Anda di halaman 1dari 24

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jagung termasuk komoditas strategis dalam pembangunan pertanian dan
perekonomian Indonesia, mengingat komoditas ini mempunyai fungsi multiguna,
baik untuk pangan maupun pakan. Dalam beberapa tahun terakhir proporsi
penggunaan jagung oleh industri pakan telah mencapai 50 persen dari total
kebutuhan nasional.

Dalam 20 tahun ke depan, penggunaan jagung untuk pakan

diperkirakan terus meningkat dan bahkan setelah tahun 2020 lebih dari
60 persen dari total

kebutuhan nasional

(Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, 2005).


Jagung Indonesia merupakan komoditas pangan dan komoditas pertanian
utama setelah padi. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia di beberapa daerah
masih memperlakukan jagung sebagai komoditas pangan andalan. Jagung selain
sebagai sumber pendapatan dan lapangan kerja, juga sebagai komoditas tradable
yang dapat mempengaruhi devisa negara dalam perdagangan dunia. Pada masa
depan terdapat indikasi kuat bahwa perkembangan produksi jagung akan terus
meningkat, seiring dengan penambahan penduduk dan peningkatan kesadaran gizi
masyarakat.
Produk jagung menjadi komoditas yang multi fungsi. Selain berfungsi
sebagai bahan pangan juga sebagai bahan industri pakan ternak dan biofuel untuk
kebutuhan energi. Inilah produk yang sangat dibutuhkan untuk bahan pangan dan
industri. Sehingga sangat diusahakan peningkatan produksi melalui sumberdaya

manusia dan sumberdaya alam, ketersediaan lahan maupun potensi


hasil dan teknologi.
Dalam pembangunan di bidang pertanian, peningkatan produksi
seringkali
diberi perhatian utama. Namun ada batas maksimal produktivitas
ekosistem.
Prinsip

dasar

ekologi

mewajibkan

untuk

menyadari,

bahwa

produktivitas
pertanian memiliki kemampuan terbatas.

Sehingga produksi dan konsumsi

harus
seimbang

pada

suatu

tingkat

yang

berkelanjutan

dari

segi

ekologi
(Reijntjes, 2006).
Strategi untuk meraih keunggulan pertanian Indonesia dapat dilakukan
dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi. Hal ini dapat diupayakan
dengan penerapan teknologi yang tepat. Good Agriculture Practices,
Good Handling Practices, dan Good Manufacturing Practices,
menjadi salah satu pilar dalam peningkatan produktivitas dan efisiensi. Hal
tersebut perlu didukung adanya sarana dan prasarana yang memadai
(Poerwanto, 2008).
Menurut Krisnamurthi (2006)
jagung

perkembangan

produktivitas

nasional dalam kurun waktu 1980-2000 menunjukkan trend yang semakin


menurun, walaupun tingkat produktivitasnya masih meningkat. Hal ini
merupakan
gambaran semakin terbatasnya perkembangan dan aplikasi teknologi
pertanian,
baik karena potential-trend yang semakin terbatas maupun karena
kurangnya
perhatian

dan

dukungan

bagi

perkembangan

produktivitas

tersebut.

Selanjutnya
disebutkan bahwa indikasi adanya penurunan produktivitas jagung nasional
lebih
ditegaskan dengan kondisi yang menunjukkan bahwa telah terjadi
penurunan
produktivitas lahan dan tenaga kerja pertanian dalam 30 tahun (1967-2001).

Luasan penguasaan lahan yang semakin terbatas dan jumlah tenaga kerja
yang semakin banyak (relatif terhadap lahan yang tersedia) menyebabkan
rendahnya produktivitas serta terbatasnya alternatif solusi yang bisa ditawarkan.

20.000,00
18.000,00
16.000,00
14.000,00
12.000,00
10.000,00
8.000,00
6.000,00
4.000,00
2.0
00,
00
0,0
0
Luas Panen (000 ha)

Produksi (000 ton)

Produktivitas (kg/ha)

Sumber : Basis Data Pertanian, Kementerian Pertanian, 2012 (Diolah).


