Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

DISPEPSIA
1.1 Pengertian
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse
berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang
terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa
panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi
termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2000 hal : 488).
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,
kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya
berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur, makanan yang pedas,
asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi emosional
tertentu misalnya stress (Wibawa, 2006).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala klinis (sindrom) yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang dapat pula disertai dengan
keluhan lain, perasaan panas didada di daerah jantung (heartburn), regurgitasi,
kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, bersendawa, anoreksia, mual,
muntah, dan beberapa keluhan lainnya. (Warpadji Sarwono, et all, 1996, hal.
26).
Pengertian dispepsia terbagi atas dua yaitu:
a. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik
sebagai penyebabnya. Sindroma dispepsia organik terdapat keluhan
yang nyata terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus
dua belas jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.
b. Dispepsia non organik, atau dispepsia fungsional, atau dispepsia non
ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dispepsia fungsional

tanpa disertai kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan


pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologi, endoskopi (teropong
saluran pencernaan).
1.2 Anatomi dan Fisiologi

a. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung. Panjang
sekitar 25 cm mulai dari faring sampai pintu masuk cardiac lambung.
Lapisan dinding dari dalam keluar lapisan mukosa, submukosa, lapisan
otot melingkar esofagus terletak dibelakang trakhea dan depan tulang
belakang setelah melalui torak menembus difragma masuk .kedalam
abdomen menyambung dengan lambung.
b. Gaster (lambung)
Gaster merupakan bagian dari saluran pencernaan yang melebar seperti
kantong, terletak didalam rongga perut terutama didaerah epigastrik.
Sebagian terletak dibagian kiri daerah hipokondriak dan umbilikal. Dalam
keadaan kosong lambung berbentuk g dan dalam keadaan penuh lambung
berbentuk seperti buah dengan kapasitas normal lambung 1 sampai 2 liter.

Lambung terbagi atas cardiac gaster, fundus gaster, corpus gaster, antrum
pylorus, spinkter kedua pada ujung lambung untuk mengatur pengeluaran
dan pemasukkan, mengalirkan makanan masuk ke duodenum dan ketika
berkontraksi spinkter ini akan mencegah terjadinya aliran balik dari usus
kelambung.

Persya
ratan lambung sepenuhnya otonomi, suplai saraf parasimpatis untuk
lambung dan duodenum dihantarkan dari ke abdomen melalui nervus
vagus. Serabut aferen mengantarkan infuls nyeri yang dirangsang oleh
peregangan kontraksi-kontraksi otot dan peradangan dan dirasakan pada
daerah epigastrium, serabut eferen simpatis menghambat pergerakan dan
sekresi lambung.
Didalam lambung makanan ditampung, dilancarkan, digiling, dan
beberapa fungsi, antara lain:
1) Fungsi motorik terdiri atas:
a. fungsi reservoir, menyimpan makanan sehingga sedkit demi
sedikit akan dicerna dan akan masuk kedalam saluran cerna.
b. Fungsi pencampuran, memecahkan makanan menjadi partikel
- partikel kecil dan bercampur dengan getah lambung melalui

kontraksi

otot

yang

mengelilingi

lambung.

Kontraksi

peristaltik diatur oleh satu irama listrik intrinsik dasar.


c. Fungsi pengosongan lambung, diatur pembukaan spinkter
pilorus dan dipengaruhi oleh viskositas (kekentalan), volume,
keasaman, aktifitas motorik, keadaan fisik serta emosi, dan
obat-obatan. Lambung biasanya kosong dalam waktu empat
jam setelah makan dapat lebih cepat atau lebih lambat
tergantung dari banyak makanan yang masuk.
2) Fungsi pencernaan dan sekresi
a. Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, pencernaan
karbohidrat dan lemak oleh amilase dan lipase dalam
lambung.
b. Sintesis dan pelepasan gastrin dipengaruhi oleh protein yang
dimakan, perenggangan dan alkalinase antrum dan rangsangan
vagus.
c. Sekresi faktor intrinsik memungkinkan absorbsi vitamin B12
dari usus halus bagian distal.
d. Sekresi muskulus berbentuk selubung yang melindungi
lambung serta berfungsi sebagai pelumas sehingga makanan
mudah diangkut.
Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjadi:
a) Fase sefalik
Yaitu sebagai akibat melihat, mencium, memikirkan atau mengecap
makanan. Menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau
pusat nafsu makan, impuls eferen kemudian dihantarkan melalui saraf
vagus

ke

lambung.

