TYPHUS
Oleh:
Muhammad Haydar
G99131006
DAFTAR ISI
JUDUL .i
DAFTAR ISI ..ii
BAB I PENDAHULUAN .1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2
BAB III ILUSTRASI KASUS 7
BAB IV PEMBAHASAN .11
BAB V KESIMPULAN ..21
DAFTAR PUSTAKA .. 22
BAB I
PENDAHULUAN
Typhus abdominalis terdapat diseluruh dunia dan penyebarannya tidak
bergantung pada keadaan iklim, tetapi banyak dijumpai di negara-negara sedang
berkembang di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih,
sanitasi lingkungan dan kebersihan individu kurang baik. Di Indonesia dapat
ditemukan sepanjang tahun. Insidennya tertinggi didapatkan pada anak-anak
terutama di daerah endemic.
Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi akut usus halus oleh
Salmonella typhi. Typhus abdominalis atau demam tifoid merupakan suatu
penyakit endemic di Indonesia. Kelompok penyakit ini mudah menular dan dapat
menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Ada 2 sumber penularan
yaitu pasien dengan tifoid dan carrier. Untuk daerah endemic tranmisi melalui air
yang tercemar. Sedangkan untuk daerah non endemik, penularan paling sering
melalui makanan yang tercemar oleh carrier.
Penatalaksanaan typhus abdominalis meliputi non medikamentosa dan
medikamentosa. Namun alangkah baiknya, jika dilakukan pencegahan dan
pengendalian diantaranya dengan perbaikan sanitasi lingkungan termasuk
pembuangan air limbah dan pemasokan air, sehingga akan menurunkan insiden
dengan tajam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Typhus abdominalis adalah suatu penyakit sistemik akut yang disebabkan
oleh infeksi kuman Salmonella typhi9. Sedangkan menurut Gerald T. Keush
typhus abdominalis adalah suatu infeksi demam sistemik akut yang nyata
pada fagosit mononuclear dan membutuhakan tatanama yang terpisah6.
B. EPIDEMIOLOGI
Typhus abdominalis termasuk penyakit menular yang tercantum dalam
Undang-undang Nomor 6 tahun 1962 tentang wabah. Walaupun tercantum
dalam undang-undang wabah dan wajib dilaporkan, namun data yang lengkap
belum ada, sehingga gambaran epidemiologinya belum diketahui secara pasti.
Di Indonesia, jarang dijumpai secara epidemic, tapi lebih sering bersifat
sporadic, terpencar-pencar di suatu daerah dan jarang menimbulkan lebih dari
satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak dapat
ditemukan. Ada 2 sumber penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan
tifoid dan carrier.
Di daerah endemic, tranmisi terjadi melalui air yang tercemar
dan
makanan yang tercemar oleh carrier yang merupakan sumber penularn yang
paling sering di daerah non endemik 5.
C. ETIOLOGI
Salmonella adalah basil gram negative, tidak berkapsul, hampir selalu
motil dengan menggunakan flagella peritrikosa, yang menimbulkan dua atau
lebih bentuk antigen H. Kuman ini meragikan glukosa, sehingga terbentuk
dasar asam dan cekungan basa pada agar beri gula tripel ( TSI ). Umumnya
menghasilkan H2S yang dapat terdeteksi sebagai produk reaksi hitam dan
berfungsi awal untuk membedakan isolate dari Shigella, yang juga
menimbulkan reaksi TSI basa / asam. Salmonella typhi penyebab utama
demam tifoid atau typhus abdominalis. Beberapa salmonella sangat mudah
E. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas berlangsung 10 14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat
bervariasi. Selain itu, gambaran penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang
tidak terdiagnosis sampai gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi
dan kematian.
Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit
infeksi akut pada umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot,
anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut,
batuk, epistaksis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu badan meningkat.
Dalam minggu kedua, gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam,
bradikardia relative, lidah khas ( kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
tremor ), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa
somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis, roseolae jarang ditemukan
pada orang Indonesia5.
