Oleh:
Kelompok 7B Angkatan 2012
Nurul Fajri Widyasari (G0012154)
Purnomo Andimas E
(G0012166)
Oki Saraswati
Rr. Ervina K. W
(G0012168)
Rr. Anindya P
(G0010170)
Pramitha Yustia
(G0012160)
Rachmawan Firyana
(G0012172)
(G0012162)
Raisa Cleizera
(G0012174)
Prima Canina
(G0012164)
Reinita Vany I
(G0012176)
(G0012156)
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era kembali ke alam, dewasa ini perkembangan penggunaan
obat alam sangat pesat. Masyarakat pada umumnya menggunakan obat
alam untuk swamedikasi guna mempertahankan kesehatannya. Pengobatan
dengan bahan alam termasuk dalam pengobatan komplementer alternatif,
yakni pengobatan non-konvensional yang ditujukan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitative.
Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara yang
memiliki biodeversitas dengan banyaknya berbagai jenis tanaman obat
(Elfahmi et al., 2014). Dan sekitar 80% tanaman obat di dunia berada di
Indonesia. Menurut PT Eisei (1995) terdapat sekitar 2500 spesies tanaman
yang bias dimanfaatkan dalam pengobatan. Dari kekayaan hayati ini,
Indonesia memiliki produk yang disebut dengan jamu yaitu obat
tradisional yang berasal dari tanaman. Penggunaan obat tradisional di
Indonesia sudah berlangsung lama seperti yang terkemuka pada lukisan di
relief Candi Borobudur dan resep tanaman obat yang ditulis dari tahun 991
sampai 1016 pada daun lontar di Bali.
Obat tradisional cukup banyak digunakan masyarakat dalam usaha
pengobatan sendiri (self-medication). Jenis obat tradisional yang
dekade
belakangan
ini
di
era
modern,
terdapat
promotif/rehabilitatif
dan
paliatif
melalui
fitofarmaka.
3.
C. Manfaat
Melalui praktikum lapangan dan pembuatan laporan ini diharapkan
mahasiswa mendapatkan manfaat berupa penelaahan lebih jauh mengenai
penggunaan tanaman-tanaman herbal sebagai obat dalam pengobatan
komplementer sesuai dengan bukti ilmiah (evidence-based) yang telah ada
dengan memerhatikan keamanan, khasiat, dan mutu dari obat-obat herbal
sebagai bagian dari pengobatan komplementer medikamentosa.
D. Sasaran Pembelajaran (Learning Objectives)
1. Menjelaskan tentang terapi komplementer herbal.
2. Menjelaskan berbagai bahan herbal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan
sistem
asuransi
kesehatan,
ada
penelitian
dan
Menteri
Kesehatan
Republik
003/MENKES/PER/I/2010 Tentang
Indonesia
Saintifikasi
Jamu
Nomor:
Dalam
Sentra
Pengembangan
Dan
Penerapan
Pengobatan
Tradisional.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003
Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 381/MENKES/SK/III/2007
Tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional.
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1109/MENKES/PER/IX/2007
Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer Alternatif Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 121/MENKES/SK/II/2008
Tentang Standar Pelayanan Medik Herbal.
B. Saintifikasi Jamu
Saintifikasi Jamu adalah upaya dan proses pembuktian secara ilmiah
jamu melalui penelitian berbasis pelayanan kesehatan, tidak hanya
berdasarkan pengalaman turun temurun, namun khasiat jamu juga dibuktikan
secara keilmuan melalui penelitian. Pada proses saintifikasi jamu, bahanbahan jamu atau campuran jamu ini didukung oleh data-data uji praklinik,
pada hewan coba baik in vivo maupun in vitro, dan uji klinik terbatas pada
sejumlah pasien.
Analgetik, antiinflamasi
Common Cold
Imunomodulator
Roborantia
Diabetes
Nafsu Makan
Hiperurikemia
Anti Cancer
Hipertensi
Asthma
Antihemoroid
Hepatoprotektor
Kolesterol
Gangguan Lambung
Nefrolitiasis
Preventif Promotif
Fertilitas
Batuk
C. Ekstraksi
Proses ekstraksi adalah proses pemisahan dari bahan padat maupun
bahan cair dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat
mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya.
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu bahan dari campurannya,
ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksi menggunakan
pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalam
campuran (Suyitno, 1989).
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia
yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip
perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan
mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut (Harborne, 1987).
