Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS TINGKAT KEMAMPUAN KOGNITIF

MAHASISWA MATEMATIKA PADA MATAKULIAH ALJABAR ELEMENTER


Oleh
Cut Intan Salasiyah1
Abtrak
Setiap

mahasiswa

pendidikan

matematika

memiliki

tingkat

kemampuan

penguasaan materi yang berbeda. Mereka seharusnya memiliki pengetahuan


matematika yang baik, atau berada pada jenjang aplikasi ke atas, khususnya pada
materi yang mereka gunakan di sekolah nantinya. Pengkajian tentang jenjang
kemampuan kognitif mahasiswa pada suatu materi akan menjadi informasi untuk
melakukan pembelajaran yang sesuai bagi mahasiswa sehingga mahasiswa dapat
memahami materi matematika secara bermakna dan bertahan lama. Peningkatan
tingkat penguasaan materi dapat dilakukan dengan pembelajaran matematika yang
bermakna melalui model pembelajaran strategi kognitif dan problem-base learning
Kata Kunci: Tingkat kemampuan kognitif, Taksonomi Bloom, Aljabar Elementer

. Cut Intan Salasiyah adalah dosen tetap pada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry Banda Aceh

I.

Latar Belakang
Setiap mahasiswa di Fakultas Tarbiyah UIN Ar-Raniry telah melalui seleksi

penyaringan mahasiswa baru. Mahasiswa yang lulus adalah mahasiswa yang memiliki skor
tertinggi selama proses penyeleksian, atau yang telah mampu menjawab sejumlah soal
yang telah ditentukan. Sehingga mereka ini diharapkan memiliki pengetahuan dasar guna
melanjutkan pembelajaran pada tahap yang lebih tinggi, termasuk mahasiswa jurusan
Pendidikan Matematika. Mahasiswa matematika sebenarnya telah dibekali beberapa materi
matematika di sekolah menengah sebelumnya. Di mana materi ini merupakan materi dasar
dari matematika untuk pengembangan kemampuan bidang matematika. Sehingga
penguasaan materi dasar merupakan salah satu hal penting bagi mahasiswa matematika.
Lebih jauh tentang penguasaan materi matematika, setiap mahasiswa memiliki
tingkat penguasaan materi yang berbeda. Ini tergantung pada latar belakang pendidikan,
ketekunan, lingkungan dan sebagainya. Namun hal penting yang selalu diperhatikan
bahwa setiap mahasiswa matematika seharusnya memiliki pengetahuan awal matematika
yang baik. Pengetahuan awal ini merupakan modal atau batu loncatan menuju
pembelajaran matematika pada tingkat yang lebih tinggi. Winkel 2 mengatakan bahwa
pengetahuan seseorang dalam ilmu tertentu juga ikut menentukan sampai seberapa jauh
orang tersebut mampu berfikir secara tepat dan benar di bidang ilmu tersebut. Sehingga
penguasaan pengetahuan matematika akan selalu berpengaruh pada pola fikir mahasiswa
selama dan setelah pembelajaran berlangsung. Di samping itu, pembelajaran matematika
hanya dapat benar-benar dipahami dengan baik apabila pembelajaran dilakukan secara
beruntun dan bertahap. Ini disebabkan banyak konsep matematika yang saling berkaitan
dan mengikat. Ketidakpahaman suatu bagian akan mengakibatkan terputusnya alur berfikir
kesatuan bagian tersebut. Hal ini didukung oleh Hudojo3 bahwa matematika memuat ideide/konsep abstrak yang tersusun hirarkis dan penalaran deduktif.
Seiring berjalannya waktu, mahasiswa terus belajar dengan materi yang berbeda
dan semakin tinggi tingkat penguasaanya. Pengajaran yang diberikan kepada mahasiswa
juga disusun secara hirarkis. Kurikulum dan silabus selalu direvisi untuk mendapatkan
suatu bentuk yang lebih baik. Sehingga mahasiswa dapat belajar dengan baik dan
mendapatkan pengetahuan yang lebih bermakna.

. Winkel, W.S. Psikologi Pengajaran. (Jogyakarta: Grasindo, 1999), hal. 464.


. Hudojo, Herman. Mengajar Belajar Matematika. (Jakarta: Depdikbud, 1988), hal. 3

