura pada penderita HIV dengan TB insidennya bisa lebih
tinggi. Penelitian di Carolina Selatan dijumpai insidennya mencapai 11% penderita
efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada HIV negatif dijumpai sekitar 6%.
Penelitian di Burundi dan Tanzania ditemukan 60% penderita efusi pleura TB dengan
HIV positif. Sedangkan pada penelitian di Afrika Selatan ditemukan bahwa 38%
penderita efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada penderita efusi pleura TB
dengan HIV negatif hanya 20%. Indonesia menempati urutan ke-3 dari antara negaranegara dengan prevalensi TB tertinggi, dimana penyebab utama efusi pleuranya adalah
TB paru (30,26%) dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun.5,6
2.4. Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :
1.Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran
kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan pleura. Hal ini dapat
disebabkan oleh :
1) Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab
lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior.
Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis.
2) Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah.
3) Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui
lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura.
4) Meigs Syndrome
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis.
5) Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal.
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang
permeable abnormal dan berisi protein transudat. Hal ini dapat disebabkan oleh :
1) Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus Coxsackie, Rickettsia,
Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 1006000/cc.
2) Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh
bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara
hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun
anaerob (Streptococcus pneumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Haemophillus, E. Coli, Fusobakterium, dan lain-lain).
3) Pleuritis
karena
fungi
penyebabnya:
Aktinomikosis,
Aspergillus,
2.5. Patogenesis
Gambar
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB, suatu keadaan
dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura. Mekanisme terjadinya efusi
pleura TB bisa dengan beberapa cara:
1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi thoraks.
Ini merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB biasanya terjadi 612 minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan orang dewasa muda. Efusi
pleura TB ini diduga akibat pecahnya fokus perkijuan subpleura paru sehingga bahan
perkijuan dan kuman M. TB masuk ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan
Limfosit T yang akan menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat.
Limfosit akan melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas dari kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan akumulasi
cairan pleura. Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun
terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat
menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.
2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih lanjut.
Jarang, keadaan seperti ini bila berlanjut menjadi nanah (empiema). Efusi pleura ini
terjadi akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika penderita mengalami
imunitas rendah.
3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam rongga
pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang antara paru dan
dinding dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan efusi nanah (empiema).
Udara dengan nanah bersamaan disebut piopneumotoraks.
Pada orang normal, cairan di rongga pleura sebanyak 1-20 ml. Cairan di dalam
rongga pleura jumlahnya tetap karena ada keseimbangan antara produksi oleh pleura
viseralis dan absorpsi oleh pleura parietalis. Keadaan ini dapat dipertahankan karena
adanya keseimbangan tekanan hidrostatik pleura parietalis sebesar 9 cmH20 dan tekanan
koloid osmotik pleura viseralis sebesar 10 cmH20.
Efusi pleura terbentuk sebagai reaksi hipersensitivitas tipe lambat antigen kuman
TB dalam rongga pleura. Antigen ini masuk ke dalam rongga pleura akibat pecahnya
fokus subpleura. Rangsangan pembentukan cairan oleh pleura yang terkait dengan
infeksi kuman TB. Hipotesis terbaru mengenai efusi pleura TB primer menyatakan
bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi pecahnya fokus kaseosa
subpleura ke kavitas pleura. Antigen Mycobacterium tuberculosis memasuki kavitas
pleura dan berinteraksi dengan sel T yang sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria,
Hal ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan
terjadinya eksudasi oleh karena meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens
sehingga terjadi akumulasi cairan di kavitas pleura. Cairan efusi ini secara umum adalah
eksudat tapi dapat juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil
TB.7,8
industri seperti US usia ini cenderung lebih tua sekitar 49.9 tahun. Efusi pleura TB
paling sering unilateral dan biasanya efusi yang terjadi biasanya ringan sampai sedang
dan jarang masif. Pada penelitian yang dilakukan Valdes dkk pada tahun 1989 sampai
1997 terhadap 254 penderita efusi pleura TB ditemukan jumlah penderita yang
mengalami efusi pleura di sebelah kanan 55,9%, di sebelah kiri 42,5% dan bilateral
efusi 1,6% penderita serta 81,5% penderita mengalami efusi pleura kurang dari dua
pertiga hemitoraks. Jumlah maupun lokasi terjadinya efusi tidak mempengaruhi
prognosis.