Secara umum, terdapat empat situasi dalam menentukan tujuan
ekstraksi:
1. Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari
organisme
Pelarut polar
Memiliki tingkat kepolaran yang tinggi, cocok untuk
mengekstrak senyawa-senyawa yang polar dari tanaman.
Pelarut polar cenderung universal digunakan karena
biasanya walaupun polar, tetap dapat menyari senyawasenyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah. Salah satu
contoh pelarut polar adalah: air, metanol, etanol, asam asetat.
Pelarut semipolar
Pelarut semipolar memiliki tingkat kepolaran yang lebih
rendah dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik
untuk
mendapatkan
senyawa-senyawa
semipolar
dari
Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar, hampir sama sekali tidak polar. Pelarut ini
baik untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali
tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk
mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh: heksana, eter
Dalam pemilihan pelarut harus memperhatikan beberapa
sampai
mencapai
keadaan
jenuh.
Gerak
kebawah
2. Tidak bisa dengan penyari air (harus solvent organic) sebab titik
didih air 100OC harus dengan pemanasan tinggi untuk
menguapkannya, akibatnya zat kimia rusak. (Harborne, 1987)
Ekstraksi secara panas
1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
pada titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut
terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3-5 kali sehingga proses ekstraksi sempurna.
Prinsip refluks yaitu Penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat
bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap
cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi
molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju
labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada
labu
alas
bulat,
demikian
seterusnya
berlangsung
secara
yang
mengandung
minyak
menguap
atau
dan interferon gamma yang merupakan faktor penting dalam proliferasi sel
fibroblas. Proliferasi sel fibroblas bertanggung jawab dalam penyembuhan
luka bakar, ulkus, dan luka pada kulit dan saluran cerna (Mitra, et al.,
2007).
2. Amaranthus spinosus
Dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan bayam duri, merupakan
tanaman obat yang biasa dianggap gulma oleh petani tradisional. Tanaman
ini biasanya diaplikasikan pada bisul untuk menghambat pembentukan
nanah. Menurut Hilou et al. (2006) tanaman ini mempunyai efek
antimalaria dan antimikrobial. Tanaman dari genus Amaranthus diketahui
mengandung nitrogen kuartener dalam strukturnya, sehingga mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan Plasmodium. Secara umum
tanaman ini digunakan sebagai antipiretik, diuretik, dan laksatif. Ekstrak
akar dari tanaman ini dapat digunakan untuk mengobati gonorrheae
(Mitra, et al., 2007).
3. Coriandum sativum
Ketumbar (Coriandum sativum) merupakan tanaman yang biasa
digunakan sebagai bumbu dapur. Biji ketumbar mengandung minyak atsiri
1% dengan komponen utamanya yaitu monoterpen dan linalool. Biji
ketumbar biasa digunakan per oral untuk mengatasi batuk, lepra, nyeri
dada sentral dan gangguan pencernaan. Studi mengungkapkan bahwa
minyak atsiri ketumbar menunjukkan aktivitas antibakteri (Burt, 2004).
Komponen atsiri pada tanaman ini dapat melindungi tanaman dari infeksi
mikroorganisme. Menurut Chitara dan Leelamma (1999), ketumbar
mempunyai efek hipoglikemik melalui jalur meningkatkan utilisasi
glukosa saat sintesis glikogen, mengurangi degradasi glikogen, dan
mengurangi laju glukoneogenesis.
4. Ipomoea batatas
Biasa disebut Ubi rambat merupakan tanam yang biasa ditanam di
Indonesia. Tanaman ini mengandung banyak antioksidan seperti flavonol
dan flavon dari golongan flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa yang
mempunyai aktivitas antioksidan yang kuat. Selain itu ubi rambat juga
mempunyai efek hipoglikemi dengan mengurangi resistensi insulin (Mitra,
et al., 2007).
5. Nigella sativa
Nigella sativa atau jintan hitam merupakan tanaman yang biasa dipakai
sebagai rempah, penambah rasa, dan pengawet makanan. Sebagai obat,
jintan hitam biasa digunakan untuk mengobati arthritis. Hal ini disebabkan
karena jintan hitam mempunyai sifat anti-inflamasi. Morsi (2000)
menemukan bahwa ekstrak alkaloid dari jintan hitam dapat menghambat
pertumbuhan berbagai bakteri yang diisolasi dari pasien manusia penderita
septik arthritis. Jintan hitam juga menunjukkan sifat antifungal terhadap
jamur Candida albicans dan dermatofit karena kandungan timoguinon
dalam ekstraknya. Timoguinon juga memiliki manfaat lain yaitu
menghambat kerusakan hepatosit akibat toksin eksogen seperti cisplastin
dan karbon tetraklorida. Jintan hitam juga memiliki manfaat lain seperti
antitumor dan juga berpotensi dalam stimulasi sistem imun (Mitra, et al.,
2007).
