Anda di halaman 1dari 41

SKENARIO 2

KELUMPUHAN WAJAH
Perempuan berusia 50 tahun saat sedang berbelanja di pusat perbelanjaan tiba-tiba berbicara
cadel dan setelah diperhatikan oleh suaminya wajah pasien terlihat tidak simetris. Pasien juga
mengeluh anggota gerak sisi kiri lebih lemah dibanding kanan. Suami langsung membawa
istrinya ke IGD RS terdekat. Pemeriksaan tanda vital menunjukkan hipertensi. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan wajah tidak simetris. Sulcus nasolabialis kiri tampak mendatar, namun kerutan
dahi simetris. Pada saat menjulurkan lidah, mencong ke sisi kiri tanpa adanya atrofi papil dan
fasikulasi. Terdapat hemiparesis sinistra. Dokter mengatakan pasien mengalami stroke. Sebagai
seorang suami, ia berkewajiban untuk menyantuni dan merawat istrinya dengan baik sesuai
dengan ajaran islam.

KATA SULIT
1. Fasikulasi : kontraksi involunter serabut otot yang berdenyut- denyut.
2. Hemiparesis : kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
1

3. Stroke : kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terputus akibat penyumbatan
atau pecahnya pembuluh darah.
4. Sulcus nasolabialis : alur yang menghubungkan antara nasal dan labialis.
5. Atrofi papil : permukaan lidah menjadi licin dan papil mengecil.
PERTANYAAN
1. Apakah ada hubungannya hipertensi dengan stroke ?
2. Mengapa tiba-tiba pasien cadel ?
3. Mengapa masih terdapat kerutan dahi sedangkan sulcus nasolabialis mendatar ?
4. Mengapa bisa terjadi hemiparesis ?
5. Apa yang menyebabkan lidah mencong ke sisi kiri ?
6. Mengapa kelainan hanya pada sisi kiri saja ?
7. Apa kewajiban suami terhadap istri menurut ajaran Islam ?
8. Berapa tekanan darah yang memungkinkan terjadinya stroke ?
9. Apa saja faktor resiko terjadinya stroke ?
10. Apa saja jenis stroke ?
11. Bagaimana cara menegakkan diagnosis pasien stroke ?
12. Apa kegunaan pemeriksaan atrofi lidah ?
13. Mengapa terjadi fasikulasi ?
14. Apakah pasien stroke bisa sembuh seperti semula ?
15. Bagaimana penanganan awal pasien stroke di IGD ?
JAWABAN
1. - Thrombosis/emboli hipertensi pembuluh darah pecah stroke hemoragic.
- Hipertensi elastisitas pembuluh darah menurun aneurisma pembuluh darah
pecah stroke hemoragic.
2. Karena terdapat gangguan pada N. XII (hypoglossus).
3. Karena terdapat lesi UMN.
4. Kerusakan di capsula interna, pons atas, cerebral pedunculus pure hemiparesis.
Kerusakan di medulla oblongata cross hemiparesis.
5. Karena ada gangguan pada N. XII (hypoglossus).
6. Kerusakan di capsula interna, pons atas, cerebral pedunculus pure hemiparesis
(kelainan pada sisi kanan saja atau sisi kiri saja).
7. Menafkahi, menyayangi.
8. Tekanan darah berapapun bias memungkinkan terjadinya stroke.
9. - Dapat dimodifikasi : hipertensi, diabetes mellitus, merokok, obesitas, dislipidemi, dll.
- Tidak dapat dimodifikasi : gender, genetic, usia, dll.
10. Stroke Hemoragic dan Stroke Iskemik.
11. Munculnya akut, terdapat faktor resiko, gangguan neurologis.
12. Untuk mengetahui fungsi N. VII dan N. XII.
13. Karena terdapat lesi LMN.
14. Tergantung cepatnya penanganan dan lesinya.
2

15. ABC : airway, breathing, circulation.


- Scoring / CT Scan.
- Tatalaksana / Terapi.

HIPOTESIS
Stroke adalah terjadinya gangguan aliran darah ke otak akibat adanya perdarahan atau sumbatan
yang dicetuskan oleh faktor resiko modified dan unmodified, serta dapat menimbulkan gejala
neurologis yang bersifat akut dengan onset lebih dari 24 jam. Diagnosis dapat ditegakkan
menggunakan CT scan agar dapat diterapi sesuai penyebabnya, sehingga mengurangi kecacatan.
Kewajiban suami terhadap istri yaitu menafkahi dan menyayangi.