Selanjutnya, mahasiswa ini dipersiapkan sebagai calon-calon pengajar yang


profesional. Banyak aspek yang perlu diperhatikan guna menjadi tenaga pengajar yang
profesional, salah satunya penguasaan materi yang diajarkan. Kesiapaan dalam menguasai
materi merupakan hal penting, karena materi-materi matematika terdiri dari konsep-konsep
yang abstrak yang harus diterjemahkan kedalam hal-hal yang bisa dimengerti siswa.
Kemampuan untuk memahami materi secara mendalam sangat membantu calon guru untuk
mengadakan transfer pengetahuan. Hudojo4 juga menambahkan bahwa seorang pengajar
yang tidak menguasai materi yang diajarkan, tidak mungkin dapat mengajar matematika
dengan baik. Implikasinya akan rendahnya mutu pengajaran matematika. Oleh karena itu,
sangat perlu diperhatikan penguasaan materi matematika oleh mahasiswa. Karena
operasional dari pembelajaran mahasiswa adalah kemampuan mengajar matematika secara
langsung di lapangan nantinya. Sehingga pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang
sesuatu akan sangat membantu dalam menjelaskan pada objek asli nantinya.
Setiap pengajar seharusnya selalu belajar untuk mendapatkan pengetahuan yang
terbaru. Kegiatan belajar ini seharusnya tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Namun
tampaknya pengetahuan yang didapatkan selama tahap sekolah dan kuliah sangat
mempengaruhi penguasaan dan pengalaman dalam pengajaran matematika. Ini terjadi
karena berbagai keterbatasan setelah masa sekolah dan kuliah sehingga terkadang
pengetahuan yang telah ada tidak berkembang lagi. Oleh karena itu, setiap mahasiswa
sebagai calon pengajar sebaiknya belajar dengan maksimal untuk mendapatkan
pengetahuan yang luas.
Untuk melihat tingkat penguasaan mahasiswa, maka perlu diadakan suatu kegiatan
evaluasi. Kegiatan evaluasi merupakan usaha yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
pencapaian tujuan pengajaran yang telah ditentukan. Tujuan pengajaran juga mencakup
kemampuan mahasiswa dalam menguasai suatu materi. Berkenaan tentang kemampuan
mahasiswa tentang suatu materi, Bloom5 telah mengkategorikan aspek ini berada pada
ranah kognitif, dimana dia mengatakan bahwa segala upaya yang menyangkut aktifitas
otak berada pada ranah kognitif. Dalam ranah kognitif, terdapat enam jenjang yang
tersusun secara berurutan dari terendah hingga tertinggi. Keenam jenjang yang dimaksud
adalah knowledge, comprehension, application, analiysis, syntesis dan evaluation. Jenjang
ini tersusun teratur sehingga untuk tingkat sekolah SMA/MA ke bawah hanya
4

. Hudojo, Herman. Mengajar Belajar, hal. 7


. Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hal. 49

memperhatikan pada jenjang knowledge, comprehension dan application. Sedangkan untuk


tingkat perguruan tinggi, diharapkan berada pada jenjang yang lebih tinggi.
Pada mahasiswa jurusan pendidikan matematika, belum diketahui tingkat
penguasaan materi secara spesifik untuk setiap mata kuliah. Berdasarkan data yang
terkumpul selama semester ganjil 2009/2010, hampir 50% mahasiswa mendapat nilai C
untuk mata kuliah Aljabar Elementer. Selain itu, ada keluhan dari guru pamong (masa
PPL) dimana ada mahasiswa yang kurang menguasai materi matematika tingkat
SLTP/SLTA dalam mengajar. Padahal materi dari mata kuliah ini berisi materi-materi
yang sudah mereka pelajari di sekolah tingkat SMP/MTs dan SMU/MA. Seharusnya
mereka lebih siap dalam menjalani pembelajaran dan mendapat nilai bagus untuk mata
kuliah dasar ini. Di samping itu, mahasiswa matematika nanti akan bertugas sebagai guru
matematika. Mereka akan mengajar siswa tentang materi-materi yang terdapat dalam mata
kuliah Aljabar Elementer secara umum selain mata kuliah matematika lainnya. Sehingga
tingkat penguasaan mahasiswa terhadap mata kuliah Aljabar Elementer seharusnya berada
pada tingkat aplikasi ke atas.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas maka dilakukan suatu pengkajian
tentang kemampuan kognitif mahasiswa matematika pada matakuliah aljabar elementer
berdasarkan Taksonomi Bloom. Dengan mengetahui tingkat penguasaan mahasiswa, maka
akan menjadi acuan dalam melaksanakan perbaikan guna peningkatan tingkat penguasaan
mahasiswa, khususnya mata kuliah aljabar elementer. Adapun pengkajian akan difokuskan
untuk memperoleh gambaran tentang hal-hal berikut.
1. Tingkat kemampuan kognitif mahasiswa matematika berdasarkan taksonomi bloom
pada materi Aljabar Elementer.
2. Dinamika tingkat kemampuan kognitif menurut angkatan yang berbeda.
3. Solusi guna peningkatan kemampuan kognitif mahasiswa pada matakuliah ini.

II.

Metode Penelitian
Penelitian ini berusaha mengidentifikasi dan mengambarkan kemampuan kognitif

mahasiswa matematika pada mata kuliah Aljabar Elementer, sehingga termasuk kedalam
penelitian deskriptif. Suryabrata6 mengatakan bahwa penelitian deskriptif bertujuan
membuat pencandraan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifatsifat populasi daerah tertentu. Dalam melakukan penelitian, perlu mengkaji, merancang,
6

. Suryabrata, S. Pengembangan Tes Hasil Belajar. (Jakarta: Rajawali Press, 1987), hal. 18

dan mempersiapkan subjek penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data.
Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif yang berusaha mengambarkan
tingkat penguasaan mahasiswa pada matakuliah aljabar elementer khususnya materi
persamaan kuadrat.

Subjek Penelitian
Mahasiswa TMA berjumlah 383 orang. Subjek penelitian diambil dengan
purporsif sampling, dari angkatan 2010 sebanyak 15 orang, 2009 sebanyak 15 orang, 2008
sebanyak 15 orang, 2007 sebanyak 15 orang dan 2006 sebanyak 15 orang. Sehingga
jumlah subjek sebanyak 75 orang. Dari setiap angkatan tersebut, mencakup mahasiswa
dengan nilai aljabar elementer A, B, C, D. Sehingga diharapkan dapat memberi gambaran
yang menyeluruh dari tingkat kemampuan kognitif mahasiswa.