E. Profil Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TO-OT)
1. Sejarah
B2P2TOOT bermula dari kebun koleksi Tanaman Obat (TO), dirintis
oleh Romo Santoso sejak awal tahun kemerdekaan, menggambarkan
semangat dari seorang anak bangsa Nusantara yang tekun dan sangat
mencintai budaya pengobatan nenek moyang. Beliau mewariskan semangat
dan kebun tersebut pada negara. Mulai April 1948, secara resmi Kebun
Koleksi TO tersebut dikelola oleh pemerintah di bawah lembaga Eijkman
dan diberi nama Hortus Medicus Tawangmangu.
Evolusi sebagai suatu organisasi terjadi karena Kepmenkes No. 149
tahun 1978 pada tanggal 28 April 1978, yang mentransformasi kebun
koleksi menjadi Balai Penelitian Tanaman Obat (BPTO) sebagai Unit
pelaksanaan,
evaluasi
penelitian
dan
atau
Liquid Chromatography
(HPLC),
Vacum
Rotavapor,
identifikasi,
determinasi,
dan
pengembangan
mikroskopis,
determinasi tanaman.
herbarium
basah
dan
kering,
serta
Instalasi
Benih
dan
Pembibitan
meliputi
KPP Bioprospeksi
Konservasi.
3
Pasca panen.
Ekstraksi.
Uji manfaat.
8. Wisata Ilmiah
B2P2TO-OT Tawangmangu menawarkan suatu paket wisata
edukatif di mana pengunjung dapat belajar tentang tanaman obat dan obat
tradisional mulai dari budidaya, pasca panen, hingga pengolahan simplisia
menjadi produk obat tradisional. Paket tersebut meliputi:
a. Kebun Tlogodlingo
Kebun Tlogodlingo merupakan lahan budidaya dan koleksi TO
mempunyai luas 13 Ha yang terletak di lereng Gunung Lawu
dengan
ketinggian
1800
mdpl.
Kebun
ini
mempunyai
c. Pembibitan
Sektor ini menyediakan bibit untuk kebutuhan penelitian, pelatihan
dan koleksi (Depkes RI, 2009).
Gambar 3. Pembibitan
(Sumber: Depkes RI, 2009)
d. Museum TO dan OT
Museum TO dan OT dikembangkan sebagai wahan untuk
mengenal, mempelajari dan meneliti budaya lokal dalam
pemanfaatan TO dan OT yang dilakukan nenek moyang pada
jaman dahulu serta perkembangannya sampai saat ini (Depkes RI,
2009).
BAB III
KEGIATAN YANG DILAKUKAN
Simplisia yang sudah disimpan bisa tahan dalam waktu yang relatif lama
untuk kemudian diolah di laboratorium herbal menurut kebutuhan.
Tempat selanjutnya yang kami kunjungi adalah laboratorium herbal. Di
laboratorium inilah simplisia tersebut diolah untuk menjadi produk yang siap
dikonsumsi, baik dikonsumsi untuk penelitian maupun untuk pengobatan
pasien yang digunakan dalam formularium. Ada berbagai macam pengolahan
yang dilakukan di sini, mulai dari pembentukan serbuk sampai dengan
pembentukan ekstrak. Pembentukan serbuk mungkin merupakan cara yang
konvensional dilakukan dalam pengolahan simplisia. Saat ini yang paling
sering dilakukan dalam pengolahan simplisia adalah ekstraksi karena cara ini
sangat menghasilkan produk obat herbal yang lebih mudah dalam
penghitungan dosisnya. Hasil yang kami peroleh adalah mengetaui bahwa
ekstraksi merupakan suatu cara untuk memisahkan senyawa yang berkhasiat
yang larut dalam penyari (air atau alkohol atau eter) untuk terpisah dari
ampasnya. Ekstrak yang dihasilkan dapat berupa ekstrak cair, kental, maupun
kering. Ekstrak yang paling baik adalah yang berbentuk kering.
Setelah itu kami mengunjungi Klinik Saintifikasi Jamu Hortus
Medicus. Klinik ini merupakan klinik tipe A yang berada di bawah naungan
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisional (B2P2TOOT), dan sudah ada sejak 2007. Namun sebelum resmi,
lokasi klinik ini berpindah-pindah. Barulah pada Januari 2014, Klinik
Saintifikasi Jamu Hortus Medicus berlokasi di sini, dan diresmikan oleh
Menteri Kesehatan Republik Indonesia saat itu, Ibu Nafsiah Mboi.
keamanan dari bahan yang digunakan. Apabila terbukti aman dan berkhasiat,
baru digunakan di klinik ini.
