Anda di halaman 1dari 35

STROKE

(Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Epidemiologi Penyakit


Tidak Menular A)

Disusun Oleh:
1. Desyita Ayuma Wardani
2. Hasritatun Riskiyah
3. Eva Diana
4. Jawahirun Nadhifah
5. Anis Yulianti S
6. Ruly Dwi Arysanti
7. Rizka Huwaidah
8. Cahaya Rizki
9. Rizaldi Yudhistira
10. Risma Novia Widyanti
11. Balqist Allyya Nanda
12. Sandra Noermala D

(142110101046)
(142110101052)
(142110101068)
(142110101087)
(142110101094)
(142110101115)
(142110101133)
(142110101150)
(142110101171)
(142110101179)
(142110101122)
(142110101007)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2016
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................3

1.1

Latar Belakang..........................................................................................3

1.2

Rumusan Masalah.....................................................................................3

1.3

Tujuan Masalah.........................................................................................4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................5


2.1 Pengertian Stroke...........................................................................................5
2.2 Jenis Stroke.....................................................................................................5
2.3 Epidemiologi..................................................................................................6
2.4

Gambaran umum dari epidemiologi stroke.................................................7

2.5

Besarnya Masalah........................................................................................8

2.6

Faktor Resiko..............................................................................................9

2.7 Patogenesis...................................................................................................12
2.8

Gejala Klinik.............................................................................................16

2.9 Pengobatan..................................................................................................18
2.10 Pencegahan................................................................................................25
BAB 3. PENUTUP................................................................................................33
3.1 Kesimpulan...................................................................................................33
3.2 Saran.............................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................35

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke adalah penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang tejadi secara mendadak dan menimbulkan
gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu(Bustan, 2007).
Di Indonesia, berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa prevalensi
stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 57,9
persen.Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan
pendidikan rendah. Prevalensi pada masyarakat yang tinggal di kota juga lebih
tinggi daripada masyarakat yang tinggal di desa.
Menurut Gustaviani(2007) dalam Dinata (2013) Stroke atau yang juga
dikenal dengan istilah Gangguan Peredaran darah Otak (GPDO), adalah suatu
sindrom yang diakibatkan karena adanya gangguan pada aliran darah yang berada
di salah satu bagian otak dan menimbulkan gangguan fungsional otak berupa
defisit neurologik atau kelumpuhan saraf. Stroke adalah penyakit yang berupa
gangguan fungsi syaraf lokal atau global pada otak, munculnya mendadakdan
cepat. Gangguan fungsi syaraf yang terjadi disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak dan menimbulkan gejala seperti kelumpuhan wajah ataupun anggota
badan, bicara tidak jelas (pelo) atau tidak lancar dan lain-lain. Seseorang
dikatakan sebagai stroke jika orang tersebut pernah didiagnosis menderita
penyakit stroke oleh tenaga kesehatan atau belum pernah didiagnosis menderita
penyakit stroke tetapi pernah mengalami beberapa hal yang mengindikasikan
stroke. Hal tersebut misalnya secara tiba-tiba ada keluhan kelumpuhan pada satu
sisi tubuh, atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang disertai kesemutan, atau
mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan otot mata atau bicara pelo atau sulit
bicara/komunikasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Apakah yang dimaksud dengan penyakit stroke?
1.2.2
Bagaimana epidemiologi penyakit stroke?
1.2.3
Apa saja faktor risiko dari penyakit stroke?
1.2.4
Bagaimana patogenesis dari penyakit stroke?
1.2.5
Apa saja gejala klinis dari penyakit stroke?
1.2.6
Bagaimana cara pengobatan penyakit stroke?

1.2.7
1.2.8

Bagaimana cara pencegahan penyakit stroke?


Bagaimanakah patogenesitas penyakit stroke?

1.3 Tujuan Masalah


1.3.1
Untuk mengetahui pengertian dari penyakit stroke
1.3.2
Untuk mengetahui epidemiologi penyakit stroke
1.3.3
Untuk mengetahui faktor risiko dari penyakit stroke
1.3.4
Untuk mengetahui patogenesis dari penyakit stroke
1.3.5
Untuk mengetahui gejala klinis dari penyakit stroke
1.3.6
Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit stroke
1.3.7
Untuk mengetahui cara pencegahan penyakit stroke
1.3.8
Untuk mengetahui patogenesitas penyakit stroke

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Stroke
Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai suatu kumpulan gejala klinis
yang ditandai dengan hilangnya fungsi otak sebagiaan atau keseluruhan, secara
tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.
Stroke adalah sekumpulan tanda dan gejala neurologis yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah otak (Linton, Matterson & Maebius, 2000)
Batasan stroke menurut WHO (1982) adalah suatu sindrom klinis dengan
gejala berupa gangguan fungsi otak secara lokal atau global, yang dapat
menimbulkan kematian atau kelainan yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa
penyebab lain kecuali gangguan vaskuler.
2.2 Jenis Stroke
TLA (Transent Ischemic Attack). Merupakan stroke ringan, berupa

serangan iskemik sepintas.


RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit). Merupakan stroke
yang ringan berupa gangguan saraf oleh iskemik yang dapat pulih

dan gejalanya dapat sembuh sempurna dalam waktu 24 jam.


Stroke Non Hemorhagica (stroke tanpa pendarahan). Merupakan
stroke infark iskemik, yang terjadi karena aliran darah berkurang
atau terhenti pada sebagian daerah otak. Biasanya penderita masih

sadar.
Stroke Hemorhagica (stroke dengan pendarahan). Merupakan stroke
pendarahan yang terjadi karena dinding pembuluh darah otak robek.
Biasanya kesadaran penderita menurun.

2.3 Epidemiologi
Estimasi Penderita Penyakit Stroke Umur 15 Tahun
Menurut Provinsi Tahun 2013

Jumlah penderita penyakit stroke di Indonesia tahun 2013 berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan (Nakes) diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang


(7,0%), sedangkan berdasarkan diagnosis Nakes/gejala di-perkirakan sebanyak
2.137.941 orang (12,1%).
Berdasarkan diagnosis Nakes maupun diagnosis/ gejala, Provinsi Jawa Barat
memiliki estimasi jumlah pen-derita terbanyak yaitu sebanyak 238.001 orang
(7,4%) dan 533.895 orang (16,6%), se-dangkan Provinsi Papua Barat memiliki
jumlah penderita pal-ing sedikit yaitu sebanyak 2.007 orang (3,6%) dan 2.955
orang (5,3%).
2.4

Gambaran umum dari epidemiologi stroke


Gambaran Umum Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang

disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak
dan menimbulkan gejala dan tanda yangsesuai dengan daerah otak yang
terganggu.

Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu dan keadaan
penduduk. Ditemukan pada semua golongan usia namun sebagian besar akan
dijumpai pada usia di atas 55 tahun. Ditemukan kesan bahwa insiden stroke
meningkat secara eksponensial denagn bertambahnya usia, dimana akan terjadi
peningkatan 100 kali lipat pada mereka yang berusia 80-90 tahun. Insiden usia 8090 adalah 300/10.000 dibandingkan dengan 3/10.000 pada golongan usia 30-40
tahun. Stroke banyak ditemukan pada pria dibandingkan pada wanita.
Variasi gender ini bertahan tanpa pengaruh umur. Insiden stroke bervariasi
antarnegara dan tempat. Menurut hasil penelitian yang dikoordinasi oleh WHO,
dari 16 pusat riset di 12 negara naju dan berkembang antara Mei 1971 sampai
dengan Desember 1974 memperlihatkan bahwa insiden stroke yang paling tinggi
adalah di Ahita (Jepang) yaitu 287 per 100.000 populasi per tahun, sedang yang
terendah adalah di Ibadan (Nigeria) sebesar 150 per 100.000 populasi per tahun.
Clifford Rose dari Inggris memperkirakan insidens stroke dikebanyakan negara
adalah sebesar perdarahan intra serebral meningkat sesuai dengan pertambahan
umur, sedang perdarahan subarachnoidal lebih banyak terdapat di kalangan usia
muda.
Di Indonesia, walaupun belum ada penelitian epidemiologis yang sempurna,
dari hasil survei kesehatan rumah tangga tahun 1984 dilaporkan prevalensi stroke
pada golongan umur 25-34 tahun, 35-44 tahun, dan pada kelompok umur 55 tahun
ke atas berturut-turut 6,7; 24,4 dan 276,3 per 100.000 penduduk sedangkan
proporsi stroke di rumah-rumah sakit di 27 provinsi pada tahun 1984 dan tahun
1986 meningkat 0,96 per 100 penderita. Masih dari hasil survei kesehatan rumah
tangga, mortalitas stroke pada tahun 1986 adalah tercatat 37,3 per 100.000
penduduk ; sementara di negara negara maju, stroke merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan keganasan. Walaupun
mortalitasnya sangat bervariasi antargeografi , namun secara rata

rata

disebutkan angka 100 kematian per 100.000 penduduk per tahun


2.5

Besarnya Masalah
Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh Yayasan Stroke

Indonesia, masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah
penderita Stroke di Indonesia terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia.
Jumlah yang disebabkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia diatas 60

tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun. Stroke merupakan penyebab
kecacatan serius menetap no 1 di seluruh dunia.
Pada tanggal 29 Oktober diperingati sebagai hari stroke dunia, saat ini
diingatkan bahwa 1 dari 6 orang menderita stroke dan hampir setiap 6 detik
seseorang meninggal karena stroke. Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir
85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke bila
menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan dunia
memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan
kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010
menjadi 8 juta di tahun 2030.
Kasus stroke meningkat di negara maju seperti Amerika dimana kegemukan
dan junk food telah mewabah. Berdasarkan data statistik di Amerika,setiap tahun
terjadi 750.000 kasus stroke baru di Amerika. Berdasarkan datatersebut
menunjukkan bahwa setiap 45 menit, ada satu orang di Amerika yangterkena
serangan stroke dan 4 dari 5 keluarga di Amerika terkena stroke.
Di Indonesia,stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan
setelah jantung dan kanker. Bahkan, menurut survei tahun 2004, stroke
merupakan pembunuh no.1di RS Pemerintah di seluruh penjuru Indonesia.
Kejadian stroke di Indonesia punselalu meningkat dari tahun ke tahun. Sebanyak
33 % pasien stroke membutuhkan bantuan orang lain untuk aktivitas pribadi, 20%
membutuhkanbantuan orang lain untuk dapat berjalan kaki, dan 75 % kehilangan
pekerjaan.
Menurut WHO (2011), Indonesia telah menempati peringkat ke-97 dunia
untuk jumlah penderita stroke terbanyak dengan jumlah angka kematian mencapai
138.268 orang atau 9,70% dari total kematian yang terjadi pada tahun 2011.
Menurut data tahun 1990-an, diperkirakan ada 500.000 orang penderita stroke di
Indonesia, sekitar 125.000 diantaranya meninggal atau cacat seumur hidup. Tetapi
jumlah sebenarnya sulitdiketahui karena banyak yang tidak dibawa ke dokter
karena ketiadaan biaya atau jarak rumah sakit yang jauh dari tempat tinggal.
Kasus stroke di Indonesia menunjukkan kecenderungan terus meningkat dari
tahun ke tahun.

Setelah tahun 2000 kasus stroke yang terdeteksi terus melonjak. Pada tahun
2004, beberapa penelitian disejumlah rumah sakit menemukan pasien rawat inap
yang disebabkanstroke berjumlah 23.636 orang. Sedangkan yang rawat jalan atau
yang tidak dibawake rumah sakit tidak diketahui jumlahnya (Kompas, 2008). Di
Bali jumlah penderita stroke Hemoragik dan stroke non hemoragik yang masuk ke
RSUP Sanglah Denpasar didapatkan jumlah penderita stroke 2 tahun terakhir
memang mengalami penurunan, namun jumlah kasusnya masigh tergolong
banyak. Pada tahun 2011 jumlah penderita stroke yang menjalani perawatan
adalah 848 orangdimana bila dirata-ratakan terdapat 71 kasus per bulan.
Sedangkan pada tahun 2012 menjadi 715 orang dimana bila dirata-ratakan
terdapat 60 kasus per bulan.
2.6

Faktor Resiko
Sebagian besar stroke terjadi akibat kombinasi faktor penyebab medis

(misalnya, peningkatan tekanan darah) dan faktor penyebab perilaku (misalnya


merokok). Penyebab-penyebab ini disebut faktor risiko. Sebagian faktor risiko
dapat dikendalikan atau dihilangkan sama sekali baik dengan cara medis,
misalnya minum obat tertentu atau dengan cara nonmedis, misalnya perubahan
gaya hidup. Ini disebut faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Diperkirakan bahwa
hampir 85% dari semua stroke dapat dicegah dengan mengendalikan faktor-faktor
risiko yang dapat dimodifikasi. Namun, terdapat sejumlah faktor risiko yang tidak
dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi ini mencakup penuaan,
kecenderungan genetis dan suku bangsa.
Faktor risiko perilaku adalah faktor yang terjadi akibat perilaku atau gaya
hidup seseorang. Faktor yang terpenting adalah merokok (aktif dan pasif),
makanan yang tidak sehat, konsumsi alkohol berlebihan, tidak banyak aktivitas
fisik, mendengkur dan apnea tidur, kontrasepsi oral, narkoba (misalnya heroin,
amfetamin, kokain dan mariyuana) serta kelebihan berat badan.
Faktor risiko ini menyebabkan orang menjadi lebih rentan atau mudah
mengalami stroke. Faktor- factor risiko yang selama ini diidentifikasi dapat
berupa hipertensi, diabetes mellitus, riwayat stroke sebelumnya, obesitas, dan
kebiasaan merokok. Selain itu, disebutkan juga beberapa factor yang dicurigai

berkaitan dengan stroke seperti alkholol, kontrasepsi hormonal, trauma dan herpes
zoster.
Beberapa factor risiko stroke yang dapat disebutkan, yakni :
1
2
3

Umur : Rate meninggi sesuai dengan pertambahan umur.


