NAMA KELOMPOK
ISMA WENNY
DIAN NILA SARI
YANA JUNILA
DOSEN PEMBIMBING
ERINA MASRI, SKM, M.BIOMED
PRODI S1 GIZI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS SUMBAR
TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa ataas berkat dan
rahmat-Nya saya bisa menyelesaikan makalah penulisan ilmiah yang membahas
tentang FAKTOR-FAKOR YANG MEMPENGARUH DALAM MEMILIH
MAKANAN DI INDONESIA. Pada penulisan makalah ini, kami berusaha
menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh semua orang,
sehingga lebih mudah dipahami oleh pembaca. Makalah penulisan ilmiah ini juga
diharapkan dapat bermanfaat bagi kita semua, terutama mahasiswa kesehatan.
Saya menyadari dalam penyusunan makalah ini tidaklah sempurna, masih banyak
kekurangan dan kelemahan didalam penulisan makalah kami, baik dalam segi
bahasa dan pengolahan maupun dalam penyusunan. Untuk itu, kami sangat
mengharapkan saran yang sifatnya membangun demi mencapainya suatu
kesempurnaan dalam makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
FAKTOR PERTANIAN
FAKTOR EKONOMI
FAKTOR BUDAYA
FAKTOR FISIOLOGIS
FAKTOR PENGOLAHAN DAN PENYIMPANAN PANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Budaya membentuk nilai esensial pada sebuah makanan, tetapi ada kalanya
nilai makanan terbentuk karena makanan itu sendiri. Pada dasarnya Parasecoli
(2008:17) mengatakan bahwa makanan sebagai:
When they eat and drink, individuals find themselves at the juncture between
biological necessity, the world of drives and instincts, the inputs from the
outside world, and the tremendous landslide of sensations, feelings, and
emotions resulting from uninterrupted brain activities.
Parasecoli lebih menganalogikan makanan sebagai kebutuhan biologik dan
kebutuhan manusiawi. Makanan turut serta membentuk sensasi, perasaan, dan
emosi sebagai hasil aktivitas kognitif. Kebutuhan yang selalu, dan dikaitkan
dengan insting, memberikan pemahaman bahwa makanan dibutuhkan setiap hari.
Terkait dengan hal tersebut, Mints (2008:21) mengartikan makanan sebagai:
in society is a culturally inflected vehicle of symbolic meaning. So prosaic
and everyday, and yet so vital, food is among the most powerful of all social
indices of difference and identity.
Mints dalam pemahaman yang lebih mendalam memperlihatkan bahwa dalam
masyarakat, aktivitas makan sebuah makanan mempunyai nilai simbolik
tersendiri. Makanan di konsumsi setiap hari dan menjadi sesuatu yang prioritas.
Makanan merupakan kekuasaan terkuat dalam menentukan perbedaan dan
identitas.Melanjutkan Mints, terkait dengan hal serupa Parasecoli (2008:2) juga
menekankan bahwa makanan mempunyai artian yang lebih sebagai berikut:
Food is pervasive. The social, economic, and even political relevance cannot
be ignored. Ingestion and incorporation constitute a fundamental component
of our connection with reality and the world outside our body. Food
influences our lives as a relevant marker of power, cultural capital, class,
gender, ethnic, and religious identities.
Makanan merupakan sebuah perpaduan aktivitas dalam tataran sosial, ekonomi,
bahkan relevansi politik. Makanan, aktivitas makan dan jenis makanan
tanaman
pangan,
ternak
dan
ikan
yang
tersedia
dan
dapat
individu
dalam
memilih
bahan
pangan,
antara
lain
persepsiterhadap atribut sensorik (misalnya cita rasa dan tekstur), faktor psikologi
(misalnyafaktor emosi seperti mood dan faktor sikap) dan lingkungan sosial
(misalnya normabudaya, pengiklanan, faktor ekonomi, dan ketersediaan produk
pangan). Pemahamanproses pemilihan makanan di tingkat individu bersifat
kompleks. Pengalaman dalamperjalanan hidup individu akan mempengaruhi
faktor-faktor utama yang berpengaruhterhadap proses pemilihan makanan.