Hasilnya

kelenjar

gastrik

dirangsang

mengeluarkan asam HCL.


b) Fase gastrik
Dimulai antrum pilorus, distensi di antrum menyebabkan terjadinya
rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada dinding lambung,

gastrik dilepaskan dari antrum kemudian dibawa oleh aliran darah


menuju kelenjar lambung untuk merangsang sekresi pelepasan HCL.
c) Fase intestinal
Dimulai dari gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Adanya
protein yang telah dicerna sebagian dalam duodenum tampaknya
merangsang pelepasan gastrin usus suatu hormon yang menyebabkan
lambung terus-menerus mensekresi cairan lambung.
1.3 Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat proses
penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa, 2006). Kadar
lambung lansia biasanya mengalami penurunan hingga 85%. Dispepsia
disebabkan karena kelainan organik, yaitu:
a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa Jenis
antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti hepatitis,
pankreatitis, kolesistisis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit
jantung koroner.
Dispepsia fungsional dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Dispepsia mirip ulkus bila gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati.
b. Dispepsia mirip dismotilitas bila gejala dominan adalah kembung, mual,
cepat kenyang.
c. Dispepsia non-spesifik yaitu bila gejalanya tidak sesuai dengan dispepsia
mirip ulkus dan dispepsia mirip dismotilitas.
Peranan pemakaian OAINS dan infeksi H. Pylori sangat besar pada kasuskasus dengan kelainan organic (Panchmatia, 2010).
1.4 Patofisiologi
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan
makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan
5

lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara


dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan
produksi HCL yang akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung,
sehingga rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga
intake tidak adekuat baik makanan maupun cairan.

Gambar Patofisiologi dispepsia akibat infeksi Helycobacter Pylori


Pathway
Faktor resiko

Faktor pemicu

Perubahan pola makan, stress

Aspirin (OAINS), biometosin

Lambung kosong lama

Memblok prostaglandin

Makanan masuk

Sekresi mukus

Peregangan di perut

Permeabilitas dinding lambung

Merangsang syaraf lambung

HCL

di kirim ke hipotalamus

Mengikis dinding lambung

Nausea
Regurgitasi HCL

HCL mengiritasi dinding esofagus (esofagitis)

Ggn pemenuhan kebutuhan nutrisi

Disfagia, anorexia

merusak flora
infeksi bakteri E.Coli

pengeluaran BPH

bakteri sisa masuk ke usus


Diare
Kurang cairan

Merangsang reseptor nyeri


Iritasi dinding lambung

Medulla spinalis

perasaan tidak nyaman


dibagian epigastrium

Thalamus
Korteks serebri

anorexia
respon nyeri
anorexia dalam waktu lama (hipermatabolik)
penurunan pembentukan ATP

Nyeri

kelelahan
1.5 Manifestasi Klinik
intoleransi
aktivitas
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan
atas
keluhan gejala yang dominan,
membagi dyspepsia menjadi tiga tipe:
1. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus, like dyspepsia), dengan
gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility- like dysmotility),
dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
7

3. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seprti kedua tipe di atas) (Mansjoer,
et al, 2007)
Sidroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta dapat akut
atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan
kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin dserta
dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada beberapa
penderita,makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain,
makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang
menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Jika
dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu, atau tidak
memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai penurunan berat badan
atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita harus menjalani
pemeriksaan.
1.6 Komplikasi
Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun dapat memicu adanya
komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi dispepsia yaitu luka
didinding lambung yang dalam atau melebar tergantung berapa lama lambung
terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan dispepsia ini terus terjadi luka akan
semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna
yang ditandai dengan terjadinya muntah darah, dimana merupakan pertanda
yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air
besar berwarna hitam terlebih dulu yang artinya sudah ada perdarahan awal.
Tapi komplikasi yang paling dikuwatirkan adalah terjadinya kangker lambung
yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi. Adapun komplikasi dari
didpepsia antara lain :
a. Perdarahan
b. Kangker lambung
c. Muntah darah
d. Ulkus peptikum
1.7 Pencegahan
1. Pola makan yang normal dan teratur