SASARAN BELAJAR
LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi
LO.1.1 Saraf Cranialis
LO.1.2 Jaras Sensorik dan Motorik
LO.1.3 Capsula Interna
4

LI. 2. Memahami dan Menjelaskan Stroke


LO.2.1 Definisi
LO.2.2 Epidemiologi
LO.2.3 Etiologi
LO.2.4 Klasifikasi
LO.2.5 Manifestasi Klinis
LO.2.6 Patofisiologi
LO.2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
LO.2.8 Penatalaksanaan
LO.2.9 Pencegahan
LO.2.10 Komplikasi
LO.2.11 Prognosis

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Kewajiban Suami terhadap Istri dalam Ajaran Islam

LI. 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi


LO.1.1 Saraf Cranialis
1. Nervus Kranialis

1.
SARAF

OLFAKTORIUS (N.I)
- Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius.
- Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila
olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis.
- Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran
mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus
olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus
temporal bagian medial sisi yang sama.
- Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks
tanpa dirilei di talamus.
- Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi sertabau
busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada
kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area
otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus.
- Emosi yangmenyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan
dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik.

2. SARAF
(N. II)

OPTIKUS

- Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini,
ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi
lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. - Orientasi spasial serabut-serabut
dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina
ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
- Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang.
- Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus
superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius.
- Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di
dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis.
- Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula
interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital.
- Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus
temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabutserabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan
sebaliknya.
3.SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus
motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior,
otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus
Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu
spingter pupil dan otot siliaris.

4. SARAF TROKLEARIS (N. IV)


- Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius.
- Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak.
- Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata
bawah, ke dalam dan abduksi dalam derajat kecil.
5. SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut
sensorik.
- Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik
saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan
mandibularis.
- Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi
maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar
dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani.
6. SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus
lateralis.

NERVUS TRIGEMINUS (N. V)

NERVUS ABDUSENS (N. VI)

7. SARAF FASIALIS (N. VII)


Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari
Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat
medula oblongata.
- Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf
vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
- Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis
okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot
digastriktus posterior serta otot platisma.
- Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.

8. SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)


Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan
berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum
medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk
keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabutserabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut
vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.

9. SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)


Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua
ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati
foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot
stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan
mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.
10. SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion
inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus
mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus,
jantung dan paru-paru.

10

NERVUS GLOSSOPHARYNGEUS (N. IX)

NERVUS VAGUS (N. X)

11. SARAF ASESORIUS (N. XI)


- Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus.
- Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan
bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping
dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
12. SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
- Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan
depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus.
- Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot
stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

11

NERVUS ASESORIUS (N.


XI) HYPOGLOSSUS (N. XII)
NERVUS

LO.1.2 Jaras Sensorik dan Motorik


12

1. Motorik
Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan
diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks,
ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan
ekstrapiramidal :
A.Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis
Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann),
yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan
melalui traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis.
Pusat jaras Motorik
Neuron Motorik Atas
Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat
Supraspinal). Meliputi :
o Ganglia basalis tractus corticostriata
o Diencephalon tractus cortico-diencephalon
o Batang otak cortico bulbaris
Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri
sebagai Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axon neuron pertama turun melalui
corona radiata masuk crus posterior capsula interna mes-encephalon, pons,
medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu
anterior substansia grisea medulla spinalis.
Asal Neuron Orde pertama :
o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis
o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus
precentralis
o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis

13

Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal)


Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis. Letak columna
subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron :
o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior
subt.grisea
o Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai
radix anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk
n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor sadar

B.Traktus Ekstrapyramidal
Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis
1. Tractus reticulospinalis
Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla
oblongata (neuron orde pertama).
Jalan :
Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus
reticulospinlis pontinus
Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla
spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga)
Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi
kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.
14

2. Tractus Tectospinalis
Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama)
Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya
dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron
orde kedua dan ketiga
Fungsi :
1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap
2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

15

3. Tractus Rubrospinalis
Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mes-encephalon setinggi
coliculus superior.
Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati
pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat
spinal)
Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor
berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

16

4. Tractus vestibulospinalis
Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata),
menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum
Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal)
Fungsi
: memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot
fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

5. Tractus olivospinalis
Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex
cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber
Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal)
Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan
tubuh

17

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak


a. Tractus Corticothalamus
Asal
: area brodmann 10, 11, 12
Tujuan : nucleus medialis thalami

Asal
: area brodmann 9 dan 11
Tujuan : nuclei septi thalami

Asal
: area brodmann 9
Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami

Asal
: area brodmann 6
Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami

Asal
: area brodmann 4
Tujuan : nuclei lateralis thalami

b. Tractus corticohypothalamicus
Asal
: cortec hypocampi
Tujuan
: hypothalamus
c. Tractus corticosubthalamicus
Asal
: area brodman 6
Tujuan
: subthalamus
d. Tractus Corticonigra
Asal
: area brodmann 4, 6 dan 8
Tujuan
: substantia nigra

18

e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6


Tujuan
: tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius
inferius (medulla oblongata)
2. Sensorik
Reseptor adalah sel atau organ yang berfungsi menerima rangsang atau stimulus. Dengan alat
ini sistem saraf mendeteksi perubahan berbagai bentuk energi di lingkungan dalam dan luar.
Setiap reseptor sensoris mempunyai kemampuan mendeteksi stimulus dan mentranduksi energi
fisik ke dalam sinyal (impuls) saraf.
Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi:

Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba
Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo.
Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung,
lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi :

Mekanoreseptor
Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan pada
pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka,
persendian dan organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba
ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan).
Thermoreseptor
Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu
dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas).
Nociseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh
adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa
akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan).
Chemoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel
reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di
lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor
untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus
mendeteksi perubahan kadar gula darah.
Photoreseptor
Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel photoreceptor
(batang dan kesrucut) di retina mata.

Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut :

19

A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal
diterima reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju cornu
posterior medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu menyilang ke
sisi lain medulla spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus
spinotalamikus menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3
menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis)
B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo :
sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis lalu
naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll
berganti menjadi neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla spinalis
menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke korteks
somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis).
LO.1.3 Capsula Interna
Letak:
Merupakan berkas serabut saraf berbentuk pita lebar substansi alba yang memisahkan nukleus
lenticularis dengan nucleus caudatus dan thalamus. Mengandung serabut saraf penghubung
bolak-balik antara cortex cerebri dengan thalamus dan medula spinalis
Bentuk:
Membentuk huruf V dengan titik sudut yang disebt genu,mengahadap ke medial dan kakikakinya disebut crus anterior dan crus posterior
1

Crus anterior capsula interna


a Letak :antara nucleus caudatus dan nucleus lenciculatis yang terdapat
Serabut corticopetal (serabut aferen)
Serabut corticofugal (serabut eferen)
2 Crus posterior capsula interna
a
Letak : antara thalamus dengan nuclei lenticularis,terdapat
Pars lenticulothalamicus (tractus corticobulbaris, corticospinalis dan
corticorubralis)
Pars retrolenticularis (radiatio thalamicus posterior)
Pars sublenticularis (tractus temporopontin,geniculocalcarina dan radiatio
auditorius)

20

LII. 2. Memahami dan Menjelaskan Stroke


LO.2.1 Definisi
WHO mendefinisikan stroke sebagai manifestasi klinis dari gangguan fungsi otak, baik fokal
maupun global (menyeluruh), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
sampai menyebabkan kematian, tanpa penyebab lain selain gangguan vaskuler. (Hatano, 1976
dalam Davenport dan Dennis, 2000).
Stroke adalah suatu tanda klinis yang ditandai defisit neurologi fokal atau global yang
berlangsung medadak selama 24 jam atau lebih atau kurang dari 24 jam yang dapat
menyebabkan kematian karena gangguan pembuluh darah. (Truelsen, 2000)
LO.2.2 Epidemiologi
Distribusi Frekuensi Stroke Hemoragik
a. Menurut Orang
Di Amerika Serikat, sekitar 28% penderita stroke berusia lebih dari 65 tahun. Hasil penelitian
Aliah A. dan Widjaja D. di empat Rumah Sakit di Makasar (2000) dengan desain Case Series
diperoleh bahwa proporsi penderita stroke pada kelompok umur <40 tahun sebesar 3%,
kelompok umur 40-49 tahun sebesar 20%, kelompok umur 50-59 tahun sebesar 26%, kelompok
umur 60-69 tahun sebesar 41% dan kelompok umur I 70 tahun sebesar 10%. Jumlah penderita
stroke laki-laki sebanyak 58 orang dan penderita stroke wanita sebanyak 42 orang. Penelitian
Syahdani di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu (2003) dengan desain Case Series menunjukkan
bahwa proporsi penderita stroke terbesar pada kelompok umur > 59 tahun yaitu sebesar 50,5%
dan sebagian besar penderitanya adalah laki-laki sebesar 65,5%.
b. Menurut Tempat
21

Dari data penelitian tahun 1994 pada populasi masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit
stroke pada daerah urban sekitar 0,5% dan angka insidensi penyakit stroke pada daerah rural
sekitar 50/100.000 penduduk.
c. Menurut Waktu
Menurut WHO (2005), stroke menjadi penyebab kematian dari 5,7 juta jiwa diseluruh dunia dan
diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta penderita pada tahun 2015 dan 7,8 juta penderita pada
tahun 2030. Berdasarkan penelitian Wiwid di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit Tinggi Tahun
2005-2007, menunjukkan bahwa jumlah penderita stroke hemoragik tahun 2005 sebanyak 66
0rang, tahun 2006 sebanyak 54 orang, tahun 2007 sebanyak 59 orang.
LO.2.3 Etiologi
Stroke Iskhemik
Emboli
atherosklerosis pada arteri otak (pembentukan plak/deposisi lemak pada pembuluh darah)
hiperkoagulabilitas darah, peningkatan kadar platelet, thrombosis
Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi, yang menekankan dinding
arteri sampai pecah. Penyebab lain terjadinya stroke hemoragik adalah :
Aneurisma, yang membuat titik lemah dalam dinding arteri, yang akhirnya dapat pecah.
Hubungan abnormal antara arteri dan vena, seperti kelainan arteriovenosa.
Kanker, terutama kanker yang menyebar ke otak dari organ jauh seperti payudara, kulit,
dan tiroid.
Cerebral amyloid angiopathy, yang membentuk protein amiloid dalam dinding arteri di
otak, yang membuat kemungkinan terjadi stroke lebih besar.
Kondisi atau obat (seperti aspirin atau warfarin).
Overdosis narkoba, seperti kokain.