Ras : lebih tinggi ras berkulit gelap daripada ras berkulit putih
Seks : lelaki lebih besar factor risikonya dibandingkan dengan wanita

(lelaki > wanita)


4 Hipertensi : factor risiko tertinggi dari stroke
5 Diabetes (>120mg/ 100ml) : kuat asosiasinya, kapiler rapuh
6 Penyakit jantung sebelumnya : risiko meninggi sampai 3 kali
7 Atrial fibrillation/ TIA : factor risiko kuat
8 Obesitas : inconsistent findings
9 Rokok : tidak ditemukan efek besar, kapiler kaku.
10 Kolesterol dan trigliserida : inconsistent
Diantara factor risiko di atas, dapat disebutkan 4 major risk factors dari
stroke :
1
2
3
4

Hipertensi
Transient ischemic attack
Hypercholesterolemia
Diabetes mellitus

Risk Factors for Stroke


A

B
1
2
-

Single Risk Factors


1 Well-documented risk factors:
a Treatment not feasible or established
- Age and gender
- Race
- Prior stroke
- Asymptomatic carotid bruits
- Familial factors
- Diabetes mellitus
b Treatable
- Hypertension
- Cardiac disease
- Transient ischemic attacks
- Elevated hematocrit
- Sickle cell disease
2 Less well-documented risk factors
a Treatment not feasible or not established:
- Geographic location
- Season and climate
- Socioeconomic factors
b Treatable but value not established
- Elevated blood cholesterol and lipids
- Cigarette smoking
- Alcohol consumption
- Oral contraceptive use
- Physical inactivity
- Obesity
Multiple Risk Factors
Framingham profile :
Systolic blood pressure
Cigarette smoking
Glucose tolerance
Electrocardiogram
Serum cholesterol
Left ventricular hypertrophy
Paffenbarger and Williams criteria
Cigarette smoking
Low poderol index
Body height
Systolic blood pressure

Sidharta (1985)
memperingatkan
bahwa
Cerebrovascular
Disease merupakan
penyakit orang-orang
golongan usia di atas
50 tahun, karena pada
orang- orang golongan
tersebut terdapat
arteriosclerosis
cerebri.
Proses Atherosklerosis
disebabkan

dan

ditentukan oleh factor


keturunan,

hipertensi

dan cara hidup. Semua


factor

yang

menentukan timbulnya
manifestasi

stroke

dikenal sebagai factor


risiko stroke, dikenal
juga sebagai stroke
profile;

sehingga

orang-orang yang mempunyai stroke profile dinamakan stroke prone person, yaitu
orang yang memiliki kecenderungan untuk mengidap stroke.gambaran tentang
luas dan jenis factor risiko ini dapat dilihat dalam table 2.1 (Millikan et al, 1987).
Dikenal adanya sigle risk factors dan multiple risk factors. Pada kelompok single
risk factor terbagi atas well-documented risk factors and less-welldocumented risk
factors.

2.7 Patogenesis
Lebih dari organ-organ lain, otak tergantung pada suplai oksigen yang
adekuat dari sirkulasi darah. Sirkulasi serebral yang konstan di atur oleh
baroreseptor dan refleks vasomotor yang dikontrol batang otak. Pada penelitian
hewan, dan mungkin pada manusia, penghentian aliran darah di otak selama lima
menit menyebabkan kerusakan otak yang ireversibel (Adams dan Victor, 2009).
Efek oklusi ateri fokal sangat tergantung pada lokasi oklusi dan adanya jalur
kolateral dan anastomosis. Misalnya oklusi dari arteri karotis interna di leher, ada
anastomosis melalui arteri komunikan anterior dan posterior menghubungkan
arteri sirkulus Willis dari arteri karotis eksternal melalui arteri opthalmikus
(Adams dan Victor, 2009).
1. Aterosklerosis
Infark aterosklerosis diperkirakan 14-25% dari stroke iskemik dan
laki-laki dua kali lebih beresiko daripada wanita. Stroke ini berhubungan
dengan akumulasi plak ateroskerosis pada lumen arteri besar atau sedang,
biasanya pada bikurfasi atau lengkungan dari pembuluh darah. Beberapa
arteri dari arkus aorta menuju sirkulus willisi dapat terkena, tetpai tempat
ateroskelrosis yang berhubungan dengan stroke paling sering junction
common and internal carotid artery, asal dari middle dan anterior arteri
cerebral, dan asal dari arteri vertebra (Frtzsimmons, 2007).
Patogenesis aterosklerosis belum sepenuhnya diketahui, tetapi
kerusakan dan hasil dari disfungsi sel endotel vaskular diketahui sebagai
fase awal. Sel endotel rusak akibat dari LDL (low-density lipoprotein),
radikal bebas, hipertensi, diabetes, homosistein, dan agen infeksi.
Monosit dan limfosit T melekat pada tempat yang mengalami kerusakan
dan

berpindah

ke

subendotel,

dimana

monosit

dan

makrofag

bertrasformasi pada lipid foam cells. Hasil dari lesi ini disebut fatty
streak. Pelepasan faktor pertumbuhan dan kemotaktis dari sel endotelo
dan makrofag memicu proliferasi dan migrasi dari sel intima otot polos
dan membenruk fibrous plaque. Platelet melekat pada tempat yang rusak
atau cedera dan melepaskan faktor pertumbuhan dan kemotaktik (Simon,
2009).

2. Stroke kardioemboli
Berdasarkan studi populasi, emboli yang berasal dari jantung
menyebabkan 15%-30% stroke iskemik. Emboli dapat menuju sirkulasi
otak dan menyebabkan obstruksi aliran darah otak dengan oklusi arteri
dimana diameter lumen sama dengan ukuran material emboli. Sumber
utama dari kardiaemboli termasuk intrakardia dan mural trobus oleh
atrial fibrilasi, dilatasi kardiomiopati dengan penurunan fraksi ejeksi, dan
abnormalitas pergerakan dinding yang diikuti oleh infark miokardium.
Penyakit katup jantung penyebab lain yang sering menyebabkan
tromboemboli jantung, seperti penyakit jantung rematik, mitral
regurgitasi atau stenosis, dan endokarditis (Simon, 2009).
Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit
neurologi mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.
Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Trombus embolik ini
sering tersangkut di bagian pembuluh darah yang mengalami stenosis.
Stroke kardioembolik, yaitu penyebab tersering, didiagnosis apabila
diketahui adanya kausa jantung seperti fibrilasi atrium atau apabila
pasien baru mengalami infark miokardium yang mendahului terjadinya
sumbatan mendadak pembuluh besar otak. Embolik berasal dari bahan
trombotik yang terbentuk di dinding rongga jantung dan katup mitralis.
Karena biasanya adanya bekuan yang sangat kecil, fragmen-fragmen
embolus dari jantung mencapai otak melalui arteria karotis dan
vertebralis.
3. Stroke Kriptogenik
Di beberapa penelitian, 20-40% dari semua stroke, tidak diketahui
penyebabnya atau kriptogenik. Infark kriptogenik sering diperkirakan
disebabkan oleh emboli, tetapi setelah dievaluasi dengan diagnostik
lengkap, sumber emboli tidak dijumpai (Fitzsimmons, 2007).
Walaupun kardioembolik menimbulkan gambaran klinis yang
dramatis dan hampir patogmonik, namun sebagian pasien mengalami
oklusi mendadak pembuluh inrakranium besar tanpa penyebab yang
jelas. Kelainan ini disebut kriptogenik karena sumbernya tersembunyi,
bahkan setelah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan evaluasi klinis
yang ekstensif (Price dan Wilson, 2002).