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


Data dikumpulkan dengan menggunakan teknik tes dan wawancara. Tes dilakukan
secara tertulis untuk menjaring data tentang tingkat kemampuan mahasiswa tentang
matakuliah aljabar elementer pada materi persamaan kuadrat. Soal no.l dirancang bersama
dosen matakuliah aljabar elementer di TMA; soal no.2 dan 4 dari buku Teknik Evaluasi
Matematika (Tim PPPG Matematika Yogyakarta); dan soal no. 3 dari buku matematika
SMA. Wawancara lebih beorientasi pada lembar jawaban mahasiswa sehingga
mendapatkan data tentang kemampuan mahasiswa dan data lain yang dianggap perlu.
Data yang telah diperoleh akan direduksi, disajikan, disimpulkan dan diverifikasi.
Verifikasi data dilakukan dengan triangulasi, pengecekan teman sejawat dan ketekunan
pengamatan. Pengkajian juga menggunakan rumus persentase menurut Anas Sujiono
(1995:40) adalah:
P

f
x100%
N

Dengan: P = angka persentase


f = frekwensi yang diperoleh
N =Jumlah peserta

III.

HASIL PENELITIAN
Pembelajaran matematika yang dilakukan dan dipahami mahasiswa merupaakan

suatu rentetan proses pemahaman konsep-konsep matematika secara hirarki. Apabila


pembelajaran sebelumnya mengalami gangguan atau tidak dapat menyerap materi dengan
baik, maka akan terjadi gangguan atau kebuntuan dalam mempelajri konsep yang lebih
tinggi. Pada matakuliah aljabar elementer, memuat materi persamaan kuadrat yang telah
dipelajari oleh mahasiswa sejak SLTP hingga perguruan tinggi. Materi ini merupakan
materi yang sangat familiar bagi mahasiswa dan seharusnya sudah menjadi konsep
sederhana bagi mahasiswa matematika. Dari pengetesan yang telah dilakukan, didapat data
tentang kesalahan-kesalahan mahasiswa dalam menjawab soal pada tabel di bawah. Dari
data yang telah didapatkan yang berhubungan dengan kesalahan-kesalahan mahasiswa
dalam menjawab soal, dan penjelasan mahasiswa tentang jawaban pada lembar soal, maka
dilakukan penganalisisan tingkat kemampuan mahasiswa pada materi persamaan kuadrat.
Tabel 1. Kesalahan Mahasiswa
Soal No

Kesalahan yang Ditemukan

1.a

- Penulisan rumus yang masih salah


- Tidak bisa menuliskan rumus

1.b

- Bertukar hasil dari x1 . x2 dan x1 + x2


- Tidak mengetahui tentang asal mula datanganya b/a dan c/a
- Tidak bisa menjawab

1.c

- Bertukar penjelasan antara D>0, D=0 dan D<0


- Hanya menuluskan arti simbol
- Tidak bisa menjawab

1.d

- Menyelesaikan dengan cara yang tidak dibolehkan


- Keliru dalam menyelesaikan karena salah konsep
- Keliru karena kesalahan operasi aljabar
- Tidak bisa menyelesaikan

- Mengetahui nilai x tetapi tidak bisa membentuk persamaan kuadrat


- Mencoba dengan menyelesaikan suatu persamaan sehing mendapatkan
nilai x, dan persamaan itulah sebagi hasilnya
- Tidak bisa menjawab

- Hanya dapat menyelesaikan secara procedural, tetapi tidak mengerti soal

- Salah mengerti 60 sebagai waktu, seharusnya jarak tempuh


- Tidak menganalisis hasil akhir sehingga menjadi kesimpulan/jawaban
- Tidak dapat menjawab
4

- Hanya melakukukan prosedur tetapi tidak memahami soal


- Tidak tahu tentang hubungan kedua persamaan
-Tidak mengetahui syarat yang terkandung didalamnya
- Terdapat cara yang benar tetapi dapat menghindari syarat yang terdapat
didalamnya
-Tidak dapat menjawab

Sumber: Lembar jawaban mahasiswa

Setiap orang yang belajar akan mencapai tingkat penguasaan pengetahuan tertentu.
Tingkat ini tentu berbeda untuk setiap orang, tergantung pada tingkat kedalaman
pengkajian yang telah ia lakukan. Begitu juga dengan mahasiswa selama proses belajarnya.
Mahasiswa yang benar-benar tekun dalam belajar dan mencari pengetahuan yang lebih luas
tentu akan mendapatkan informasi yang lebih banyak daripada mahasiswa lain. Hal ini bisa
dimengerti bahwa kemampuan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh keseriusan dan
ketekunannya dalam belajar. Pada pembahasan selanjutnya akan dibahas tingkat
kemampuan kognitif mahasiswa berdasarkan taksonomi Bloom; dinamika tingkat
kemampuan kognitif menurut angkatan yang berbeda; dan solusi yang ditawarkan guna
peningkatan kemampuan kognitif mahasiswa pada materi tersebut.

