MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-gula (molases) oleh bakteri
(Brevibacterium lactofermentum). Dalam peroses fermentasi ini, pertama-tama akan
dihasilkan Asam Glutamat. Asam Glutamat yang terjadi dari proses fermentasi ini,
kemudian ditambah soda (Sodium Carbonate), sehingga akan terbentuk Monosodium
Glutamat (MSG). MSG yang terjadi ini, kemudian dimurnikan dan dikristalisasi,
sehingga merupakan serbuk kristal-murni, yang siap di jual di pasar.
2. SEBELUM bakteri (pada Butir 1) tersebut digunakan untuk proses fermentasi
pembuatan MSG, maka terlebih dahulu bakteri tersebut harus diperbanyak (dalam
istilah mikrobiologi: dibiakkan atau dikultur) dalam suatu media yang disebut
Bactosoytone. Proses pada Butir 2 ini dikenal sebagai proses pembiakan bakteri, dan
terpisah sama-sekali (baik ruang maupun waktu) dengan proses pada Butir 1. Setelah
bakteri itu tumbuh dan berbiak, maka kemudian bakteri tersebut diambil untuk
digunakan sebagai agen-biologik pada proses fermentasi membuat MSG (Proses pada
Butir 1).
3. Bactosoytone sebagai media pertumbuhan bakteri, dibuat tersendiri (oleh Difco
Company di AS), dengan cara hidrolisis-enzimatik dari protein kedelai (Soyprotein).
Dalam bahasa yang sederhana, protein-kedelai dipecah dengan bantuan enzim
sehingga menghasilkan peptida rantai pendek (pepton) yang dinamakan Bactosoytone
itu. Enzim yang dipakai pada proses hidrolisis inilah yang disebut Porcine, dan enzim
inilah yang diisolasi dari pankreas-babi.
4. Perlu dijelaskan disini bahwa, enzim Porcine yang digunakan dalam proses
pembuatan media Bactosoytone, hanya berfungsi sebagai katalis, artinya enzim
tersebut hanya mempengaruhi kecepatan reaksi hidrolisis dari protein kedelai menjadi
Bactosoytone, TANPA ikut masuk ke dalam struktur molekul Bactosoytone itu. Jadi
The four pathways of d,l-diaminopimelate and lysine synthesis from aspartate in prokaryotes:
succinylase pathway (A); acetylase pathway (B), dehydrogenase pathway (C), and
aminotransferase pathway (D). Enzymes involved in the succinylase pathway are: (1)
tetrahydrodipicolinate succinylase (DapD); (2) N-succinyl-aminoketopimelate aminotransferase (DapC); and (3) N-succinyl-diaminopimelate desuccinylase (DapE). En- zymes of
the acetylase pathway are: (4) tetrahydrodipicolinate acetylase; (5) N-acetylaminoketopimelate aminotransferase; and (6) N-acetyl-diaminopimelate deacetylase. Via the
aminotransferase pathway, l,l-diaminopimelate is formed by (8) tetrahydrodipicoli- nate
aminotransferase. (9) Diaminopimelate epimerase (DapF) is common for these three
pathways. The dehydrogenase pathway directly forms d,l-diaminopimelate via (7) diaminopimelate dehydrogenase (Ddh). Lysine is built from d,l-diaminopimelate by (10)
diaminopimelate decarboxylas
Empat jalur dari d, 1-diaminopimelate dan sintesis lisin dari aspartat di prokariota: jalur
succinylate (A); Jalur Acetylase (B); jalur dehidrogenase(C); Jalur aminotransferase(D).
Enzim yang terlibat dalam jalur succinylate adalah: (1) tetrahidro dipicolinate succinylate
(DAPD); (2) N-suksinil diaminopimelate aminotransferase (DapC); dan (3) N-suksinil
diaminopimelate desuccinylase (DapE). Enzim dari jalur deacetylase adalah: (4) tetrahidro
dipicolinate deacetylase; (5) N-acetyl diaminopimelate aminotransferase; dan (6) N-asetil-
selama proses produksi dapat menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan pada
orang-orang yang sensitif terhadap MSG dan sering tidak ada petunjuk pada label
produk yang mempengaruhi daya beli.
Menurut Gold (1995) glutamat adalah neurotransmitter penting, senyawa kimia yang
tersedia pada sel saraf di otak untuk berkomunikasi dengan sel saraf yang lain.
Secara normal, glutamat berlebih dipompa kembali ke sel gliol disekeliling sel saraf.
Namun demikian, ketika sel terbuka maka kelebihan dari glutamat ini menyebabkan
sel saraf mati. Orang-orang yang dianjurkan mencegah kelebihan glutamat bebas
adalah orang-orang dengan kondisi sebagai berikut: bayi dan anak-anak, wanita
hamil, hipoglicemia, low brain energy/brain fog (glutamat berlebih menghalangi
penerimaan glukosa ke otak), obesitas, stres, learning disabilities, serangan tibatiba (seizure), sakit kepala atau migrain (glutamat dan aspartat merupakan
pemicu), ketidakseimbangan sistem kekebalan defisiensi vitamin dan mineral, wanita
pada masa subur, ketidakseimbangan hormon/kelenjar endokrin, asma dan alergi,
tinnitas dan penyakit meniere, penyakit pada otak seperti penyakit alzheimer,
penyakit kronis dan orang yang sadar terhadap kesehatan.
Menurut Winarno (2002), dari hasil penyelidikan yang dilakukan disimpulkan bahwa
sebab utama timbulnya gejala tersebut diakibatkan MSG yang terdapat pada sup.
MSG dapat dengan cepat terserap kedalam darah yang kemudian dapat
menyebabkan gejala-gejala CRS (Chinese Restaurant Syndrome). Dari hasil
penelitian selanjutnya, khususnya analisis terhadap kadar MSG dalam serum darah
pasien, ternyata glutamat bukan merupakan senyawa penyebab yang efektif
terhadap terjadinya gejala CRS, tetapi diperkirakan gejala tersebut timbul karena
adanya senyawa hasil metabolisme glutamat seperti misalnya GABA (Gama Amino
Butyric Acid), serotin atau bahkan histamin
FAO dan WHO mengelompokkan MSG sebagai Food Additive (zat tambahan
makanan) dengan Acceptable Daily Intake (ADI) sebesar 120 mg/kg berat
badan/hari. Nilai ambang keamanan ini harus diperhatikan oleh setiap konsumen
MSG agar tidak melebihi jumlah konsumsinya. Jika dibuat berat tubuh orang dewasa
Indoesia rata-rata sebesar 50 kg maka konsumsi tiap harinya aman jika tidak
melebihi 120 mg x 50 = 600 mg (6 g) (Suratmah, 1997).