4. Stroke Lakunar
Infark lakunar, atau stroke pembuluh darah kecil, 15-30% dari
stroke iskemik. Infark lakunar biasanya pada diameter kurang dari 1 cm
dan disebabkan oklusi arteri penetrasi kecil yang memperdarahi struktur
dalam otak, misalnya kapsula interna, basal ganglia, corona radiata,
talamus, dan batang otak (Fitzsimmons, 2007).
Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh darah halus
hipertensif dan mneyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul
dalam beberapa jam atau kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan
infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin-lipid salah
satu dari cabang-cabang penetrans sirkulsus Willisi, arteri serebri media,
atau arteri vertebralis dan basilaris. Masing-masing cabang ini sangat
halus dan menembus jauh ke dalam substansia grisea dan alba serebrum
dan batang otak. Cabang-cabang ini rentan terhadap trombosis dari
penyakit
Hilangnya autoregulasi adalah penyulit stroke yang sangat
berbahaya dan dapat memicu lingkaran setan berupa meningkatnya
edema otak, meningkatnya TIK, dan semakin luasnya kerusakan neuron.
Dengan hilangnya autoregulasi, arteriol-arteriol tidak lagi mampu
mengendalikan CBF sesuai kebutuhan metabolik. Arteriol-arteriol
tersebut juga tidak dapat melindungi kapiler otak dari peningkatan atau
penurunan mendadak tekanan darah. Pada hipotensi berat, tekanan
perfusi serebrum menurun sehingga terjadi iskemik. Akhirnya karena
iskemik menimbulkan perubahan kimiawi di dalam sel, akan terjadi
kerusakan akibat meningkatnya edema serebrum, yang semakin
menurunkan aliran darah ke otak dalam suatu sistem aliran lambat (Price
dan Wilson, 2002).

Serebral Iskemik Akut dan Neuroinflamasi (Naoli dan Papa 2010)


Stadium Prapatogenesis
Yaitu stadium sebelum terjadi gejala stroke. Stadium ini umumnya
penderita sudah mempunyai faktor risiko atau memiliki gaya hidup yang
mengakibatkan penderita menderita penyakit degeneratif.
Stadium Patogenesis
Yaitu stadium ini dimulai saat terbentuk lesi patologik sampai saat lesi
tersebut menetap. Patogenoesis dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu :

Fase hiperakut atau fase emergensi. Fase ini berlangsung selama 0


3 / 12 jam pasca onset.

Fase akut. Fase ini berlangsung sesudah 12 jam 14 hari pasca


onset.

Fase subakut. Fase ini berlangsung sesudah 14 hari kurang dari


180 hari pasca onset

Stadium Pascapatogenesis

yaitu stadium ini secara klinis ditandai dengan defisit neurologik yang
cenderung menetap.
2.8

Gejala Klinik
Pada suatu stroke trombotik, gangguan peredaran darah dapat berupa

penyumbatan di salah satu arteri otak. Penyumbatan ini mungkin berupa thrombus
atau emboli yang keduanya berakibat sama. Penderita didiagnosis klinis sebagai
stroke trombotik atas dasar penyisihan sebab-sebab lain. Jika tanda-tanda
perdarahan otak tidak jelas dan jika klinis tidak ditemukan sumber emboli, maka
penderita dianggap sebagai stroke trombotik .
Penderita stroke trombotik biasanya mempunyai wujud gambaran klinis
yang karakteristik sebagai berikut:
1. Penderita sedang santai atau tidur,lalu ketika akan bangkit tiba-tiba
merasa lemah atau tidak dapat berdiri kadang-kadang langsung jatuh
2. Sering beberapa waktu sebelumnya merasa pegal-pegal , agak lemah
atau keram linu pada separuh tubuh
3. Disertai atau tanpa pusing tidak lazim adanya nyeri kepala yang
hebat , mual muntah maupun panas
4. Tidak ada riwayat trauma capitis baru
5. Lebih sering mengenai orang-orang berusia 60 tahun atau lebih
dengan satu atau lebih factor risiko . Gejala-gejala tersebut bisa
perlahan lahan bertambah beratataupun sudah menetap
Proses penyumbatan pembuluh darah otak mempunyai beberapa sifat klinis
yang spesifik :
1. Timbul mendadak. Timbulnya gejala mendadak dan jarang didahului
oleh gejala pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual,
muntah, dan sebagainya.
2. Menunjukkan gejala neurologis kontraleteral terhadap pembuluh yang
tersumbat. Tampak sangat jelas pada penyakit pembuluh darah otak
sistem karotis dan perlu lebih teliti pada observasi sistem vertebrabasilar meskipun prinsipnya sama.

3. Kesadaran dapat menurun sampai koma terutama pada perdarahan


otak sedangkan pada stroke iskemik lebih jarang terjadi penurunan
kesadaran.
Pada dasarnya wujud gejala klimis stroke ditentukan oleh jenis penyebab
stroke, pembuluh darah yang terganggu, luas atau besarnya daerah otak yang
menderita.

Membedakan perdarahan (haemorhagic stroke ) dari infark

(thrombotic stroke)otak tidaklah semudah mendiagnosis stroke. Saat ini disadari


bahwa hanya Computed Tomography Scanning yang mampu melakukannya.
Informasi yang diperoleh melalui CT scan pada kasus-kasus stroke, memberikan
pelajaran bahwa banyak kasus infark serebral yang luas menghasilkan gambaran
klinis sama dengan perdarahan intra serebral . Demikian pula banyak perdarahan
intra serebral tidak menghasilkan perangsangan meningeal maupun gambaran
likuor yang berdarah oleh karena perdarahannya tidak menjebol ke dalam
ventrikel.
Sakit kapala hebat seringkali menyertai thrombosis serebri media, yang
relevan dikorelasikan dengan perdarahan ialah sakit kepala hebat pada saat awitan
(mulai stroke). Demikian pula kejang umum dapat terjadi pada infark otak apabila
melibatkan korteks. Anisokaria dan deviation conyugee ditentukan oleh lokasi lesi
dan bukan oleh sifat lesi (perdarahan atau infark otak).
Yang menjadi kendala dalam usaha menjangkau pemeriksaan CT scan
tersebut ialah karena alat canggih ini hanya terdapat di kota-kota besar di
Indonesia dan berhubung dana yang dibutuhkan untuk pemeriksaan ini tidak
sedikit maka masih cukup sulit untuk dapat dijangkau oleh sebagian penderita.
Pada keadaan yang demikian, maka diagnosis stroke hanya dilakukan secara
klinis. Kelemahan CT scan yang diamati oleh Bamford, ialah bahwa pada fase
akut stroke,CT scan memperlihatkan kelainan yang konsisten dengan diagnosis
klinik stroke pada 50% penderita , disamping untuk perdarahan-perdarahan perifer
yang lebih kecil CT scan menjadi kurang sensitive. Mengingat hal-hal tersebut,
Allen dan Poungvarin dikutip oleh Bamford menegaskan bahwa penerapan
system skoring secara klinik tetap lebih baik daripada mendiagnosis dengan cara
yang tidak sistematik. Usaha kea rah itu telah dicoba oleh beberapa ahli baik