IV. Tingkat Kemampuan Kognitif Mahasiswa Berdasarkan Taksonomi Bloom


B.S. Bloom dan kawan-kawan7 merupakan pelopor dalam menyumbangkan suatu
klasifikasi tujuan instruksional (educational objectives). Pada tahun 1956 terbitlah karya
Taxonomy of Educational Objectives, Coqnitive Domain dan tahun 1964 terbit
Taxonomy of Educational Objectives, Affectives Domain. Kelompok pelopor ini tidak
berhasil menerbitkan suatu taksonomi yang menyangkut tujuan instruksional di bidang
psikomotorik (psychomotor dominant). Orang lainlah yang mengembangkan suatu
klasifikasi di bidang ini, antara lain E. Simpson tahun 1967 dan A. Harrow tahun 1972.
Pada ranah kognitif, terdapat klasifikasi yang tersusun secara hirarkis sehingga
tersusun berjenjang yang semakin kompleks. Jenjang yang lebih tinggi akan mencakup
7

. Winkel, W.S. Psikologi Pengajaran. (Jogyakarta: Grasindo, 1999), hal. 244

jenjang sebelumnya. Jenjang-jenjang tersebut adalah knowledge, comprehension,


aplication, analysis, sintesis dan evaluation. Terkadang sulit memisahkan setiap jenjang
karena kemampuan seseorang tentang suatu hal tersusun secara integral. Namun dalam
pengamatan, pemisahan tersebut dapat diupayakan dengan melihat gejala-gejala yang
muncul pada seseorang. Didalam proses pembelajaran, gejala tersebut dapat diamati
melalui proses pembelajaran termasuk saat menyelesaikan masalah-masalah yang di
rancang sedemikian rupa.

Tabel berikut menjelaskan pencapaian kemampuan kognitif

mahasiswa. Setiap jenjang yang lebih tinggi selalu mencakup jenjang di bawahnya.
Tabel 2. Jumlah Mahasiswa pada Pencapaian Jenjang Terakhir
Jenjang
Mahasiswa

Angkatan
2010
Angkatan
2009
Angkatan
2008
Angkatan
2007
Angkatan
2006
Jumlah
(Persen)

Non

Pengetahuan

Pemahaman

Penerapan

Analisis

Jenjang

(Knowledge)

(Comprehension)

(Application)

(Analysis)

10

15

15

15

15

15

33

19

10

(12%)

(45%)

(25%)

(13%)

(5%)

Jumlah

75

Sumber: Hasil tes mahasiswa


Gambaran pencapaian kemampuan mahasiswa berdasarkan jenjang berikut.
a. Non Jenjang
Non jenjang merupakan pengelompokan yang tidak mencapai jenjang knowledge.
Mahasiswa yang berada pada bagian ini sebanyak 12%. Mereka tidak dapat menjawab
semua soal yang diberikan. Mahasiswa tidak tahu tentang konsep-konsep dasar dari
persamaan kuadrat. Mereka tidak dapat menyebutkan hal-hal yang berhubungan dengan
persamaan kuadrat, meskipun sudah mempelajari di sekolah menengah dan di Jurusan
Pendidikan matematika. Semua soal yang diberikan tidak bisa terjawab dengan benar,
bahkan ada mahasiswa yang tidak menuliskan jawaban, hanya menulis ulang soal yang

diberikan. Hal ini disebabkan mereka lupa tentang konsep tersebut, padahal konsep ini
sudah sangat familiar bagi siswa. Informasi tentang persamaan kuadrat yang awalnya
pernah mereka pelajari tetapi tidak tersimpan dengan baik sehingga Informasi tersebut
akan mudah hilang.
Dalam menjawab soal, beberapa mahasiswa mencoba menjawab tetapi jalan yang
ditempuh bukan merupakan prosedur untuk menyelesaikan soal tersebut. Mereka hanya
mencoba-coba menggunakan konsep matematika lain dengan harapan akan memberi hasil
benar, misalnya untuk menyelesaikan 5x2 + 18x + 9 = 0 menjadi 10x + 18 = 0, x = -18/10
(menggunakan turunan). Ada juga mahasiswa hanya menuliskan arti symbol, bukan makna
dari symbol yang ditanyakan, misalnya dalam menentukan makna dari D > 0, D < 0 dan
D= 0, menjadi Diskriminan lebih dari 0 dst.
Melihat fenomena yang ada, sangat tidak diinginkan mahasiswa yang berada pada
bagian ini. Hal ini berarti mahasiswa tidak punya informasi yang baik untuk belajar materi
ini. Pada hal materi ini harus dikuasai oleh mahasiswa karena merupakan materi dasar pada
persamaan kuadrat. Informasi tentang materi ini seharusnya menjadi materi dalam masa
ingatan jangka panjang. Ini berarti bila ada suatu bagian yang terlupakan, maka akan
memudahkan mengingat kembali karena kebermakanaan tentang materi tersebut akan
menjadikan pancingan untuk memunculkan kembali bagian dari materi tersebut.
b. Knowledge
Knowledge atau pengetahuan mencakup ingatan akan hal-hal yang pernah
dipelajari dan disimpan dalam ingatan. Hal-hal ini meliputi fakta, kaidah, prinsip dan
metode yang diketahui. Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan akan dipanggil pada
saat dibutuhkan melalui bentuk mengingat (recall) atau mengenal kembali ( recognition).
Jenjang knowledge ini dapat dirinci sebagi berikut.
-

Pengetahuan dan informasi; kemampuan mengingat atau mengenal kembali dalil,


definisi, notasi, konsep, teori dan lain-lain. Dalil, definisi, notasi, konsep, teori dan
lain-lain tersebut telah dikenal atau diperoleh sebelumnya.