Gambar 1.1. Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung
di
Indonesia Tahun 1991-2010
Dalam dua dekade terakhir perkembangan luas panen, produksi, dan

produktivitas jagung di Indonesia semakin meningkat (Gambar 1.1). Pada


kurun
waktu 5 tahun terakahir khususnya (2006-2010) pertumbuhan produksi
jagung

terlihat semakin pesat. Kecenderungan yang semakin meningkat tersebut


karena
adanya kebutuhan komoditas jagung yang selain untuk pangan juga
untuk
pakan dan bioenergi.
Ada empat provinsi yang mencapai produksi jagung tertinggi dari 33

provinsi di Indonesia pada tahun 2009 yang menjadi sentra produksi

2010

2009

2008

2007

2006

2005

2004

2003

2002

2001

2000

1999

1998

1997

1996

1995

1994

1993

1992

1991

jagung
nasional. Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa Provinsi Jawa Timur memiliki
produksi dan luas panen jagung yang tertinggi, meskipun produktivitasnya di
3

bawah produktivitas nasional (4,29 ton per hektar). Kondisi produktivitas


jagung
di sentra produksi jagung nasional sebagian besar berada di atas produktivitas

nasional.

Data ini memberikan petunjuk bahwa produksi jagung nasional

sangat
tergantung pada keberhasilan jagung di empat provinsi tersebut, baik
diupayakan
secara ekstensifikasi maupun intensifikasi dalam peningkatan produksi jagung.
Tabel 1.1. Keadaan Sentra Produksi Jagung Nasional menurut Luas
Panen,
Produksi, dan Produktivitas Tahun 2009
Luas Panen
(ha)
1.295.070
661.706
434.542
299.669
1.606.379

Produksi
(ton)
5.266.720
3.057.845
2.067.710
1.395.742
6.629.330

Produktivitas
(ton/ha)
4,07
4,62
4,76
4,66
4,13

Indonesia
4.297.366
Sumber : Departemen Pertanian, 2010.

18.417.347

4,29

No.

Provinsi

1
2
3
4
5

Jawa Timur
Jawa Tengah
Lampung
Sulawesi Selatan
29 Provinsi lain

Tantangan yang dihadapi dalam peningkatan produksi jagung nasional


dalam upaya mencukupi kebutuhan dalam negeri, baik untuk pangan maupun

pakan ternak, adalah meningkatkan produktivitas dengan penggunaan

benih
bermutu

dan

varietas

unggul

baru

sesuai

dengan

wilayah

pengembangan.
Peningkatan produksi jagung masih memiliki peluang yang cukup besar, antara

lain karena: (1) produktivitas nasional yang dicapai pada saat ini masih di
bawah
potensinya; (2) tanaman jagung relatif sedikit hama dan penyakitnya; (3)
tersedia
teknologi budidaya yang mudah diadopsi petani; (4) harga jual jagung
relatif
menguntungkan; (5) pihak swasta berperan aktif dalam pengembangan industri

benih; (6)

adanya

kemudahan

dan

dukungan

pemerintah

daerah

dalam

pengembangan jagung; dan

(7)

masih terbuka perluasan areal

di

lahan perhutani/kehutanan (Zakaria, 2011).


Menurut Masyhuri

(2003)

kebijakan

dalam

program

akselerasi
produktivitas

sektor

pertanian

yang terimplementasi tidak sesuai

dengan
rencana.

Seperti pada rencana pencapaian pemilikan petani satu hektar,

kurang
jelas rumusannya.

Hal ini memerlukan kebijakan yang terintegrasi dari

berbagai
sektor.

Misalnya dengan pendidikan keluarga petani,

kebiasaan

dan

hukum
warisan, hukum pemilikan lahan (agrarian), aspek legal dan bentuk

usaha bersama.
B. Perumusan Masalah
Perkembangan jagung Indonesia sangat dinamis dari waktu ke waktu
yang panjang. Begitu pula tingkat produksi jagung Indonesia sepanjang
waktu mengalami dinamika yang dapat meningkat dan menurun. Hal ini
sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan produktivitas dan luas panen
jagung Indonesia dalam jangka panjang. Terdapat di tiga pulau terbesar