2. Pilih makanan yang seimbang dengan kebutuhan dan jadwal makan yang
teratur
3. Sebaiknya tidak mengkomsumsi makanan yang berkadar asam tinggi,
cabai, alkohol, dan pantang rokok
4. bila harus makan obat karena sesuatu penyakit, misalnya sakit kepala,
gunakan obat secara wajar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

1.8 Pemeriksaan Penujang


Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel
darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja dan
urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis
berarti ada tanda-tanda infeksi. pada pemeriksaan tinja, jika
tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti
kemungkinan

menderta

malabsorbsi.

Seseorang

diduga

menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung


(Hadi, 2002). Pada karsinoma saluran pencernaan perlu
diperiksa pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon
perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu
diperiksa CA 19-9 (Vilano et al, cit Hadi, 2002).
2. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau
usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami
kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau
mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita
makan (Mansjoer, 2007).
3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan,
lambung atau usus kecil untuk mendapatkan contoh jaringan
untuk biopsy dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian
9

diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah


lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori. Endoskopi
merupakan pemeriksaan batu emas, selain sebagai diagnostic
sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan
endoskopi adalah:
a. CLO (rapid urea test)
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yatu
OMD dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan
urea breath test (belum tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2007).
Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan
bagian atas sebaiknya dengan kontras ganda. Pada refluks
gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagus yang
menurun terutama di bagian distal, tampak anti peristaltik di
antrum yang meninggi serta sering menutupnya pylorus,
sehingga sedikit barium yang masuk ke intestine (hadi, 2002).
Pada tukak baik dilambung, maupun di duodenum akan terlihat
gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang
terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak
umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin. Kangker
dilambung secara radiologis, akan tampak massa yang ireguler
tidak terlihat peristaltik di daerah kangker, bentuk dari lambung
berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen,
yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon
cuf off sign), atau tampak dilatasi dari intestine terutama di
jejunum yang disebut sentinel loops.
10

5. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran


kontraksi kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap
asam.
1.9 Penatalaksanaan Medik
Berdasarkan konsensus nasional penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra
kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai
fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
1. Antasid 20-150 ml/ hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menertalisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al
(OH)3, Mg(OH)2, dan MG trisiklat. Pemberian antasid jangan terusmenerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi rasa nyeri. Mg
trisiklat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat sebagai
adsorben sehingga bersifat non toksik, namun dalam dosis besar akan
menyebabkan diare karena terbentuk senyawa Mgcl2.
2. Antikolenergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang
dapat mensenkresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga
memiliki efek sitoprotektif.
3. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik
atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
reseptor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor= PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asamm lambung pada stadium akhir
dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI
adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
Obat
Omeperazol

Indikasi
Tukak peptik

Dosis
1x20

Pemberian
Efek samping
Setiap
pagi, Sakit kepala,

11

mg/hari

selam

1-2 nausea, diare

minggu, oral
Tukak

1x20-

duodenum

50mg/hari

Lansoprazol Tukak peptik


Pantoprazol

Tukak

Mabuk, lemas,

Selama 2-4 hari, nyeri

1x30mg/har

i
peptik, 1x40mg/har

oral

epigastrik,

4 minggu, oral

banyak gas
Idem

oral

idem

inhibitor pompa
proton

yang

reversibel
5. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seprti misoprostol (PGE1) dan enprostil
(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung
oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi protoglandin
endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan
produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta
membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan
protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA)
6. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metaklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
7. Kadangkala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat antidepresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak
jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti
cemas dan depresi.
Pengobatan farmakologis untuk pasien dispepsia fungsional belum begitu
memuaskan. Hasil peneliitian controlled trials secara umum masih

