Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1
Latar Belakang
Jumlah penduduk setiap

tahun

selalu

bertambah

sehingga

memerlukan permukiman atau perumahan. Perumahan dan permukiman


merupakan kebutuhan pokok yang harus di penuhi. Perumahan dan
permukiman yang layak harus di miliki sesuai kriteria

yang ada.

Pembangunan dengan jumlah besar membutuhkan KASIBA dan LISIBA


dalam pembangunannya. Pembangunan dengan menggunakan metode
tersebut diharapkan lebih terarah sesuai dengan arahan yang berlaku di
daerah tersebut.
Peraturan yang

sudah

ada

menjadi

acuan

dalam

mengatasi

permasalahan yang ada di wilayah tersebut. Masalah yang diatasi dapat


berupa masalah kondisi rumah, sarana maupun prasarana pendukung.
Sehingga dalam mengatasi permasalahan yang berada di wilayah studi
kasus ini memerlukan strategi dalam pengembanganya.
KASIBA dan LISIBA merupakan cara yang dilakukan pemerintah
dalam mengatasi permasalah perumahan dan lingkungan untuk ditempati
sebagiai tempat hunian yang layak. Pembangunan pendukung merupakan
salah satu syarat yang harus di penuhi untuk menunjang kehidupan
masyarakat. Pembangunan pendukung berupa sarana dan prasarana yang
meliputi drainase, air bersih, jalan, dan sanitasi.
Kutai Kartanegara merupakan wilayah pemekaran dan perkembangan.
Wilayah pemekaran dan perkembangan memiliki masalah berupa masalah
sarana dan prasarana seperti drainase, air bersih, jalan, dan sanitasi.
Sihingga diharapkan dalam mengatsi masalah tersebut digunakan strategi
KASIBA dan LISIBA dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera dan
jauh dari gangguan penyakit.

1.2
Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan
Wilayah Pantai Kabupaten Kutai Kartanegara
2. Bagaimana Strategi yang digunakan dalam
perumahan

dan

permukiman

di

Kelurahan

pembangunan
Wilayah

Pantai

Kabupaten Kutai Kartanegara


3. Apa saja sasaran prioritas dalam hal pemecahan masalah di
Kelurahan Wilayah Pantai Kabupaten Kutai Kartanegara

1.3
Tujuan
1. Untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana yang ada di
Kelurahan Wilayah Pantai Kabupaten Kutai Kartanegara
2. Untuk mengetahui Strategi yang digunakan dalam pembangunan
perumahan

dan

permukiman

di

Kelurahan

Wilayah

Pantai

Kabupaten Kutai Kartanegara


3. Untuk mengetahui sasaran prioritas dalam hal pemecahan masalah
di Kelurahan Wilayah Pantai Kabupaten Kutai Kartanegara

BAB II
Tinjauan Pustaka
2.1

Pengertian Kasiba dan Lisiba


Kasiba atau disebut kawasan siap bangun merupakan sebidang tanah yang fisisknya

telah dipersiapkan untuk pembangunan perumahan dan permukiman skala besar yang terbagi
dalam satu lingkungan siap bangun atau lebih. Pelaksanaan kasiba dilaksanakan secara
bertahap dengan terlebih dahulu dilengkapi jaringan primer dan sekunder sarana prasarana
lingkungan sesuai dengan rencana tata ruang lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah
kabupaten/kota dan memenuhi persyaratan pembakuan pelayanan

sarana dan prasaran

lingkungan.
Lisiba atau lingkungan siap bangun adalah sebidang tanah yang merupakan bagian
dari kasiba yang telah dipersiapkan dan dilengkapi dengan prasaran lingkungan dan sesuai
dengan persyaratan pembakuan tata lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian serta
pelayanan lingkungan untuk pembangunanan kaveling tanah matang, selain itu juga terdapat
lisiba berdiri sendiri atau Lisiba BS, merupakan lisiba yang yang bukan merupakan bagian
dari kasiba, yang dikelilingi oleh lingkungan perumahan yang sudah terbangun atu dikelilingi
oleh kawasan dengan fungsi- fungsi lain.
2.2 Tujuan Kasiba dan Lisiba
1. Sebagai alat untuk pengembangan ekonomi lokal dan alat bagi perkembangan
kota, dalam hal ini