LO.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Hemoragik
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health
Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas:
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan oleh
hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia darah,
penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan
angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
b.

Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)


22

Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam


ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karenapecahnya aneurisma (50%), pecahnya
malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak
diketahui.
c. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan ( bridging
veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau
karena robeknya araknoidea.
Klasifikasi Stroke Non Hemoragik
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal):
a. Berdasarkan manifestasi klinik:
Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan menghilang dalam
waktu 24 jam.
Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak
lebih dari seminggu.
Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
b. Berdasarkan Kausal:
Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di otak. Trombotik
dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan
darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat
atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi
karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak yang lepas.
Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yangmmengakibatkan darah tidak bisa mengaliri
oksigen dan nutrisi ke otak.
LO.2.5 Manifestasi Klinis

23

A. Perdarahan Hemmoragic
1. Perdarahan intraserebral (PIS)
a. Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari 80%
di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum

24

b. Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan dapat
didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu nyeri kepala,
mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
c. Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan dapat
disertai kejang fokal / umum.
d. Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan bola mata
menghilang dan deserebrasi
e. Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya papiledema dan
perdarahan subhialoid.
Perdarahan Putaminal
Perdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral yang paling sering terjadi.
Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah kelemahan motorik unilateral yang diikuti
abnormalitas sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai hemisfer sisi dominan akan
terjadi afasia global, sedangkan bila mengenai hemisfer non-dominan akan menyebabkan gejala
hemi-inattention.
Perdarahan kaudatus
Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan putaminal yaitu sebagai perdarahan
putamina basalis. Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-tiba, dengan sakit kepala dan
muntah yang diikuti penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik menunjukan adanya kekakuan
leher dan berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) dan seringkali diikuti gangguan
ingatan jangka pendek.
Perdarahan talamik
Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai dengan besarnya area
perdarahan dan perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila masa yang timbul sangat besar
maka perluasan dapat mencapai daerah parietal. Gejala muntah cukup banyak dijumpai namun
sakit kepala jarang. Gejala klinis termasuk hemiparesis atau hemiplegia yang disertaai sindrom
hemisensorik berupa penurunan sistem sensorik tungkai, wajah dan punggung kontralateral.
Gejala utama pada perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus okulomotoris yang
mengakibatkan kelumpuhan pandangan atas, paralisis konvergen, retraksi nistagmus, deviasi
asimetris.
Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)
Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba menghasilkan lesi yang dapat
muncul diseluruh lobus serebri terutama dilobus parietal, temporal dan oksipital. Perdarahan
25

lobaris berbeda dengan perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak banyak berkaitan
dengan hipertk berkaitan dengan hipertensi. Gejala klinis perdarahan lobaris agak berbeda
dengan perdarahan lain. Perdarahan lobaris jarang terjadi hipertensi arterial dan penurunan
kesadaran. Sedangkan keluhan sakit kepala dan kejang lebih sering ditemukan. Terjadi rasa sakit
kepala di daerah sekitar mata ipsilateral dan hemianopasia juga sakit pada areal sekitar telinga
dan kelemahan anggota gerak kontralateral atas serta kelemahan kaki dan wajah.
Perdarahan serebral
Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial. Perdarahan yang terjadi berasal dari
cabang distal arteri serebralis posteriol inferior. Gejala krinis muncul pada saat pasien melakukan
aktifitas. Gejala awal yang mendahului rasa pening disertai perasaan seperti saat mabuk, mati
rasa pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu berjalan dan bahkan berdiri.
Kekakuan pada leher dan daerah bahu, tinitus dan cekukan terjadi pada beberapa pasien.
Perdarahan mesensefalon
Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang ditemukan perdarahan biasanya
berasal dari bagian bawah talamus atau lesi yang berawak dicerbelum atau ponds. Gejala yang
ditimbulkan umumnya bertahap dan progresif. Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia juga
hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus. Gejala lain yang ditimbulkan antara
lain berupa kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar, reflek extensor plantar, sakit
kapal yang menyeluruh, muntah, hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.
Perdarahan pons
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan masuknya
darah keruangan tertutup intrakranial. Gejala klinis yang terjadi adalah sakit kepala yang hebat di
daerah oksipital sebelum terjadi koma, gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi disfungsi
sistem otonom. Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada wajah dan tungkai atas, ketulian,
diplopia, kelemahan kaki bilateral, dan pola pernapasan yang abnormal, apnea.
Perdarahan medula oblongata
Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan lebih jarang dibandingkan
pedarahan otak tengah. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa pening, muntah, sakit kepala,
diplopia, dan paresthesia tungkai atas kanan. Umumnya terjadi somnolen dalam waktu singkat
dan ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus, disfonia, dan disfagia.
2. Perdarahan subarachnoid (PSA)
a. Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer.
26

b. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1 2 detik sampai 1 menit.
c. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan kejang.
d. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam.
e. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
f. Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik perdarahan
subarakhnoid.
g. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyakkeringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.
Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya :
1. Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa menggumpal.
Darah yang menggumpal bisa mencegah cairan di sekitar otak (cairan cerebrospinal) dari
kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di dalam otak, meningkatkan
tekanan di dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa menyebabkan gejala-gejala seperti sakit
kepala, mengantuk, pusing, mual, dan muntah dan bisa meningkatkan resiko pada koma dan
kematian.
2. Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam otak bisa kontraksi
(kejang), membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian, jaringan otak bisa tidak
mendapatkan cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm bisa
menyebabkan gejala yang serupa pada stroke iskemik, seperti kelemahan atau kehilangan
rasa pada salah satu bagian tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo,
dan koordinasi lemah.
3. Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu seminggu.
B. Stroke Non-Hemoragik
Pendekatan klinis terhadap stroke iskemik bergantung pada kemampuan untuk mengidentifikasi
dasar neuroanatomik dari defisit klinis. Berikut adalah korelasi klinik anatomik dari stroke
iskemik.
1. Arteri serebral anterior
Arteri serebral anterior mensuplai korteks serebral parasagital, yang termasuk bagian dari korteks
motorik dan sensorik yang berhubungan dengan kaki kontralateral dan juga disebut sebagai pusat
inhibisi dan mikturisi kandung kemih. Stroke akibat oklusi arteri serebral anterior jarang
27

dijumpai bila dibandingkan dengan stroke akibat oklusi arteri cerebral medial yang menerima
aliran darah serebral dalam jumlah besar. Dapat dijumpai paralisis lengan dan tungkai
kontralateral, grasp reflex kontralateral, rigiditas gegenhalten, abulia, gangguan gait, prespirasi
dan inkontinensia urin.
2. Arteri serebral media
Arteri cerebral medial mensuplai sisa dari hemisfer cerebral dan struktur subkortikal dalam.
Cabang kortikal dari arteri cerebral medial termasuk devisi superior mensuplai seluruh area
korteks motorik dan sensorik dari wajah, tangan, dan lengan Berta area berbahasa ekspresif
(Broca) dari hemisfer dominan. Devisi inferior mensuplai radiasi visual, area berbahasa reseptif
(Wernicke) dari hemisfer dominan. Arteri lentikulostriata yang merupakan cabang dari bagian
proksimal arteri cerebral medial mensuplai daerah basal ganglia dan juga serabut motorik untuk
wajah, lengan, tangan, kaki pada genu dan krus posterior kapsula interna.Arteri serebralis medial
adalah arteri yang paling Bering terkena dalam stroke iskemik. Bergantung dari devisi yang
terlibat, bermacam-macam gambaran klinis dapat terlihat.
1. Stroke devisi superior
Hemiparesis kontralateral yang mengenai wajah, tangan dan lengan tetapi tidak pada kaki;
hemisensori kontralateral pada area yang sama; tanpa hemianopia homonim. Kalau area
hemisfer dominan terlibat maka selain gambaran diatas juga disertai dengan afasi broca.
2. Stroke devisi inferior
Hemianopsia homonim kontralateral; gangguan fungsi sensoris kortikal yang bermakna
seperti grafastesia dan stereognosis pada kontralateral tubuh, anosognosia, dressing apraxia,
konstruksional apraxia. Kalau hemisfer dominan juga ikut terkena maka dijumpai aplasia
Wernicke.
3. Arteri karotis interna
Derajat keparahan stroke arteri karotis interna sangat bervariasi bergantung pada adekuat
tidaknya sirkulasi kolateral. Oklusi arteri karotis dapat bersifat asimptomatik, sedang yang
simptomatik memberikan gejala yang mirip dengan stroke arteri cerebralis medial walaupun
gejala lain mungkin juga timbul.
4. Arteri serebralis posterior