Indonesia yang perkembangannya sangat dinamis terhadap produksi jagung,


yaitu di Pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Ketiga pulau besar tersebut
menjadi sentra produksi utama jagung Indonesia yang merupakan andalan
perkembangan penawaran jagung dari tingkat respons petani jagung Indonesia.
Peningkatan produksi jagung Indonesia dalam perkembangannya
selama
dua dekade terakhir terindikasi bahwa trend pertumbuhan produksinya
semakin
meningkat,

walaupun

tingkat

produktivitasnya

sendiri

masih

terjadi

peningkatan

yang relatif kecil. Permasalahan ini dikarenakan potential-trend yang


semakin terbatas, juga karena kurangnya perhatian dan dukungan bagi
perkembangan produktivitas jagung. Demikian pula pada luas panen
jagung menjadi suatu permasalahan jangka panjang dari tingkat respons
petani jagung Indonesia yang tidak menentu kondisinya.
Permasalahan jagung Indonesia dalam perkembangan yang sangat
dinamis
berada di empat daerah, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung dan
Sulawesi
Selatan sebagai sentra produksi utama jagung Indonesia. Keempat daerah
tersebut
yang akan diperhatikan permasalahan penawaran dengan deterninannya
dari
kondisi luas panen, produksi dan produktivitas jagung sebagai suatu
dinamika
secara periodik dalam tiga dekade. Fenomena aktual pada permasalahan
inilah
yang dikaji dalam analisis respons penawaran berbasis ekonometrika.
Permasalahan

jagung

Indonesia

dalam

jangka

panjang

akan

digambarkan
perkembangan penawarannya. Ini diperlukan kajian tentang kecenderungan

(trend) secara deskriptif dan kajian respons petani jagung akibat


permasalahan
ekonomi, kebijakan dan alam. Kajian ini akan mendeskripsikan suatu
karakteristik
penawaran jagung Indonesia dari fenomena ekonomi, kebijakan dan alam.

Fenomena ini berkaitan dengan permasalahan harga dan non harga sebagai
determinan terhadap respons luas panen, produktivitas, dan produksi
jagung
Indonesia. Adapun faktor kebijakan dalam permasalahan ini berupa
program
nasional peningkatan produksi pertanian tanaman pangan Indonesia.
Kondisi jangka pendek dan jangka panjang respons penawaran jagung

Indonesia mengandung permasalahan adanya perubahan harga dan non


harga.

Permasalahan

ini

akan

dilihat

dengan

tingkat perubahannya

secara

proporsional dari elastisitas jangka pendek dan jangka panjang.


Permasalahan dalam perkembangan dan respons penawaran jagung
di sentra produksi utama Indonesia terhadap kondisi luas panen, produksi
dan produktivitas jagung secara dinamis dari waktu ke waktu, dapat
dirumuskan masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung
di
daerah sentra produksi utama Indonesia ?
2.

Bagaimana pengaruh harga terhadap respons luas panen dan

respons
produktivitas jagung di daerah sentra produksi utama Indonesia ?
3. Bagaimana pengaruh kebijakan, iklim dan irigasi terhadap respons luas
panen
dan respons produktivitas jagung di daerah sentra produksi utama
Indonesia ?
4.

Berapa elastisitas penawaran jagung dalam jangka pendek dan jangka

panjang
di daerah sentra produksi utama Indonesia ?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian tentang respons penawaran jagung di daerah sentra produksi

utama Indonesia bertujuan untuk :


1.

Menganalisis trend luas panen, produksi dan produktivitas jagung di

daerah
sentra produksi utama Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh harga terhadap respons luas panen dan
respons
produktivitas jagung di daerah sentra produksi utama Indonesia.

3. Menganalisis pengaruh kebijakan, iklim dan irigasi terhadap respons


luas
panen dan respons produktivitas jagung di daerah sentra produksi utama

Indonesia.
4. Menganalisis elastisitas penawaran jagung dalam jangka pendek dan jangka

panjang di daerah sentra produksi utama Indonesia.


D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi pemerintah khususnya pengambil kebijakan bidang pertanian,
penelitian
ini diharapkan dapat menjadi alternatif informasi untuk
merumuskan
kebijakan yang terkait dengan pengembangan komoditas jagung.
2. Bagi kalangan akademisi, diharapkan penelitian ini dapat menjadi referensi

dan minat terhadap peluang dan potensi jagung sebagai salah satu
komoditas
unggulan sektor pertanian serta diharapkan dapat bermanfaat
sebagai
tambahan informasi dan literatur untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan


bagi
masyarakat dan menjadi motivasi bagi petani untuk meningkatkan produksi

jagung secara lebih intensif dan efisien.