mendorong

tumbuhnya ekonomi lokal (konstruksi,

kesempatan kerja)
2. Alat penyediaan sarana dan prasarana yang memenuhi pembakuan pelayanan serta
sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
3. Alat untuk penediaaan kavling tanah matang beserta rumah dengan pola hunian
yang berimbang, terencana dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat
4. Alat pengendali harga tanah. Yang berangkat dari paradigma bukan hanya
komoditi tetapilahan untuk pengembangan sosial ekonoomi
2.3 Kriteria Kasiba dan Lisiba
Kiteria kasiba yaitu:
1. Kasiba membangun 3000-10000 unit bangunan
2. Lisiba membangun 1000-3000 unit bangunan
3. Penyelenggara lisiba yaitu Badan Usaha Pembangunan Permukiman yang
dilakukan melalui kompetisi persyaratan kasiba dilengkapi jaringan primer dan
sekunder prasarana lingkungan
Kriteria Lisiba Berdiri Sendiri
1. Lisiba berdiri sendiri untuk membangun 1000-2000 unit bangunan

2. Penyelenggara Lisiba BS yaitu badan usaha pembangunan permukiman atau


masyarkat pemilik tanah dengan penunjukkan oleh kepala daerah
3. Lokasi Lisiba BS ditetapkandalam kawasan perkotaan/kawasan tertentu yang
2.4

terletak dalam 1 kabupaten/kota.


Permasalahan dalam penyelenggaraan kasiba dan lisiba
Permasalahan dalam pelaksanaan kasiba dan lisiba yang dapat mengambat

penyelenggaraan kasiba dan lisiba di suatu daerah yaitu:


1. Belum terselesaikannya peraturan dan peunjuk pelaksanaan/ petunjuk teknis
pelaksnaan Kasiba Lisiba
2. Masih terbatasnya sosialisasi pelembagaan dan bantuan teknis/pendampingan
dalam pendekatan lokasi.
3. Masih terbatasnya dukungan dalam pencadangan tanah untuk Kasiba dan Lisiba
BS
4. Terdapat banyak lahan HGB/HPL yang belum dibangun untuk perumahan.
5. Masih terbatasnya kemampuan untuk penyediaan prasaran(pusat & daerah) dalam
pengembangan Kasiba dan Lisiba BS
6. Koordinasi dengan intansi pendukung seperti PLN, PDAM, BPN, dan Dinas
Perhubungan masih belum berjalan baik.
7. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) belum mengakomodasi lokasi Kasiba
Lisiba BS dan belum selesainya RP4D
8. Belum tertatanya kelembagaan BP
2.5 Persyaratan Lokasi Kasiba
Berikut merupakan persyaratan lokasi pada Kawasan Siap Bangun (Kasiba):
1. Kajian pertumbuhan penduduk baik yang alamiah maupun migrasi mengacu pada
data Badan Pusat Statistik (BPS).
2. Kebutuhan rumah dapat didekati dengan melihat selisih antara jumlah rumah yang
ada dengan jumlah Kepala Keluarga yang ada.
3. Lokasi Kasiba harus berada pada kawasan permukiman menurut rencana tata
ruang wilayah Kabupaten / Kota.
4. Seluruhnya terletak dalam wilayah satu daerah administratif.
5. Lokasi Kasiba dapat dikembangkan mengikuti kecenderungan perkembangan
yang ada atau untuk merangsang terjadinya pengembangan baru.
6. Calon lokasi Kasiba bukan / tidak merupakan tanah sengketa atau berpotensi
sengketa.
7. Dalam menentukan urutan prioritas calon-calon lokasi Kasiba, pertimbangan
utama sekurangkurangnya strategi pengembangan wilayah, biaya terendah untuk
pengadaan prasarana dan utilitas, berdekatan dengan tempat kerja atau lokasi
investasi yang mampu menampung tenaga kerja.
8. Lokasi Kasiba yang akan ditetapkan mencakup lokasi yang belum terbangun yang
mampu menampung sekurang-kurangnya 3.000 (tiga ribu) unit