Teknik dan skill; kemampuan menggunakan prosedur pengerjaan (algoritma)


perhitungan, menggunakan lambang, dan lain-lain yang sudah merupakan hal rutin.
Mahasiswa yang jenjang terakhirnya knowledge sebanyak 45%, terbagi pada dua

kelompok: ingat-benar dan ingat-salah. Ingat-benar, di mana konsep atau rumus yang
ditanyakan dapat dijawab dengan benar dan ingat-salah dimana konsep atau rumus yang
ditanyakan tidak dapat dijawab dengan benar, tetapi terdapat hubungan yang sangat dekat.

Misalnya: tidak tepat menuliskan rumus kuadrat (adanya suatu bagian rumus yang keliru)
tetapi secara umum bentuk rumus sudah mengarah benar; bertukarnya penjelasan untuk D
> 0, D < 0 dan D = 0; bertukarnya x1 . x2 dengan x1 + x2 ; menyelesaikan 5x2 + 18x + 9 = 0
dengan rumus kuadrat, padahal soal meminta tidak menggunakan rumus tersebut.
Keadaan tidak ingat akan suatu informasi menurut Hudojo (1988:27) dapat
disebabkan karena intervensi informasi lain yang tersimpan dalam masa ingatan lama
sehingga mengaburkan informasi yang dibutuhkan; penggunaan kunci yang tidak tepat;
tidak diolah dengan baik informasi di masa ingatan pendek sehingga informasi tidak
jelas masuk ke masa ingatan lama.
Mereka hanya ingat akan suatu konsep atau rumus persamaan kuadrat, atau hanya
dapat mengerjakan prosedur perhitungan yang merupakan hal rutin. Meskipun begitu
masih juga dijumpai kesalahan dalam perhitungan secara aljabar, sehingga sangat
dibutuhkan ketelitian yang tinggi dalam mengerjakan soal sehingga dapat menghasilkan
jawaban yang tepat. Keadaan tidak ingat itu dapat sedikit dikurangi melalui pembelajaran
matematika yang bermakna sehingga dapat berfungsi sebagai kunci yang akan membuka
informasi lain mengenai hal yang dikaji.
c. Comprehension
Comprehension atau pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna
dan arti dari bahan yang dipelajari. Adanya kemampuan ini ditunjukkan dengan mengurai
suatu pokok bahasan dari suatu bacaan; mengubah suatu data yang disajikan dalam bentuk
tertentu ke bentuk lain, seperti rumus matematika kedalam bentuk kata-kata; membuat
perkiraan tentang kencendruangan yang tampak dalam data tertentu, seperti dalam grafik.
Jenjang pemahaman ini dapat dirinci sebagai berikut.
-

Translasi, merupakan kemampuan untuk menerjemahkan atau mengubah ide-ide


dari bentuk yang satu kedalam bentuk yang lainyang ekuivalen.

Interprestasi, merupakan kemampuan mengidentifikasi atau memahami ide-ide


utama yang tercakup dalam suatu komunikasi permasalahan maupun pengertian
tentang hubungan antara ide-ide tersebut.

Ekstrapolasi, merupakan kemampuan untuk memperluas kecendrungan atau


tendensi di luar data yang diketahui.
Mahasiswa yang berada pada jenjang ini sebanyak 25 %. Mereka memahami

bahwa nilai x dapat dilihat pada perpotongan grafik dengan sumbu x yaitu nilai x1 dan x2.

Dan berbekal pengetahuan persamaan kuadrat dapat dibentuk dari (x-x1)(x-x2) = 0,


sehingga persamaan kuadrat yang diinginkan dapat terbentuk.
Namun ada beberapa mahasiswa yang mencoba menyelesaikan dan terkendala
pada tidak tahu hubungan grafik dengan persamaan yang diminta; dan kesalahan karena
langsung memasukkan x1 dan x2 pada persamaan kuadrat umum sehingga menjadi x2 + x1 x
+ x2 = 0. Penyelesaian suatu soal akan sulit dilakukan apabila kurangnya informasi yang
dibutuhkan. Oleh sebab itu, informasi prasyarat untuk mendapatkan informasi baru
memegang peranan penting dalam pembelajaran matematika. Hudojo (1988; 4)
mengatakan bahwa karena kehirarkisan matematika, maka belajar matematika yang
terputus-putus akan mengganggu proses belajar. Sehingga harus selalu diupayakan
pemenuhan informasi prasyarat yang cukup guna keberlanjutan pembelajaran pada tahap
yang lebih tinggi.
d. Application
Application atau penerapan mencakup kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah
atau metode bekerja pada suatu kasus atau problem yang konkret dan baru. Kemampuan
untuk menerapkan pengetahuan ke situsi-situasi baru yang tidak lazim (rutin). Adanya
kemampuan dinyatakan dalam aplikasi suatu rumus pada persoalan yang belum dihadapi
atau aplikasi suatu metode kerja pada pemecahan metode baru. Jenjang application ini
lebih tinggi dari comprehension karena memahami suatu kaidah belum tentu mampu
menerapkan kaidah tersebut pada suatu kasus atau problem lain.
Mahasiswa yang berada pada jenjang ini sebanyak 13 %. Pada bagian ini,
mahasiswa tidak hanya harus ingat rumus, tetapi harus memahami soal yang diberikan.
Setelah paham soal, kemudian menerapkan pada hal yang sesuai. Banyak dijumpai bahwa
mereka hanya mengerjakan prosedur tampa memahami tujuan akhir yang diinginkan soal;
terdapat juga yang melakukan prosedur yang salah, seharusnya 60 sebagai jarak bukan
waktu; salah pemahaman t sebagai waktu dengan sebagai lamanya waktu; ada juga yang
hanya coba-coba saja menjawab.
Keadaan di atas terlihat bahwa mereka kesulitan dalam memahami soal, kesulitan
dalam menerjemahkan soal kedalam model matematika dan kurang menganalisa akhir
pencarian untuk menjadi sebuah jawaban/kesimpulan. Oleh karena itu, mereka
membutuhkan latihan memecahkan masalah dalam pembelajaran matematika, sehingga
akan mengembangkan pola fakir untuk mencapai suatu tujuan dengan beragam cara
berdasarkan prosedur yang benar.