Faktor tersebut mencakup idealisme, faktorpersonal, sumber daya, konteks
sosial dan konteks makanan. Selanjutnya pengaruhtersebut menginformasikan
oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap pemilihan makanan, serta mengidentifikasikan makanan
yang ada di berbagai daerah dengan faktor yang mempengaruhi pemilihan
makanan tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja pengaruh faktor pertanian terhadap pemilihan makanan
2. Apa saja pengaruh faktor ekonomi terhadap pemilihan makanan
3. Apa saja pengaruh faktor budaya terhadap pemilihan makanan
4. Apa saja pengaruh faktor fisiologis terhadap pemilihan makanan
5. Apa saja pengaruh faktor pengolahan dan penyimpanan pangan
terhadap pemilihan makanan
6. Apa saja pengaruh faktor kesehatan terhadap pemilihan makanan
7. Bagaimana faktor yang mempengaruhi pemilihan makanan
yang ada diberbagai daerah di Indonesia
C. TUJUAN
1. mengetahui pengaruh faktor pertanian terhadap pemilihan makanan
2. mengetahui pengaruh faktor ekonomi terhadap pemilihan makanan
BAB II
PEMBAHASAN
A. FAKTOR PERTANIAN
Kliendienst
dalam
telaahnya
menceritakan
tentang
aktivitas
dalam
Pengeluaran
rumah
tangga
sebagai
proksi
dari
pendapatan
Pengeluaran
rumah
tangga
sebagai
proksi
dari
pendapatan
digunakan
untuk
memenuhi
kekurangan
konsumsi
energi
(Arifin
dan
Sudaryanto,1991).
Upaya pemenuhan konsumsi makanan yang bergizi berkaitan erat dengan
daya beli rumah tangga. Rumah tangga dengan pendapatan terbatas, kurang
mampu memenuhi kebutuhan makanan yang diperlukan tubuh, setidaknya
keanekaragaman bahan makan kurang bisa dijamin karena dengan uang yang
terbatas tidak akan banyak pilihan. Akibatnya kebutuhan makanan untuk tubuh
tidak terpenuhi (Apriadji, 1986).
Ada batasan penghasilan terendah yang dinyatakan oleh Sajogyo (1977)
tentang pita kemiskinan yang dinyatakan dalam setara beras; berbunyi bahwa
makanan atau bahan makanan yang dapat dibeli untuk rumah tangga tidak
mencukupi untuk memelihara kesehatan seluruh rumah tangga (Suhardjo, 1989).
Batasannya yaitu :
1. Paling miskin : pengeluaran yang diukur dengan ekuivalen beras mencapai
270 kg di perkotaan dan 180 kg di pedesaan.
2. Miskin sekali : 360 kg beras di perkotaan dan 240 kg beras di pedesaan
3. Miskin : bila mencapai ekuivalen 480 kg di perkotaan dan 320 di
daeKriteria yang ditetapkan oleh BPS (2004) bahwa kriteria kemiskinan
untuk seorang anggota masyarakat adalah sebesar Rp 175.000,- per kapita
per bulan untuk daerah pedesaan.rah pedesaan.
C. FAKTOR BUDAYA
Budaya telah menjadi konsep penting dalam memahami masyarakat dan
kelompok manusia untuk waktu yang lama. Budaya dapat diartikan sebagai
gabungan kompleks asumsi tingkah laku, cerita, mitos, metafora dan berbagai ide
lain yang menjadi satu untuk menentukan apa arti menjadi anggota masyarakat
tertentu. Pengertian lain budaya adalah sebagai suatu pola semua susunan baik
material maupun perilaku yang sudah diadposi masyarakat sebagai suatu cara
tradisional dalam memecahkan masalah-masalah para anggotanya (Moeljono,
2003).
Para ahli antropologi, memandang kebiasaan makan merupakan kompleks
keseluruhan dari aktifitas yang berhubungan dengan dapur, kegemaran, dan
ketidaksukaan pada suatu jenis makanan, pepatah-pepatah rakyat, kepercayaan,
D. FAKTOR FISIOLOGIS
Faktor yang menimbulkan kebutuhan untuk makan saat rasa lapar dan
menghentikan asupan makanan selanjutnya saat rasa kenyang. (Barasi. ME, 2007:
22)
Faktor Fisiologi yang Mempengaruhi Masukan Makanan (Hunger, satiety and
appetite).Rasa lapar secara fisiologis di artikan sebagai tanda internal yang
merangsang akuisisi dan konsumsi makanan, sedang rasa kenyang merupakan
keadaan sebaliknya. Mekanisme terjadi rasa lapar / kenyang sangat kompleks.