9. Lokasi Kasiba bagi tanah yang sudah ada permukimannya, akan merupakan
integrasi antara pembangunan baru dan yang sudah ada sehingga seluruhnya
menampung sekurangkurangnya 3.000 (tiga ribu) unit.
2.6 Kriteria pemilihan lokasi Kasiba
Berikut beberapa kriteria untuk pemilihan lokasi Kawasan Siap Bangun:
1. Jarak tempuh lokasi menuju pusat kegiatan dan pelayanan selama kurang lebih 30
menit
2. Ketersediaan jalan penghubung dengan kawasan sekitarnya
3. Keadaan topografi lapangan datar
4. Daya dukung tanah untuk bangunan sesuai
5. Drainase alam baik
6. Kemudahan memperoleh air bersih
7. Kemudahan memperoleh sambungan listrik
8. Kemudahan memperoleh sambungan telepon
9. Kedekatan dengan fasilitas pendidikan tinggi
10. Kedekatan dengan fasilitas kesehatan
11. Kedekatan dengan pusat perbelanjaan
12. Kemungkinan pembuangan sampah.
13. Tidak merubah bentang alam, seperti mengurug situ, memotong bukit/gunung,
reklamasi rawa (termasuk rawa pantai).
14. Masyarakat yang akan menghuni Kasiba mempunyai karakter/budaya yang tidak
berlawanan dengan karakter/budaya masyarakat yang ada di sekitarnya.
15. Adanya perhitungan neraca pembiayaan penetapan Kasiba (usulan pengeluaran,
perkiraan penerimaan, cash flow)
2.7

Persyaratan Lokasi Lisiba yang Berdiri Sendiri


Persyaratan lokasi lisiba yang berdiri sendiri yaitu:
1. Kajian pertumbuhan penduduk baik yang alamiah maupun migrasi mengacu pada
2.

data BadanPusat Statistik (BPS).


Kebutuhan rumah dapat didekati dengan melihat selisih antara jumlah rumah

yang ada denganjumlah Kepala Keluarga (KK) yang ada.


3. Lokasi Lisiba harus berada pada kawasan permukiman menurut Rencana Tata
Ruang WilayahKabupaten / Kota.
4. Seluruhnya terletak dalam wilayah satu daerah administratif.
5. Lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri dapat dikembangkan

mengikuti

kecenderungan perkembangan yang ada atau untuk merangsang terjadinya


pengembangan baru.
6. Calon lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri bukan/tidak merupakan tanah sengketa
atau berpotensi sengketa.
7. Dalam menentukan urutan prioritas calon-calon lokasi Lisiba yang Berdiri
Sendiri, pertimbangan utama sekurang-kurangnya adalah strategi pengembangan

wilayah, biaya terendah untuk pengadaan prasarana dan utilitas, berdekatan


dengan tempat kerja atau lokasi investasi yangmampu menampung tenaga kerja.
8. Lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri yang akan ditetapkan mencakup lokasi yang
belum terbangun yang mampu menampung sekurang-kurangnya 1.000 unit.
9. Lokasi Lisiba Yang Berdiri Sendiri bagi tanah yang sudah ada permukimannya,
akan merupakan integrasi antara pembangunan baru dan yang sudah ada sehingga
seluruhnya menampung sekurang-kurangnya 1.000 unit.
2.8