e. Analysis
Analisis mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan ke dalam bagianbagian, sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik.
Adanya kemampuan ini dinyatakan dalam penganalisaan bagian-bagian pokok atau
komponen-komponen dasar, bersamaan dengan hubungan/relasi aantara bagian-bagian itu.
Jenjang ini lebih tinggi dari jenjang aplikasi karena disamping mampu menerapkan juga
harus mampu mampu menangkap persamaan dan perbedaan dari sejumlah hal.
Mahasiswa yang berada pada jenjang ini hanya 5 %. Sangat sedikit mahasiswa
yang mampu mengerjakan soal pada tahap ini. Mereka diharuskan mengetahui syarat dari
bentuk yang diberikan dan mengetahui hubungan dari dua persamaan yang diberikan.
Umumnya mahasiswa tidak menjawab soal pada tingkat ini. Namun ada beberapa
mahasiswa yang mencoba menjawab, ada yang benar, sebagian jawaban salah karena
hanya melakukan prosedur tetapi tidak tahu tentang syarat yang harus terpenuhi. Bahkan
ada mahasiswa yang menjawab benar tetapi melalui cara yang berbeda yang terhindar dari
syarat yang diharuskan dan prosedur yang dilalui juga benar.
Dalam meningkatkan kemampuan analisis mahasiswa terhadap suatu konsep
matematika, mahasiswa harus paham tentang suatu konsep dan konsep lainnya apabila
dihubungkan. Oleh karena itu, dibutuhkan juga pembelajaran terpadu dimana mahasiswa
akan belajar suatu konsep dengan berbagai sudut pandang yang berbeda, sehingga pola
fakir dan sudut pandang lebih berkembang.
Hal yang menyebabkan kesulitan mahasiswa dalam menjawab soal-soal yang
diberikan diantaranya:
-

Belum pernah mempelajari dengan benar tentang konsep persamaan kuadrat, hal ini
disebabkan belum pernah mereka dapati karena guru hanya memberikan contoh
sederhana atau kurangnya perhatian terhadap pelajaran yang diberikan

Tidak matang pengetahuan tentang konsep persamaan kuadrat, sehingga menyebabkan


kesalahan dalam memahami konsep, prinsip dan operasi aljabar.

Lupa, ini merupakan alasan yang sangat sering dilontarkan mahasiswa menanggapi
setiap soal, meskipun materi persamaan kuadrat merupakan salah satu materi yang
sudah sangat familiar bagi mereka yang seharusnya menjadi pengetahuan yang siap
recall.

V. Dinamika Tingkat Kemampuan Kognitif Mahasiswa


Penguasaan pengetahuan oleh seseorang dipengaruhi oleh banyak hal, salah
satunya waktu yang lama untuk mendalami sesuatu. Dengan waktu yang semakin panjang
akan memberi peluang yang besar pada seseorang untuk mencari informasi yang banyak
dan beragam. Hal ini akan membuat seseorang semakin paham akan suatu hal yang
ditekuni. Begitu juga dengan proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.
a. Angkatan 2010
Angkatan 2010 merupakan angkatan termuda yang sedang mengambil mata kuliah
aljabar elementer. Mahasiswa ini hanya memiliki bekal materi matematika selama belajar
di sekolah menengah. Dengan bekal awal itulah seharusnya dapat mengantarkan pada
pembelajaran matematika yang lebih baik, termasuk pada materi persamaan kuadrat. Di
tingkat sekolah menengah, tahapan penguasaan yang ditetapkan sampai pada tingkat
penerapan. Berdasarkan data yang terkumpul, hanya 2 orang dari 15 orang yang sampai
pada tingkat pemahaman. Ini berarti bahwa tingkat kemampuan kognitif mahasiswa baru
pada materi persamaan kuadrat masih rendah. Sehingga mahasiswa harus berusaha
maksimal selama pembelajaran matematika untuk mengimbangi materi matematika pada
tingkat yang lebih tinggi.
b. Angkatan 2009 dan 2008
Mahasiswa pada angkatan ini mampu mencapai tingkat penerapan, tetapi hanya
berjumlah 2 orang per angkatan. Mahasiswa ini telah memiliki bekal di sekolah menengah
dan mata kuliah aljabar elementer. Pada mata kuliah aljabar elementer, mereka telah
mempelajari tentang persamaan kuadrat. Namun pembelajaran matematika tidak bisa
dipaksakan pada tataran yang lebih tinggi karena secara umum mereka belum matang
dalam menguasai hal-hal dasar dari materi tersebut. Hal ini dapat dimengerti bahwa
kehirarkisan matematika yang selalu mengikat.
Hudojo (1988:3) mengatakan bahwa mempelajari konsep B yang mendasarkan
konsep A, seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A,
tidak mungkin orang itu memahami konsep B. Ini berarti, mempelajari matematika
haruslah bertahap dan berurutan serta mendasarkan kepada mengalaman belajar yang lalu.
Hudojo juga menambahkan bahwa karena matematika merupakan ide-ide abstrak yang
diberikan simbul-simbul, maka konsep-konsep matematika harus dipahami lebih dulu
sebelum memanipulasi simbul-simbul itu. Seseorang akan lebih mudah mempelajari
sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang itu. Karena itu untuk