E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang berkaitan dengan data time series telah banyak
dilakukan
pada aspek ekonomi dengan komoditas pertanian, khususnya jagung, baik
dalam
skala regional, nasional maupun internasional dengan berbagai macam
model
analisis.

Tabel 1.2. Beberapa Penelitian yang Terkait dengan Komoditas Jagung


dan
Kajian Ekonomi
No.

Peneliti /
Tahun

Judul
Penelitian

Metode
Penelitian

Hasil Penelitian

Trends and Data time Kenaikan variabilitas hasil/produksi


1. Kucharik,
secara
Variability in series
C.J dan
luas tampak nyata dari tahun
1950
dan
Ramankutty, U.S. Corn
(1910-2001) seterusnya, tapi tidak signifikan
selama
Yields Over
N (2005)
Single periode 1930-2001 secara
keseluruhan. Ada
the
bukti bahwa variabilitas hasil menurun dari
spectrum
Twentieth
awal 1990-an sampai 2001.
analysis
Century
(SSA)
Tingkat pertumbuhan hasil jagung
memuncak
SSA
pada tingkat tahunan rata-rata 3%-5%
pada
decomposes tahun 1960 (124,5 kg/ha/thn), namun terus
data into
menurun menjadi taraf relatif 0,78%/thn
(49,2
kg/ha/th) di tahun 1990-an.
trends,
oscillatory Secara umum hubungan terbalik
antara
component, peningkatan hasil jagung dan penurunan
and noise. tingkat pertumbuhan hasil tercatat setelah
tingkat hasil-kabupaten mencapai
4T/ha,
menunjukkan bahwa secara luas,
berarti

2. Ariyanti, D
(2007)

baku

peningkatan
hasil
jagung
tidak
mungkin
terjadi di masa depan, terutama pada
irigasi
tanah, tanpa revolusi pertanian kedua.
Permintaan Data time Permintaan jagung domestik sebagai bahan
Jagung
baku industri pakan ternak dipengaruhi oleh
series
sebagai
(1976-2004) harga jagung domestik dan harga bungkil
Bahan Baku Metode
kedelai impor dan trend waktu. Bungkil
Industri
kedelai impor adalah barang substitusi bagi
persamaan
Pakan
jagung domestik.
silmultan
Ternak di
Permintaan jagung impor sebagai bahan
Analisis
Indonesia

regresi
(OLS) untuk trend

industri pakan ternak dipengaruhi oleh harga


jagung impor, harga bungkil kedelai impor
dan populasi ternak sapi. Dipengaruhi oleh

populasi unggas dan trend waktu.


Bungkil
kedelai
impor
merupakan
barang
komplementer
bagi
jagung
impor.
Permintaan
jagung total sebagai bahan baku
industri
pakan ternak dipengaruhi oleh harga
jagung
domestik, harga bungkil kedelai impor,
dan
populasi ternak sapi.
Trend permintaan jagung sebagai bahan
baku
industri pakan ternak dipengaruhi oleh baik
itu permintaan jagung domestik, jagung
impor, dan jagung secara keseluruhan dalam
waktu lima tahun ke depan menunjukkan
trend meningkat.

Lanjutan Tabel 1.2.


3.

Syamsuri, P Analisis
(2009)
Penawaran
dan
Permintaan
Jagung di
Sulawesi
Selatan

4. Karim, A.R. Perilaku


dipengaruhi
(2009)
Harga
4
Komoditas
Jagung dan
bulan
Kedelai
sebelumnya
di Pasar
dipengaruhi
Aktual dan
bulan
Bursa
bursa
Komoditas
se-