Kriteria Pemilihan Lokasi Lisiba yang Berdiri Sendiri


Kriteria pemilihan lokasi Lisiba yang berdiri sendiri yaitu:
1. Jarak tempuh lokasi menuju pusat kegiatan dan pelayanan selama kurang lebih 30
menit
2. Ketersediaan jalan penghubung dengan kawasan sekitarnya
3. Keadaan topografi lapangan datar
4. Daya dukung tanah untuk bangunan sesuai
5. Drainase alam baik
6. Kemudahan memperoleh air bersih
7. Kemudahan memperoleh sambungan listrik
8. Kemudahan memperoleh sambungan telepon
9. kedekatan dengan fasilitas pendidikan tinggi
10. Kedekatan dengan fasilitas kesehatan
11. Kedekatan dengan pusat perbelanjaan
12. Kemungkinan pembuangan sampah.
13. Tidak merubah bentang alam, seperti mengurug situ, memotong bukit/gunung,
reklamasi rawa (termasuk rawa pantai).
14. Masyarakat yang akan menghuni Lisiba Yang Berdiri Sendiri mempunyai
karakter/budaya yang tidak berlawanan dengan karakter/budaya masyarakat yang
ada di sekitarnya.
15. Adanya perhitungan neraca pembiayaan penetapan Lisiba Yang Berdiri Sendiri
(usulan, pengeluaran, perkiraan penerimaan, cashflow)

BAB III
STUDI KASUS
Studi Kasus : Penanganan Perumahan Tidak Layak Huni di Wilayah Pantai Kabupaten Kutai
Kartanegara, Kalimantan Timur.
Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di
Provinsi Kalimantan Timur. Kabupaten Kutai Kartanegara sendiri terletak antara 11526
Bujur Timur dan 11736 Bujur Barat serta diantara 128 Lintang Utara dan 108 Lintang
Selatan dan memiliki luas wilayah 27.263,10 km2. Kabuaten Kutai Kartanegara tediri dari 18
kecamatan diantaranya Samboja, Muara Jawa, Sanga-Sanga, Loa Janan, Loa Kulu, Muara
Muntai, Muara Wis, Kota Bangun, Tenggarog, Sebulu, Tenggarong Seberang, Anggana,
Muara Badak, Marang Kayu, Muara Kaman, Kenohan, Kembang Janggut dan Tabang.
Kabupaten Kutai Kartanegara memiliki belasan sungai yang tersebar pada hampir semua
kecamatan. Sungai-sungai tersebut juga merupakan sarana angkutan utama di samping
angkutan darat, dengan sungai terpanjang yaitu Sungai Mahakam dengan panjang sekitar 920
kilometer. Berikut batas-batas wilayah Kabupten Kutai Kartaegara:
Utara : Kabupaten Bulungan, Kabupaten Kutai Timur dan Kota Bontang
Timur : Selat Makassar
Selatan: Kabupaten Penajam Pasir Utara dan Kota Balikpapan
Barat : Kabupaten Kutai Barat