mempelajari suatu materi matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari
seseorang itu akan mempengaruhi terjadinya proses belajar materi matematika tersebut.
c. Angkatan 2007 dan 2006
Hanya angkatan 2007 dan 2006 yang mampu mencapai jenjang analisis (jumlahnya
juga sedikit). Hal yang mendukung pencapaian tahap tersebut diantaranya karena telah
mengambil matakuliah matematika lain yang menjadi pembanding dan membentuk pola
fakir matematis, telah PPL kegiatan yang mengharuskan mahasiswa untuk menguasai
materi materi dasar secara lebih baik termasuk materi persamaan kuadrat, dll.
Penguasaan suatu materi akan bertambah baik apabila konsep materi yang telah
dipelajari diaplikasikan dan dikomunikasikan kepada orang lain. Mahasiswa yang telah
mengajarkan suatu materi kepada siswa tentu akan lebih paham dibandingkan sebelum
diajarkan. Hal terjadi karena proses mengkomunikasikan juga merupakan proses belajar
yang sedang berlangsung. Aktifitas mental yang terjadi adalah penyaringan informasi,
interpretasi, dan pengembangan informasi yang bersesuaian. Di samping itu, timbulnya
tanggung jawab moral bila mengajarkan hal yang keliru. Peran matakuliah lain juga akan
mempengaruhi ketepatan pemahaman konsep dan prosedur pengerjaan. Hal ini
dikarenakan adanya konsep yang bersesuaian sehingga memperluas ruang kajian, sehingga
informasi tentang konsep akan lebih teliti dan mendalam.
Secara umum mahasiswa telah belajar konsep persamaan kuadrat di tingkat sekolah
menengah atas, tingkat penguasaan konsep matematika seharusnya berada pada tingkat
aplikasi. Meskipun begitu, tidak menafikan berbagai kendala di lapangan dalam
mewujudkannya. Dan di tingkat perguruan tinggi, mahasiswa tersebut juga telah diajarkan
tentang persamaan kuadrat. Namun setiap angkatan memiliki porsi besar pada jenjang
knowledge sehingga dari keadaan tersebut (lebih dari 50 % pada non jenjang dan jenjang
knowledge) menunjukan banyak mahasiswa memiliki kemampuan rendah tentang materi
persamaan kuadrat.

VI. Pembelajaran Mahasiswa untuk Meningkatkan Kemampuan Kognitif


Belajar merupakan suatu proses perubahan prilaku karena latihan atau pengalaman
yang menyangkut pengetahuan, keterampilan dan sikap. Pembelajaran matematika menurut
pandangan konstruktifisme8 adalah membantu siswa untuk membangun konsep-konsep

. Hudojo, Herman. Mengajar Belajar Matematika. (Jakarta: Depdikbud, 1988), hal. 20

atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses internalisasi


sehingga konsep/prinsip itu terbangun kembali.
Pembelajaran matematika dalam pandangan konstruktifisme memiliki ciri-ciri
sebagai berikut.
a. Orientasi, diberi kesempatan untuk mengembangkan motivasi dalam mempelajari suatu
materi matematika dan mengadakan observasi terhadap materi matematika yang akan
dipelajari.
b. Elicitasi, dibantu untuk mengungkapkan ide secara jelas dengan berdiskusi, menulis,
membuat poster dan lain-lain.
c. Restrukturisasi ide
d. Penggunaan ide dalam banyak situasi
e. Review ide, bagaimana ide berubah9
Pannen dkk menyarankan untuk meningkatkan kemampuan konitif pada jenjang
penerapan ke atas bagi mahasiswa dapat dilakukan dengan memilih alternatif strategi
belajar yang tepat, salah satunya model pembelajaran strategi kogniti dan problem base
learning.

a. Model Pembelajaran Strategi Kognitif


Strategi kognitif merupakan kemampuan tertinggi dari domain kognitif yaitu
analisis, sintesis dan evaluasi. Strategi kognitif dapat dipelajari olehmahasiswa dengan
bantuan dosen. Dosen yang berhasil adalah mereka yang mapu mengembangkan
kemampuan strategi kognitig mahasiswa. Perkuliahan bukan hanya penyampaian materi
bidang ilmu saja, tetapi lebih luas daripada itu.
Strategi kognitif didefinisikan sebagai kemampuan internal yang terorganisasi yang
dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar, proses berfikir, memecahkan masalah
dan mengambil keputusan.10 Kemampuan strategi kognitif menyebabkan proses berfikir
seseorang unik, begitu juga cara pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan proses
belajar. Keunikan ini disebut kontrol tingkat tinggi.
Menurul Bell-Gredler strategi kognitif merupakan proses berfikir induktif.
Mahasiswa belajar untuk membangun pengetahuan berdasarkan suatu fakta atau prinsip
yang diketahuinya.
9