Data runtun Luas areal jagung dipengaruhi harga jagung,


waktu (time harga komoditi lain, suku bunga, kebijakan
series)
otonomi dan tahun sebelumnya. Produktivitas
antara
dipengaruhi harga jagung, harga jagung, harga
tahun 1986- pupuk, jumlah penyaluran benih unggul, curah
hujan, irigasi dan tahun sebelumnya.
2007.
Ekspor dipengaruhi harga ekspor dan nilai
Model
tukar rupiah, tetapi tidak signifikan kebijakan
penawaran
produksi dan ekspor (Grateks). Permintaan
dan
untuk konsumsi masyarakat dipengaruhi harga,
permintaan
jumlah penduduk, krisis moneter dan tahun
dalam
sebelumnya. Permintaan untuk pakan ternak
persamaan
dipengaruhi harga dedak.
simultan
(panel data, Harga dipengaruhi harga ekspor dan tahun
struktural,
sebelumnya. Harga ekspor dipengaruhi harga
identitas)
dunia dan tahun sebelumnya.
Estimasi
Luas areal di wilayah sentra tidak responsif
Two Stage
pada harga jangka pendek, namun responsif
Squares
jangka panjang. Sedangkan di wilayah
(2SLS)
pengembangan responsif jangka pendek dan
jangka panjang. Produktivitas tidak responsif
Regresi
data
pada perubahan harga. Penawaran responsif
panel
pada perubahan harga jangka pendek dan
dengan fixed jangka panjang. Perkiraan di masa depan
effect.
penawaran lebih tinggi dibanding permintaan.
Data time Harga jagung di pasar aktual
series (April harga 8 bulan sebelumnya dan residual
1992 - Mei
2008)
Metode

sebelumnya dan residual 5 bulan

Box-Jenkins Harga kedelai di pasar aktual


(ARIMA)
Uji
kointegrasi
dan Error
Correction

berjangka

bulan sebelumnya, harga jagung di bursa


berjangka dipengaruhi oleh harga 2

harga 5 bulan sebelumya dan residual 6


sebelumnya, dan harga kedelai di
berjangka dipengaruhi harga

1 bulan

belumnya dan residual 2 bulan sebelumnya.


Harga jagung dan kedelai di bursa

Mecanism
(ECM).

memiliki fluktuasi lebih besar dibanding di


pasar aktual karena pengaruh spekulasi

Uji
kausalitas

pasar di bursa berjangka. Harga jagung dan


kedelai di pasar aktual dan bursa berjangka
terko-integrasi
sehingga
terjadi
hubungan
jangka panjang dan jangka pendek. Hal
ini
berarti telah terjadi hubungan kausalitas
dua
arah antara harga jagung dan kedelai di
pasar
aktual dan bursa berjangka sehingga
harga
di
kedua pasar tersebut saling mempengaruhi.

pelaku

1
0

Lanjutan Tabel 1.2.


5. Annan, F
dan Acquah,
H.D
(2011)

6. Sjah, T
time
(2011)

A Regional Data time Tren kubik lebih sesuai untuk data hasil dari
Analysis of series
daerah West, Midwest dan South. Model tren
Corn Yield
(1955-2009) linier dan kuadratik berturut-turut ditemukan
Models:
lebih sesuai untuk data hasil dari wilayah Plains
Two
Comparing trend
dan Atlantik.
models,
Quadratic
Hasil menunjukkan bahwa data harus dibiarkan
the
versus
menentukan hubungan tren yang tepat untuk
quadratic
Cubic
menghindari misspecification tren. Selain itu,
and the
Trends
tren
cubic
hasil ditemukan tidak konsisten di semua daerah.
trend
Lokasi yang berbeda cenderung menunjukkan
polynomia tren hasil yang berbeda. Oleh karena itu
l
disarankan bahwa perbedaan antara daerah diakui
models
saat dilakukan tes tren hasil dan tidak melakukan
generalisasijagung
hasil penelitian
ke daerah lain
Peluang
Data
Produksi
Nusa Tenggara
Barat
terus
Peningkatan
series
meningkat sejak 2001
hingga
kini,
Produksi
(2001dan
2010)
diproyeksikan akan terus meningkat pada
Jagung di
Analisis tahunNusa
tahun mendatang.
Peningkatan
produksi
jagung
trend Tenggara
tersebut
Barat
dikontribusi oleh luas panen dan produktivitas
usahatani
yang
keduanya
mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.
Peluang
peningkatan
produksi
lebih
besar
diperoleh dari penambahan luas panen
daripada
dari peningkatan produktivitas.

7. Swastika,
D.K.S.,
Agustian, A
dan
Sudaryanto,
T. (2011)

Analisis
Analisis
data
Senjang
time
Penawaran
series
dan
(2000-2009)
Permintaan

Analisis
Jagung
trend
Pakan
dengan
Pendekatan
Sinkronisasi
Sentra
Produksi,
Pabrik
Pakan, dan
Populasi
Ternak di
Indonesia

Dari 10 provinsi sentra produksi jagung, 7


provinsi diantaranya merupakan sentra pabrik
pakan. Kebutuhan jagung untuk pakan abrikan
36,28% lebih tinggi dari pendekatan populasi.
Pada tahun 2020, proyeksi permintaan jagung
untuk pabrik pakan 28,52% di atas proyeksi
kebutuhan berdasarkan populasi ternak. Jika
produksi pakan pabrikan disesuaikan dengan
populasi ternak, maka kebutuhan jagung untuk
bahan baku pakan jauh lebih kecil.
Ada indikasi bahwa orientasi pabrik pakan saat
ini
tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan pakan
dalam negeri, tetapi juga untuk ekspor. Dengan
sumberdaya yang terbatas, terutama produksi
jagung dalam negeri, maka sebaiknya pabrik
pakan memfokuskan produksi pakan konsentrat
untuk kebutuhan dalam negeri, sehingga tidak
mengganggu perkembangan industri peternakan
dalam negeri.

1
1

Lanjutan Tabel 1.2.


8. Bhatti, N. Supply
Analisis Petani gandum respons terhadap perubahan gandum
et al.
Response
data
dalam hal respons produksi dan areal gandum.
(2011)
Analysis of time
Kelambanan gandum terhadap kapas tidak berdampak
series
Pakistani
signifikan pada produksi dan areal gandum. Hal ini karena
(1961Wheat
kapas ditanam di lahan marjinal dan biasanya di wilayah
2008)
Growers
barat Pakistan.
Analisis Budidaya kapas berisiko terkena serangan hama. Variabel
regresi
dummy untuk periode perang memiliki dampak negatif
baik pada produksi dan areal gandum di tahun 1961-2005.
Koefisien kelambanan areal adalah non signifikan,
menunjukkan bahwa ekspansi horizontal di daerah terbatas
Pakistan, setiap peningkatan produksi akan datang melalui
ekspansi vertikal di masa depan.
Elastisitas gandum sendiri adalah 0,192 dan 0,553 untuk
respons produksi jangka pendek dan jangka panjang, dan
sesuai kriteria ekonomi dan statistik diterima.
9. Alam,
An
Analisis Koefisien pengeluaran riil beras negatif,
yang
Analysis of data time menunjukkan beras adalah kebutuhan pokok di
Md.
Akhtarul Consumpti series
Bangladesh. Elastisitas pengeluaran untuk beras
adalah
on Demand (1980(2011)
0,91, untuk gandum adalah
1,48. Semua
elastisitas
Elasticity
2009)
Marshallian harga sendiri bertanda negatif,
sehingga
and Supply The
meyakinkan hukum permintaan. Elastisitas harga
sendiri
Response
untuk beras adalah -0.81 dan gandum adalah -0.48.
Almost
of Major
Ideal
Tanda Hicks elastisitas harga sendiri juga negatif.
Hicks
Foodgrains Demand
elastisitas harga silang untuk beras dikompensasi
dengan
in
System
harga gandum adalah 0,03 dan untuk gandum
dengan
Bangladesh (AIDS)
perubahan harga beras adalah 0,20. Analisis
respons
penawaran, hasil tes ADF menunjukkan semua
Uji
variabel
kointefungsi respons penawaran yang stasioner
setelah
perbedaan urutan pertama. Engle dan Granger cograsi
integrasi
Metode tes dilakukan untuk menguji keberadaan
ekuilibrium
jangka panjang antarvariabel dari fungsi respons
SUR

produksi
beras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak
ada
hubungan ekuilibrium jangka panjang yang unik.
Koefisien dari harga riil dan daerah irigasi dalam
model
respons produksi beras positif dan signifikan
secara
statistik, yang menunjukkan pengaruh positif dari
variabelvariabel untuk meningkatkan produksi padi. Untuk
model
gandum daerah respons koefisien harga relatif
negatif,
yang menunjukkan hubungan terbalik dengan
daerah,
sedangkan koefisien hasil adalah 0,18 dan secara
statistik
signifikan, yang menunjukkan pasokan meningkat
daerah
dengan peningkatan hasil. Dengan demikian, untuk
harga
beras yang efektif dan kebijakan air irigasi
dapat
meningkatkan penawaran output.

1
2

Anda mungkin juga menyukai