12

mengecewakan dan hanya menemukan manfaat yang relatif kecil mengenai


placebo dengan histamin antagonis reseptor H2, penghambat pompa asam
(proton pump inhibitors), dan pemberantasan Helicobacter pylori. Walaupun
sejumlah penelitian acak (randomized), controlled trials, dan meta-analisis
telah menunkukkan keunggulan ssisaprid dibandngkan placebo, sekarang
kegunaan sisaprid terlarang di kebanyakan negara karena mengakibatkan efek
samping pada jantung. (Holtman et al 2006)
Di Jepang, itoprid yang merupakan dopamin antagonis D2 dengan kerja
menghambat acetylcholinesterase, sering diresepkan untuk pasien dispepsia
fungsional . walaupun obat ini tlah menunjukkan merangsang kemampuan
gerak spontan (motality) lambung, penelitian yang dirancang secara tepat, acak
dan controlled trials terahadap pasien dispepsia fungsional masih lemah. Di
jepang, itoprid diresepkan 50 mg untuk tiga kali sehari. Bagaimanapun, respon
kecil terhadap pemberian dosis harus dipandang dari populasi lainnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Holtman dkk membandingkan antara pasien
dispepsia fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien dispepsia
fungsional secara acak menerima pengobatan itoprid (50, 100, atau 200 untuk
tiga kali sehari) atau placebo. Setelah delapan minggu pengobatan, tiga poin
efikasi untuk di analisa: perubahan dasar berbagai gejala

13

ASUHAN KEPERAWATAN DISPEPSIA


2.1 Kasus
Tn. S berusia 26 tahun MRS dengan keluhan nyeri ulu hati dan bagian perut
sebelah kiri tembus ke belakang yang disertai mual dan muntah 5x disertai
diare 4x sejak tadi pagi . Klien juga mengeluh nyeri pada saat menelan.
Keadaan klien saat ini lemah dan dari hasil pemeriksaaan TTV diketahui TD :
120/80 mmHg, S : 37C, N : 72x/menit, RR : 18x/menit.
2.2 Pengkajian
1. Identitas
Nama
: Tn S
Umur

: 26 tahun

Jenis kelamin

: Laki - laki

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Bekerja Pertamina

Status pernikahan

: Belum menikah

Agama

: Islam

Alamat

: Jember

Dx medik

: Dispepsia

Penanggung Jawab

: Perusahaan

2. Riwayat Sakit dan Kesehatan


a. Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
b. Riwayat penyakit sekarang :
Sejak dari pagi hari klien mengeluh nyeri ulu hati tembus ke belakang,
Nyeri hilang timbul, skala nyeri: 6, lama nyeri: 10-15 menit. mual,
muntah 5x, diare 4x, nyeri pada saat menelan.
c. Riwayat kesehatan lalu
Klien pernah mengalami gastritis.
d. Riwayat kesehatan keluarga:
Tidak ada penyakit bawaan dari keluarga
3. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum : Lemah
14

Kesadaran

: Composmentis GCS: 15

G: 4, M:6, V:5
b. TTV : TD : 120/80 mmHg,
S : 37C
N : 72x/menit
RR : 18x/menit.
c. Pemeriksaan Fisik :
Kepala :
I : bentuk simetris, lesi (-), distribusi rambut menyeluruh, ketombe
dan kutu (-), hidrocephalus (-)
P : Nyeri tekan (-), deformitus (-), benjolan dan lesi (-)
Mata :
I : eksoftalmus (-), endotalmus (-), eodem (-), lesi (-), konjugtiva
anemis, sclera isokor, visus tajam, reaksi pupil isokor.
Telinga :
I : daun telinga simetris, lesi (-), inflamasi (-), bengkak (-), serumen
(-), sekret (-)
P : Lesi (-)
Hidung
I : bentuk tulang hidung simetris, bengkok (-), perdarahan (-), polip
(-)
P : sinus normal
Mulut :
I : warna bibir pucat dan kering, lesi (-), karies dan karang gigi (-),
gigi berlubang, bau mulut (+), pembesaran tonsil (-), lendir (-)
P : Nodul dan massa (-)
Leher :
I : bentuk normal, inflamasi jaringan parut (-), Pembesaran vena

Dada :

jugularis (-)
P : Pembesaran KGB (-)
a) Jantung :
I : ictus cordis tidak terlihat
P : pulsasi dinding torak tidak ada