Lokasi penelitian yang dilakukan terdiri dari 6 ibukota kecamatan wilayah Pantai
Kabupaten Kutai Kartanegara yaitu Kecamatan Muara Badak di Desa Sungai Bawang,
Kecamatan Marang Kayu di Desa Sebuntal, Kecamatan Anggana di Desa Sidomulyo,
Kecamatan SangaSanga di Desa Pendingin, Kecamatan Muara Jawa di Desa Muara
Kembang dan Kecamatan Samboja di Desa Kuala Samboja. Pemukiman yang diteliti terdiri
dari 45-50 rumah per Kecamatan di wilayah pantai pada rumah-rumah yang tidak layak huni,
di mana para penghuni rumah tersebut tidak dapat berbuat banyak untuk memperbaiki rumah
mereka karena faktor ekonomi. Sebagian besar penghuni pemukiman ini berprofesi sebagai
petani dan nelayan dengan pendapatan < Rp. 500.000 per bulan dan ada juga yang
berpendapatan tidak tetap dengan pekerjaan serabutan. Dengan demikian dapat dipastikan
bahwa para penghuni pemukiman ini berpenghasilan rendah (MBR).
Dari hasil penelitian atau survei lapangan yang dilakukan di 6 ibukota kecamatan
wilayah Pantai Kabupaten Kutai Kartanegara diperoleh kondisi-kondisi sebagai berikut:
a. Kondisi Perumahan
Masyarakat Kabupaten Kutai Kartanegara hidup di lingkungan dengan kondisi
sanitasi yang sangat buruk serta tidak memiliki kamar mandi yang memenuhi
persyaratan baik dari standar perancangan fisik kamar mandi maupun dari segi
kesehatan. Selain itu rumah yang ditempati oleh masyarakat termasuk kategori
rumah tidak layak huni dengan luas satu unit bangunan 15 m2, dinding bangunan
yang terdiri dari papan, triplek dan terpal, lantai bangunan yang terbuat dari
plesteran semen dan hanya ditutup dengan karpet plastik bahkan ada yang lantai
rumahnya hanya aari tanah saja, serta atap bangunan atau rumah yang terbuat dari
daun nipah atau seng.
b. Kondisi Prasarana Jalan
Jalan poros yang dimiliki atau yang berada di tiap kelurahan memilik lebar
57 m dengan kondisi jalannya ada yang baik dan ada yang rusak. Jalan
lingkungan yang menghubungkan antar rumah sebagian masih merupakan jalan
tanah dan jika berada di atas air atau daerah pasang surut berupa jalan kayu seperti
pada sebagian wilayah di Desa Sebuntal Kecamatan Marang Kayu dan Kelurahan
Kuala Samboja Kecamatan Samboja.
c. Kondisi Drainase
Jalan poros di 6 desa atau kelurahan tersebut ada yang sudah dilengkapi oleh
sistem drainase dan ada juga yang belum dilengkapi sistem drainase. Jenis
konstruksi sistem drainase yang ada berupa pasangan batu gunung dan tanah
alami. Kondisi drainasenya banyak yang tidak berfungsi dengan baik karena

tersumbat serta mengalami pendangkalan karena proses sedimentasi. Di jalan


jalan kecil atau gang-gang, keberadaan drainase hampir tidak ada kalaupun ada
kapasitasnya tidak memadai dan tidak terawat, sehingga ketika terjadi hujan maka
air pun tergenang tanpa pengaliran. Untuk rumah rumah yang berada di atas air
atau laut atau daerah pasang surut air langsung menuju ke laut.
d. Kondisi Air Bersih
Hampir sebagian besar daerah atau wilayah yang diobservasi belum terlayani
oleh jaringan PDAM atau belum dapat mengkonsumsi air bersih (kecuali di Desa
Sebuntal dan sebagian wilayah di Kelurahan Samboja dan Desa Muara Kembang).
Desa atau kelurahan yang tidak terlayani jaringan PDAM mengkonsumsi air untuk
keperluan sehari hari mereka seperti mandi, masak, minum dan lain-lain dari air
sungai maupun air hujan.
e. Kondisi Sanitasi Lingkungan
Sebagian besar penduduk yang tinggal di 6 wilayah yang diobservasi masih
kurang sadar akan kebersihan dan sanitasi lingkungan sehingga hampir sebagian
besar rumahrumah di sana tidak memiliki saluran limbah atau septic tank..
f. Kondisi Persampahan
Hampir seluruh daerah di wilayah yang diobservasi tidak memiliki tempat
pembuangan sampah sehingga sampah yang dihasilkan masyarakat umumnya
langsung dibakar atau dibuang dalam timbunan disekitar tempat tinggal.
Masyarakat yang tinggal di atas air atau di daerah pasang surut langsung
membuang sampahnya ke air yang berada di bawahnya.
Untuk lebih jelasnya mengenai kondisi permukimam wilayah observasi atau wilayah
penelitian dapat dilihat pada tabel Matriks Kondisi Sarana Prasarana Pemukiman di
Kelurahan Wilayah Pantai Kabupaten Kutai Kartanegara di bawah ini.
No