Kami juga mengunjungi Museum Jamu Hortus Medicus. Museum ini
memiliki koleksi berupa herbarium kering dan basah, bahan-bahan jamu yang
disertai keterangan asal lokasinya, alat pengolah jamu tradisional, serta
berbagai koleksi lain yang ditempatkan dalam ruangan-ruangan. Ruangan
tersebut yaitu ruang bahan jamu, ruang budaya, ruang produk jamu, ruang
produk prestasi dan ruang naskah kuno. Ketika memasuki Museum ini, kami
dapat melihat peta Indonesia yang diatasnya terdapat bahan-bahan jamu yang
diletakkan sesuai tempatnya berasal. Disebelahnya terdapat alat pembuat jamu
secara tradisional yang telah dipakai nenek moyang kita secara turun-temurun.
Gambar 6. Alat alat tradisional pembuat jamu
(Sumber : Dokumentasi Mahasiswa)
Lalu masuk ke Ruang Bahan Jamu, disini disimpan bahan-bahan jamu
yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia antara lain akar pinang, akar
kuning, pasak bumi dan lainnya. Selanjutnya menuju Ruang Budaya yang
menyimpan beberapa hasil kerajinan dan kesenian dari beberapa provinsi di
Indonesia seperti kain tenun, wayang, gamelan dan lainnya. Ruang Produk
Jamu berisi produk-produk jamu dari industri-industri jamu di Indonesia, serta
beberapa dari luar negeri. Di ruang ini juga terdapat ramuan jamu turuntemurun yang tersimpan dalam lemari kaca.
Lalu ada Ruang Prestasi dimana di ruangan ini terdapat dokumentasi
sejarah dari B2P2TOOT. Foto-foto kunjungan tamu negara, tamu penting,
cinderamata serta beberapa buku publikasi disimpan dalam ruangan ini.
Terakhir adalah Ruang Naskah Kuno yang memuat koleksi buku-buku kuno
(mulai dari jaman kerajaan Hindu-Budha hingga masa colonial Belanda) yang
BAB IV
PEMBAHASAN
Takaran: 5-10 gram simplisia direbus 15 menit, air rebusan diminum. 0,51 gram serbuk temulawak diseduh dengan air mendidih 1 gelas, diamkan
5-10 menit, disaring. Air seduhan diminum.
Senyawa
aktif:
Curcumin,
bidesmothoxy-curcumin,
xanthorrhizol,
germacron.
-
Takaran: simplisia 3-9 gram per hari. Serbuk 1,5-3 gram per hari.
b. Immunomodulator
Digunakan Phylanthus niruri herba (meniran) dan Echinaceae flos (bunga
echinacea)
Pylanthus niruri herba
-
Echicacea flos
-
c. Diabetes
Digunakan Tinosporae caulis (brotowali), Momordicae fructus (pare), dan
Andrograpidhis herba (sambiloto)
Tinosporae caulis
-
Senyawa
aktif:
Alkaloid
berberin,
furanoditerpen,
tinosporin,
tinosporidine.
Momordicae fructus
-
Takaran: buah segar 1 buah (panjang 10 cm), isi dibuang, diparut, diseduh
dengan air panas setengah gelas
Andrograpidhis herba
-
d. Hiperurikemia
Digunakan Piperis retrofacti fructus (cabe jawa) dan Sonchi folium
(tempuyung)
Piperis retrofacti fructus
-
Sonci folium
-
e. Hipertensi
Digunakan Apii folium (seledri), Rouwolfiae serpentina radix (akar
rouwolfia), Centelae asiaticae herba (pegagan)
Apii folium
-
f. Antihemoroid
Graptophyli folium
-
Takaran: 5 lembar daun direbus dengan 1,5 gelas air, diminum 2 kali
sehari pagi-sore
g. Kolesterol
Allii sativum bulbus (bawang putih)
-
Takaran: segar 2-5 gram/hari, serbuk kering 0,4-1,2 gram/hari, minyak 25 ml/hari, ekstrak 300-1000 mg/hari
Takaran: 100-175 gram daun asam jawa ditumbuk bersama air panas.
Peras, saring, dan minum sekaligus, lakukan 2 kali sehari.
h. Nefolitiasis
Strobilianti folium (daun kejibeling)
-
i.