15

P : Atas ICS 2, Bawah ICS 5, Kanan ICS 4 sternalis dextra, Kiri


ICS 5 mid clavikula sinistra
A : dullness
b) Paru :
I : ekspansi dada simetris, sesak nafas (-), penggunaan otot bantu
nafas (-)
P : Vokal premitus teraba
P : sonor
A: bunyi nafas vesikuler
c) Abdomen :
I : bentuk simetris, massa (-), spider naevi (-)
A : bising usus 40x/menit
P : nyeri tekan bagian epigastric (+), hepar tidak teraba, limfa tidak
teraba
P : asites (-), nyeri ketok (+)
Urogenital
I : kateter (-), warna kemih kuning, bau khas amoniak, oliguria (-)
P : nyeri tekan (-)
Ektremitas :
Kekuatan otot : 3,3,3,3
Kulit dan kuku :
I : warna kulit merata, eodem (-), lesi (-)
P : CRT > 3 dtk, turgor < 2 dtk, Akral dingin
d. Terapi yang diberikan
Bed rest
Diet pencernaan
IVFD RL: NaCl, gtt 20x/ menit
Antacid 20-150 ml/ hari
Omeperazol 1x20mg/hari
2.3 Prioritas masalah
1. Nyeri ulu hati
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

16

3. Ketidakseimbangan cairan
4. Intoleransi aktivitas
2.4 Diagnosa keperawatan
1. Nyeri ulu hati berhubungan dengan iritasi dan inflamasi pada lapisan
mukosa, submukosa, dan lapisan otot lambung
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia,
esofagitis dan anorexia.
3. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan gastroenteritis
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

17

2.5

Analisa Data
No.

Masalah

Etiologi

1. DS: klien mengatakan

2.

Diagnosa
Keperawatan
Nyeri

Pengaruh OAINS (Aspirin)

nyeri pada bagian ulu hati


Memblok prostaglandin
DO:
produksi HCL
-klien
Nampak

memegang perut dan


iritasi lapisan lambung

gelisah
pengeluaran BPH
-skala nyeri: 6

-TD: 120/ 80 mmHg,


-N:72x/menit
merangsang reseptor nyeri
-RR: 18, S : 37C

medulla spinalis

thalamus

kortex serebri

respon nyeri

Nyeri
DS: klien mengatakan
Pengaruh perubahan pola
Nutrisi kurang dari
makan,
stress
kebutuhan tubuh
mual dan muntah 5x,

tubuh lemas dan sakit saat


Lambung kosong lama

menelan
Makanan
masuk
DO:

-Klien tampak lesu


-KU: lemah
Peregangan gaster, merangsang
-Porsi makanan: 3 sendok
syaraf lambung

Dikirim ke hipotalamus

Mual

Regurgitasi HCL lewat

18

esophagus

Esofagitis, disfagia, anorexia

Gangguan pola nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh
3. DS: klien mengatakan Pengaruh OAINS (Aspirin) ketidakseimbangan

cairan tubuh
muntah 5x, tubuhnya
Memblok prostaglandin
lemas, diare 4x
produksi HCL
DO:

- klien Nampak lesu


iritasi lapisan lambung
- Lemah

merusak flora

infeksi bakter E.coli

diare

ketidakseimbangan cairan
tubuh
4.
DS: klien mengatakan
Pengaruh OAINS (Aspirin) Intoleransi aktivitas

tubuhnya lemas
Memblok
prostaglandin
DO:
produksi HCL
-KU: lemah

-Berjalan perlu dibantu


iritasi
lapisan
lambung
- kekuatan otot 3,3,3,3

inflamasi dinding lambung

perasaan tidak nyaman


dibagian epigastrium

anorexia dalam waktu lama


(hipermatabolik)

penurunan pembentukan ATP

kelelahan

19


intoleransi aktivitas

20

2.6 Intervensi
No.
1.

Diagnosa
Jam Tujuan/Kriteria
Rencana keperawatan
keperawatan
Hasil
Nyeri
ulu
hati 10.30 Tujuan : Dalam - Kaji tingkat nyeri,beratnya(skala 101x24
jam 0)
berhubungan dengan
masalah klien
iritasi dan inflamasi
- Berikan istirahat dengan posisi
teratasi.
KH :
pada
lapisan
semifowler
-nyeri berkurang
mukosa, submukosa,
- Anjurkan klien untuk menghindari
-Klien nampak
dan lapisan otot
makanan yang dapat meningkatkan
tenang

Rasional

lambung

dan menurunkan aktivitas peristaltik

kerja asam lambung.

-Berguna dalam pengawasan kefektifan


obat, kemajuan penyembuhan
-Dengan

posisi

semi-fowler

dapat

menghilangkan tegangan abdomen yang


bertambah dengan posisi telentang
-dapat menghilangkan nyeri akut/hebat

- Anjurkan klien untuk tetap mengatur -mencegah terjadinya perih pada ulu
waktu makannya.

hati/epigastrium

- Observasi TTV

-sebagai indikator untuk melanjutkan

Diskusikan

dan

ajarkan

relaksasi.

teknik intervensi berikutnya


- Mengurangi rasa nyeri atau dapat

- Kolaborasi dengan pemberian obat terkontrol


analgesik

-Menghilangkan
mempermudah

2.

Nutrisi kurang dari 10.30 Tujuan : Dalam -Pantau

dan

dokumentasikan

21

rasa

nyeri

kerjasama

intervensi terapi lain


dan -Untuk

dan
dengan

mengidentifikasi

kebutuhan

tubuh

1x24

berhubungan dengan

masalah

disfagia,

teratasi
KH :
-muntah

esofagitis

dan anorexia

jam haluaran tiap jam secara adekuat

indikasi/perkembangan dari hasil yang

klien -Berikan makanan sedikit tapi sering

diharapkan

-Catat status nutrisi paasien: turgor -Membantu menentukan keseimbangan


kulit, timbang berat badan, integritas cairan yang tepat

mukosa mulut, kemampuan menelan, -meminimalkan


anoreksia,
berkurang
-nafsu makan adanya
bising
usus,
riwayat mengurangi iritasi gaster
meningkat

mual/rnuntah atau diare.

dan

-Berguna dalam mendefinisikan derajat

-Kaji pola diet klien yang disukai/tidak masalah


disukai.

dan

tepat Berguna

intervensi
dalam

yang

pengawasan

-Monitor intake dan output secara kefektifan obat, kemajuan penyembuhan


periodik.

-Membantu intervensi kebutuhan yang

-Catat adanya anoreksia, mual, muntah, spesifik, meningkatkan intake diet klien.
dan tetapkan jika ada hubungannya -Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan
dengan

medikasi. Awasi

frekuensi, -Dapat

menentukan

volume, konsistensi Buang Air Besar mengidentifikasi


3.

Ketidakseimbangan

(BAB).
10.30 Tujuan : Dalam -Awasi tekanan

cairan berhubungan

1x24

dengan

masalah

muntah,

jam pengisian

darah

kapiler, status

klien mukosa, turgor kulit

22

dan

jenis

pemecahan

diet

dan

masalah

untuk meningkatkan intake nutrisi.


nadi, -Indikator keadekuatan volume sirkulasi

membran perifer dan hidrasi seluler


- Klien tidak mengkomsumsi cairan sama

gastroenteritis

teratasi
KH :
-frekuensi

-Awasi jumlah dan tipe masukan sekali

mengakibatkan

dehidrasi

atau

cairan, ukur haluaran urine dengan mengganti cairan untuk masukan kalori
akurat

BAB
berkurang
-kebutuhan

yang

Diskusikan

strategi

berdampak

pada

keseimbangan

untuk elektrolit

menghentikan muntah dan penggunaan - Membantu klien menerima perasaan

cairan tercukupi laksatif/diuretic


-

Identifikasi

bahwa
rencana
cairan

muntah

dan

atau

untuk penggunaan laksatif/diuretik mencegah

meningkatkan/mempertahankan
keseimbangan

akibat

kehilangan cairan lanjut


optimal - Melibatkan klien dalam rencana untuk

misalnya : jadwal masukan cairan

memperbaiki

- Berikan/awasi hiperalimentasi IV

berhasil

keseimbangan

untuk

- Tindakan daruat untuk memperbaiki


4.