Kondsi
Kelurahan
Pendingin,
Sangasanga

Jalan

Air

Listrik

Sanitasi

Sampah

Rumah

Tanah
asli,
jika
terjadi
hujan
maka
akan
sulit
lewat

Tidak ada
air dari
PDAM,
sumber air
lain yang
digunakan
tidak
layak pakai
karena
tercemar

Jaringan
listrik
sudah ada,
namun
tidak
mencukupi
kebutuhan
masyarkat
setempat

Penduduk
yang
memiliki
WC
kondisinya
buruk,
namun
Lebih
banyak
penduduk
yang tidak
memiliki

Tidak ada
Tempat
Pembuangan
Sampah
(TPS)
sehingga
masyarakat
Membuang
sampah di
sungai atau
di
sekitar rumah

Atap dari
seng/daun
nipah/sirap/bam
bu/terpal
dengan kondisi
buruk dan
sering bocor
jika hujan.
Dinding
papan/kayu
berlubang,
Lantai kayu

WC pribadi
2

Sidomulyo,
Anggana

Sudah
baik

Kuala
Samboja,
Samboja

Papan
kayu

Muara
Kembang,
Muara
Jawa

Sebuntal,
Marang
Kayu

yang
berlubang
Tidak ada
plafond,
Lantai dari
tanah asli,
Dinding bambu
dan kayu
dengan
kondisi yang
sudah
lapuk

Masyarakat
tidak
mampu
membiayai
jaringan
PDAM
dirumahny
a
sendiri,
walaupun
di
depan
rumahnya
sudah ada
jaringan
PDAM.
Sebagian
sudah ada
yang
menggunak
an jaringan
PDAM,
sebagian
tidak

Jaringan
listrik
sudah ada,
namun
tidak
mencukupi
kebutuhan
masyarakat
setempat

WC tanpa
septic tank,
Ada MCK
komunal
namun
kondisinya
tidak
layak

tidak ada
Tempat
Pembuangan
Sampah
(TPS)
sehingga
masyarakat
membuang
sampah
disekitar
rumah atau
dibakar

Jaringan
listrik
sudah ada,
namun
tidak
mencukupi
kebutuhan
masyarakat
setempat

Tidak ada
Tempat
Pembuangan
Sampah
(TPS)

Kondisi
bangunan
yang rapat,
masyarakatyan
g masih
membuang
sampah
sembarangan

Tanah
asli,
Sebagi
an ada
yang
dari
papan
kayu

Sebagian
sudah ada
yang
menggunak
an jaringan
PDAM,
sebagian
tidak

Tidak ada
Tempat
Pembuangan
Sampah
(TPS)

Kondisi
bangunan yang
Rapat

Tanah
asli,
Sebagi
an ada
yang
dari
papan
kayu

Tidak ada
jaringan air
PDAM

Jaringan
listrik
sudah ada,
namun
tidak
mencukupi
kebutuhan
masyarakat
setempat
Jaringan
listrik
sudah ada,
namun
tidak
mencukupi
kebutuhan
masyarakat
setempat

Aktivitas
mandi dan
BAB
dilakukan
di
pinggir
laut,
WC Umum
Maupun
WC
pribadi
Aktivitas
mandi dan
BAB
dilakukan
di
pinggir laut

Sebagian
tidak
memiliki
WC
Sebagian
sudah
memiliki
WC
namun
tanpa

Tidak ada
Tempat
Pembuangan
Sampah
(TPS)

Dinding
berlubang,
Atap nipah
yang
perlu perbaikan

Sungai
Bawang,
Muara
Badak

Sudah
baik

Tidak ada
jaringan air
PDAM

Jaringan
listrik
sudah ada,
namun
tidak
mencukupi
kebutuhan
masyarakat
setempat

septic tank
WC tanpa
septic tank

Tidak ada
Tempat
Pembuangan
Sampah
(TPS)