F. DIAGNOSIS
Biakan darah positif memastikan typhus abdominalis, tapi biakan darah
negative tidak menyingkirkan typhus abdominalis. Biakan feces positif
menyokong diagnosis klinis typhus abdominalis5. Biakan feces ini, 75%
positif pada minggu ketiga.
Diagnosis serologis kurang dapat diandalkan dibandingkan biakan.
Sebagian besar pasien dapat mempunyai antibody terhadap antigen O, H, dan
Vi ( tes widal ). Jika tidak mendapatkan imunisasi yang baru, titer antibody
terhadap antigen O ( > 1/ 640 ) adalah sugestif, tapi tidak spesifik selama
salmonella serogrup.
G.
DIAGNOSIS BANDING
Infeksi virus
Malaria3,9
H.
TERAPI
Bed rest total, sampai 7 hari bebas panas3.
1.
3.
Medikamentosa
a.
Chloramphenicol
Masih merupakan obat pilihan utama di Indonesia, dosis untuk orang
dewasa adalah 4 x 500mg sehari oral atau intravena, sampai 7 hari
bebas demam5.
b.
Tiamfenikol ( Urfamycin )
Dosis dan efektivitas sama dengan chloramphenicol5.
c.
Cotrimoxazol ( Trimetroprim
dan Sulfametoksazol )
Dosis untuk orang dewasa adalah 2 x 480 mg sehari, digunakan
sampai 7 hari bebas demam5.
d.
Amoxicillin
Dosis yang dianjurkan berkisar 75 150 mg / kgBB sehari,
digunakan sampai 7 hari bebas demam5.
e.
Cephalospori
n generasi ketiga
Antara lain : cefoperazon, cefriaxon, dan cefotaxim efektif, tapi dosis
dan cara pemberiannya belum diketahui secara pasti5.
I.
PROGNOSIS
Terapi yang cocok, terutama jika pasien perlu dirawat secara medis pada
stadium dini, sangat berhasil. Angka kematian dibawah 1%, dan hanya sedikit
penyulit yang terjadi6.
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A.
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: Nn. A
Umur
: 25 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat
Agama
: Islam
No CM
: 12345678
Tanggal Masuk
: 01 Oktober 2013
B.
ANAMNESIS
1.
2.
Riwayat asma ( - )
4.
Riwayat asma ( - )
C.
PEMERIKSAAN FISIK
1.
2.
N : 90 x / mnt
3.
Mata
: CA ( -/- ), SI ( -/- )
4.
5.
Mulut
Tenggorokan
8.
Leher
9.
Thorax
hiperemi ( -/- )
Cor
10.
Abdomen
dinding dada
P : Supel, nyeri tekan ( - ), hepar dan lien tak teraba
P : Tymphani
A : Peristaltik ( + )
11.
Ekstremitas
: Oedem
Akral dingin
D.PEMERIKSAAN PENUNJANG :
Darah Rutin
Hb
: 10,1 g/dl
Gol darah
:O
Hct
: 42 %
Ur
: 20
AL
: 4.000 / L
Cr
: 0,5
AT
: 150.000 / L
Widal Test
Titer O
S. typhi
1 / 320
S. paratyphi
E.
Titer H
1 / 400
1 / 160
1 / 160
DIAGNOSIS
Typhus Abdominalis
F.
PENATALAKSANAAN
1.
Non Medikamentosa
2.
Medikamentosa
Infus RL : D5% = 1 : 1
Chloramphenicol 4 x 500mg
Penulisan Resep
10
R/
Infus RL flab
No II
Infus D5 flab
No II
No II
Abocath no 20
No II
Simm
R /
No XXX
S 4 dd tab I
Pro : Nn. A ( 25 th )
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tindakan Umum
Tujuan pengobatan adalah untuk membasmi infeksi, mengurangi
morbiditas dan mencegah komplikasi 2.
Untuk membasmi infeksi dan mencegah komplikasi, maka pemberian
antibiotika yang tepat adalah hal yang terpenting dan menjadi inti
farmakoterapi terhadap Typhus abdominalis. Antibiotik diberikan secara
empiris bila bukti-bukti klinis menyokong diagnosa typhus abdominalis 2.