Kelainan yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik sangat tergantung pada
banyaknya penumpukan cairan pleura yang terjadi. Pada inspeksi dada bisa dilihat
kelainan berupa bentuk dada yang tidak simetris, penonjolan pada dada yang terlibat,
sela iga melebar, pergerakan tertinggal pada dada yang terlibat. Pada palpasi, vocal
fremitus melemah sampai menghilang, perkusi dijumpai redup pada daerah yang
terlibat, dari auskultasi akan dijumpai suara pernafasan vesikuler melemah sampai
menghilang, suara gesekan pleura.
Dari gambaran radiologis bisa dijumpai kelainan parenkim paru. Bila kelainan
paru terjadi di lobus bawah maka efusi pleura terkait dengan proses infeksi TB primer.
Dan bila kelainan paru di lobus atas, maka kemungkinan besar merupakan TB pasca
primer dengan reaktivasi fokus lama. Efusi pleura hampir selalu terjadi di sisi yang
sama dengan kelainan parenkim parunya.9
2.7. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
10
Gambaran radiologik pada jenis foto posterior anterior (PA) terdapat kesuraman
pada hemithorax yang terkena efusi, dari foto thorax lateral dapat diketahui efusi pleura
di depan atau di belakang, sedang dengan pemeriksaan lateral dekubitus dapat dilihat
gambaran permukaan datar cairan terutama untuk efusi pleura dengan cairan yang
minimal.
Berdasarkan pemeriksaan radiologis thoraks menurut kriteria American
Thoracic Society (ATS), TB paru dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu lesi minimal,
lesi sedang, dan lesi luas. Sedangkan efusi pleura TB pada pemeriksaan radiologis
thoraks posisi Posterior Anterior (PA) akan menunjukkan gambaran konsolidasi
homogen dan meniskus, dengan sudut kostophrenikus tumpul, pendorongan trakea dan
mediastinum ke sisi yang berlawanan.
Spesimen diagnostik utama efusi pleura TB adalah cairan pleura dan jaringan
pleura. Biakan TB dari cairan pleura positif pada sekitar 42% kasus, dan dari biopsi
positif sekitar 54%. Beberapa uji khusus seperti kadar adenosine d dan konsentrasi
lisosim telah diteliti pada diagnostik efusi pleura TB namun belum digunakan secara
rutin.
2. Apusan dan Kultur Sputum, Cairan Pleura dan Jaringan Pleura
Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada sputum,
cairan pleura dan jaringan pleura. Pemeriksaan apusan cairan pleura secara ZiehlNielsen (ZN) walaupun cepat dan tidak mahal akan tetapi sensitivitinya rendah sekitar
35%. Pemeriksaan apusan secara ZN ini memerlukan konsentrasi basil 10.000/ml dan
pada cairan pleura pertumbuhan basil TB biasanya sejumlah kecil. Sedangkan pada
kultur cairan pleura lebih sensitif yaitu 11-50% karena pada kultur diperlukan 10-100
basil TB. Akan tetapi kultur memerlukan waktu yang lebih lama yaitu sampai 6 minggu
untuk menumbuhkan M.TB.
11
3. Biopsi Pleura
Biopsi pleura merupakan suatu tindakan invasif dan memerlukan suatu
pengalaman dan keahlian yang baik karena pada banyak kasus, pemeriksaan
histopatologi dari biopsi spesimen pleura sering negatif dan tidak spesifik. Akan tetapi,
diagnosis histopatologis yang didapat dari biopsi pleura tertutup dengan dijumpainya
jaringan granulomatosa sekitar 60-80%. Sementara pemeriksaan yang dilakukan oleh A.
H. Diacon dkk sensitivitas histologis, kultur dan kombinasi histologis dengan kultur
secara biopsi jarum tertutup mencapai 66%, 48%, 79% dan pemeriksaan secara
torakoskopi sensitivitinya 100, 76%, 100% dan spesifisitasnya 100%.
4. Uji Tuberkulin
Gambar 5. Tes
Tuberkulin
Dulu tes ini menjadi pemeriksaan diagnostik yang penting pada pasien yang
diduga efusi pleura TB. Tes ini akan memberikan hasil yang positif setelah
mengalami gejala > 8 minggu. Pada penderita dengan status gangguan kekebalan
tubuh dan status gizi buruk, tes ini akan memberikan hasil yang negatif.