perorangan maupun secara tim antara lain Skor Guys Hospital, skor Stroke
Djoenaidi, dan Skor Siriraj Hospital.
Untuk diagnosis stroke, Djoenaidi memperkenalkan system skoring yang
dapat digunakan untuk mendiagnosis stroke dan menentukan jenisnya atas yang
hemoraghik dan non hemoraghik dengan ketepatan yang cukup memadai
dibandingkan dengan CT scan.
Menurut Kementrian Kesehatan RI 2014,Stroke dapat juga disebabkan
oleh perdarahan dari pembuluh darah di otak atau dari gumpalan darah. Berikut
adalah Gejala penyakit stroke :
-

Rasa lemas secara tiba-tiba pada wajah, lengan, atau kaki, seringkali
terjadi pada salah satu sisi tubuh

Mati rasa pada wajah, lengan atau kaki, terutama pada satu sisi tubuh

Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan

Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata

Kesulitan berjalan, pusing, hilang keseimbangan

Sakit kepala parah tanpa penyebab jelas, dan hilang kesadaran atau
pingsan

Stroke dapat juga disebabkan oleh perdarah-an dari pembuluh darah di otak
atau dari gumpalan darah. Gejala Stroke dapat disimpulkan menjadi SEGERA
RAWAT KE RUMAH SAKIT

2.9 Pengobatan
a) Pengobatan stroke akut
Stroke sebagai salah satu penyakit yang bisa berulang, membawa
kecacatan, bahkan kematian, harus mendapat penanganan yang serius.

Pengobatan stroke dilakukan setelah diagnosis stroke ditegakkan agar


memperoleh hasil yang maksimal.
Tujuan utama pengobatan stroke akut adalah sebagai berikut (Anonim,
2008):
Mengurangi luka sistem saraf yang sedang berlangsung dan
menurunkan kematian serta cacat jangka panjang.
- Mencegah komplikasi sekunder untuk imobilitas dan disfungsi
sistem syaraf pusat.
- Mencegah berulangnya stroke.
1) Terapi Suportif
Terapi suportif penting diberikan untuk menyokong fungsi
organ-organ vital dan mencegah komplikasi stroke. Sekitar 25%
pasien stroke akut akan mengalami perburukan dalam 2-4 hari
pascaserangan karena pembengkakan otak. Pasien stroke akut
dianjurkan untuk dirawat di rumah sakit. Tujuan perawatan di
rumah sakit antara lain sebagai berikut :
- Observasi pasien untuk persiapan tindakan atau terapi
-

selanjutnya.
Pemberian obat atau tindakan bedah untuk meningkatkan

kesembuhan dan meminimalkan kecacatan.


Pencegahan komplikasi akut.
Pengobatan penyakit atau faktor risiko yang telah ada.
Perencanaan terapi jangka panjang untuk mencegah serangan

ulang stroke.
- Perencanaan program rehabilitasi.
Pendekatan terapi pada fase akut, difokuskan pada restortasi aliran
darah otak dan menghenntikan kerusakan selular yang berkaitan dengan
iskemik. Berdasarkan model stroke pada hewan percobaan, periode
waktu ini berkisar antara 12-24 jam, walaupun secara khusus ditekankan
antara 3-6 jam (Wibowo dan Gofir, 2001).
Berikut merupakan terapi supportif dan terapi komplikasi akut
(Ikawati, 2011 :
- Pernafasan, ventilatory support dan suplementsi oksigen. Tujuan
terapi ini adalah untuk mencegah hipoksia dan potensi yang
dapat memperburuk kerusakan otak. Terapi ini dapat dilakukan

dengan menggunakan elective intubation dan endotracheal


-

intubation.
Pemantaun temperatur. Apabila temperatur tubuh pasien tinggi,
diperlakukan terapi yang dapat menurunkan secara akurat yang
diperkirakan dapat meningkatkan prognosis pasien. Obat yang

berperan antara lain, aspirin, ibuprofen dan parasetamol


Terapi dan pemantaun fungsi jantung. Pemantauan fungsi
jantung diperlukan untuk mendeteksi ada tidaknya atrial fibrilasi
yang paling tidak diperiksa 24 jam pertama. Apabila ditemukan

adanya aritmia yang serius, perlu dilakukan terapi.


Pemantaun tekanan darah arteri (hipertensi atau hipotensi).
Tekanan darah merupakan faktor risiko, sehingga penting
dilakukan pemantauan tekanan darah pasien. Apabila tekanan
darah pasien terlalu rendah (<100/70mmHg), diperlukan
pemberian cairan normal saline. Pemberian vasopressor (seperti
dopamin) dopamin dapat dilakukan apabila normal saline
kurang adekuat. Tekanan darah pasien yang tinggi perlu diterapi

dengan obat antihipertensi.


Pemantaun kadar gula darah (hipoglikemia atau hiperglikemia).
Tujuan dilakukan adalah mencapai kadar gula darah yang
diinginkan. Pada kondisi hiperglikemia, pasien diterapi dengan
insulin atau obat yang lain (target terapi 80-140) untuk
mengurangi risiko perkembangan stroke iskemik menjadi
hemoragik, sedangkan pada kondisi hipoglikemia, pasien perlu
diterapi untuk mencegah terkacaunya tanda-tanda stroke

iskemik dan mencegah kerusakan otak yang lain.


Terapi spesifik, jenis obat atau tindakan yang akan dilakukan
berbeda antara stroke iskemik dan stroke hemoragik. Namun, secara
prinsip terapi suportif untuk kedua jenis pasien stroke akut ini tidak
berbeda. Terapi suportif yang dilakukan di rumah sakit yaitu sebagai
berikut :
a Observasi tanda vital
Observasi tanda vital dilakukan dalam 24 jam sejak pasien
rumah sakit dengan memonitor kerja organ-organ vital, seperti

jantung, paru, dan fungsi saraf, mengingat kondisi pasien belum


b

stabil dan perubahan akan tampak pada tanda vital.


Pemenuhan kebutuhan oksigen
Pada pasien stroke akut, pasokan oksigen harus dipastikan
adekuat untuk mencegah otak kekurangan oksigen dan

perburukan gangguan saraf.


