PENDAHULUAN
1.1
Standar dan Karakteristik Air Limbah
1.1.1 Tujuan Pengolahan Air Buangan Domestik
Air buangan atau limbah adalah kombinasi dari cairan dan sampah
cair yang berasal dari daerah pemukiman, perdagangan, perkantoran
maupun perindustrian bersama-sama dengan air tanah, air pemukiman, dan air
hujan (Metcalf dan Eddy). Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, yang dimaksud
dengan air limbah domestik atau air buangan adalah air limbah yang berasal
dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan
(restoran), perkantoran, perniagaan dan asrama. Komposisi limbah air rumah
tangga rata-rata mengandung bahan organik dan senyawa mineral yang berasal
dari sisa makanan, urin dan sabun.
Tujuan pengolahan air buangan domestik menurut Qasim (1989) adalah:
1 Untuk menjaga estetika, terhindar dari gangguan kesehatan dan bau yang
ditimbulkan akibat limbah domestik tersebut;
2 Untuk mencegah kontaminasi air bersih secara fisik, kimia maupun biologi;
3 Untuk mencegah kerusakan biota laut;
4 Untuk mencegah penurunan pemanfaatan terhadap perairan alami misal
sebelumnya air tersebut digunakan untuk rekreasi namun karena
terkontaminasi atau tercemar oleh limbah domestik maka air tersebut tidak
lagi menjadi air untuk rekreasi;
5 Untuk melindungi makhluk hidup dari penyakit akibat tanaman yang tumbuh
berkembang di limbah domestik.
1.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas Air
Limbah Domestik
Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Air Limbah
Menurut Babbit (1969) faktor yang mempengaruhi kualitas air limbah adalah:
- Volume Limbah
Air Kualitas limbah ditentukan dari banyaknya parameter dalam limbah dan
konsentrasi setiap parameter. Semakin banyak volume air yang bercampur
dengan limbah semakin kecil konsentrasi pencemar. Badan penerima yang
menerima limbah sering tidak mendapat pengaruh.
-
I-1
Menurut Babbit (1969) faktor yang mempengaruhi kualitas air limbah adalah :
a. Musim/Cuaca, negara yang mengalami 4 musim debit maksimum terjadi
biasanya pada musim dingin, karena terjadi penggelontoran yang cukupbesar
untuk mencegah terjadinya pembekuan didalam pipa.
b. Waktu harian, konsumsi air bersih tiap jamnya dalam sehari sangat bervariasi.
Hal ini sangat berpengaruh terhadap debit air limbah yang diterima oleh
bangunan pengolah. Konsumsi air ini mengalami puncak rata-rata ada jam
06.00-08.00 dan jam 16.00 18.30.
c. Waktu perjalanan, waktu konsumsi puncak air belum tentu sama dengan
waktu puncak timbulnya air limbah yang diterima oleh badan pengolahan,
karena adanya waktu perjalanan dari sumber ke unit pengolahan. Semakin
dekat perjalanan maka semakin dekat perbedaan puncak konsumsi air dengan
waktu puncak timbulnya air limbah.
d. Jumlah penduduk, semakin banyak populasi yang akan dilayani semakin besar
pula debit air limbah yang timbul.
e. Jenis aktivitas atau sumber penggunaan air bersih yang dihasilkan dari suatu
tempat memiliki kualitas yang bermacam-macam. Misalnya air limbah dari
pasar memiliki kandungan organik lebih tinggi dari pada airlimbah dari
perkantoran.
f.
Jenis saluran pengumpul air limbah yang digunakan, jika menggunakan sistem
tercampur maka air limbah akan lebih buruk karena partikulat. Dalam sistem
terpisah kontaminan yang ada pada air limbah memiliki konsenterasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan dengan sistem tercampur karena adanya
pengenceran oleh air hujan.
I-2
area drain, dan dari persimpangan saluran air hujan dan saluran campuran air
hujan dan air buangan (Qasim, 1985).
Penentuan kuantitas air buangan secara tepat sangat sulit ditentukan, hal ini
disebabkan karena faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi air buangan
adalah (Moduto, 2000) :
a. Jumlah air bersih yang dibutuhkan perkapita akan mempengaruhi jumlah air
limbah yang dihasilkan.
b. Keadaan masyarakat di daerah tersebut, yang dibedakan berdasarkan:
- Tingkat perkembangan suatu daerah. Jumlah air limbah di kota lebih
banyak dari pada di daerah pedesaaan.
- Daerah yang mengalami kekeringan akan berbeda cara membuang limbahnya jika
dibandingkan dengan daerah yang tidak mengalami kekeringan.
- Pola hidup masyarakat, terutama cara membuang limbahnya.
Menurut Babbit (1969), kuantitas air limbah domestik dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu :
a. Jumlah penduduk, semakin tinggi jumlah penduduk, maka jumlah air limbah
yang dihasilkan semakin tinggi karena 60%-80 % dari air bersih akan menjadi
air limbah.
b. Jenis aktivitas, semakin tinggi penggunaan air bersih dalam suatu kegiatan
maka air limbah yang dihasilkan juga semakin banyak.
c. Iklim, pada daerah beriklim trofis dan kuantitas hujannya tinggi cenderung
menghasilkan air limbah yang lebih tinggi.
d. Ekonomi, pada tingkat ekonomi yang lebih tinggi kecenderungan pemakaian
air bersih akan lebih tinggi. Hal ini tentu saja akan menghasilkan air limbah
yang lebih tinggi pula.
e. Infiltrasi, adanya infiltrasi baik dari air hujan ataupun air permukaan lainnya
akan mempengaruhi jumlah air limbah yang ada pada suatu perkotaan.
f.
1.1.3 Data-data
yang
harus
Diketahui
Sebelum
Merencanakan
Bangunan Pengolahan Air Domestik
Menurut Qasim (1999) data-data yang perlu diketahui sebelum melakukan
perencanaan bangunan pengolahan air domestik yaitu:
1. Data Desain Awal Sampai Desain Akhir
Desain harus memperhatikan Feasibility Study (FS) yang didalamnya
terdapat master plan dan Preliminary Design. Studi kelayakan harus
memperhatikan segi teknik dan ekonomi. Tahap selanjutnya detailed
design, dimensionering, membuat gambar detail dan perhitungan biaya.
2. Wilayah Pelayanan
Wilayah pelayanan perlu diperhatikan karena jumlah atau persentase
wilayah pelayanan akan menghasilkan debit yang berbeda juga.
3. Pemilihan Lokasi IPAL
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-3
Pemilihan lokasi IPAL mendukung data dari desain awal sampai desain
akhir sehingga lokasi tersebut dapat dilihat kelayakan dan keamanannya
dalam pembangunan pengolahan air domestik.
4. Proyeksi Penduduk
Dalam suatu perencanaan tidak mungkin merencanakan 4-5 tahun.
Perencanaan biasanya direncanakan 20-25 tahun sehingga untuk
mendukung perencanaan tersebut dilakukan proyeksi penduduk 20-25
tahun kedepan, sehingga data perencanaan yang dibuat akan mencukupi
untuk masa yang akan datang.
5. Peraturan dan Baku Mutu Air Buangan
Peraturan dan baku mutu sangat penting dalam suatu perencanaan
pengolahan air sebagai acuan untuk membangun unit pengolahan yang
sesuai dengan karakteristik air yang akan diolah.
6. Karakteristik Air Buangan
Data karakteristik air buangan mendukung dalam penentuan unit
pengolahan yang diperlukan untuk memenuhi peraturan dan baku mutu
terkait.
7. Tingkat Pengolahan/Derajat Pengolahan
Tingkat pengolahan tergantung dengan karakteristik air yang dihasilkan,
karena setiap unit memiliki efisiensi removalnya masing-masing.
8. Pemilihan Proses Pengolahan yang Akan Digunakan
Pemilihan proses pengolahan tergantung dengan karakteristik air yang
dihasilkan, karena setiap unit memiliki efisiensi removalnya masingmasing.