Atap berlubang,
Lantai
berlubang,
Dinding
berlubang

Dari kondisi wilayah kecamatan di Kabupaten Kutai Kartanegara yang ada,


kecamatan-kecamatan yang diobservasi dalam RTRW Kabupaten Kutai Kartanegara
termasuk dalam kawasan permukiman. Selain itu, pembangunan wilayah-wilayah tersebut
dapat menampung sekurang-kurngnya 3.000 (tiga ribu) unit bangunan.
Namun dalam pelaksanaannya masih ada permasalahan yang dihadapi diantaranya
masih terbatasnya sosialisasi pelembagaan dan bantuan teknis/pendampingan dalam
pendekatan lokasi, masih terbatasnya kemampuan untuk penyediaan prasarana (pusat &
daerah) dalam pengembangan Kasiba dan Lisiba BS, serta koordinasi dengan intansi
pendukung seperti PLN, PDAM, BPN, dan Dinas Perhubungan masih belum berjalan baik
sehingga jaringan listrik yang dinikmati masyarakat masih belum memenuhi kebutuhan
masyarakat setempat, maih banyak masyarakat yang tidak tersambung jaringan PDAM untuk
memenuhi kebutuhan air bersihnya, belum adanya sistem drainase, serta jalan lingkungan
yang menghubungkan antar rumah sebagian masih merupakan jalan tanah dan jika berada di
atas air atau daerah pasang surut berupa jalan kayu.
Dengan demikian maka dalam penanganan serta pengembangan perumahan dan
permukiman di Kabupaten Kutai Kertanegara khususnya wilayah pantai dapat menggunakan
beberapa strategi sebagai berikut :
1. Melakukan pendataan dan pembaruan informasi mengenai keberadaan perumahan
yang berada di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara berupa data penduduk, data
kondisi rumah (ukuran, kondisi, status kepemilikan), data kebutuhan akan
perumahan, data tingkat kemampuan daya beli/sewa masyarakat, data dan kondsi
prasarana perumahan, utilitas umum, fasilitas umum dan fasilitas sosial.
2. Pengembangan kawsan perumahan dan permukiman melalui skema Kawasan Siap
Bangun (Kasiba) dan Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) yang berdasarkan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah (RP4D)

yang telah dietapkan melalui peraturan daerah. Kasiba dan Lisiba dimaksudkan
untuk mengembangkan kawasan perumahan secara terencana mulai dari kegiatan
tanah siap bangun dan kavling tanah yang matang serta penyediaan prasarana dan
sarana permukiman termauk utilits umum secara terpadu dan pelembagaan
manajemen kawasan yang efektif, yang diharapkan mampu untuk berfungsi
sebagai instrumen yang mengendalikan tumbuhnya lingkungan perumahan dan
permukiman yang tidak teratur (cenderung kumuh).
3. Pemberdayaan kelompok swadaya masyarakat
Belum adanya kelompok swadaya masyarakat yang bergerak di bidang
perumahan di Kabupaten Kutai Kartanegara, sehingga untuk mendorong
kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau dengan titik berat kepada masyarakat
miskin dan berpendapatan rendah perlu diterapkan pembangunan perumahan yang
berbasis keswadayaan masyarakat.
4. Pengadaan Rumah Susun Sewa
Pembangunan rumah susun sewa sederhana dengan sistem sewa ditujukan
kepada masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak memiliki akses untuk
mendapatkan KPR dan rumh yang dibangun perum Perumnas, masyarakat yang
tidak memiliki pendapatan dan pekerjaan tetap, masyarakat yang tinggal tidak
tetap dan bagi yang baru berumah tangga dan belum memliki rumah.
5. Adanya Kebijakan Pemerintah Daerah Kutai Kartanegara di dalam pemberian
kemudahan dan bantuan kepada masyrkat berpenghasilan rendah untuk memiliki
rumah layak huni.
6. Pemahaman dan pelaksanaan Pedoman Penyusunan Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Daerah (RP4D) Kabupaten Kutai
Kartanegara.
Dari hasil identifikasi dan isu aktual yang terjadi di Kabupaten Kutai Kertanegara,
sasaran prioritas yang diharapkan mampu untuk memecahkan masalah dibidang
perumahan dan permukiman di Kabupaten Kutai Kertanegara yaitu :
1. Masalah mengenai kekurangan/kebutuhan perumahan yang sehat dan layak huni
bagi