Pencegahan peningkatan tekanan kepala
Peningkatan tekanan di dalam kepala membawa akibat
buruk terhadap jaringan otak. Tekanan dalam kepala dapat
meningkat akibat adanya pembengkakan jaringan otak pada
kasus stroke iskemik ataupun darah yang keluar pada stroke
hemoragik. Peningkatan tekanan ini dapat dicegah degan
pengaturan posisi kepala dan bila diperlukan pemberian obat-

obatan.
Nutrisi
Nutrisi yang memadai sangat penting selama perawatan
stroke. Kekurangan nutrisi dapat menghambat penyembuhan.
Makanan yang diberikan adalah yang bisa menjaga agar feses

tetap lunak.
Perbaikan fungsi saraf
Fungsi saraf yang terganggu perlu diberikan rangsangan
sedini mungkin agar perbaikan fungsi tercapai dengan cepat.
Rangsangan yang diberikan dapat berupa rangsangan sensorik

ataupun perabaan.
Mobilisasi
Mobilisasi
segera

dapat

mencegah

komplikasi

pneumonia/radang paru, otot mengecil ataupun luka akibat kulit


tertekan lama. Jika pasien belum bisa bangun, mobilisasi dapat
dilakukan secara pasif dengan bantuan fisioterapi.
e. Mencegah komplikasi akut
Terapi suportif juga penting untuk mencegah komplikasi
akut, mengingat bahwa komplikasi akut dapat menyebabkan
kematian 5 kali lebih banyak dibandingkan akibat kerusakan
jaringan otak pada stroke.
2) Terapi Obat

Tujuan terapi obat pada fase akut stroke difokuskan untuk


memperbaiki aliran darah otak serta menghentikan kerusakan sel
dan jaringan otak yang berkaitan dengan iskemik.
Beberapa waktu setelah serangan stroke, kemungkinan
telah terjadi kematian jaringan otak pada tempat yang aliran
darahnya terputus dan penurunan aliran darah ke bagian-bagian
sekeliling jaringan otak tersebut. Bagian-bagian otak yang
mengalami penurunan aliran darah disebut daerah penumbra
iskemik dan merupakan target utama terapi stroke akut.
a. Obat untuk stroke iskemik
Obat yang digunakan pada stroke iskemik antara lain sebagai
berikut :
1 Activator Plasminogen (tissue Plasminogen Activator/tPA)
Obat ini dapat melarutkan gumpalan darah melalui
kerja enzim plasmin yang mencerna fibrin, yakni
komponen

pembekuan

darah

sehingga

tidak

lagi

menyumbat pembuluh darah. Risiko utama tPA adalah


perdarahan karena plasmin mencerna tidak saja fibrin
yang terdapat di gumpalan darah, tetapi juga cadangan
fibrin yang terdapat pada pembuluh darah setempat. Oleh
karena itu, terapi tPA tidak boleh diberikan jika pasien
tidak di unit perawatan intensif atau pelayanan stroke yang
mapan.
Terdapat sejumlah criteria untuk pengobatan tPA,
antara lain mula timbul gejala stroke kurang dari 3 jam,
hasil CT scan atau MRI memastikan stroke yang dialami
adalah stroke iskemik, pasien tidak sedang terapi dengan
obat anti-pembekuan darah, jumlah trombosit normal,
2

serta terapi dalam pengawasan tim stroke.


Pentoksifilin
Pentoksifilin bekerja meningkatkan pasokan oksigen
ke bagian otak yang mengalami iskemik dengan cara
meningkatkan kelenturan sel darah merah (eritrosit) dan

mengurangi kekentalan darah.


b. Obat untuk stroke hemoragik

Adapun obat yang dapat digunakan pada stroke hemoragik


adalah sebagai berikut:
a Nimodipin
Obat ini bermanfaat untuk mencegah menyempitnya
pembuluh
b

darah

pada

stroke

dengan

perdarahan

subarachnoid.
Aminocaproic acidacid
Obat ini bekerja melawan activator plasminogen,
jadi hampir kebalikan dari kerja tPA. Perdarahan
subarachnoid dapat berkurang 13-20% setelah terapi

dengan aminocaproic acidacid.


Traexamid acid
Mekanisme
kerjanya

adalah

menghambat

pembentukan plasmin. Obat ini dapat mencegah terjadinya


perdarahan ulang.
3) Terapi Bedah
Terapi bedah yang dilakukan pada pasien stroke
hemoragik, tujuannya adalah mengeluarkan darah yang dapat
merusak jaringan otak dan jika memungkinkan mengehentikan
perdarahan. Adapun pada stroke iskemik bertujuan mengurangi
penyempitan atau menghilangkan sumbatan pembuluh darah
agar aliran darah ke jaringan otak kembali lancar. Terapi bedah
ini, walau memberikan peningkatan kesembuhan pda pasien
stroke akut, tetapi tidak mudah dilakukan di Indonesia karena
terbatasnya jumlah dan distribusi dokter bedah saraf di
Indonesia, keterbatasan sarana dan prasarana rumah sakit, serta
tingginya biaya yang harus ditanggung pasien. Tindakan bedah
lebih banyak dilakukan pada kasus stroke hemoragik.
b) Pengobatan Pencegahan Stroke Berulang
Setelah stroke akut dapat diatasi dan kondisi pasien stabil, penting
sekali diterapkan upaya-upaya agar tidak terjadi serangan ulang stroke.
Upaya yang dapat dilakukan adalah mengobati dan menghilangkan
faktor risiko. Jika pasien mempunyai hipertensi maka hipertensinya harus
dikendalikan. Jika pasien merupakan penderita hiperkolesterol maka harus
melakukan diet rendah lemak serta terapi antikolesterol. Selain hal-hal

tersebut, ada obat-obat yang harus terus diminum oleh pasien antara lain
sebagai berikut :
a. Aspirin
Aspirin, popular sebagai obat nyeri kepala. Namun, aspirin
ternyata mempunyai efek antiperlekatan trombosit sehingga dapat
digunakan untuk pencegahan stroke. Obat ini harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Efek samping aspirin
adalah nyeri lambung (maag) dan perdarahan.
b. Sulfirazon
Sulfirazon merupakan obat yang sering digunakan untuk terapi
asam urat. Obat ini mempunyai efek menghambat perlekatan
trombosit, tetapi efeknya kurang bagus jika dibandingkan dengan
aspirin.
c. Dipiridamol
Obat ini mampu menurunkan perlekatan trombosit, tetapi bila
diberikan tunggal tidak lebih unggul dari aspirin sehingga sering
dikombinasikan dengan aspirin.
d. Tiklopidin
Tiklopidin merupakan obat terpilih jika pasien tidak tahan
dengan efek samping aspirin atau gagal dalam terapi aspirin.
Berdasarkan

sejumlah

penelitian,

tiklopidin

lebih

unggul

dibandingkan aspirin dalam mencegah stroke ulang. Efek samping


tiklopidin antara lain diare dan netropenia, yakni jumlah sel darah
putih netrofil menurun sehingga perlu pemantauan jumlah sel darah
putih setiap 15 hari selama 3 bulan.
e. Warfarin
Warfarin merupakan ibat yang bersifat antikoagulan, yakni dapat
mencegah pembekuan darah. Obat ini bermanfaat mengurangi risiko
terbentuknya emboli pada pasien dengan kelainan jantung sehingga
dapat menurunkan risiko stroke. Obat ini mempunyai efek samping
menimbulkan perdarahan sehingga ada beberapa hal yang harus
diperhatikan.