9. Pemilihan Peralatan atau Unit Yang Akan Digunakan Dalam Pengolahan
Pemilihan peralatan atau unit yang akan digunakan dalam pengolahan
tergantung dengan karakteristik air yang dihasilkan, karena setiap unit
memiliki efisiensi removalnya masing-masing.
10.Plan Layout dan Profil Hidrolis
Plan layout dan profil hidrolis menggambarkan dimensi dari perencanaan
yang telah dibuat.
11.Energi dan Sumber Yang Dibutuhkan
Energi dan sumber yang dibutuhkan tergantung dengan karakteristik air
yang dihasilkan, karena setiap unit memiliki efisiensi removalnya masingmasing.
12.Rencana Anggaran Biaya
Rencana anggaran biaya ditentukan dari desain awal sampai akhir yang
telah direncanakan.
13.AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dari Instalasi Pengolahan
Air Limbah Yang Dibangun.
AMDAL perlu diperhatikan dalam desain awal sampai akhir sehingga
perencanaan yang telah dibuat dapat dilaksanakan.
1.1.4 Pertimbangan Pemilihan Sistem Air Buangan
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-4
I-5
I-6
I-7
Tinjauan
Dasar
Pengertia
n
Keuntung
an
Kerugian
Effluent Standard
Stream Standard
I-8
penyakit, bakteri, dan jamur. Bahan organik yang larut dalam air akan
mengalami penguraian dan pembusukan. Akibatnya kadar oksigen dalam air
turun dratis sehingga biota air akan mati (Elisabeth apriani sihotang,2016).
I-9
I-10
bebas di perairan. Larva ini dapat memasuki kulit orang sehat yang kebetulan
berada di air tersebut.
4. Water Related Vectors
Adalah penyakit yang ditularkan melalui vektor penyakit yang sebagian atau
seluruhnya perindukan hidupnya tergantung pada air misalnya Malaria,
Demam berdarah, Filariasis, Yellow fever, dan sebagainya.
I-11
d. Bau
Air buangan yag baru didominasi bau sabun atau lemak, sedangkan yang
sudah lama atau dari septik tank lebih kuat baunya (diakibatkan produkproduk hasil penguraian, misal H2S). Dampak yang dapat ditimbulkan
adalah terjadinya crown corrosion pada langit-langit pipa jika bau tersebut
disebabkan oleh adanya H2S dan berkaitan dengan estetika. Arti penting
untuk diketahui parameter ini adalah untuk menentukan skema dan unit
pengolahan yang diperlukan untuk mengolahan air limbah dengan
karakteristik tertentu dan mencegah masalah sehingga mengurangi dampak
buruk bagi manusia maupun lingkungan.
e. Kekeruhan
Kekeruhan pada air limbah disebabkan oleh kandungan suspended solid.
Semakin tinggi kekeruhan, semakin kuat air limbah tersebut. Kekeruhan yang
tinggi dapat mengakibatkan atau berdampak terganggunya sistem
osmoregulasi terhadap organisme akuatik dan dapat menghambat penetrasi
cahaya ke dalam air. Tingginya nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha
penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan
air. Arti penting untuk diketahui parameter ini adalah untuk menentukan
skema dan unit pengolahan yang diperlukan untuk mengolahan air limbah
dengan karakteristik tertentu dan mencegah masalah sehingga mengurangi
dampak buruk bagi manusia maupun lingkungan.
2. Kimia
a. Total Solid
Materi organik dan inorganik, settleable, suspended dan dissolved.
Solids ini menunjukkan jumlah lumpur yang dapat disisihkan dalam bak
sedimentasi. Jika kandungannya melebihi baku mutu akan berdampak racun
untuk tubuh dan berkaitan dengan estetika. Selain itu menimbulkan
kekeruhan, bau, warna, rasa, menurunkan DO. Arti penting untuk
diketahui parameter ini adalah untuk menentukan skema dan unit
pengolahan yang diperlukan untuk mengolahan air limbah dengan
karakteristik tertentu dan mencegah masalah sehingga mengurangi dampak
buruk bagi manusia maupun lingkungan.
b. BOD
Biological Oxygen Demand menggambarkan jumlah komponen organik yang
dapat didegradasi secara biologis. Secara tidak langsung, BOD merupakan
gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan
oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan organik menjadi
karbondioksida dan air. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi
oleh proses respirasi mikroba aerob yang terdapat dalam botol BOD yang
diinkubasi pada suhu sekitar 20oC selama lima hari dalam keadaan tanpa
cahaya. Nilai BOD perairan dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton,
keberadaan mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik. Dampak
yang dihasilkan dari BOD ini adalah kadar oksigen terlarut akan menurun
(oxygen depletion) dan kesuburan perairan meningkat, menyebabkan
peledakan pertumbuhan fitoplankton dan atau zooplankton yang disebut
blooming algae. Arti penting untuk diketahui parameter ini adalah
untuk menentukan skema dan unit pengolahan yang diperlukan untuk
mengolahan air limbah dengan karakteristik tertentu dan mencegah masalah
sehingga mengurangi dampak buruk bagi manusia maupun lingkungan.
c. COD
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-12
Chemical Oxygen Demand menunjukkan zat organik dan jumlah oksigen yang
dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dengan bahan kimia (kalium
dikromat) dalam kondisi asam. Pengukuran COD didasarkan bahwa hampir
semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air
dengan bantuan oksidator kuat (kalium dikromat/ K 2Cr2O7). Dampak yang
dihasilkan dari COD ini adalah pencemaran dari limbah organik dan dampak
negatif terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Arti penting untuk
diketahui parameter ini adalah untuk menentukan skema dan unit
pengolahan yang diperlukan untuk mengolahan air limbah dengan
karakteristik tertentu dan mencegah masalah sehingga mengurangi dampak
buruk bagi manusia maupun lingkungan.
d. TOC
Total Organic Carbon merupakan ukuran zat organic yang terdapat dalam air
limbah. TOC terdiri atas bahan organik terlarut atau DOC (Dissolved
Organic Carbon) dan partikulat atau POC (Particulate Organic Carbon) dengan
perbandingan 10 : 1. TOC ditentukan dengan mengkonversi organik karbon
menjadi karbondioksida. CO2 inilah yang diukur. Nilai TOC perairan yang telah
menerima limbah, baik domestik maupun industri, atau perairan pada daerah
rawa rawa dapat lebih dari 10 100 mg/liter. Arti penting untuk
diketahui parameter ini adalah untuk menentukan skema dan unit
pengolahan yang diperlukan untuk mengolahan air limbah dengan
karakteristik tertentu dan mencegah masalah sehingga mengurangi dampak
buruk bagi manusia maupun lingkungan.
e. Total Nitrogen
Total nitrogen meliputi nitrogen organik, ammonia, nitrit, dan nitrat.
Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Nitrogen tidak
dapat dimanfaatka secara langsung. Nitrogen harus mengalami fiksasi terlebih
dahulu menjadi NH3, NH4 dan NO3. Total nitrogen yang di dalamnya terdapat
organik dan NH3 bersumber pada daging, kedelai, kacang tanah, susu yang
berdampak sumber hara bagi tanaman yang menyebabkan eutrofikasi dan
racun bagi tanaman. Sedangkan pada NO 3 dan NO2 berdampak menurunkan
pH air menjadi asam, mengganggu saluran pencernaan, blooming algae,
menurunkan DO, gangguan gastro intestinal, diare ampur darah yang disusul
kovulsi,
koma
dan
kematian,
sakit
kepala,
gangguan
mental,
methemoglobinea, blue babies. Arti penting untuk diketahui parameter ini
adalah untuk menentukan skema dan unit pengolahan yang diperlukan untuk
mengolahan air limbah dengan karakteristik tertentu dan mencegah masalah
sehingga mengurangi dampak buruk bagi manusia maupun lingkungan.
f.
Total Fosfor
Total Fosfor meliputi organik dan inorganik. Namun di perairan, unsur fosfor
tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam
bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan
senyawa organik berupa partikulat. Fosfor total menggambarkan jumlah total
fosfor, baik berupa partikulat maupun terlarut, anorganik maupun organik.