28

Arteri serebralis posterior yang berasal dari ujung arteri basiler memberi suplai darah pada
korteks cerebral okksipital, lobus temporal medial, thalamus dan rostral otak tengah. Gambaran
klinis berupa hemianopia homonym yang mengenai lapangan pandang kontralateral. Kalau
oklusi terjadi pada level otak tengah, abnormalitas ocular yang meliputi kelumpuhan pandangan
vertical, kelumpuhan nervus okulomotor. Kalau oklusi yang terjadi mengenai lobus oksipital
hemisfer dominan, maka pasien akan mengalami anomik fasia, aleksia tanpa agrafia, dan visual
agnosia.
5. Arteri Basiler
Arteri basiler berasal dari pertemuan sepasang arteri vertebralis. Arteri basiler berjalan melalui
permukaan ventral dari batang otak dan berakhir pada level otak tengah, kemudian bercabang
menjadi arteri serebralis posterior. Cabang-cabang arteri basiler mensuplai lobus oksipital dan
temporal medial, thalamus medial, krus posterior dari kapsula interna dan keseluruhan batang
otak dan serebellum.
Gambar oklusi thrombus dan emboli pada arteri basiler
Di klinis sehari-hari, factor predisposisi pasien dengan gangguan serebrovaskuler harus cari,
yang paling memungkinkan adalah TIA, hipertensi dan diabetes mellitus. Kondisi medis lain
seperti, penyakit jantung iskemik atau penyakit katup jantung atau aritmia jantung juga harus
dicari. Dari gambaran klinis yang ada, harus dapat menentukan kira-kira stroke ini disebabkan
oleh suatu proses thrombosis atau emboli. Pasien dengan thrombosis biasanya mempunyai
gambaran klinis defisiensi neurologic yang bertambah secara bertahap dan biasanya
sebelumnya didahului oleh episode TIA. Sedang stroke yang disebabkan oleh emboli biasanya
memberikan gambaran defisit neurologic yang muncul secara tiba-tiba taanpa ada tanda-tanda
peringatan dan gejalanya maksimal saat onsetnya.

6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial


Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis inferior
posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior. Gejala yang terjadi akibat oklusi
arteri sereberalis inferior posterior mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenbergs
syndrome). Sindrom ini dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif
sensoris wajah, hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan
cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari
kaudal pons dan menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan
pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom

29

lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan disertai adanya optokinetik nistagmus atau skew
deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai dari permukaan
ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi medial pedunkulus
sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI,
N.XII). Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi. Oklusi
pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral disertai ataksia.
Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah
pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula oblongata.
Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi melibatkan kedua sisi batang otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral batang otak dan
memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri
basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII)
terkena terjadilah paresis nervus kranialis ipsilateral.

9. Infark lacunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus 14%, nukleus
kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4 macam sindrom infark
lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis ataksik, dan sindroma
dysarthria-clumsy hand.
LO.2.6 Patofisiologi
Stroke Iskemik
- Adanya aterotrombosis atau emboli, memutuskan aliran darah otak (cerebral blood
flow/CBF).
- Nilai normal CBF = 53 ml/100 mg jaringan otak/menit. Jika CBF < 30 ml/100 mg/menit, maka
akan terjadi iskemik. Jika CBF < 10 ml/100 mg/menit kekurangan oksigen, maka proses
fosforilasi oksidatif terhambat dan produksi ATP (energi) berkurang.
- Hal ini menyebabkan pompa Na-K-ATPase tidak berfungsi, sehingga terjadi depolarisasi
membran sel saraf yang menyebabkan pembukaan kanal ion Ca. hal ini akan memicu kenaikan
influks Ca secara cepat sehingga terjadi gangguan pada Ca homeostasis.
- Ca merupakan signalling molekul yang mengaktivasi berbagai enzim dan memicu proses
biokimia yang bersifat eksitotoksik yang menyebabkan kematian sel saraf (nekrosis maupun
apotosis), sehingga gejala yang timbul tergantung pada saraf mana yang mengalami
kerusakan/kematian.
Stroke Hemoragik
30

- Hemoragik merupakan penyebab ketiga tersering serangan stroke.