Obat-obat di atas mempunyai risiko menimbulkan perdarahan karena


mekanisme kerjanya yag megintervesi faktor pembekuan darah. Bila ketika
menggunakan salah satu obat tersebut, gusi sering berdarah saat gosok gigi, kulit
memar-memar tanpa terjadi benturan sebelumnya, atau sering mimisan, segeralah
pergi ke dokter untuk penyesuaian dosis atau pengawasan lebih lanjut.
2.10 Pencegahan
Dalam mencegah terjadinya stroke terdapat beberapa hal diantaranya:
a. Pencegahan Primordial
Menghindari terbentuknya pola hidup social ekonomi dan
kultural yang diketahui mempunyai kontribusi untuk meningkatkan
risiko

penyakit.

Pencegahan

primordial

yang

efektifmemerlukanadanyaperaturan yang ketatdaripemerintahTujuan


pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko
stroke bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko.
1. Peran Pemerintah
a) Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian kesehatan
RI. yang dilakukan dengan membuat gerakan CERDIK
( Cek Kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok,
Rajin aktivitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang,
Istirahat yang cukup, Kelola stress) pada hari Jantung
Sedunia.
b) Penyediaan sarana dan prasarana,
1) Mengadakan kegiatan untuk cek kesehatan secara
berkala
2) Membuat kawasan bebas rokok bagi perokok agar
asapnya tidak mencemari udara sekitar.
3) Membuat kawasan untuk tempat olahraga seperti di
alun-alun terdapat lapangan futsal, basket, senam dll
b. Pencegahan primer
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya
hidup dan pengendalian berbagai factor risiko. Upaya ini ditujukan

pada orang sehat dan kelompok risiko tinggi yang belum pernah
terserang

stroke.

atau

upayapencegahanygdilakukansaat

proses

penyakitbelummulai (pada periode pre-patogenesis) dengantujuan


agar tidakterjadi proses penyakit
1. Mengatur Pola Makan yang Sehat
Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat
meningkatkan risiko terkena serangan stroke, sebaliknya
risiko konsumsi makanan rendah lemak dan kolesterol dapat
mencegah terjadinya stroke. Beberapa jenis makan yang di
anjurkan untuk pencegahan primer terhadap stroke adalah:
a) Makanan kolesterol yang membantu menurunkan kadar
kolesterol
-

Serat larut yang terdapat dalam biji-bijian seperti beras


merah, bulgur, jagung dan gandum.

Oat (beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol


total dan LDL, menurunkan tekanan darah, dan
menekan nafsu makan bila dimakan dipagi hari
(memperlambat pengosongan usus).

Kacang kedelai beserta produk olahannya dapat


menurunkan lipid serum, menurunkan kolesterol total,
kolesterol

LDL

dan

trigliserida

tetapi

tidak

mempengaruhi kadar kolesterol HDL.


-

Kacang-kacangan termasuk biji kenari dan kacang


mede menurunkan kolesterol LDL dan mencegah
arterrosklerosis.

Mekanisme kerja: menambah sekresi asam empedu, meningkatkan


aktifitas estrogen dan isoflavon, memperbaiki elastisitas arteri dan meningkatkan
aktifitas antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL.
b) Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi
stroke

Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan


homosistein seperti asam folat,vitamin B6, B12, dan
riboflavin.

Susu yang mengandung protein, kalsium, seng(Zn), dan


B12, mempunyai efek proteksi terhadap stroke.

Beberapa jenis seperti ikan tuna dan ikan salmon


mengandung omega-3, eicosapperitenoic acid (EPA)
dan docosahexonoic acid (DHA) yang merupakan
pelindung

jantung

mencegah

risiko

kematian

mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan


kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adhesi
platelet, sebagai precursor prostaglandin, inhibisi
sitokin, antiinflamasi dan stimulasi Nitric oxide (NO)
endothelial. Makanan jenis ini sebaiknya dikonsumsi
dua kali seminggu.
-

Makanan yang kaya vitamin dan antioksidan (vitamin


C,E, dan betakaroten) seperti yang banyak terdapat
pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan biji-bijian.

Buah-buahan dan sayur-sayuran

c) Kabiasaan/membudaya diit kaya buah-buahan dan


sayuran bervariasi minimal 5 porsi setiap hari.
-

Sayuran hijau dan jeruk yang menurunkan risiko stroke

Sumber kalium yang merupakan predictor yang kuat


untuk mencegah mortalitas akibat stroke, terutama buah
pisang.

Apel yang mengandung quercetin dan phytonutrient


dapat menurunkan risiko stroke.

Teh hitam dan teh hijau yang mengandung antioksidan.

d) Anjuran lain tentang makanan:


-

Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan


antrium

(<6

gram/hari).

Bahan-bahan

yang

mengandung natrium seperti monosodium glutamate

dan sodium nitrat, sebaiknya dikurangi. Makanan


sebaiknya harus segar. Pada penderita hipertensi,
asupan natrium yang dianjurkan 2,3 gram/hari dan
asupan kalium 4,7 gram/hari.
-

Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan


mengurangi asupan trans fatty acid seperti kue-kue,
crackers, telur, makanan yang digoreng, dan mentega.

Mengutamakan

makanan

yang

mengandung

polyunsaturated fatty acid, monounsaturated fatty acid,


makanan berserat dan protein nabati.
-

Nutrient

harus

diperoleh

dari

makanan

bukan

suplemen.
-

Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu


makanan seimbang

Makanan sebaiknya bervariasi dna tidak tunggal.

Hindari makanan dengan densitas kalori tinggi dan


kualitas nutrisi rendah

Sumber lemak sebaiknya berasal dari sayuran, ikan


bauh polong dan kacang-kacangan

Utamakan makanan yang mengandung polisakarida


seperti roti, nasi, pasta, sereal dan kentang. Hindari
makanan yang mengandung gula (monosakarida dan
disakarida)

2. Penanganan Stress dan Beristirahat yang Cukup


a

Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari

Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai


dengan
pekerjaan

jiwa

sehat

satu

menurut

demi

satu,

WHO,
bersikap

menyelesaikan
ramah

dan

mendekatkan diri pada Tuhan yang maha esa dan


mensyukuri hidup yang ada. Stress kronis

dapat

meningkatkan

stress

tekanan

darah.

Penanganan

menghasilkan respon relaksasi yang menurunkan denyut


jantung dan tekanan darah.
3. Pemeriksaan

Kesehatan

Secara

Teratur dan

Taat

Anjuran Dokter dalam Hal Diet dan Obat


a

Faktor-faktor resiko seperti penyakit jantung, hipertensi,


dislipidemia, diabetes mellitus (DM) harus dipantau secara
teratur.