Fosfor organik banyak terdapat di perairan yang banyak mengandung bahan
organik. Biasanya bersumber pada jagung, kalkun dan brokoli yang dapat
berdampak penyakit tulang, kejang dan gangguan ginjal. Kekurangan fosfor
dapat menyebabkan anorexia, kerusakan tulang dan hipofosfatemia dan
menyebabkan eutrofikasi. Arti penting untuk diketahui parameter ini
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-13
adalah untuk menentukan skema dan unit pengolahan yang diperlukan untuk
mengolahan air limbah dengan karakteristik tertentu dan mencegah masalah
sehingga mengurangi dampak buruk bagi manusia maupun lingkungan.
g. pH
pH mengindikasikan kondisi asam atau basa air limbah. pH juga
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Senyawa amonium yang
dapat teriomisasi banyak ditemukan pada perairan yang memiliki pH rendah.
Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai
nilai pH sekitar 7 8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi
perairan. Jika pH air terlalu rendah akan berasa pahit /asam, sedangkan jika
terlalu tinggi maka air akan berasa tidak enak air dengan nilai ph rendah
mengandung padatan rendah, dan korosif. Arti penting untuk diketahui
parameter ini adalah untuk menentukan skema dan unit pengolahan yang
diperlukan untuk mengolahan air limbah dengan karakteristik tertentu dan
mencegah masalah sehingga mengurangi dampak buruk bagi manusia
maupun lingkungan.
h. Alkalinitas
Alkalinitas adalah gambaran kapasitas air untuk menetralkan asam. Alkalinitas
dalam air limbah menunjukkan keberadaan ion bikarbonat, karbonat dan
hidroksida. Diantara ketiga ion tersebut, bikarbonat paling banyak terdapat
pada perairan. Biasanya bersumber pada garam. Arti penting untuk
diketahui parameter ini adalah untuk menentukan skema dan unit
pengolahan yang diperlukan untuk mengolahan air limbah dengan
karakteristik tertentu dan mencegah masalah sehingga mengurangi dampak
buruk bagi manusia maupun lingkungan.
i.
Kesadahan
Kesadahan adalah gambaran kation logam divalen (valensi dua). Kesadahan
dalam air limbah terutama disebabkan oleh adanya ion kalsium dan
magnesium. Nilai kesadahan air limbah tergantung pada kualitas air bersih.
Sedangkan kesadahan dalam perairan berasal dari kontak air dengan tanah
dan bebatuan. Kesadahan diklasifikasikan berdasarkan dua cara, yaitu
berdasarkan ion logam (metal) dan berdasarkan anion yang berasosiasi
dengan ion logam. Arti penting untuk diketahui parameter ini adalah
untuk menentukan skema dan unit pengolahan yang diperlukan untuk
mengolahan air limbah dengan karakteristik tertentu dan mencegah masalah
sehingga mengurangi dampak buruk bagi manusia maupun lingkungan.
j.
Klorida
Klorida dalam air limbah berasal dari air bersih, limbah manusia dan air
limbah domestik. Ion klorida adalah anion yang dominan di perairan laut.
Sekitar dari klorin (Cl 2) yang terdapat di bumi berada dalam bentuk larutan.
Selain dalam bentuk larutan, klorida dalam bentuk padatan ditemukan pada
batuan mineral sodalite. Pelapukan batuan dan tanah melepaskan klorida ke
perairan. Klorida tidak bersifat toksik bagi makhluk hidup, bahkan berperan
dalam pengaturan tekanan osmotik sel. Biasanya bersumber pada garam
dapur, tomat, seledri, rumput laut, dan minyak wijen yang berdampak dalam
menjaga tekanan osmosis, distribusi cairan tubuh serta menjaga
keseimbangan kation (ion positif) dan anion (ion negatif) dalam jaringan
ekstrasel. Kekurangan klorida dapat menyebabkan diare berkepanjangan,
muntah-muntah, dan berkeringat terlalu banyak. Arti penting untuk
diketahui parameter ini adalah untuk menentukan skema dan unit
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-14
I-15
(mengoksidasikan) hampir semua zat organis yang terlarut dan sebagian zatzat organis yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk
menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri,
dan untuk mendisain sistem-sisitem pengolahan biologis bagi air yang
tercermar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah; kalau
sesuatu badan air dicemari oleh zat organik, bakteri dapat menghabiskan
oksigen terlarut, dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa
mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik
dan dapat menimbulkan bau busuk pada air.
Pemeriksaan BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen
di dalam air, oleh karena itu BOD5 di badan air sungai Cisangkuy ini tinggi di
akibatkan oleh materi organis atau bakteri seperti E.coli dan coliform yang
juga nilainya melebihi baku mutu.
COD
Adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang ada dalam
air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi secara
biologis maupun yang sukar didegradasi,dampak yang di timbulkan pada air
yaitu bau dan anaerobik, pada intinya sama COD berkaitan dengan bakteri
dan zat organik pada air baku tersebut, karena nilai bakteri E.coli dan
coliform nya tinggi yang berpengaruh terhadap nilai COD.
Fenol
Pada air baku dapat mengakibatkan korosif pada mata manusia, dapat juga
berdampak pada alam yaitu menyebabkan korosif pada metal, pada
dasarnya tidak ada perubahan yang kasat mata pada air baku tersebut jika
kandungan fenolnya tinggi, akan tetapi dapat menimbulakan berbagai
masalah jika di konsumsi tanpa pengolahan terlebih dahulu, biasanya fenol
terdapat di air karena berasal dari resapan tanah akibat pupuk, atau air
limbah pabrik dan buangan domestik.
Flourida
Beberapa
senyawa
fluorida seperti sodium
fluoride dan fluoro
silicates mudah larut ke air tanah ketika bergerak melalui celah-celah dan
ruang pori antara bebatuan. Kebanyakan pasokan air mengandung beberapa
fluoride alami. Fluorida juga dapat memasuki air minum akibat terlepas dari
pupuk atau pabrik aluminium. Selain itu banyak masyarakat menambahkan
fluorida pada air minum mereka untuk meningkatkan kesehatan gigi.
Beberapa
senyawa fluorida seperti sodium
fluoride dan fluoro
silicates mudah larut ke air tanah ketika bergerak melalui celah-celah dan
ruang pori antara bebatuan. Kebanyakan pasokan air mengandung beberapa
fluoride alami. Fluorida juga dapat memasuki air minum akibat terlepas dari
pupuk atau pabrik aluminium.
Fosfat
Pada air dapat menimbulkan blooming algae dan menurunkan DO.
Sianida
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-16
Pada air dapat menurunkan ph, menimbulkan masalah bau pada kondisi
anaerob, dan biasanya beracun, pada tubuh manusia sianida menimbukan
masalah dan penyakit seperti menghambat pernafasan jaringan
menyebabkan asfiksia, malaise, iritasi.
Sulfida
pada air menimbukan bau busuk serta dapat melumpukan pusat pernapasan
pada manusia, sulfida juga membuat korosif pada material material tertentu.