Strategi kognitif tidak berhubungan dengan materi bidang ilmu

Pannen. dkk, Konstruktivisme dan Pembelajaran. (Jakarta: PAU-PPAI Universitas Terbuka, 2001), hal.2-29
Pannen. Dkk, Konstruktivisme, hal. 107

10

tertentu, karena merupakan keterampilan berfikir mahasiswa yang internal dan dapat
diterapkan dalam berbagai bidang ilmu. Pada saat mahasiswa mempelajari materi bidang
ilmu, dia juga terlibat dalam proses pengembangan strategi kognitif. Proses pembelajaran
sangat berperan dalam membantu mahasiswa untuk menjadi mahasiswa yang mandiri dan
menjadi pemikir yang independent.11
Ada beberapa jenis strategi kognitif12 yang dapat dikembangkan dosen untuk
pembelajaran mahasiswa sebagai berikut.
-

Chuking, merupakan strategi mengorganisasikan sesuatu secara sistematis dengan


mengurutkan, mengklasifikasikan, dan menyusun.

Spatial, merupakan strategi untuk menunjukkan hubungan satu hal dengan hal lain,
termasuk salah satunya peta konsep.

Bridging, merupakan strategi untuk menjembatani pemahaman seseorang melalui


metafora, analogi dan advance organizer.

Multipurpose, merupakan strategi kognitif yang dapat digunakan untuk berbagai


tujuan, seperti rehearsal, imagery dan mnemonics.

b. Model Problem-Base Learning


Problem-base learning dikembangkan oleh Barrows dan sangat popular sejak tahun
1970-an. Model ini menawarkan kebebasan bagi mahasiswa selama pembelajaran.
Pembelajaran dikemas dalam penyajian suatu permasalahan kepada mahasiswa, kemudian
mahasiswa diminta untuk menyelesaikan melalui penelitian dan investigasi berdasarkan
teori, konsep dan prinsip yang dipelajari dari berbagai bidang ilmu. Melalui problem base
learning, mahasiswa diharapkan untuk terlibat dalam proses penelitian yang mengharuskan
mahasiswa untuk mengidentifikasi masalah, mengumpulkan data dan menggunakan data
tersebut untuk penyelesaian masalah.
Problem-base learning dapat dilakukan secara individual atau secara berkelompok.
Baik secara individual ataupun kelompok, problem-base learning akan menfasilitasi dalam
proses konstruksi pengetahuan berdasarkan penelitian dan usaha yang dilakukan.

11

. Pannen. Dkk, Konstruktivisme, hal. 107


. Pannen. Dkk, Konstruktivisme, hal. 115-116

12

VII.

Kesimpulan dan Rekomendasi


Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Mahasiswa yang berada pada

jenjang knowledge 59 %, comprehension 23 %, application 13 % dan analysis 5 %.


Angkatan yang lebih tua lebih mampu mencapai tingkat penguasaan yang lebih tinggi
terhadap suatu materi daripada angkat yang lebih muda. Meskipun begitu, setiap angkatan
memiliki porsi besar pada jenjang knowledge sehingga hal tersebut menunjukan banyak
mahasiswa yang memiliki kemampuan rendah tentang materi persamaan kuadrat.
Peningkatan tingkat penguasaan materi dapat dilakukan dengan pembelajaran matematika
yang bermakna melalui model pembelajaran strategi kognitif dan problem-base learning.
Berdasarkan penelitian ini, maka diajukan beberapa saran yang ditujukan kepada: IAIN ArRaniry diharapkan dapat menjaring mahasiswa matematika yang memiliki kemampuan
dasar matematika yang lebih baik; Dosen Jurusan TMA diharapkan merancang strategi
pembelajaran matematika yang mampu meningkatkan kebermaknaan materi matematika
sehingga lebih mudah dipahami dan dapat diingat lebih lama.

Referensi

Arikunto, Suharsimi. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2003.


________________. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2005
________________. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Duskri, M. Penelusuran Kesulitan Mengajar Matematika Guru-Guru MIN Tungkop dan
MIN Rukoh. Banda Aceh: Laporan Penelitian PUSLIT IAIN Ar-Raniry, 2002.
Hudojo, Herman. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud, 1988.
. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri
Malang, 1988.
Pannen. Dkk, Konstruktivisme dan Pembelajaran. Jakarta: PAU-PPAI Universitas
Terbuka, 2001.
Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995.
____________. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Suryabrata, S. Pengembangan Tes Hasil Belajar. Jakarta: Rajawali Press, 1987.
Winkel, W.S. Psikologi Pengajaran. Jogyakarta: Grasindo, 1999.
Yunus, Johan. Relevansi Jurusan TMA dengan Kompetensi Mengajar Guru di MTs dan
MA. Banda Aceh: Laporan Penelitian PUSLIT IAIN Ar-Raniry, 1988.

Anda mungkin juga menyukai