ketidak seimbangan cairan elektroli


untuk - untuk melakukan intervensi selanjutnya
- Untuk mengetahui kondisi kklien
jam melakukan aktivitas dan catat laporan
- Menjaga keamanan klien, dan
klien kelelahan
menghemat energi klien
- awasi vital sign: TD, nadi, pernapasan

Intoleransi aktivitas 10.30 Tujuan : Dalam berhubungan dengan

1x24

kelemahan fisik

masalah
teratasi.
KH :
-klien

kaji

kemampuan

klien

sebelum dan sesudah aktivitas


dapat - beri bantuan dalam melakukan

melakukan

aktivitas

23

aktivitas seperti
biasanya
-klien Nampak
bersemangat

2.7 Implementasi
No

Nomor Tindakan

Jam

.
1.

11.00

Tindakan Keperawatan

Respon

- Mengkaji tingkat nyeri, lokasi, dan penyebaran - Nyeri: 5 di ulu hati


nyeri

24

- Memberikan klien dengan posisi semifowler/ - Klien kooperatif


nyaman

- Klien kooperatif

- Menganjurkan klien untuk menghindari makanan


yang dapat meningkatkan kerja asam lambung.
- Observasi TTV
- Mendiskusikan dan mengajarkan teknik relaksasi.
- Kolaborasi dengan pemberian obat analgesik
2.

II

11.00

- TD: 120/ 90 mmHg, N:72x/menit, RR: 28,


T:36,6c
- Klien kooperatif

(Ranitidin)

- Nyeri berkurang

- Memberikan makanan sedikit tapi sering

- Klien kooperatif

- Mengkaji pola diet klien yang disukai/tidak - Nafsu makan meningkat

3.

III

11.00

disukai.

- Klien kooperatif

- Menganjurkan makan makanan yang hangat

- Muntah berkurang

- Berkolaborasi pemberian obat anti-emesis


- Mengawasi tekanan darah dan nadi, pengisian - TD: 120/ 90 mmHg, normal
kapiler, status Gembrane mukosa, turgor kulit
- Mendiskusikan strategi untuk menghentikan

4.

1V

11.00

muntah dan penggunaan laksatif/diuretic.


- Muntah berkurang, BAK klien lancar
- mengkaji kemampuan klien untuk melakukan - aktivitas klien dibantu keluarga
aktivitas dan catat laporan kelelahan
- TD: 120/ 90 mmHg, N:72x/menit, RR: 28,
- mengawasi vital sign: TD, nadi, pernapasan
T:36,6c

25

sebelum dan sesudah aktivitas

- keluarga kooperatif

- menganjurkan keluarga membantu klien dalam


melakukan aktivitas

2.8 Evaluasi
No
.
1.

2.

Nomor diagnosa

Jam

Nyeri ulu hati berhubungan dengan iritasi 13.00


dan inflamasi pada lapisan mukosa,
submukosa, dan lapisan otot lambung

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 13.00


berhubungan dengan disfagia, esofagitis

Evaluasi
S: klien mengatakan nyeri pada daerah ulu hati
O:
- klien Nampak memegang perut dan gelisah
- skala nyeri: 6
- TD: 120/ 80 mmHg,
- N:72x/menit
- RR: 18, T: 37C
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan mual dan muntah 3x, tubuh lemas
O:

26

dan anorexia

3.

Ketidakseimbangan cairan berhubungan 13.00


dengan muntah, gastroenteritis

4.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan 13.00


kelemahan fisik

- klien Nampak lesu


- KU: lemah
- Porsi makanan: 3 sendok
- klien kesulitan menelan
A: Masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
S: klien mengatakan muntah 5x, tubuhnya lemas, diare 3x
O:
- klien Nampak lesu
- Lemah
- TD: 120/ 80 mmHg,
- N:72x/menit
- RR: 18, T: 37C
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
S:klien mengatakan tubuhnya lemas
O:
- KU: lemah
- Berjalan perlu dibantu
- kekuatan otot 3,3,3,3
A: Masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan

27

Anda mungkin juga menyukai