Factor-faktor

resiko

ini

dapat

dikoreksi

dengan

pengobatan teratur, diet dan gaya hidup sehat


c

Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan


darah ,140/90 mmHg. Jika menderita diabetes mellitus
atau penyakit ginjal kronis, target tekanan darah ,130/80
mmHg.

Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes


mellitus dengan target HbA1C <7%.

Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia


dengan diet dan obat penurun lemak. Target kadar
kolesterol LDL <100 mg/Dl penderita yang bersiko tinggi
stroke sebaiknya target kolesterol LDL sebaiknya <70
mg/Dl.

Terdapat bukti-bukti tentang factor resiko yang bersifat


infeksi/inflamasi misalnya infeksi gigi. Kesehatan gigi dan
mulut sebaiknya diperhatikan secara teratur.

Pencegahan Sekunder
Upaya pencegahan yg dilakukan saat proses penyakit sudah
berlangsung namun belum timbul tanda/gejala sakit (pathogenesis
awal) dengan tujuan proses penyakit tidak berlanjut Tujuan:
menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi.
Bentuknya berupa deteksi dini dan pemberian pengobatan (yang tepat)
yaitu dengan cara ;
1. Mengontrol faktor resiko stroke atau aterosklerosis melalui
modifikasi gaya hidup, seperti mengobati hipertensi, diabetes

melitus dan penyakit jantung dengan obat atau diet, stop


merokok dan minum alkohol, turunkan berat badan dan rajin
olahraga, serta menghindari stress.
2. Melibatkan peran serta keluarga secara seoptimal mungkin
yang dapat mengatasi kriris sosial dan emosional penderita
stroke dengan cara memahami kondisi baru bagi pasien pasca
stroke yang bergantung pada orang lain.
3. Menggunakan obat-obatan dalam dalam pengelolaan dan
pencegahan stoke, seperti anti agregasi trombosit dan
koagulan.
d Pencegahan Tersier
Berbeda dari pencegahan primer dan sekunder, pencegahan
tersier ini dilihat dari 4 faktor utama yang mempengaruhi penyakit,
yaitu gaya hidup lingkungan biologis, dan pelayanan kesehatan
(Bustan,2007). Pencegahan tersier ini merupakan rehabilitasi yang
dilakukan pada penderita stroke yang telah mengalami kelumpuhan
pada tubuhnya agar tidak bertambah parah dan dapat mengalihkan
fungsi anggota badan yang lumpuh pada anggota badan yang masih
normal.
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah
menderita stroke agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat
dan mengurangi ketergantungan pada orang lain dalam melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari. Pencegahan tersier dapat dilakukan
dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan sosial. Rehabilitasi akan
diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli fisioterapi,
ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan
peran serta keluarga.
1. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi
yang dapat membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun
terapi yang diberikan yaitu yang pertama adalah fisioterapi,
diberikan untuk mengatasi masalah gerakan dan sensoris

penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri,


berjalan, koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di
tempat tidur. Terapi yang kedua adalah terapi okupasional
(Occupational Therapist atau OT), diberikan untuk melatih
kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi
yang ketiga adalah terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk
melatih kemampuan penderita dalam menelan makanan dan
minuman dengan aman serta dapat berkomunikasi dengan
orang lain.
2. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah
emosional yang dapat mempengaruhi mental mereka,
misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia,
murung dan depresi. Masalah emosional yang mereka alami
akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk
menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu
mendapatkan terapi mental dengan melakukan konsultasi
dengan psikiater atau ahki psikologi klinis.
3. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk
membantu penderita stroke menghadapi masalah sosial
seperti,

mengatasi

perubahan

gaya

hidup,

hubungan

perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain itu,


petugas sosial akan memberikan informasi mengenai layanan
komunitas lokal dan badan-badan bantuan sosial.

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stroke adalah penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
pembuluh darah otak yang tejadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Di Indonesia, berdasarkan
data Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 57,9 persen. Adapun faktor risiko
dari stroke adalah umur, ras, seks, hipertensi, diabetes, penyakit jantung, atrial
fibrilation, obesitas, rokok, kolesterol dan trigliserida. Stroke terdiri atas tiga
stadium yaitu stadium prapatogenesis, patogenesis, pascapatogenesis. Stroke
dapat diobati dengan beberapa cara berdasarkan kebutuhannya yaitu untuk
pengobatan stroke akut atau stroke yang berulang.

3.2 Saran
Untuk mencegah stroke sebaiknya dilakukan empat tingkatan pencegahan :
1

Pencegahan Primordial :
a

Kementrian kesehatan RI membuat gerakan CERDIK ( Cek Kesehatan


secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet sehat
dengan kalori seimbang, Istirahat yang cukup, Kelola stress) pada hari
Jantung Sedunia.

b
2

Penyediaan sarana dan prasarana,

Pencegahan Primer
a. Mengatur Pola Makan yang Sehat
b. Penanganan Stress dan Beristirahat yang Cukup
c. Pemeriksaan Kesehatan Secara Teratur dan Taat Anjuran Dokter dalam
Hal Diet dan Obat

Pencegahan Sekunder
Berupa deteksi dini yang meliputi:
a. Mengontrol faktor resiko stroke atau aterosklerosis melalui modifikasi
gaya hidup, seperti mengobati hipertensi, diabetes melitus dan penyakit
jantung dengan obat atau diet, stop merokok dan minum alkohol, turunkan
berat badan dan rajin olahraga, serta menghindari stress.
b. Melibatkan peran serta keluarga secara seoptimal mungkin yang dapat
mengatasi kriris sosial dan emosional penderita stroke dengan cara
memahami kondisi baru bagi pasien pasca stroke yang bergantung pada
orang lain.
c. Menggunakan obat-obatan dalam dalam pengelolaan dan pencegahan
stoke, seperti anti agregasi trombosit dan koagulan.

Pencegahan Tersier
a. Rehabilitasi Fisik
b. Rehabilitasi Mental
c. Rehabilitasi Sosial

DAFTAR PUSTAKA
http://penyebabstroke.com/faktor-risiko-timbulnya-stroke/ (diakses pada tanggal
19 September 2016)
DR. M.N. Bustan. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka
Cipta
https://bahankedokteran.wordpress.com/2012/07/21/stroke/ (diakses pada tanggal
24 September 2016)
https://bahankedokteran.wordpress.com/2012/07/21/stroke/ (diakses pada tanggal
24 September 2016)
Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2 Rineka
Cipta, . Jakarta.

Info DATIN (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI) tahun 2013
Sari, Wening. dkk. 2016. Care Yourself, Stroke Cegah dan Obati Sendiri. Jakarta :
Penebar Plus (Penebar Swadaya Grup).
Linton, A. D., Matteson, M. A. & Maebius N. K. (2000) Introductory nursing
care of
adults. (2nd ed.) Philadelphia: W. B. Saunders company
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/127168-TESIS0453%20Ism%20N08p-Pengaruh
%20latihan-Literatur.pdf (Di akses pada 25 September 2016: 16.23 PM)
Anies, 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. elex Media
Komputindo.
Bustan, M. N. 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular cetakan 2. Jakarta:
Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai