Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

TUGAS 4

PEMBUATAN FINGERPRINT DAN PENETAPAN KADAR


SENYAWA MARKER DALAM EKSTRAK
(Kaempferia galanga)

KELAS
:D
KELOMPOK
:2
FARMASI 2012

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015

1. TUJUAN UMUM
Mahasiswa mampu melakukan pembuatan fingerprint dan penetapan kadar senyawa
marker dalam ekstrak.
2. PRINSIP TEORI
A. Tanaman (Kaempferia galanga)
Klasifikasi
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Ordo

: Zingiberales

Famili

: Zingiberaceae

Genus

: Kaempferia

Spesies

: Kaempferia galanga

Kencur (Kaempferia galanga L.) adalah salah satu jenis tanaman obat yang
tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae). Rimpang atau rizoma tanaman
ini mengandung minyak atsiri dan alkaloid yang dimanfaatkan sebagai stimulan.
Terdapat pula kerabat dekat kencur yang biasa ditanam dipekarangan sebagai tanaman
obat, temu rapet (K. rotunda Jacq.), namun mudah dibedakan dari daunnya.
Kencur merupakan temu kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau
pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Jumlah helaian daun
kencur tidak lebih dari 2-3 lembar (jarang 5) dengan susunan berhadapan, tumbuh
menggeletak di atas permukaan tanah. Bunga majemuk tersusun setengah duduk
dengan kuntum bunga berjumlah antara 4 sampai 12 buah, bibir bunga (labellum)
berwarna lembayung dengan warna putih lebih dominan.
Tumbuhan ini tumbuh baik pada musim penghujan. Kencur dapat ditanam dalam
pot atau di kebun yang cukup sinar matahari, tidak terlalu basah dan setengah
ternaungi.
B. Ekstrak Etil Para Metoksi Sinamat / EPMS
Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur
(Kaempferia galanga L). EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang
mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus
karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya

dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol,


etil asetat, metanol, air dan heksana.
C. Kromatografi Fingerprint
Standarisasi herbal adalah suatu sistem yang menjamin kualitas, kuantitas, dan
efek terapetik dari kandungan kimia dari suatu tanaman. Penentuan

fingerprint

kandungan kimia suatu tanaman merupakan salah satu metode untuk menjamin
integritas, kesamaan, dan perbedaan kandungan kimia dari suatu tanaman.
Kromatografi fingerprint merupakan analisis semikuantitatif dari ekstrak tanaman
dan mampu nelakukan penggambaran secara sistematis semua konstituen yang ada
didalam tanaman. Dapat juga diartikan kromatografi fingerprint merupakan pola
kromatografi baik segi farmakologi secara aktif dari suatu tanaman atau karakteristik
kimiawi yang ada pada ekstrak. Kromatografi fingerprint dapat menggambarkan
kesamaan dan perbedaan yang ada pada suatu ekstrak tanaman dan variasi tanaman
dan identifikasi keaslian dari suatu tanaman dapat dilakukan secara akurat.
Metode fingerprint dilakukan dengan melakukan analisis kromatogram dari suatu
spesies tanaman yang aktif secara farmakologis atau hanya melakukan rerata intensitas
puncak puncak kromatogram dari minimal tiga daerah penghasil spesies tanaman
obat tanpa memperhatikan aspek farmakologis yang ditunjukkan untuk kontrol
kualitas saja.
Ada 4 teknik kromatografi yang digunakan untuk pemisahan dan pemurnian
kandungan tumbuhan atau bisa juga dilakukan dengan gabungan dari empat teknik
tersebut. Keempat teknik Kromatografi tersebut yaitu kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis, kromatografi gas cair, dan kromatografi cair kinerja tinggi.
Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang
paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi karena hanya memerlukan
investasi yang kecil untuk perlengkapan, waktu analisis relatif singkat, jumlah
cuplikan yang diperlukan sedikit, selain itu kebutuhan ruang minimum serta
penanganannya sederhana.
KLT yang dimaksudkan untuk uji kuantitatif salah satunya dengan menggunakan
densitometer sebagai alat pelacakbila cara penotolanya dilakukan secara kuantitatif.
Prinsip kerja dari densitometer adalah adanya pelacakan pada panjang gelombang
maksimal yang telah ditetapkan sebelumnya. Scanning atau pelacakan densitometer
ada dua metode yaitu dengan cara memanjang dan sistem zig-zag. Pada umumnya
lebih banyak digunakan metode zig-zag karena pengukuranya lebih merata serta

ketelitian pengukuran lebih terjamin dibanding pengamatan secara lurus atau


memanjang.
Analisis kualitatif dengan KLT-Densitometri pada prinsipnya mengacu kepada
nilai Rf (Retardation factor) atau faktor retardasi yaitu membandingkan Rf analit
dengan Rf baku pembanding atau membandingkan bercak kromatogram sample
dengan kromatogram "Reference Standart" yang dikenal dengan factor retensi relatif
(Rx). Penentuan kualitatif dengan Rs harus dilakukan bersamaan dengan sample pada
pelat yang sama. Analisis kuantitatif hampir sama dengan spektrofotometri, penentuan
kadar analit dikorelasikan dengan area bercak pada pelat KLT.
Berdasarkan Natural Health Product Directorate (NHPD), senyawa marker
merupakana constituent that occurs naturally in the material and that is selected for
special attention (e.g. for identification and standardization purposes) by a researcher
or manufacturer. Marker mempunyai 2 tujuan utama yaitu sebagai penanda
farmakologis dan analisis. Misal: germacron adalah senyawa marker yang terdapat
dalam purwoceng namun zat aktif yang terkandung dalam tanaman tersebut adalah
stigmasterol. Stigmasterol juga ditemukan pada tanaman cabe jawa. Oleh karena itu
sering ditemukan adanya pemalsuan purwoceng yang dicampur dengan cabe jawa,
karena harga purwoceng jauh lebih mahal.
Marker dapat digunakan untuk identifikasi dengan benar dan autentik sumber
bahan alam, mencapai kualitas yang konsisten, mengkuantifikasi senyawa
farmakologik aktif pada produk akhir, atau memastikan efikasi produk. Marker sangat
penting dalam evaluasi jaminan kualitas produk. Senyawa marker tidak harus
memiliki aktivitas farmakologi. Senyawa marker dapat digolongkan menjadi 4
kategori berdasarkan bioaktivitasnya.
a. Zat aktif
Merupakan senyawa kimia dengan aktivitas klinik yang diketahui. Contoh: epedrin
pada Epedra sinensis dan sylimarin pada Sylibum marianum.
b. Marker aktif
Merupakan zat kimia yang mempunyai efek farmakologi, tapi belum tentu
mempunyai efikasi klinik. Contoh: alliin pada Allium sativum, hiperisin dan
hiperforyn pada St. John Wort (Hypericum perforatum).
c. Marker analisis
Merupakan zat kimia yang dipilih untuk determinasi kuantitatif tetapi belum tentu
mempunyai aktivitas biologi dan efikasi klinis. Selain itu, marker ini juga berguna
untuk identifikasi positif bahan baku dan ekstrak untuk standardisasi. Contoh:

alkilamid yang berbeda ditemukan pada akar Echinaceae angustifolia dan E.


purpurea tetapi tidak ada pada E. pallida.
d. Marker negatif
Senyawa aktif dengan zat aktif toksik atau allergenik. Contoh: Asam ginkolat pada
Gynko biloba.
Kencur (Kaemferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang mengandung
senyawa etil-p-metoksisinamat sebagai komponen utamadan terkandung pula senyawa
lainnya seperti etil sinamat dan p-metoksistiren.Kadar etil-p-metoksisinamat dalam
kencur cukup tinggi (tergantung spesiesnya) dengan bias sampai 10%.
3. BAHAN DAN ALAT
1) Ekstrak kencur dalam etanol
96%
2) Standart
3)
4)
5)
6)

Etil

Para

Metoksi

Sinamat (EPMS)
N-Heksana
Etil asetat
Asam Formiat
Etanol 96%

4.

5.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

TLC scanner
Lempeng KLT
Labu ukur 5.0mL, 10.0mL
Pipet mikro
Cawan timbang
Vial tertutup
Gelas kur
Batang pengaduk

6.

7. PROSEDUR KERJA
1) Pembuatan Eluen / Fase Gerak
8. Eluen yang digunakan adalah n-heksana:etil asetat:asam formiat (90:10:1). Buatlah
eluen sebanyak 101 mL. Masukkan ke dalam chamber. Homogenkan di dalam
chamber dengan cara digoyang-goyang. Apabila volume eluen terlalu banyak, maka
dikurangi. Jangan sampai totolan awal pada lempeng KLT tercelup di dalam eluen.
9.
2) Pembuatan Larutan Baku
A. Larutan baku induk 5.000 ppm
10. Ditimbang standar EPMS dengan seksama sebanyak 50.0 mg, ditambah
dengan 5 mL etanol 96%, diultrasonik selama 5 menit kemudian ditambah dengan
etanol 96% sampai tepat 10,0 mL.
11.
12.
B. Larutan baku kerja
13.

Baku induk

50.0 mg + etanol 96% ad 10.0 ml = 5000 ppm

1. dipipet 2.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml = 2/10 x 5000 ppm


= 1000 ppm
A. BK4 = dipipet 5.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml
= 5/10 x 1000 = 500 ppm

2. dipipet 4.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml = 4/10 x 5000 ppm


= 2000 ppm
A. BK6 = dipipet 4.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml
= 4/10 x 2000 = 800 ppm
BK3
= dipipet 5.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml
= 5/10 x 800 =

400 ppm
BK1
= dipipet 5.0 m + etanol 96% ad 10.0 ml

= 5/10 x 400 =

200 ppm
B. BK5 = dipipet 3.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml
= 3/10 x 2000 = 600 ppm
BK2 = dipipet 5.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml
= 5/10 x 600 =
300 ppm
14.
3) Preparasi Sampel
A. Sampel untuk penetapan kadar
Ditimbang sampel 20.0 mg untuk menentukan kadar EPMS.
Sampel dilarutkan dalam 2 ml etanol dengan labu ukur 5 ml lalu diultrasonik
selama 5 menit, ditambah etanol ad 5.0 ml.
Diambil 1 ml dan ditambah etanol 2 ml pada vial.
Totolkan pada plat sebanyak 5 l
B. Sampel untuk penentuan recovery
Ditimbang sampel 20.0 mg untuk menentukan kadar EPMS.
Sampel dilarutkan dalam 2 ml etanol dengan labu ukur 5 ml lalu diultrasonik

selama 5 menit.
Ditambah EPMS 5000 ppm sebanyak 100.0 l, ditambah etanol ad 5 ml.
Diambil 1 ml dan ditambah etanol 2 ml pada vial.
Totolkan pada plat sebanyak 5 l

15.
4) Pengamatan / Identifikasi
A. Penentuan panjang gelombang maksimum
16. Lempeng KLT yang sudah di-scan pada panjang gelombang 254 dan 365 nm,
kemudian di-scan pada panjang gelombang 200-400 nm. Dari sini dapat diketahui
pada panjang gelombang berapa EPMS memberikan absorbanmaksimum.Panjang
gelombang maksimum tersebut yang akan digunakan untuk pengukuran.
17.
18.
B. Penentuan linieritas
19. Linearitas menentukan dari larutan standart EPMS pada lempeng KLT,
kemudian dianalisis dengan menggunakan KLT-densitometer pada panjang
gelombang maksimum. Dihitung berapa regresi linear antara kadar dan luas area
noda.
C. Penentuan presisi
20. Untuk menghitung presisi, ditotolkan sampel masing-masing 2uL dan larutan
standar EPMS masing-masing 2 uL pada lempeng KLT.Lempeng ini kemudian

dieluasi dengan fase gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer pada


panjang gelombang maksimum.Sehingga dapat dihitung berapa standart deviasi
(SD) dan koefisien variasinya (KV).
D. Penentuan akurasi
21. Untuk menentukan % recovery, ditotolkan sampel recovery masing-masing 2
uL (lihat preparasi sampel untuk recovery) dan larutan standar EPMS masingmasing 2 uL pada lempeng KLT. yLempeng ini kemudian dieluasi dengan fase
gerak dan dianalisis menggunakan KLT-densitometer pada panjang gelombang
maksimum.
22.

recovery =

Kadar yang diperoleh


Ct
=
x 100
Kadar yang sebenarnya Cp+Cst

23. CT

= Kadar EPMS yang diperoleh

24. Cp

= Kadar EPMS dalam sampel

25. Cst

= Kadar standar EPMS yang ditambahkan

26. Hasil yang telah diperoleh kemudian dihitung standar deviasi (SD) dan
kefisien variasinya (KV).
27.
28. PENIMBANGAN
1.

4. Berat
2. Jenis bahan

3. Berat

ditimbang

wadah

wadah

5. Berat

bahan

bahan
6.

1.
11.

2.
16.

3.
21.

4.
26.

5.
31.

6.
36.

7.
29.

7. standar EPMS
12. sampel I
17. sampel II
22. sampel III
27. recovery I
32. recovery II
37. recovery III

10. 0.0513

8.

9.

13. 12.846

14. 12.867

8g

7g

18. 12.846

19. 12.867

g
15. 0.0209
g
20. 0.0211

3g

4g

23. 12.846

24. 12.867

25. 0.0212

6g
28. 12.847

8g
29. 12.869

g
30. 0.0220

3g
33. 12.848

3g
34. 12.870

g
35. 0.0220

6g

6g

38. 12.848

39. 12.870

9g

9g

g
40. 0.0220

30.
31. PEMBAHASAN
(1) Perhitungan Baku Induk, Baku Kerja
32.

Baku induk

51.3 mg + etanol 96% ad 10.0 ml = 5130 ppm

1. dipipet 2.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml = 2/10 x 5130 ppm


= 1026 ppm
A. BK4 = dipipet 5.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml
= 5/10 x 1026 = 513 ppm
2. dipipet 4.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml = 4/10 x 5130 ppm
= 2052 ppm
A. BK6 = dipipet 4.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml
= 4/10 x 2052 = 820.8 ppm
BK3
= dipipet 5.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml
= 5/10 x 820.8 =

410.4 ppm
BK1
= dipipet 5.0 m + etanol 96% ad 10.0 ml

= 5/10 x 410.4 =

205.2 ppm
B. BK5 = dipipet 3.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml
= 3/10 x 2052 = 615.6 ppm
BK2 = dipipet 5.0 ml + etanol 96% ad 10.0 ml
= 5/10 x 615.6 =
307.8 ppm
33.
34. PPM

35. dalam 5l

36. area

37. mg/L

38.

39.

40. g/mL

41.

42.

43. g/1000L

44. g/1000L x 5 L

45.

46. 205.2

47. 1.026

48. 15341.9 (direject)

49. 307.8

50. 1.539

51. 13868.3

52. 410.4

53. 2.052

54. -

55. 513

56. 2.565

57. 22937.3

58. 615.6

59. 3.078

60. 22842.4

61. 820.8

62. 4.104
64. A

63. 34310.1
= 1888.47

65. B

= 7655.88

66. r

= 0.9763

67. area sampel

68. dalam 5L

69. mg

70. S1 = 23629.7

71. 2.8398

72. 8.5194

73. S2 = 17993.9

74. 2.1037

75. 6.3110

76. S3 = 22244.4

77. 2.6589

78. 7.9766

79.

80.

81.

82. R1 = 13559.5

83. 1.5245

84. 4.5734

85. R2 = 23804.0

86. 2.8626

87. 8.5877

88. R3 = 28448.1
91.
92.

89. 3.4692

dalam 5L

93.

mg

90. 10.4075

= (area sampel - A) / B
=

dalam5 L ( g ) x 3 ml(ad 2)x 5 ml(ad 1)


1ml ( pipet) x 5 L (totol)

94.
(2) Penetapan Kadar
95.

kadar ekstrak kencur pada serbuk ekstrak

96.

total ekstrak

97.

bobot cab o sil

98.

ekstrak kencur = 38.03 g

99.

= 53.03 g

% ekstrak kencur

100.

= 15.00 g

ekstrak kencur
x 100
total ekstrak

38.03 g
x 100
53.03 g

= 71.71 %

101.
a) kadar ekstrak dalam penimbangan

( ekstrak kencur x ditimbang )

102.
103.
104.

S1

= 71.71% x 0.0209 g
=
0.0150
g

106.
107.

S2

14.99 mg
105.

= 71.71% x 0.0211 g
=
0.0151
g

15.13 mg
108.

109.

S3
110.

= 71.71% x 0.0212 g
= 0.0152 g
15.20 mg

111.
b) kadar EPMS dalam ekstrak
kadar diperoleh
x 100
kadar ditimbang

112.
113.

S1

8.5194 mg
x 100
14.99 mg
114.
115.

116.

S2

6.3110 mg
x 100
15.13 mg
direject

= 56.83%
117.

41.71%

118.

S2

119.

7.9766 mg
x 100
15.20 mg

= 52.48%

120.
121.

Kadar rata-rata

= 54.65%

122.

SD

= 3.07

123.

KV

= 5.63

(3) Penetapan Persen Recovery


124.
kadar EPMS ditambahkan
125.
5130 ppm diberikan 100.0L
126.
5130 ppm 5130 mg/L 5130 g/ml 5130 g/1000L
127.
5130/1000 x 100
= 513g
= 0.513 mg
a) hasil kadar EPMS dalam sampel
128.
129.

( EPMS dalam ekstrak x ditimbang )


R1

0.0220 g
130.
12.023 mg
131.

= 54.65% x

132.

= 0.0120 g

0.0220 g
133.

R2

12.023 mg
134.

= 54.65% x
= 0.0120 g

135.
136.

R3

= 54.65% x 0.0220 g
= 0.0120 g
12.023 mg

137.
b) % recovery

138.
139.

kadar diperoleh
x 100
( EPMS dalam sampel+ EPMS ditambahkan )
R1

140.

141.

R2

142.

143.
144.

R3

4.5734 mg
x 100
( 12.023 mg+0.513 mg )

4.5734 mg
x 100
( 12.536 mg )

8.5877 mg
x 100
( 12.023 mg+0.513 mg )

8.5877 mg
x 100
( 12.536 mg )

10.4075 mg
x 100
( 12.023 mg+0.513 mg )

10.4075 mg
x 100
( 12.536 mg )

145.
146. recovery rata-rata
147. SD
148. KV
149.
150.
Kadar EPMS

= 36.48%

= 68.50%

= 83.02%

= 62.67%
= 23.81
= 38.00
dalam ekstrak bervariasi dari ketiga replikasi, hal ini

menunjukkan bahwa homogenitas ekstrak sangat rendah dan perlakuan praktikan pada
proses pengenceran mempengaruhi keseragaman kandungan EPMS dalam ekstrak.
Kadar EPMS standar adalah

4.3% sehingga kadar EPMS dalam ekstrak

kelompok kami memenuhi syarat namun dengan homogenitas yang sangat rendah.
Kadar EPMS dalam ekstrak kelompok kami adalah 54.65 %, tingginya niai kadar
tersebut dipengaruhi oleh metode ekstraksi yang dipilih sebelumnya, pelarutan
menggunakan ultrasonic sangat baik terkait kandungan yang terlarut akan semakin
banyak pula.
151.
Kadar recovery EPMS dalam ekstrak bervariasi pula dari ketiga
replikasi, hal tersebut menunjukkan bahwa ketepatan penambahan EPMS sangat
kurang. Dapat terjadi bila EPMS yang ditambahkan tidak langsung bercampur dengan
larutan melainkan menyentuh dinding sehingga tidak dapat dihomogenkan bersama

dengan larutan ekstrak yang akan ditotol, hal ini sangat berpengaruh terhadap kadar
EPMS yang terukur dalam densitometer.
152.
153.

KESIMPULAN

154.

Kadar rata-rata
SD
KV

155.
156.

Kadar EPMS dalam ekstrak


= 54.65%
= 3.07
= 5.63

Kadar recovery sampel

Recovery rata-rata
SD
KV

= 62.67%
= 23.81
= 38.00

157.
158. PUSTAKA
159.
Wikipedia. Kencur/Wikipedia/bahasa Indonesia,ensiklopedia bebas diakses 24
September 2015
160.
161.
162.
163.
164.
165.
166.
167.
168.

169.

170.

Anda mungkin juga menyukai