Dampak dan analisis Parameter Biologi yang tidak memenuhi baku mutu
Coliform dan E.coli di air mengidentifikasikan bahwa terdapat air buangan
domestik, tinja yang masuk ke badan air sungai sehingga nilai kandungan
bakteri E.coli dan Coliformnya tinggi, hal ini sangat berbahaya karena bakteri
tersebut bersifat patogen, menimbulkan bau dan kekeruhan pada air serta
mengurangi nilai estetika
1.1.7 Lampiran Peraturan-Peraturan Terbaru (Stream Standard dan
Effluent Standard)
1. Stream Standard
Berikut Lampiran dari peraturan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun
2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
I-17
I-18
I-19
I-20
I-21
Jenis
Fine Bar
Screen
Static wedge
wire
Rotary Drum
Ukuran
Bukaan
(mm)
Kelembap
an (%)
12,5
80-90
80-90
80-90
Spesif
c
Weight
(kg/m3
)
9001100
9001100
9001100
Volume of Screenings
ft3/Mgal
L/1000 m
Ran
ge
Typic
al
Typic
al
10
Rang
e
44100
6-15
5-12
37-85
60
4-8
30-60
45
75
I-22
Tabel 1.3 Kriteria Desain Desain Bar Rack secara Manual dan
Mekanik
Parameter
SI Unit
Metode Pembersihan
Metode Pembersihan
Unit
Manu
al
Mekanik
al
Unit
Manual
Mekanik
al
Lebar
in
0,2-0,6
0,2-0,6
mm
5-15
5-15
Kedalaman
in
1,0-1,5
1,0-1,5
mm
25-38
25-38
in
1,0-2,0
0,6-0,3
mm
25-50
15-75
30-45
0-30
30-45
0-30
ft/s
1,0-2,0
2,0-3,25
m/s
0,3-0,6
0,6-1,0
1,0-1,6
m/s
6-24
mm
Ukuran batang
Jarak
batang
antar
Kemiringan
terhadap vertikal
Kecepatan
Max
Min
ft/s
in
0,3-0,5
150
150-600
Headloss
(Sumber: Tchobanoglous, 2014)
Jenis Screen
Fixed Parabolic
Rotary drum
5-20
5-30
25-50
25-45
1 vs 2v 2
C
2g
Keterangan:
HL = headloss, m (ft)
C = koefisien turbulensi dan edy losses, 0,7 untuk clean screen dan
untuk clogged screen
Vs = kecepatan aliran terbuka, (m/s)
V = kecepatan pada upstream channel (m/s)
g = gaya gravitasi, 9,81 (m/s2)
-
0,6
I-23
1 Q
2 g CA
( )
Keterangan:
HL = headloss, m (ft)
C = koefisien turbulensi dan edy losses, 0,7 untuk clean screen dan
untuk clogged screen
g = gaya gravitasi, 9,81 (m/s2)
Q = Debit yang melewati screen (m3/s)
A = Luas permukaan m2
0,6
1.2.2.2
Comminutor
Comminutors secara umum digunakan pada instalasi pengolahan air limbah
skala kecil, kurang dari 0,2 m 3/s (5 mgal/d). Comminutors dipasang di saluran air
aliran air limbah dari screen dan mencacah material dengan ukuran 6-20 mm
(0,25-0,77 in), tanpa mengeluarkan padatan yang telah menjadi potongan kecil
dari aliran. Secara tipikal comminutors menggunakan layar horizontal yang
stasioner untuk mencegat aliran dan berputar atau berisolasi, dilengkapi dengan
pemotong bertautan dengan layar. Pemotong bergeser memotong bahan kasar.
Partikel-partikel kecil yang telah terpotong, melewati layar dan masuk ke saluran
(Tchobanoglous, et al, 2014).
Jenis communitors yang biasanya digunakan antara lain:
a. Free discharge : aliran bebas, aliran keluar dari mesin jatuh bebas;
b. Controlled dicharge : aliran tidak bebas, ditentukan oleh besar dan tingginya
muka air di hulu dan di hilir aliran.
Penggunaan dari communitors ini biasanya mempertimbangkan dari banyak hal,
diantaranya:
a. Elevasi tanah, jika perbedaan elevasi cukup tinggi maka dapat digunakan
communitors free discharge sedangkan untuk perbedaan elevasi yang
rendah digunakan controlled discharge;
b. Lokasi PBPAB
I-24
(Sumber: : http://www.specialprojects.com/equipment/4757/)
Efisiensi Penyisihan
Suspended Solid (SS) sebesar 50-60 % dan BOD 25-30 % (Seelye Elwyn E.,
1960).
Kriteria Desain
Kriteria desain untuk comminutors dapat dilihat pada Tabel 1.5 di bawah ini.
Tabel 1.5 Kriteria Jenis dan Ukuran Comminutors
Kapasitas (mgd)
Controlled Discharge
Free Discharge
No
Ukuran Motor
7B
1
4
0 0,35
0 0,3
10 A
1
2
0,17 1,10
0,17 0,82
15 M
3
4
0,4 2,3
0,4 1,4
25 M
1
2
1,0 6,0
1,0 3,6
25 A
1
4
1,0 11,0
1,0 6,5
1,5 25,0
Desain ditentukan oleh jenis pekerjaan
1,5 9,6
36 A
54 A
Pemilihan comminutors
Qp
Jenis comminutor terpilih berdasarkan debit puncak koreksi (Qp) dengan tipe
comminutor sesuai kriteria. Dari kriteria dapat ditentukan ukuran dan
kapasitasnya. Jumlah unit dapat ditentukan sesuai kebutuhan (Seelye Elwyn E.,
1960).
1.2.2.3
Grit Chamber
Penyisihan kerikil-kerikil halus mungkin dilakukan pada atau pemisahan
partikel secara sentifugal. Grit chambers didesain untuk menyisihkan kerikilkerikil halus, termasuk pasir, kerikil, atau material solid lainnya yang turun dari
aliran karena massa janisnya lebih besar, yang terdapat di dalam air buangan.
Grit chambers kebanyakan diletakkan setelah bar screen dan sebelum tangki
sedimentasi utama. Di beberapa instalasi, grit chamber mendahului unit screen.
Secara umum, unit screen yang berada di depan grit chambers dapat
mempermudah dalam proses selanjutnya.
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-25
Grit chambers disediakan untuk melindungi alat-alat mekanik yang ada dari
abrasi, mengurangi pembentukan endapan pada jalur pipa, mengurangi
frekuensi pembersihan lumpur yang disebabkan oleh akumulasi dari kerikil-kerikil
halus.
Pemisahan grit dari air limbah biasanya dicapai dengan pemisahan dengan
grit chambers yang secara fisik akan terpisah antara partikel grit yang besar dari
padatan organik ringan. Grit chambers paling sering ditempatkan setelah bar
screens dan sebelum primary sedimentation untuk mencegah material yang
lolos dari saringan dapat mengganggu operasi dan pemeliharaan proses
selanjutnya. Untuk instalasi pegolahan yang menggunakan alat pencacah
(communitors), grit chambers seharusnya diletakkan di hulu untuk mengurangi
keausan pada pisau pemotong (Tchobanoglous, et al, 2014).
Ada tiga tipe umum dari grit chambers, yaitu :
1. Horizontal-Flow Grit Chambers
Rectangular Horizontal-Flow Grit Chambers
Jenis tertua grit chambers yang digunakan adalah rectangular horizontalflow, velocity-controled type. Unit ini di desain untuk mempertahankan
kecepatan tidak lenbih dari 0,3 m/s (1,0 ft/s) untuk memberikan waktu yang
cukup bagi partikel grit untuk mengendap ke dasar grit chambers
(Tchobanoglous, et al, 2014).
Dasar desain rectangular horizontal-flow grit chambers yaitu, saat kondisi
yang paling buruk, tipikalnya grit chambers di desain untuk menyisihkan semua
partikel grit yang dipertahankan saringan pada 0,21-mm-diameter (70 mesh),
meskipun banyak yang didesain untuk menyisihkan partikel grit yang tertahan
oleh saringan 100 mesh (Tchobanoglous, et al, 2014).
I-26
Partikel grit juga dapat disisihkan dengan pusaran menggunakan vortex grit
chambers. Ada tiga jenis vortex grit chambers yaitu, mechanically induced
vortex, hydraulically induced vortex, dan multi-tray grit separator
(Tchobanoglous, et al, 2014).
I-27
Range (%)
05
05
0 10
Sumber: Tchobanoglous, et al, 2014.
Kriteria Desain
Kriteria desain untuk grit chambers dapat dilihat pada Tabel 1.7 sampai dengan
Tabel 1.9 dibawah ini.
Tabel 1.7 Kriteria Desain Horizontal-Flow Grit Chambers
Item
Waktu detensi
Kecepatan horizontal
Kecepatan pengendapan untuk menyisihkan :
a. 0,21 mm material
b. 0,15 mm material
SI unit
Renta
Unit
ng
sekon
45-90
m/s
0,250,4
m/mi
na
m/mi
na
%
%
Tipik
al
60
0,3
1-1,3
0,60,9
1,15
0,75
30-40
25-50
36b
30
I-28
Item
Waktu detensi pada saat debit puncak
Dimensi
a. Kedalaman
b. Panjang
c. Lebar
Rasio Lebar : Kedalaman
Rasio panjang : lebar
Supply air per unit panjang
Jumlah grit
Unit
menit
SI unit
Rentang
2-5
meter
meter
meter
rasio
rasio
m2/menit
1/103
2-5
7,5-20
2,5-7
1:1 5:1
3:1 5:1
0,2 0,5
0,004-0,2
Tipikal
3
1,5 : 1
4:1
0,015
a.
b.
a.
b.
c.
Unit
detik
meter
meter
rasio
%
SI unit
Rentang
20-30
Tipikal
30
1,2-7,2
0,9-1,8
2,7-4,8
3:1 5:1
4:1
92-98
80-90
60-70
95 +
85 +
65 +
= 2
x Q peak x td
volume
anjang=
volume
lebar x tinggi
d. Air required
I-29
Perhitungan
Menurut Tchobanoglous (2014), debit rata-rata air buangan setiap jamnya
dapat diketahui melalui perhitungan berikut:
Q=%Q x Qab
Dimana:
Q
= Debit air buangan yang mengalir setiap jam nya pada satu hari,
m3/detik
%Q
= persentase Q yang mengalir
Qab
= Debit rata-rata air buangan, m3/detik.
Tahapan perhitungan lainnya dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Cumulative volume (m3)
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-30
V i=Debit ratarata
( )
m
s
x 3600 x 1hr
s
h
BOD M 1
kg
m3
mg
=debit ratarata
x BOD ratarata
hr
s
L
( )
( )
( )
( ) x 3600 s
m
jumlah debit ratarata dalam satu hari
s
Voc=
jumlah jam ( 24 jam )
hr
Batas
atas
Batas
bawa
h
Gambar 1.11 Grafik Penentuan Volume TAR
(Al-Layla, 1977)
5. Volume in storage at end of time (m3)
Vsc=Vsp+VicVoc
Dimana:
Vsc = Volume in storage, m3
Vsp = Volume in storage pada jam sebelumnya, m3
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-31
Xoc=
Dimana:
Xoc = Eq. BOD concentration, mg/L
Vic = Volume of flow, m3
Xic = average BOD concentration, mg/L
Vsp = Volume in storage pada jam sebelumnya, m3
Xsp = Eq. BOD concentration pada jam sebelumnya, mg/L
7. Eq. BOD mass loading (kg/hr)
Massloading rate ,
kg
m3
=Xoc x ratarata debit
hr
s
( )
1.2.2.5
Prasedimentasi
Menurut Tchobanoglous (2014), Tujuan pengolahan menggunakan
prasedimentasi adalah untuk menyisihkan padatan-padatan yang dapat
mengendap (settleable solids) secara gravitasi. Endapan di dasar tangki
dikumpulkan secara mekanis dengan alat yang disebut scrapper ke ruang lumpur
yang juga berada di dasar tangki, sedangkan materi-materi yang dapat
mengapung seperti minyak dan lemak dikumpulkan juga secara mekanis
menggunakan skimmer. Lumpur dan float akan diolah pada pengolahan lumpur.
Beberapa parameter penting untuk mendesain tangki prasedimentasi
adalah waktu detensi dan overflow rate. Weir loading rates bukanlah parameter
yang akurat dalam desain prasedimentasi. Pada umumnya, unit prasedimentasi
di desain dengan waktu detensi 1,5-2,5 jam, tetapi ada juga yang dioperasikan
dengan waktu lebih pendek yaitu 0,5-1 jam, biasanya unit prasedimentasi yang
diletakkan sebelum proses biologi. Pada umumnya, prasedimentasi di desain
berdasarkan overflow rates. Semakin kecil overflow rates, semakin lama waktu
detensi air di dalam tangki, maka efisiensi pengendapan pun akan naik.
Efisiensi Pengolahan
Menurut Arceivala (1998), unit prasedimentasi untuk pengolahan air limbah
domestik berdasarkan hasil tes laboratorium sebenarnya tidak terlalu
dibutuhkan. Penyisihan BOD pada unit prasedimentasi ini sebesar 30-40%.
Kriteria Desain
I-32
Range
Tipikal
3-4,9
15-90
3-24
0,6-1,2
4,3
24-40
4,9-9,8
0,9
3-4,9
3-60
1/16 1/6
0,02-0,05
4,3
12-45
1/12
0,03
Perhitungan:
a. Perhitungan kecepatan pengendapan partikel
Vs=
d
t
Dimana:
Vs = Kecepatan mengendap, m/s
d = Kedalaman kolom, m
t = waktu pengendapan, s
b. Perhitungan fraksi massa partikel
fm=
C
Co
Dimana:
Fm = Fraksi massa
C = konsentrasi, mg/l
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-33
Co
1
penyisihan=( 1Fo ) + Vs dF
Vo 0
Dimana:
Fo = penyisihan total
Vo = overflow rate, m3/m2.s
Vs = Kecepatan mengendap, m/s
d. Perhitungan dimensi bak pengendap
As=
Qr
Vr
Dimana:
As = Luas Permukaan bak, m2
Qr = debit air buangan rata-rata, m3/s
Vr = overflow rate, m3/m2.s
As= p x l
Tinggi Bak
h=
1
( Leba r 0.8 )
12
H=h+ freeboard 10
e. Perhitungan kecepatan aliran horizontal (Vo)
Vo=
Qr
Vcross
Vo=
Qr
LxH
I-34
f.
R=
LxH
L+2 H
g. Pemeriksaan bilangan Reynolds (Nre)
Nre=
VoxR
V
Dimana:
Vo = kecepatan horizontal, m/s
R = jari-jari hidrolis, m
V = 0,9186 x 10
-6
cm/s
V o2
Nfr=
gxR
Dimana:
Vo = Kecepatan horizontal, m/s
g = Kecepatan gravitasi, 9,81 m2/s
R = jari-jari hidrolis, m
1.2.3 Unit Pengolahan Tingkat II (Secondary Treatment)
Menurut Environmental Protection Agency (2004), setelah air limbah
mengalami proses pengolahan tingkat I (primary treatment), lalu air limbah
dialirkan ke tapah pengolahan selanjutnya, yakni tahap pengolahan tingkat II.
Proses pengolahan sekunder dapat menyisihkan 90% material organik dalam air
limbah menggunakan proses pengolahan secara biologi. Ada dua jenis
pengolahan secara biologi yang sering digunakan dalam pengolahan air limbah,
yakni proses pertumbuhan tersuspensi dan proses pertumbuhan terlekat.
1.2.3.1
Pertumbuhan Tersuspensi (Suspended Growth Process)
Menurut Tchobanoglous (2014), dalam proses pertumbuhan tersuspensi,
mikroorganisme berperan dalam pengolahan yang terdapat dalam suspensi
cairan dengan metode pegadukan. Proses ini banyak digunakan untuk
pengolahan air limbah domestik maupun industri untuk mendegradasi material
organik dalam keadaan aerobik maupun anoksik.
Menurut Arceivala (1998), contoh dari proses pertumbuhan tersuspensi
antara lain proses lumpur aktif, aerobik dan anaerobik sludge digester, kolam
aerasi dan kolam stabilisasi.
1. Proses Lumpur Aktif (Activated Sludge)
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba
tersuspensi yang pertama kali dilakukan di Inggris pada awal abad 19. Sejak itu
proses ini diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder
secara biologi. Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-35
mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4. dan sel biomassa
baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi
mekanik. Sel mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki
penjernihan (Gariel Bitton, 1994).
Menurut Peavy, Howard S. et.al., (1985) Proses pengolahan activated sludge
adalah suatu sistem kontinyu dimana pada sistem pengolahan biologi ini
memenafaatkn mikroorganisme aerob yang ada dalam air limbah domestik dan
diberikan supply oksigen baik dari udara ataupun dengan cara injeksi oksigen
murni dan flok yang terbentuk dari proses ini selanjutnya akan dipisahkan di unit
clarifier. Sebagian dari lumpur hasil pengendapan di clarifier tersebut
dikembalikan lagi ke tangki aerasi dan akan bercampur dengan influent limbah
baru.
Mekanisme Proses Lumpur Aktif:
Menurut Sholichin (2012) pengolahan air limbah dengan proses lumpur
aktif konvensional/ standar scara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak
aerasi dan bak pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk membunuh bakteri
pathogen. Secara umum proses pengolahannya adalah sebagai berikut. Air
limbah yang berasal dari sumber pencemar ditampung ke dalam bak
penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit
air limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran
yang besar. Kemudian air limbah didalam bak penampunhg dipompa ke bak
pengendap awal. Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara
sehingga mikro organime yang ada akan menguraikan zat organik yang ada
dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil penguraian zat organik
tersebut digunakan oleh mikroorganisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan
demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomassa
dalam jumlah cukup besar.
Biomassa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan
yang ada dalam air limbah.
Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir. Didalam bak ini
lumpur aktif yang massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembalu ke
bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan (over flow)
dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Didalam bak kontaktor klor
ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh
mikroorganisme patogen.
Air olahan, yakni air yang keluar setelag proses khlorinasi dapat langsung
dibung ke sungai atau saluran umum. Dengan proses ini air limbah dengan
konsentrasi 250 300 mg/lt dapat diturunkan kadar BOD nya menjadi 20-30
mg/lt berarti efisiensi penyisihan BOD nya sebesar 90-92%. Skema proses
pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif standar/konvensional dapat
dilihat pada gambar berikut
I-36
Kriteria Desain
Kriteria desain untuk beberapa tipe activated sludge dapat dilihat pada Tabel
1.13 dibawah ini.
Tabel 1.13 Kriteria Desain Beberapa Tipe Activated Sludge
Tipe
Activated
Sludge
Tapered
aeration
Convention
al
Step
aeration
Completely
mixed
Contact
Jenis
Aliran
Umur
Lumpur
(hari)
(c)
Plug
5-15
Plug
5-15
Plug
5-15
Complet
e mix
Plug
5-15
5-15
F/M
0,20,4
0,20,4
0,20,4
0,20,6
0,2-
Aerator
Loading
(kg/m3.hari
)
0,3-0,6
0,3-0,6
0,6-0,10
0,8-2,0
1,0-1,2
MLSS
(mg/l)
1.5003.000
1.5003.000
2.0003.500
3.0006.000
Period
e
aerasi
(jam)
Rasio
resirkul
asi
4-8
0,22-0,5
4-8
0,22-0,5
3-5
3-5
0,250,75
0,251,00
0,5-1,0
I-37
Tipe
Activated
Sludge
stabilizatio
n
Contact
basin
Stabilizatio
n basin
Pure
oxygen
Extended
aeration
Jenis
Aliran
Umur
Lumpur
(hari)
(c)
F/M
Aerator
Loading
(kg/m3.hari
)
MLSS
(mg/l)
1.0004.000d
4.00010.000
0,6
Period
e
aerasi
(jam)
Rasio
resirkul
asi
0,5-1,0d
3,0-6,0d
Complet
e mix
Cemplet
e mix
atau plug
8-20
20-30
0,25
-1,0
0,05
0,15
1,6-3,3
6.0008.000
2-5
0,25-0,5
0,1-0,4
3.0006.000
18-36
0,5-2,0
f Q ( SoS )
=
m MLSS x V
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-38
Dimana:
Q = Laju air limbah m3/hari
So
= Konsentrasi BOD di dalam air limbah yang masuk ke bak
aerasi (kg/m3)
S = Konsentrasi BOD di dalam efluaent (kg/m3)
MLSS= Mixed liquor suspended solids (kg/m3)
V = Volume reactor atau bak aerasi (m3)
Rasio F/IvI dapat dikontrol dengan cara mengatur laju sirkulasi lumpur aktif
dari bak pengendapan akhir yang disirkulasi ke bak aerasi lebih tinggi laju
sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk pengolahan air
limbah dengan sistem lumpur aktif konvensional atau standar, rasio F/M
adalah 02 - 0,5 kg BOD 5 per kg MLSS per hari, tetapi dapat lebih tinggi
hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni (Hammer, 1986). Rasio F/M yang
rendah menunjukkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam
kondisi lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien.
5. Hidraulic retention fitae (HRT).
Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh
larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif;
nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (dilution rate, D)
(Sterritt dan Lester, 1988).
HRT = 1/D = V/Q
Dimana:
V = Volume reaktor atau bak aerasi (m3).
Q = Debit air linbah yang ma.uk ke dalam Tangki aerasi (m3/jam)
D = Laju pengenceran (1/jam).
6. Ratio Sirkulasi Lumpur (Hidraulic Recycle Ratio, HRT)
Ratio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang
disirkulasikan ke bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk ke
dalam bak aerasi.
7. Umur lumpur (sludge age) atau sering disebut waktu tinggal ratarala cel (mean cell residence time)
Parameter ini menujukkan waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam
sistem lumpur aktif. Jika HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu
tinggal sel mikroba dalam bak aerasi dapat dalam hitungan hari.
Pararneter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan mikroba.
Umur lumpur dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hanmer,
1986; Curds dan Hawkes, 1983).
Umur lumpur (hari) =
MLSS x V
SS x Qe+ SSw x Qw
Dimana:
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).
V = Volume bak aerasi (L)
SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (ml).
SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)
Qe = Laju effluent limbah (m3 /hari)
Qw = Laju influent limbah (m3 /hari).
Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari untuk sistem lumpur aktif
konvensional. Pada musim dingin dapat menjadi lebih lama dibandingkan
pada musin panas (USEPA, 1987). Parameter penting yang mengendalikan
operasi lumpur aktif adalah beban organik atau beban BOD, suplay
oksigen, dan pengendalian dan operasi bak pengendapan akhir. Bak
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-39
Jenis pengolahan
3
4
Overflow rate,
m3/m2.hari
Ratarata
16-28
24-32
8-16
Peak
3656
4064
2432
Tinggi
muka
air, m
Solid loading,
kg/m2.jam
Ratarata
4-6
Peak
10
4,0-5,5
5-8
10
4,0-5,5
1,0-5
4,0-5,5
24-32
16-24
12-20
Perhitungan
Menurut Tchobanoglous (2014), perhitungan yang dapat dilakukan untuk unit
secondary clarifier ini adalah:
a. Surface Overflow rate
SOR =
Q
A
Dimana: SOR
Q
I-40
(QR +Q ) MLSS (
SLR=
1kg
)
103 g
Dimana: SLR
QR
1.2.3.2
Petumbuhan Terlekat (Attached Growth Process)
Manurut Environmental Protection agency (2004), pada proses pertumbuhan
terlekat, pertumbuhan mikroba terjadi pada permukaan media batu atau plastik.
Air limbah melewati media bersama dengan udara untuk penyediaan oksigen.
Unit proses dari pertumbuhan terlekat adalah trickling filters, biotowers, dan
rotating biological contactors (RBC).
1. Trickling Filter
Trickling filter terdiri dari bed yang memiliki kedalaman rendah dan
diadalamnya terdapat pecahan bebatuan atau media sintetis. Air limbah
domestik disebar di atas permukaan media penyebaran ini dilakukan dengan
menggunakan pipa berlubang yang berputar sehingga diharapkan penyebaran
air limbah terhadap media penyaringnya adalah rata. Bahan organik disisihkan
oleh lapisan miktoorganisme yang terbentuk atau disebut lapisan biofilm yang
melapisi media. Sistem underdrain dibuat untuk mengumpulkan tetesan air
dan juga padatan biologi yang mungkin terbawa oleh tetesan air tersebut
(Qasim, 1985)
Menurut Eckenfelder (1980) trickling filter adalah susunan media yang
dilapisi oleh slime growth dimana nantinya media yang dilapisi slime growth
tersebut akan dilewati media yang akan diolah. Karen air limbah dilewatkan
melalui media tersebut yang berfungsi sebagai filter, bahan organik dalam air
limbah akan tersisihkan oleh lapisan mikroorganisme yang disebut biofilm atau
(slime growth).
I-41
I-42
Design
Characteristic
Type of packing
Hydraulic loading
(m3/m2d)
Organic loading (kg
BOD / m3d)
Recirculation ratic
Filter flies
Low /
Standar
d Rate
Intermedia
te Rate
High
Rate
High
Rate
Rock
Rock
Rock
Plastic
Rock/Plasti
c
1-4
0.070.22
0
4-10
10-40
10-75
40-200
0.24-0.28
0-1
0.4-0.24
1-2
0.6-0.32
1-2
> 1.5
2-0
Roughing
Varies
Few
Few
Few
Sloughing
Many
Intermitt
ent
Intermittent
Continous
Continous
Continous
Depth (m)
1.8 - 2.4
1.8 - 2.4
1.8 - 2.4
3-12.2
0.9-6
80-90
50-80
Well
nitrified
Some
nitrification
2-4
2-8
50-90
No
nitrificatio
n
6-10
60-90
No
nitrificatio
n
6-10
40-70
No
nitrificatio
n
10-20
BOD removal
efficiency (%)
Effluent quality
Power (kW/103 m3)
Sumber : Tchobanoglous 2004
DR =
( 1+ R )( q)( 10 mm )
1m
min
( N A )(n)( 60
)
h
Dimana:
DR = dosis tingkat, mm / lulus lengan distributor
n = kecepatan rotasi, rev / min
q = berpengaruh diterapkan loading rate hidrolik, m 3 / m2.h
R = rasio resirkulasi
NA = jumlah senjata di distributor perakitan rotary
Draft, yang merupakan tekanan yang dihasilkan dari perbedaan suhu, dapat
ditentukan (Schroeder dan Tchobanoglous, 1976)
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-43
Dair =
353
( T1 T1 ) Z
c
Dimana:
Dair = rancangan udara alami, mm air
Tc = temperature dingin, K
Th = temperatur panas, K
Z = ketinggian filter, m
2. RBC (Rotating Biological Contactor)
Rotating Biological Contactor (RBC) adalah suatu proses perngolahan air
limbah secara biologis yang terdiri atas didsc melingkar yang diputar oleh poros
dengan kecepatan tertentu. Unit pengolahan ini berotasi dengan pusat pada
sumbu atau as yang digerakkan oleh motor drive system dari diffuser yang
dibenam dalam air limbah, dibawah media.
I-44
Parameter
Hydraulic loading
Organic loading
Maximum 1s organic
loading
NH3 loading
Hydraulic retention time
Effluent BOD
Effluent NH4-N
Separate
nitrificati
on
0.08-0.16
Treatment
BOD
removal
and
nitrification
0.03-0.08
4-10
2.5-8
0.5-0.1
g BOD / m d
8-20
5-16
1-2
g sBOD / m2d
12-15
12-15
g BOD / m2d
24-30
24-30
g N/ m d
H
mg/l
0.7-1.5
15-30
0.75-1.5
1.5-4
7-15
1.2-3
7-15
mg/l
<2
1-2
Unit
BOD
removal
m3/m2d
2
g sBOD / m d
2
0.04-0.1
Sumber:Tchobanoglous
2004
Residu lumpur yang dihasilkan pada setiap unit pengolahan air minum
mengandung volume air yang masih tinggi.
I-45
Residu padat berupa lumpur merupakan materi yang lolos dari unit
screenings, grit, scum dan lumpur.
Materi yang lolos dari screening dan grit pada umumnya dibuang ke
sanitary landfill.
Sedangkan lumpur (termasuk scum) dengan kandungan zat padatnya
sekitar 0,5-5 persen akan memerlukan proses pengolahan yang rumit.
1.2.4.1
Thickening
Thickening merupakan suatu metoda pengolahan lumpur untuk mengurangi
volume atau meningkatkan konsentrasi lumpur sebelum pengolahan lebih lanjut
(AWWA/ASCE/U.S. EPA, 1996). Proses thickening yang paling umum digunakan
adalah gravity thickening, gravity belt thickening, dan rotary drum thickening.
Tangki thickening dapat juga dimanfaatkan sebagai sarana ekualisasi agar
aliran menjadi seragam menuju proses dewatering. Lumpur koagulan dapat
dipekatkan dengan kisaran padatan antara 2-10 %.
a. Gravity Thickener
Metode gravity thickener berfungsi untuk meningkatkan konsentrasi padatan
atau pengurangan kadar air melalui pemanfaatan gaya gravitasi. Metode ini
paling sederhana dan umum digunakan dalam pengolahan lumpur. Serupa
dengan desain clarifier pada pengolahan air limbah, bentuk dari gravity
thickener berupa bak pengendapan sirkular dengan mekanisme scraper pada
bagian bawah dan berotasi secara perlahan. Thickener dapat dioperasikan
dengan cara aliran kontinu, pembebanan hidraulik, dan konsentrasi padatan
yang harus dikontrol (Aldeeb, 1999). Berdasarkan laporan AWWA (1996), tipikal
loading rate untuk thickening lumpur alum adalah sebesar 20 kg/(m 2day). Solids
loading untuk gravity thickener adalah sebesar 20-80 kg/m2hari (Qasim, 2000).
b. Flotation Thickening
Jenis dari flotation thickening terdiri dari:
a. Dissolved Air Flotation (DAF) dan
b. recycle flotation.
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-46
Pada jenis DAF, udara dengan tekanan yang lebih tinggi daripada tekanan
atmosfer ditambahkan untuk memisahkan cairan. Material yang mengapung di
permukaan disebut float, yang secara kontinyu akan dipisahkan menggunakan
skimmers. Tekanan udara yang berkisar antara 200-800 kPa dimasukkan ke
dalam lumpur dengan diameter gelembung udara 10-100m.
Penggunaan jenis DAF akan lebih efektif untuk partikel dengan massa jenis
rendah, contohnya alga; materi organik tersuspensi, contohnya warna alami; dan
air yang bersuhu rendah. Sedangkan recycle flotation sering digunakan untuk
memekatkan residu hidroksida logam. Residu koagulan dapat dipekatkan di
flotation thickening sekitar 2000 3000 mg/L dengan menggunakan solids
loading sebesar 50 150 kg/m2 per hari (AWWA, 1996).
I-47
I-48
Lagoons.
Lagoon dilengkapi dengan fasilitas pengurasan dan fasilitas decant untuk
dewatering lumpur. Lagoon akan diisi dengan residu dengan waktu antara 312 bulan, kemudian masuk ke dalam periode pengeringan (AWWA, 2005).
Kedalaman lagoon biasanya sekitar 1.2-6.1 m dan luas permukaan lagoon
antara 0.5-15 Ha (AWWA, 2005). Lagoon merupakan teknologi paling murah,
namun memiliki tingkat efektivitas yang rendah dalam metode dewatering
lumpur alum. Berdasarkan AWWA (2005), konsentrasi padatan cake yang
dihasilkan lagoon yaitu sebesar 7-15 %.
I-49
Centrifug
e
Pressure
Filter
1,19
56,1
60,6
69,5
1,16
1,07
50,1
22,7
55,6
28,8
64,6
36,2
1,05
21
24,8
34,6
1,03
17,2
19
23,2
Centrifuge
Sentrifugasi merupakan salah satu cara dewatering yang menggunakan
kekuatan rotasi cepat silinder untuk memisahkan padatan dan cairan (AWWA,
2005). Melalui proses ini, lumpur yang berasal dari lumpur koagulan, dapat
menghasilkan sludge cake yang memiliki konsentrasi antara 15-25% (AWWA,
2005).
Keuntungan metode ini, yaitu membutuhkan lahan yang tidak luas,
otomatisasi proses yang lengkap, dan kemampuan untuk menangani lumpur
yang encer dan pekat. Sedangkan kerugiannya, yaitu membutuhkan biaya
pemeliharaan yang relatif tinggi (AWWA, 2005).
Vacuum Filtration
Peralatan vacuum filtration terdiri dari drum silinder horizontal yang berputar
dan terendam sebagian dalam tangki lumpur. Pada penerapannya menggunakan
conditioning dengan koagulan atau fly ash (AWWA, 2005) untuk memperoleh
hasil optimal. Koagulan pada proses conditioning tersebut adalah bahan kimia
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-50
polielektrolit, diatom, atau kapur untuk mencegah penyumbatan kain filter dan
meningkatkan kualitas dewatering dari lumpur.
Kelebihan metode ini adalah produk cake yang dihasilkan sesuai dan dapat
dibuang langsung. Sedangkan kekurangannya tidak bisa menyaring lumpur yang
encer . Vacuum filtration biasanya digunakan untuk lumpur hasil pelunakan
(AWWA, 2005).
Filter/Plate Press
Filter press menghasilkan konsentrasi cake akhir paling tinggi di antara
metode dewatering mekanis lainnya (AWWA, 2005). Filter press menggunakan
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-51
1.2.4.4
Pembuangan Lumpur
Pemilihan alternatif pembuangan lumpur harus mempertimbangkan
peraturan yang berlaku dan aspek pembiayaan. Selain itu, karakteristik lumpur
juga harus menjadi pertimbangan dalam metode pembuangan akhir lumpur.
a. Pembuangan Langsung ke Air Permukaan
Secara umum cara ini diterapkan oleh kebanyakan PDAM di Indonesia
hingga saat ini. Hanya beberapa PDAM yang mengalokasikan sumber daya
untuk pengolahan dan pengelolaan lumpurnya secara memadai. Di Negara
maju pun, seperti Amerika, sebelum penerapan undang-undang federal
Water Pollution Act pada tahun 1972 dan Clean Water Act pada tahun 1977,
residu lumpur dibuang langsung ke danau dan sungai.
Sejumlah penelitian untuk mengetahui dampak pembuangan residu IPA ke
badan perairan terhadap biota air telah dilakukan. AWWA Sludge
Committee Report (1987) mengungkapkan bahwa lumpur alum memiliki
beberapa efek terhadap lingkungan, yakni berupa meningkatnya zat
padatan, komponen beracun, toksisitas alumunium, dan benthic deposit
pada badan air penerima.
b. Pembuangan ke IPAL
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan untuk membuang residual
adalah kompatibilitas proses pengolahan, kapasitas pengolahan, dan syarat
pembuangan akhir. Pengelola IPAL juga harus mempertimbangkan
pretreatment, fasilitas penyimpanan/penampungan, sistem pengangkutan,
dan pembiayaan. Tsang dan Hurdle (1991) mengatakan bahwa ketika
jumlah lumpur alum dialirkan dalam jumlah yang banyak ke influen IPAL,
terdapat beberapa toksisitas yang kronis terhadap biota perairan. Namun
dalam jumlah aliran yang sedikit, tidak ditemukan efek toksik.
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-52
c. Land Application
Pilihan metode ini mencakup pemanfaatan untuk kegiatan pertanian, dan
kegiatan reklamasi (US EPA, 1995). Potensi kerugian cara ini adalah
meningkatnya konsentrasi logam dalam tanah, bahkan dalam air tanah;
penyerapan fosfor dalam tanah oleh residu air dalam lumpur; dan
menurunnya produktifitas tanah. Pemanfaatan lumpur dalam land
application memerlukan uji properti fisik seperti kohesi, aggregation,
kekuatan, dan tekstur (Aldeeb, 1999)
d. Penimbunan (Landfill)
Penerapan pembuangan lumpur dalam penimbunan dapat dilakukan
sebagai co-disposal, monofilling, atau penstabilan tanah. Pembuangan
lumpur alum dengan padatan 15%, atau lebih, menggunakan sanitasi
landfill merupakan metode paling ekonomis. Lumpur alum diklasifikasikan
sebagai limbah industri, sehingga dideskripsikan sebagai limbah berbahaya.
Beberapa studi menunjukkan bahwa konsentrasi dari alum, klorida, dan besi
merupakan komponen utama di dalam residu yang berasal dari IPA (Aldeeb,
1999).
Kontaminasi air tanah akibat peluruhan logam yang terdapat di residu
merupakan pertimbangan lingkungan yang penting. Faktor yang
mempengaruhi peluruhan logam adalah konsentrasi logam yang terdapat di
residu, dan sejauh mana logam ini dapat berpindah di dalam lahan yang
tersedia (AWWA/ASCE/U.S. EPA, 1996).
Percobaan mengenai penggunaan lumpur IPA sebagai material penutup
timbunan telah beberapa kali dilakukan. Percobaan tersebut menggunakan
lumpur hasil dewatering yang langsung digunakan sebagai materi penutup,
ataupun dicampur terlebih dahulu dengan tanah. Penambahan 50-100%
residu IPA dari berat tanah dapat menjadi penutup tanah yang baik dan
memadai dalam proses penimbunan (Cornwell & Westerhoff, 1981).
1.2.4.5
Perhitungan Pengolahan lumpur
Kandungan padatan pada residual berbeda-beda, tergantung pada
beberapa factor, yaitu dari karakteristik air baku, tipe dan dosis koagulan,
mekanisme koagulasi, dan pH (AWWA/ASCE/U.S. EPA, 1996). Kandungan padatan
pada aliran residual akan memberikan efek yang signifikan terhadap daya tahan
tertentu dan proses dewatering.
Tabel 1.18 Karakteristik Lumpur Koagulan Alum/Besi
Kandungan Padatan
0-5%
8-12%
18-25%
40-50%
Karakteristik Lumpur
Cair
Semi Padat
Soft Clay
Stiff Clay
I-53
Ws t
SS =
( WfSf + WvSv )
Dimana:
Ss
Wst
Wf
Wv
Sf
Sv
Wslt
SSl =
Ws
+ )
( Ww
Sw Ss
Dimana:
Ssl
Wslt
Ww
Ws
Sw
Ss
Spesific Gravity
Padatan (Ss)
Spesific Gravity
Lumpur (Ssl)
Sedimentasi Primer
1,4
1,02
Activated Sludge
Trickling Filter
Filtrasi
1,25
1,45
1,2
1,005
1,025
1,005
Padata
n
Kg/103
m3
110170
70-100
60-100
12-24
I-54
Besaran Umum
pH
Total Solid (%)
Suspended Solid (%)
Alumunium (%)
"5,5-7,5
0,1-4
75-99 dari total solid
4-1 dari total solid
0,3-200
=
=
=
=
=
SS ( mg/l ) =b . NTU
Faktor pengali b merupakan rasio padatan tersuspensi terhadap kekeruhan 0,7
2,2 (Cornwell et al, 1987).
Selain persamaan di atas, beberapa persamaan lain juga dapat digunakan
untuk menghitung massa lumpur yang ditimbulkan dari operasi pengolahan air.
Perhitungan timbulan lumpur menurut Qasim (2000) ditunjukkan oleh persamaan
berikut.
Q raw solid
kg
106 kg 103 L
=kekeruhana
3 Q
hari
mg
m
( )
Dimana,
YURRY ARDIANSYAH PAMUNGKAS (25-2013-072)
I-55
a
= konstanta tipikal removal kekeruhan (mg TSS/L/NTU)
Q
= debit instalasi (m3/hari)
Jumlah lumpur koagulan dapat dihitung dengan persamaan berikut:
3
b. Volume Lumpur
Volume lumpur ditentukan oleh kandungan padatan dalam lumpur dan
kandungan airnya. Persamaan yang menghubungkan volume lumpur dengan
massanya adalah sebagai berikut (Metcalf & Eddy, 2004):
V=
Ms
w S sl p s
Dimana,
V
MS
w
Ssl
Ps
=
=
=
=
=
I-56