Fertilitas
Camomilae flos (Bunga seruni)
-
j. Batuk
Blumeae balsamiferae folium (daun sembung)
-
BAB VI
PENUTUP
A. Simpulan
1. Tanaman Obat atau Herbal merupakan salah satu jenis pengobatan medis
yang bersifat komplementer yang menggunakan tanaman alam yang sudah
melalui penelitian dan terbukti khasiatnya.
2. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat
Tradisonal (B2P2TO-OT) merupakan sebuah institusi yang bergerak dalam
bidang penelitian serta pengembangan ilmu kesehatan khususnya
mengenai tanaman herbal.
3. Kegiatan di B2P2TO-OT meliputi penanaman tanaman herbal, proses
pemanenan, pembuatan simplisia, pembuatan ekstrak, penelitian tentang
kandungan dan khasiat tentang tanaman herbal, sampai pada pengobatan
dan peresepan tanaman herbal untuk aplikasi klinis di klinik saintifikasi
jamu Hortus Medicus.
4. Laboratorium terpadu B2P2TO-OT berperan penting dalam pengolahan
obat herbal sehingga aman digunakan masyarakat. Balai ini memiliki tujuh
laboratorium (laboratorium sistematika tumbuhan, hama dan penyakit
tanaman, galenika, fitokimia, formulasi, toksikologi dan farmakologi, dan
bioteknologi) serta empat instalasi (instalasi benih dan pembibitan
tanaman obat, adaptasi dan pelestarian, koleksi tanaman obat, dan paska
panen).
B. Saran
1. Hendaknya sering dilakukan penelitian mengenai tanaman-tanaman obat
sehingga penggunaan tanaman sebagai obat yang selama ini hanya
berdasarkan pengalaman turun temurun menjadi memiliki bukti ilmiah
sesuai dengan prinsip evidence-based medicine.
DAFTAR PUSTAKA
Burt, S. (2004). Essential oils: their antibacterial properties and potential
applications
in
foods-a
review.
International
Journal
of
Food
Microbiology 94 : 223253.
Butarbutar, R., & Soemarno, S. (2013). Environmental Effects Of Ecotourism In
Indonesia. Journal of Indonesian Tourism and Development Studies, 1(3),
87-97.
Chithra, V. and Leelamma, S. (1999). Coriandrum sativum mechanism of
hypoglycemic action. Food Chemistry 67: 229-231.
Davidson, E., Vlachojannis, J., Cameron, M., & Chrubasik, S. (2013). Best
Available Evidence in Cochrane Reviews on Herbal Medicine?. EvidenceBased Complementary and Alternative Medicine, 2013.
Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta.
DepKes
RI.
(2007).
Lampiran
Keputusan
Mentri
Kesehatan
Nomor:
POM,
(1986)..Sediaan
Galenik.
Departemen
Kesehatan
Mahani, M., Jannah, I. L., Harahap, E. S., Salman, M., & Habib, N. M. F. (2013).
Antihyperglycemic Effect of Propolis Extract from Two Different
Provinces in Indonesia. International Journal on Advanced Science,
Engineering and Information Technology, 3(4), 01-04.
Mitra R, Mitchell B, Gray C, Orbell J, Coulepis T, Muralitharan MS (2007).
Medicinal plants of Indonesia. APBN volume 11. 11: 726-743.
Morsi, N.M. (2000). Antimicrobial effect of crude extracts of Nigella sativa on
multiple antibiotics-resistant bacteria. Acta Microbiologica Polonica 49:
6374.
Pathak, K., & Das, R. J. (2013). Herbal Medicine-A Rational Approach in Health
Care System.
Ratnawati, D., Luthfi, M., & Affandhy, L. (2013). Effect of Traditional Herbal
Supplementation on Performance of PO Bull. JITV, 18(1).
Sampurno. (2003). Kebijakan Pengembangan Obat Bahan Alam Indonesia
Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII, Universitas Pancasila,
Jakarta.
Sudjadi, Drs., (1986).Metode Pemisahan. UGM Press,Yogyakarta
Suyitno. (1989). Rekayasa Pangan. PAU Pangan dan Gizi. UGM Yogyakarta.
Torri, M. C. (2013). Traditional jamu versus industrial jamu: perceptions and
beliefs of consumers in the city of Yogyakarta: what future for traditional
herbal medicine
in urban Indonesia?.
International
Journal
of
H.
(2008).
Meningkatkan
Peran
Perguruan
Tinggi
melalui