Untuk
mengurangi
morbiditas,
pemberian
glukokortikoid
11
1,2
, namun jika ada antibiotik lain yang lebih aman, dianjurkan untuk tidak
12
Perbaikan klinis tampak pada hari kedua dan panas mulai turun pada
hari ke 3-5
2,4
diare, dimana dapat diberikan per IV. Pemberian per IM haruslah dihindari
karena menyebabkan penurunan panas yang lambat serta kadar obat dalam
darah kurang memuaskan2.
Efek samping lain yang umum terjadi adalah gangguan lambung usus,
neuropati optis dan perifer, radang lidah dan mulut 8. Efek samping yang lebih
berat yaitu reaksi hematologik berupa depresi sumsum tulang yang reversibel
dan anemia aplastik yang irreversibel 8. Angka kejadian reaksi hematologik ini
adalah 1: 24.000-50.000 7.
Interaksi dengan obat lain :
1. Barbiturat : dapat menyebabkan peningkatan kadar serum barbiturat
sedang kadar serum kloramfenikol menurun sehingga mengakibatkan
toksisitas 2 di samping itu juga memperpendek waktu paruh kloramfenikol
8
adanya
perbaikan
keadaan
klinis
yang
lebih
cepat
13
Thiamphenicol
Kelebihan
Kekurangan
2.
Nama obat
menurunkan panas dan kasus relaps. Angka Carrier
lebih sedikit dibandingkan antibiotik lain pada bakteri
yang benar- benar sensitif. Biasanya diberikan per oral
Dosis dewasa
Dosis anak
Kontra indikasi
Interaksi obat
hari.
Riwayat hipersensitivitas terhadap golongan penicillin
Mengurangi kemanjuran kontrasepsi oral
Penyesuaian dosisi pada pasien dengan kerusakan
Perhatian
Kelebihan
14
benar sensitif
Perbaikan klinis lebih lambat
Kekurangan
Kasus relaps lebih banyak.
15
3.
Cotrimoxazol
Trimethoprim and sulfamethoxazole Menghambat
pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis dari
asam dihidrofolik. Aktivitas antibakteri dari TMP
Nama obat
aeruginosa.
chloramphenicol
dalam
Sama
efektif
penurunan
seperti
panas
dan
Dosis anak
dianjurkan
Kontraindikasi
dosis
bersamaan);pemberian
bila
dengan
diberikan
dapsone
dapat
dengan
diuretik
meningkatkan
insiden
sulfonylureas
dapat
meningkat
pada
kadar zidovudine.
Hentikan pada timbulnya rash kulit pertama kali atau
tanda reaksi adverse: lakukan kotrol keadaan darah
16
hentikan
terapi
jika
timbul
perubahan
dapat
terjadi
pada
terapi
dengan
Chloraphenicol,
Thiamphenicol,
dan
golongan
Penicillin
Perbaikan klinis lebih lambat
Golongan Quinolone (Flouroquinolone)
Nama obat
Ciprofloxacin
terhadap
pseudomonas,
Staphylococcus
streptococci,
epidermidis,
dan
MRSA,
kebanyakan
17
mempunyai
aktivitas
antibakteri
intraselluler.
Tidak dianjurkan diberikan pada anak dan wanita hamil
karena
potensial
untuk
menyebabkan
kerusakan
Dosis anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat
Perhatian
18
Kekurangan
5.
Dosis Dewasa
Dosis anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat
Perhatian
Nama obat
19
Dosis anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat
Perhatian
meningkatkan
toksisitas
terhadap ginjal.
Sesuaikan dosis pada pasien dengan gagal ginjal;
pseudobiliary lithiasis; diare nonClostridium difficile ;
ibu menyusui.
Nama obat
gram-negatif.
Kurang
efektif
terhadap
Dosis Dewasa
Dosis anak
Kontraindikasi
Interaksi Obat
Perhatian
Kelebihan
Kekurangan
20
2.
3.
4.
DAFTAR PUSTAKA
21
3.
4.
5.
6.
7.
8.
22