12
PARAMETER
TRANSUDAT
EKSUDAT
Warna
Jernih
BJ
<1,016
>1,016
Jumlah set
Sedikit
Jenis set
PMN <50%
PMN >50%
Rivalta
Negatif
Positif
Glukosa
60 mg/dl (bervariasi)
<3 g/dl
>3 g/dl
<0,5
>0,5
LDH
<200 IU/dl
>200 IU/dl
<0,6
>0,6
13
14
15
TB pada tahun 2004 dijumpai sensitivitas PCR 53,19% dan spesifisitas 93,33%. Pada
tahun 2006 Amni melakukan penelitian mengenai pemeriksaan PCR dalam menegakkan
diagnosis efusi pleura TB terhadap 20 orang penderita efusi pleura TB yang ada di
Medan; dimana disimpulkan bahwa PCR mempunyai nilai sensitivitas 71,4% dan
100%.
2.8. Diagnosis
Diagnosis
efusi
pleura
TB
ditegakkan
berdasarkan
gejala
klinis,
16
positif pada kasus primer dan kultur menunjukkan hasil positif hanya pada 25-33%
pasien. Sebaliknya, pada kasus reaktivasi pemeriksaan BTA sputum positif pada 50%
pasien dan kultur positif pada 60% pasien.
Diagnosis pasti dari efusi pleura TB dengan ditemukan basil TB pada sputum,
cairan pleura dan jaringan pleura. Hasil torakosintesis efusi pleura dari pleuritis TB
primer mempunyai karakteristik cairan eksudat dengan total kandungan protein pada
cairan pleura >3 g/dL, rasio LDH cairan pleura dibanding serum > 0,5 dan LDH total
cairan pleura >200U. Karakteristik cairan pleura pada efusi pleura TB ditandai oleh
meningkatnya protein cairan pleura, sering diatas 5 gr/dl, glukosa cairan pleura
menurun tetapi seringkali sama dengan glukosa serum. Kadar LDH cairan pleura
meningkat biasanya lebih tinggi dibandingkan LDH 18 serum.12
Hasil tes tuberkulin yang positif mendukung penegakkan diagnosis efusi pleura
TB di daerah dengan prevalensi TB yang rendah (atau tidak divaksinasi), akan tetapi
hasil tes tuberkulin negatif dapat terjadi pada sepertiga pasien.
Biopsi pleura parietal telah menjadi tes diagnostik yang paling sensitif untuk
efusi pleura TB. Pemeriksaan histopatologis jaringan pleura menunjukkan peradangan
granulomatosa, nekrosis kaseosa, dan BTA positif. Hasil biopsi perlu diperiksa secara
PA, pewarnaan BTA dan kultur. Beberapa penelitian meneliti aktivitas ADA (adenosin
deaminase) untuk mendiagnosis efusi pleura TB. Disebutkan bahwa kadar ADA > 70
IU/L dalam cairan pleura sangat menyokong ke arah TB, sedangkan kadar < 40 IU/L
mengekslusi diagnosis.
Pemeriksaan dengan PCR ( Polymerase Chain Reaction ) didasarkan pada
amplifikasi fragmen DNA mikobakterium. Karena efusi pleura TB mengandung sedikit
basil TB, secara teori sensitivitasnya dapat ditingkatkan mengunakan PCR. Banyak
penelitian yang mengevaluasi efikasi PCR untuk mendiagnosis efusi pleura TB dan
menunjukkan bahwa sensitivitas berkisar antara 20-90% dan spesifitas antara 78-100%.
17
2.9. Penatalaksanaan
Dikarenakan efusi pleura ini terjadi akibat TB, maka prinsip pengobatan seperti
pengobatan TB. Pengobatan dengan obat anti tuberculosis (rifampisin, INH,
pirazinamid/etambutol/streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis dan cara
pemberian obat seperti pada pengobatan tuberculosis paru. Pengobatan ini
menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini
dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan
sempurna, tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistemik (prednison
1mg/kgBB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan).13
Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase: intensif dan lanjutan. Fase intensif
ditujukan untuk membunuh sebagian besar bakteri secara cepat dan mencegah resistensi
obat. Sedangkan fase lanjutan bertujuan untuk membunuh bakteri yang tidak aktif. Fase
lanjutan menggunakan lebih sedikit obat karena sebagian besar bakteri telah terbunuh
sehingga risiko pembentukan bakteri yang resisten terhadap pengobatan menjadi kecil.