Pusat rasa lapar dan kenyang terdapat pada hipotalamus, masing-masing di bagian
nukleus lateralis dan nukleus ventromedialis, keduanya dinamakan appestat.(12)
Berbagai teori tentang peran nutrien pada terjadinya rasa lapar dan kenyang telah
di kenal, antara lain :(1)
1. Teori glukostatik : kemoreseptor di nukleus ventromedialis mempunyai
afinitas terhadap glukosa dan diaktifkan olehnya. Bila utilisasi glukosa
tinggi, reseptor ini berlaku sebagai rem terhadap nukleus lateralis
sehingga proses makan kemudian berhenti. Sebaliknya, bila utilisasi
glukosa rendah, tidak terjadi stimulasi pada reseptor ventromedialis dan
timbul rasa lapar yang menyebabkan terjadinya konsumsi makanan.
2. Teori lipostatik : menurut teori ini, terdapatnya metabolit seperti
lipoprotein lipase yang beredar dalam darah mempengaruhi hipotalamus
untuk membentuk set point yang menentukan masukan energi. Set point
ini dapat berubah setiap waktu sesuai jumlah jaringan lemak tubuh.
3. Teori aminostatik : kadar asam amino pada sirkulasi darah dapat
menentukan mulainya atau berakhirnya rasa lapar. Binatang akan makan
lebih banyak pada diet rendah protein serta menunjukan kecenderungan
untuk memilih makanan dengan kandungan asam amino yang seimbang.
Teori termostatik : pada
dibandingkan pada lingkungan panas. Selain ke-4 teori di atas, telah diketahui
bahwa sekitar 20-30 peptida di usus bersifat sebagai hormon dan neoro transmiter
sehingga merupakan pertanda internal. Sebagai contoh :
1
2
3
4
5
6
minuman tersebut berasal apakah dari tanaman, ternak atau ikan bagi rumah
tangga dalam kurun waktu tertentu. Ketersediaan makanan dalam rumah tangga
dipengaruhi antara lain oleh tingkat pendapatan (Baliwati dan Roosita,2004).
Ketersediaan makanan terkait dengan usaha produksi, distribusi dan
perdagangan makanan. Ketahanan pangan di tingkat mikro dinilai dari
ketersediaan dan konsumsi makanan dalam bentuk energi dan protein per kapita
per hari (Suryana, 2004).
Ketahanan pangan tingkat rumah tangga sangat tergantung pada cukup
tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota rumah tangga dalam rangka
mencapai gizi yang baik dan hidup sehat. Informasi ketahanan pangan tingkat
rumah tangga hanya dapat diketahui berdasarkan perkiraan pengeluaran pangan
dalam seminggu terakhir.
Dari data SUSENAS tahun 1995 dan 2003 terjadi perubahan rasio pengeluaran
pangan sumber energi dari 32,64% pada Tahun 1995 menjadi 24,2% pada Tahun
2003. Pengeluaran pangan untuk makanan jadi meningkat dari 7,9% pada Tahun
1995 menjadi 8,7% pada Tahun 2003 (Atmarita dan Fallah, 2004).
Dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang pangan disebutkan
ketahanan pangan adalah keadaan dimana setiap rumah tangga mempunyai akses
terhadap makanan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutu gizinya serta
aman. Diversifikasi konsumsi makanan diarahkan untuk memperbaiki konsumsi
makanan penduduk baik jumlah mutu dan keragaman sehingga dapat diwujudkan
konsumsi makanan dan gizi yang seimbang. Berdasarkan angka kecukupan gizi
yang dianjurkan, ratarata kecukupan energi dan protein per kapita per hari bagi
penduduk Indonesia masing-masing 2000 kkal dan 52 gram pada tingkat
konsumsi, serta 2.200 kkal dan 57 gram pada tingkat penyediaan (Badan
Ketahanan Pangan Sulteng, 2004).
F. FAKTOR KESEHATAN
Persepsi merupakan bagian dari sikap dan proses akhir dari pengamatan.
Pangan yang sehat adalah makanan dan minuman yang seimbang kandungan zat
gizinya serta memperhatikan faktor kesehatan. Berdasarkan Tabel 1, tidak terdapat
subjek yang memiliki persepsi negatif tentang pangan sehat yaitu sikap yang
cenderung ke arah ketidaksetujuan pada kategori pangan sehat yang harus
beragam, aman, terdapat kandungan zat gizi dalam pangan, dan memperhatikan
konsumsi cairan serta suplemen.
Hal tersebut dapat disebabkan karena latar pendidikan subjek yang seluruhnya
merupakan mahasiswa Program Studi Sarjana Ilmu Gizi, sehingga pencarian
ataupun penerimaan informasi mengenai pangan sehat lebih banyak. Pangan yang
segar atau belum diolah dan kandungan lemaknya menjadi karakteristik penting
dalam mengevaluasi pangan sehat pada subjek di Amerika Serikat (Oakes &
Slotterback 2002). Sementara itu kandungan sodium, protein, vitamin atau
mineral bukan menjadi hal yang penting. Hasil penelitian Lake et al. (2007)
menunjukkan bahwa 54,0% individu memiliki persepsi tentang makanan sehat
berupa makanan yang mengandung komponen pangan yang seimbang. Makanan
sehat didefinisikan sebagai makanan seimbang dengan jumlah makanan berlemak
dan produk olahan susu pada tingkat sedang dan jumlah buah dan sayur yang
banyak. . Penelitian Lake et al. (2007) menunjukkan bahwa subjek memiliki
penekanan jika makanan yang sehat adalah makanan yang dibuat sendiri dan
bebas dari bahan pengawet. Individu menggambarkan bahwa jenis lemak yang
tidak baik dalam makanan adalah asam lemak jenuh dan kolesterol. Individu
memiliki persepsi bahwa makanan yang sehat adalah makanan yang rendah
lemak, segar, dan diolah sendiri, serta memasuk buah -buahan dan sayuran ke
dalam menu makannya. Secara keseluruhan persepsi tentang makanan sehat
dikatakan telah sejalan dengan rekomendasi yang dianjurkan saat ini. Makanan
yang sehat dipersepsikan harus dikurangi kandungan garamnya, pangan
olahannya, pangan cepat saji, dan pangan tinggi lemaknya.
Pada kategori status gizi normal alasan utama dalam pemilihan pangannya
adalah kandungan alami dalam pangan, kesehatan, dan harga. Pada kategori status
gizi lebih dan kurang alasan utama dalam pemilihan pangannya adalah kesehatan,
kandungan alami dalam pangan, dan sensorik. Terlihat bahwa pada subjek dengan
kategori status gizi lebih dan kurang, alasan sensorik atau tampilan dari pangan
merupakan hal yang penting dalam pemilihan pangan. Penelitian Ree et al. (2008)
G. PEMILIHAN
MAKANAN
DIBERBAGAI
DAERAH
(SUKU) DI
Faktor
utama yang mempengaruhi pola konsumsi makan di Desa Gunung Sereng adalah
faktor geografis. Keadaan wilayah yang ada sangat mempengaruhi pola konsumsi
makan pada masyarakat di Desa Gunung Sereng. Hasil pertanian penduduk Desa
Gunung Sereng dengan kondisi wilayah yang dekat dengan pegunungan
menghasilkan beberapa sumber pertanian. Masyarakat menggantungkan hidup
dengan mengkonsumsi hasil panen yang ada yaitu jagung. Jagung digunakan
sebagai makanan pokok yang diolah dalam bentuk nasi jagung, sekitar 70%
masyarakat Desa Gunung Sereng mengkonsumsinya setiap hari.
Selain faktor kondisi alam yang mendorong masyarakat Desa Gunung Sereng
tetap mempertahankan dengan bergantung pada hasil pertanian. Faktor lain yang
menunjang adalah faktor pendapatan, pengetahuan, dan adanya faktor budaya
berupa tradisi yang dilaksanakan secara turun temurun. Dipandang dari segi
budaya yang berhubungan dengan budaya makan di Desa Gunung Sereng kurang
beragam dimulai dari bagaimana masyarakat memperoleh bahan makanan,
mengolah, serta mengkonsumsinya. Pola makan yang kurang beragaman tersebut
dipengaruhi oleh keterbatasan akses yang sulit dan pengetahuan masyarakat yang
kurang potensial untuk memenuhi kebutuhan makanan yang beragam dan
bervariasi, sehingga tradisi makan yang telah membudaya tidak bermacammacam.
Metode penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif Teknik
pengumpulan
data
yang
digunakan
adalah
observasi,
wawancara,
dan
Pemilihan bahan makanan yang akan diolah sebagai makanan sehari-hari ini
ditentukan oleh ibu rumah tangga. Peran ibu rumah tangga adalah mulai dari
menyusun menu sampai menyajikan makanan. Dalam menentukan makanan
pokoknya, mayoritas masyarakat Desa Gunung Sereng memilih jagung yang
diolah sebagai nasi jagung sebagai makanan pokoknya. Sedangkan dalam memilih
hidangan pelengkapnya, para ibu rumah tangga memilih lauk pauk yang berasa
dari hewani dan nabati dengan harga yang terjangkau atau murah. Untuk
menentukan jenis sayuran yang akan diolah, biasanya masyarakat Desa Gunung
Sereng mengambil sayuran yang tersedia di sawah. Pengolahan sayur ini tidak
disesuaikan dengan jenis lauk pauk yang dimasak.
3. Penyusunan menu makan sehari-hari
Penyusunan menu sehari-hari ini disesuaikan dengan jumlah pendapatan keluarga
setiap harinya. Bagi rumah tangga yang mempunyai penghasilan yang rendah,
maka akan menyusun menu makan sehari-hari yang sederhana dan tidak
bervariasi. Berbeda dengan rumah tangga yang mempunyai penghasilan sedang
dan tinggi, maka akan menyusun menu makan sehari-hari dengan hidangan
pelengkap yang beragam.
4. Pengolahan dan penyajian makanan
Pengolahan makanan sehari-hari pada masyarakat Desa Gunung Sereng, tidak ada
cara pengolahan yang khusus pada makanan tertentu. Dalam pengolahan nasi
jagung tersebut, tidak ada cara khusus atau tertentu dalam mengolah jagung
menjadi sebuah makanan pokok yang merupakan salah satu makanan yang
berkarbohidrat tinggi seperti di Desa Gunung Sereng. Sama seperti halnya dengan
pengolahan nasi jagung, hidangan pelengkap baik berupa lauk-pauk dan sayur
juga tidak ada cara khusus untuk mengolahnya, biasanya teknik pengolahan yang
sering dilakukan adalah merebus, menggoreng, dan mengukus. Cara penyajian
nasi jagung dan hidangan pelengkapnya ini biasanya disajikan di meja makan.
5. Pendistribusian makanan
1. Makanan pokok
Jagung putih merupakan jagung yang dikonsumsi sebagai makanan pokok oleh
masyarakat Desa Gunung Sereng. Jagung putih mempunyai tekstur bijinya yang
keras, warna yang sedikit terang, dan mencolok. sehingga bagus untuk dibuat nasi
jagung. Penanaman jagung putih tidak memakan waktu yang sangat lama untuk
proses penanamannya. Jagung putih lokal sudah biasa ditanam petani di lahan
kering dataran tinggi di Desa Gunung Sereng karena kebanyakan di wilayah Desa
Gunung Sereng Kecamatan Kwanyar menggunakan jagung putih sebagai
makanan pokok sebagai bahan makanan, jagung putih ini banyak mengandung
karbohidrat, protein,lemak dan nutrisi. Masyarakat Desa Gunung Sereng
memanfaatkan jagung putih sebagai makanan pokok sehari-hari, karena jagung
merupakan hasil komoditas utama pertaniannya. Konsumsi jagung sebagai
makanan pokok ini dipengaruhi oleh kondisi alam setempat yang menghasilkan
produktivitas tanaman jagung putih yang tinggi. Masyarakat Desa Gunung Sereng
mengkonsumsi makanan yang berasal dari jagung sudah sejak lama yaitu sejak
dari kecil. Dimana mereka kenal dengan masakan nasi jagung dikenalkan oleh
orang tua mereka, karena pada saat kecil Ibu mereka sering menghidangkan
makanan tersebut di meja makan. Menurut Ibu Martamah selain mengkonsumsi
nasi
jagung
sebagai
makanan
pokok
sehari-hari,
biasanya
masyarakat
mengkonsumsi nasi jagung pada acara-acara khusus seperti acara keagamaan dan
acara yang diadakan seperti bersih desa, acara maulid nabi, isro miroj, dan
hataman Quran. Nasi jagung yang disajikan pada acara-acara tertentu biasanya
disajikan dalam nampan atau baki yang terbuat dari bambu atau seng. Makanan
pokok nasi jagung ini berfungsi juga sebagai simbolis hubungan sosial antara
masyarakat setempat. Nasi jagung atau biasa orang menyebut di Desa Gunung
Sereng dengan sebutan nasek jegung telah lama dikenal oleh masyarakat, namun
karena proses membuat dari bentuk jagung pipil hingga nasi yang lama, meliputi
proses penumbukan berulang serta penjemuran, tetapi penerimaannya sebagai
makanan pokok masih lebih tinggi daripada nasi biasa. Pola makan masyarakat
Desa Gunung Sereng terhadap jagung khusunya nasi jagung selayaknya
mengkonsumsi makanan sehari-hari yaitu makan pagi, makan siang, dan makan
malam yang disajikan dengan hidangan pelengkap berupa lauk pauk dan sayur.