sebagian

lapisan

masyarakat

ekonomi

terbatas/rendah

melalui

kebijakan/program/rencana kegiatan proyek pengadaan rumah percontohan


dengan sumber dana bantuan pusat maupun dana APBD dapat terkendali.
2. Penurunan tingkat pelayanan prasarana lingkungan perumahan/permukiman
melalui rencana kegiatan proyek normalisasi drainase (saluran air buangan/air
hujan) dapat teratasi

3. Bekerjanya suatu Badan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Pemukiman


Daerah yang memiliki tugas utama dalam mengatasi permasalahanpermasalahan
perumahan dan pemukiman.
4. Terselenggaranya penerapan peraturan daerah yaitu Pedoman Penyusunan
Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Pemukiman Daerah
(RP4D) Kabupaten Kutai Kartanegara dibidang perumahan dan permukiman.
5. Teratasinya penurunan kualitas kesehatan lingkungan, melalui penetapan
kebijakan/program/rencana
limbah/air kotor.

kegiatan

proyek

pengelolaan/pengolahan

air

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan mengenai kasiba dan lisiba dan studi kasus yang ada maka

dapat disimpulkan bahwa pengembangan kawsan perumahan dan permukiman melalui skema
Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan Lingkungan Siap Bangun (Lisiba) yang sesuai dengan
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan dan Permukiman Daerah (RP4D) yang telah dietapkan melalui
peraturan daerah dimaksudkan untuk mengembangkan kawasan perumahan secara terencana
mulai dari kegiatan tanah siap bangun dan kavling tanah yang matang serta penyediaan
prasarana dan sarana permukiman termauk utilits umum secara terpadu dan pelembagaan
manajemen kawasan yang efektif, yang diharapkan mampu untuk berfungsi sebagai
instrumen yang mengendalikan tumbuhnya lingkungan perumahan dan permukiman yang
tidak teratur (cenderung kumuh).
4.2

Saran
1. Melakukan perbaikan atau penataan ulang perumahan dan pemukiman bagi
masyarakat di wilayah pantai dengan mengacu kepada Standar Pelayanan
Minimal (SPM) Perumahan dan Pemukiman atau Standar Pelayanan Minial
(SPM) Bidang Perumahan Rakyat Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten Kota.
2. Perlunya pemerintah daerah menyusun suatu skenario penyelenggaraan
pembangunan perumahan dan pemukiman di daerah dalam bentuk Rencana
Pembangunan dan Pengembangan Perumahan Daerah (RP4D) dimana skenario
tersebut merupakan salah satu alat operasional sehingga semua orang dapat
menghuni rumah yang layak dalam lingkungan pemukiman yang sehat, aman dan
serasi.
3. Perlunya pemerintah daerah memiliki atau mempunyai kelembagaan/badan yang
mengkoordinasikan program dan kegiatan perumahan dan pemukiman di Wilayah
Kabupaten Kutai Kartanegara.

DAFTAR PUSTAKA
Akil, syarifuddin. 2005.Petunjuk Teknis Kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun
yang berdiri sendiri. Kmenetrian Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan
Siap Bangun yang Berdiri Sendiri.
Anggita,C.2013.Penanganan Perumahan Tidak Layak Huni di Wilayah PantaiKabupaten
Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.JurnalTeknik.XIV(1):01-14

Anda mungkin juga menyukai