Berdasarkan pedoman tata laksana DOTS, pasien dengan sakit berat yang luas
atau adanya efusi pleura bilateral dan sputum BTA positif, diberikan terapi kategori I
(Fase Intensif dengan 4 macam obat : INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol selama
2 bulan dan diikuti dengan fase lanjutan selama 4 bulan dengan 2 macam obat : INH
dan Rifampisin). Pada pasien dengan efusi pleura TB soliter harus diterapi dengan INH,
Rifampisin dan Pirazinamid selama 2 bulan diikuti dengan terapi INH dan rifampisin
selama 4 bulan.
Action
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakterisidal
Bakteriostatik
Bakterisidal
Potency
High
High
Low
Low
Low
Daily
10
5
25
15
15
Dose mg/kg
Intermitten
3x/wk
2x/wk
10
10
10
15
35
50
30
45
15
15
18
Follow-up
Follow-up idealnya dilaksanakan dengan interval sebagai berikut: 2 minggu
setelah awal pengobatan, akhir fase intensif (bulan kedua), dan setiap 2 bulan hingga
pengobatan selesai. Beberapa poin penting dalam follow-up adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan dahak mikroskopik pada bulan kedua harus dilakukan yang pada
saat diagnosis awal pemeriksaan dahak mikroskopiknya positif.
Torakosentesis
Gambar 6. Torakosentesis
19
2.10. Prognosis
Perjalanan alamiah dari efusi pleura TB yang tidak diterapi akan terjadi resolusi
spontan dalam 4-16 minggu dengan adanya kemungkinan perkembangan TB paru aktif
atau TB ekstraparu pada 43-65% pasien.
20
BAB III
KESIMPULAN
Efusi pleura adalah akumulasi cairan tidak normal di rongga pleura yang
diakibatkan oleh transudasi atau eksudasi yang berlebihan dari permukaan pleura dan
merupakan komplikasi berbagai penyakit. Efusi pleura terjadi apabila produksi
meningkat minimal 30 kali normal (melewati kapasitas maksimum ekskresi) dan atau
adanya gangguan pada absorpsinya. Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang dikenal juga dengan nama pleuritis
TB. Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan dengan
infeksi TB paru primer.
Indonesia menempati urutan ke-3 dari antara negara-negara dengan prevalensi
TB tertinggi, dimana penyebab utama efusi pleuranya adalah TB paru (30,26%) dengan
umur terbanyak adalah 21-30 tahun. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan yang baik
akan penyakit efusi pleura tuberculosis oleh setiap insan tenaga medis sehingga dapat
menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan yang sesuai.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Light RW. Pleural diseases. 5 ed. Baltimore: Williams and Wilkins; 2007. p.412 .
2. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 2
nd
415-8.
3. Mayse M.L. Non malignant pleural effusions. In: Fishman A.P, editor. Fishman's
pulmonary diseases and disorders. 4th ed. New York: Mc Graw Hill, 2008; p. 1487504.
4. Maskell NA, Butland RJA. BTS guidelines for the investigation of unilateral pleural
effusion in adults. 2003;58:8-17.
5. Marel M. Epidemiology of pleural effusion. Eur Respir Mon. 2002;22:146-56.
6. Mangunnegoro H. Masalah efusi pleura di Indonesia. J Respir Indo. 1998;18:48-50.
7. Rahajoe N dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi PP IDAI
: Jakarta. 2005, 51-52.
8. Hariadi S. Efusi Pleura. In: Wibisono MJ, Winariani, and H Slamet, editors. Buku
ajar ilmu penyakit paru. Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK Unair; 2010.
p. 114-6.
9. Universitas
Sumatera
Utara.
Efusi
pleura
tuberculosis.
Available
at:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24116/4/Chapter%20II.pdf.
10. Gonlugur U, Gonlugur TE. The distinction between transudates and exudates. J
Biomed Sci. 2005;12:985-90.
11. Heidari B, Bijani K, Eissazadeh M, Heidari P. Exudative pleural effusion:
effectiveness of pleural fluid analysis and pleural biopsy. East Med Health J.
2007;13:765-73.
12. Light RW. Update on tuberculous pleural effusion. Respirology. 2010;15:451-8.
13. Halim H. Penyakit-penyakit pleura. In: . In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi A, K
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Penyakit Dalam. 5
th
ed. Jakarta:
22