- Penyebab utamanya: hipertensi yang terjadi jika tekanan darah meningkat dengan signifikan,
sehingga pembuluh arteri robek dan menyebabkan perdarahan pada jaringan otak.
- Hal tersebut menimbulkan membentuk suatu massa yang menyebabkan jaringan otak terdesak,
bergeser, atau tertekan (displacement of brain tissue) sehingga fungsi otak
terganggu. Semakin besar hemoragi yang terjadi, semakin besar displacement jaringan otak yang
terjadi.
- Pasien dengan stroke hemoragik sebagian besar mengalami ketidaksadaran dan akhirnya
meninggal.
A LESI UPPER MOTOR NEURON
1 LESI TRACTUS CORTICOSPINAL (TRACTUS PYRAMIDAL)
Tes Babinsky positif. Ingat bahwa tanda babinsky secara normal terdapat selama
setahunp e r t a m a k e h i d u p a n , k a r e n a t r a c t u s k o r t i k o s p i n a l t i d a k b e r m i e l i n
s a m p a i a k h i r t a h u n kehidupan pertama.
Arefleksia abdominalis superficial. Reflek ini tergantung pada integritas tractus,
yangmenimbulkan eksitasi tonik pada neuron internunsial.3. Arefleksia cremaster.4.
Kehilangan penampilan gerakan volunter terlatih yang halus.
2 LESI
TRACTUS
DESCENDEN
SELAIN
TRACTUS
CORTICOSPINAL
(TRACTUSEKSTRAPIRAMIDAL)
Paralisa parah dengan sedikit atau tanpa adanya atrofi otot
Spastik atau hipertonisasi otot. anggota gerak tubuh bawah dalam ekstensi dan
anggotagerak atas dipertahankan dalam keadaan fleksi
Peningkatan reflek otot serta klonus dapat ditemukan pada fleksor jari
tangan,muskulusquadrisep femoris dan otot paha.
Reaksi pisau lipat, yaitu mengadakan gerakan pasif suatu sendi terdapat tahanan
oleh adanyaspastisitas otot.
B
1
2
3
4
5

LESI LOWER MOTOR NEURON


Paralisis flaksid otot yang disuplai.
Atrofi otot yang disuplai.
Kehilangan reflek otot yang disuplai.
Vasikulasi muskuler. Keadaan ini merupakan twitching otot yang hanya terlihat
jikaterdapat kerusakan yang lambat dari sel
Kontraktur muskuler. Ini adalah pemendekan otot yang mengalami paralise, lebih
seringterjadi pada otot antagonis, dimana kerjanya tidak lagi dilawan oleh otot yang
mengalami paralise.

31

LO.2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Diagnosis
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara
keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan
penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah
menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non
hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti
mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti
tertulis pada tabel di bawah ini.
2. Pemeriksaan klinis neurologis
Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya
akan didapatkan hasil sebagai berikut :
32

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Sriiraj

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score


Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
4. Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang
terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan.
Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang
sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan
berguna untuk menentukan:

jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik untuk
membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan
dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat
selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan
kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan
keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau
metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang disuntikkan
ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan informasi tentang
aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat
33

dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram


konvensional.
Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang digunakan
untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya
di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan
diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling
detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-benar
diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu
diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat
kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah
dipertimbangkan untuk dilakukan.
Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau penempatan
pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan penurunan
aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak)
Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien stroke
untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang
dilakukan dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus
(transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan
electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau
lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan untuk
mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami
peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena
pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang
dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening
mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.
Diagnosis Banding

Acute Coronary Syndrome


Atrial Fibrillation
Bell Palsy
Benign Positional Vertigo
Brain Abscess
Epidural Hematoma
Hemorrhagic Stroke in Emergency Medicine
Inner Ear Labyrinthitis
Myocardial Infarction
34

Neoplasms, Brain
Subarachnoid Hemorrhage
Syncope
Transient Ischemic Attack
LO.2.8 Penatalaksanaan
I. STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun penyulit. Juga dilakukan
tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu
pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak
stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan
keluarga.
a.)Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 300, kepala dan dada pada satu bidang; ubah posisi tidur
setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis
gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan
kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit
sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per
oral hanya jika fungsi menelannya baik; jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui selang nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu 150 mg% dengan
insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg
% atau < 80 mg% dengan gejala) di- atasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali
normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan
darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik 220 mmHg, diastolik 120
mmHg, Mean Arterial Blood Pressure (MAP) 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan
selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal
ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan:
natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
35

Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik 90 mm Hg, diastolik 70 mmHg, diberi NaCl 0,9%
250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL selama 8 jam atau sampai
hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah sistolik masih < 90mmHg,
dapat diberi dopamin 2-20g/kg/menit sampai tekanan darah sistolik 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari;
dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul
setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25 sampai
1g/kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk,
dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan
osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan larutan hipertonik (NaCl 3%) atau
furosemid.
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau
yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator).Dapat
juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan afasia).
b.)Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL, perdarahan
intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk. Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan sistolik >180
mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila
terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg
(pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg;
enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.
Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial meningkat, posisi kepala dinaikkan 30 0, posisi kepala
dan dada di satu bidang, pemberian manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan
hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan
antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhi- bitor pompa proton; komplikasi saluran napas
dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
36

memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar >60 mL
dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma
atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
II.STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan bladder
training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan
penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan sekunder.
Terapi fase subakut:
-

Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,


Penatalaksanaan komplikasi,
Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
Prevensi sekunder
Edukasi keluarga dan Discharge Planning

Penanganan Oedem Otak


Kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia oleh adanya oedem otak.
Udem otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke iskemik dan mencapai puncaknya 24-96
jam. Udema otak mula-mula cytofosic, karena terjadi gangguan pada metabolisme seluler
kemudian terdapat oedema vasogenik karena rusaknya sawar darah otak setempat. Untuk
menurunkan oedema otak,dilakukan sebagai berikut:
a
b
c

Naikan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30


Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
Pemberian osmoterapi yaitu:
1 Bolus marital 1gr/kg BB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25
gr/kg BB setiap 6 jam sampai maksimal 48jam. Target osmolaritas 300-320 mmol/liter.
2 Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kg BB setiap 4 atau 6 jam atau geiseral 10% intravena
10ml/kg BB dalam 3-4 jam (untuk oedema cerebri ringan,sedang)
3 Furosemide 1 mg/kg BB intravena
Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2= 29-35
mmHg

37

e
f

Tindakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral dengan
pergeseran linea mediarea atau cerebral infark disertai efek rasa.
Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara cerebral oleh karena disamping
menyebabkan hiperglikema juga naiknya resiko infeksi

LO.2.9 Pencegahan
a. Hipertensi
Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit vaskular
lainnya.
b. Diabetes melitus
Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu
memperoleh perhatian yang lebih serius.
c.Lipid
Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri koroner,
atau adanya bukti aterosklerosis, maka penderita harus dikelola secara komprehensif meliputi
modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan (dalam hal ini direkomndasikan
pemberian statis).
d. Merokok
Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok
yang dihisap / hari secara bertahap.
e. Obesitas
Bagi seriap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas / opverweight sangat dianjurkan
untuk mempertahanakn bodymass index (BMI)
1
f. Aktivitas fisik
Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik
sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit / hari.

LO.2.10 Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a. Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi
sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu kecuali
bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130) tekanan darah
tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi
kronis tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.

38

b. Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar glukosa
darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa darah pasein
sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress.
c. Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini
memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke bahkan
sering merupakan penyebab kematian.
d. Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas.
e. Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati.
f. Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa.
g. Ulcer stres. Yang dapat menyebabkan terjadinya hematemesis dan melena.
2. Komplikasi Kronik
a. Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus, inkontinensia
serta berbagai akibat imobilisasi lain.
b. Rekurensi stroke.
c. Gangguan sosial-ekonomi.
d. Gangguan psikologis.
LO.2.11 Prognosis
Indikator prognosis adalah: tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran.
Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik. Umumnya, 1/3-nya lagi
adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang. Jika pasien mendapat terapi
dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam
waktu 3 bulan.Prognosis pasien dengan stroke hemoragik (perdarahan intrakranial)
tergantung pada ukuran hematoma hematoma > 3 cm umumnya mortalitas tinggi, hematoma
yang massive biasanya bersifat lethal. Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi
tergantung keparahan gangguan neurologis jika kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu
prognosis buruk.

LI. 3. Memahami dan Menjelaskan Kewajiban Suami terhadap Istri dalam Ajaran Islam
1. Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan,
pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu.
(AI-Ghazali)
2. Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara
berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak
menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal
ketaatan kepada Allah.
39

3. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling
ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
4. Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq:
7)
5. Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)
6. Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang
menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin
Khattab ra., Hasan Bashri)
7. Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala)
8. Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa
kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)
9. Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak
memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah
sendiri. (Abu Dawud).
10. Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan
menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6,
Muttafaqun Alaih)
11. Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum
haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
12. Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3)
13. Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai)
14. Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya
dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
15. Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada
istrinya. (AI-Baqarah: 40)

DAFTAR PUSTAKA
Gilroy, John. Basic Neurology, Third Edition. McGraw-Hill Companies, Inc.
Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI
Harrison. Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill Companies, Inc.

40

http://www.makalahkuliah.com/2012/06/kewajiban-suami-terhadap-isteri.html
Kowalak, Jennifer P., William Welsh, (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Martono, Hadi. Strok Dan Penatalaksanaannya Oleh Internis. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi 5. Jakarta:
InternaPublishing 2009: 892-897.
Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30235/3/Chapter%20II.pdf oleh M. Sirait 2011
Truelsen, T. Begg, S. Mathers, C. The Global Burden of Cerebrovascular Disease.2000. Burden
of Diseases. World Health Organization. 2000. Tersedia di:
http://www.who.int/healthinfo/statistics/bod_cerebrovasculardiseasestroke.pdf
(Akses: 17 Desember 2016)
Uddin, Jurnalis. 2009. Anatomi Susunan Saraf Manusia. FKUY : Jakarta

41

Anda mungkin juga menyukai