dan memberikan keselamatan bagi Desa Gunung Sereng bila melakukan apa yang
sudah menjadi tradisi secara turun temurun. Pada masyarakat Desa Gunung
Sereng terdapat salah satu bahan makanan yang pantang atau tidak boleh
dikonsumsi oleh masyarakat setempat yaitu ikan mundung. Konsumsi ikan
mundung ini dianggap tabu dikarenakan masyarakat Desa Gunung Sereng
menganggap dan mempercayai, bahwa jika mengkonsumsi ikan mundung ini
dapat menyebabkan gatal-gatal pada kulit. Oleh karena itu, ikan mundung
merupakan makanan yang dipantang oleh masyarakat Desa Gunung Sereng.
Pola kebiasaan makan sangat dipengaruhi oleh agama dan adat kepercayaan yang
dianut oleh masyarakat. Ada pantang makan pada waktu-waktu tertentu dan jenis
makanan-makanan yang tidak boleh dimakan karena agama atau adat serta ada
makanan yang boleh dimakan hanya pada hari tertentu atau setelah melalui
upacara sesuai dengan kepercayaan yang dianut oleh lapisan masyarakat tersebut.
makanan, cara pengolahan, dan cara penyajian. Jadi dengan penyediaan konsumsi
makan yang baik diharapkan masyarakat Desa Gunung Sereng dapat mengubah
sikap dan perilaku terhadap bahan makanan dengan lebih baik lagi. Sehingga
dapat memilih bahan makanan bergizi, mengerti cara pengolahan yang baik dan
benar, mengaplikasikan cara penyajian yang menarik, serta menyusun menu
seimbang sesuai dengan kebutuhan.
4. Faktor pendapatan dan pekerjaan keluarga
Masyarakat yang ada di Desa Gunung Sereng didominasi oleh masyarakat yang
rata-rata kehidupan ekonominya berada pada golongan kelas menengah kebawah.
Dengan demikian pola konsumsi makanan utama berbeda pula, yang sesuai
dengan kemampuan daya beli mereka serta cara pengolahannya. Peneliti mencoba
mengklasifikasikan rumah tangga yang berada di Desa Gunung Sereng yang
dikaitkan dengan ragam jenis makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang mampu
dikonsumsi secara berulang-ulang.
Kepala rumah tangga keluarga di Desa Gunung Sereng umumnya adalah sebagai
petani. Pendapatan pokok petani yang mempunyai lahan pertanian sendiri
umumnya berada dalam kelompok sejahtera II dan kepala rumah tangga sebagai
buruh tani dengan menyewa lahan pertanian umumnya berada dalam kelompok
sejahtera III (wawancara dengan Bapak Humri selaku Sekertaris Desa Gunung
Sereng).
Rumah tangga petani umumnya adalah keluarga dengan pendapatan yang rendah,
sehingga mereka terkadang lebih memilih untuk memenuhi kebutuhan pokoknya
yaitu memenuhi kebutuhan untuk makan sehari-hari dalam keluarga. Pendapatan
keluarga merupakan salah satu faktor penentu kualitas dan kuantitas konsumsi
makan, karena adanya kecenderungan keluarga yang berpendapatan tinggi untuk
lebih mementingkan kualitas makanan dibandingkan dengan keluarga yang
berendapatan rendah. Rumah tangga dengan penghasilan yang terbatas, maka
pemilihan konsumsi makan masih didominasi oleh bagaimana memperoleh
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Dalam makalah ini masih sangat banyak kekurangan. Akan lebih baik apabila
di makalah selanjutnya dengan topic yang sama lebih banyak mencari referensi,
agar pembahasan lebih menarik dan tidak mombosankan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwilaga, Anwas., 1982. Ilmu Usahatani. Alumni Bandung. Bandung.
Amara, 2006, ekonomi global. Barata Press. Surabaya.
Anonim. 1996. Survei Sosial Ekonomi Nasional. BPS. Jakarta..
Apriadji,W.H., 1986. Gizi Keluarga. PS Panebar Swadaya. Jakarta.
Arifin, B. 1994. Pangan dalam Orde Baru. Kopindo. Jakarta.
Badan Ketahanan Pangan Sulteng, 2004, Rekomendasi Widiakarya Pangan dan
Gizi VIII Tahun 2004. Download tanggal 11 Agustus 2006 dar
http://www.bkpsulteng.go.id
Depkes RI, 1994, Buletin Perbaikan Menu Makanan Rakyat. Tahun XIV