Anda di halaman 1dari 72

Potret

Belanja Online
di Indonesia
(Kasus Jabodetabek, Bandung dan Jogya)

2013 Kementerian Komunikasi dan Informatika


Pusat Data dan Sarana Informatika
Katalog dalam terbitan
Laporan Potret Belanja Online di Indonesia, Kasus: Jabodetabek, Bandung
dan Yogyakarta, 2013 / Yan Rianto, Aldita Amsas, Dewi Rosiyana Umami,
Chichi Shintia Laksani, Budi Triyono Jakarta : Pusat Data dan Sarana
Informatika, 2013.
Hlm ; 53
ISBN: 978-602-98285-5-9
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pendahuluan
Desain survei
Profil Responden
Penggunaan internet
Perilaku Belanja Online
Permasalahan Belanja Online
Kesimpulan

Editor:
1. Dr. Yan Rianto, M.Eng
2. Rudi Lumanto
3. Siti Meiningsih
Penerbit:

Pusat Data dan Sarana Informatika


Kementerian Komunikasi dan Informatika
Jl. Medan Merdeka Barat No. 9, Jakarta Pusat
Telp/Fax: 021 384 8882

KATA PENGANTAR

Kementerian Komunikasi dan Informatika secara rutin melakukan


kegiatan pengumpulan data (Statistik) di bidang Teknologi Informasi dan
Komunikasi. Beberapa kegiatan penyusunan statistik yang secara rutin
dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika diantaranya
adalah ICT White Paper dan Statistik Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK). Potret Penggunaan Belanja Online di Indonesia (kasus: Jabodetabek,
Bandung dan Yogyakarta) ini dimaksudkan sebagai salah satu sumber
informasi dalam penyusunan Statistik TIK. Kegiatan ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran tentang perilaku konsumen dalam melakukan
belanja Online. Secara khusus, kegiatan ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen melakukan
belanja Online, mengidentifikasi perilaku konsumen dalam belanja Online
dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam belanja Online. Oleh
karena itu menjadi penting bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika
untuk memotret penggunaan belanja Online di Indonesia. Gambaran
penggunaan Belanja Online di Indonesia yang disajikan dalam buku ini
diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi dalam
pengembangan kebijakan di bidang TIK yang baik dan tepat sasaran.
Laporan ini terdiri dari 7 bagian. Bagian pertama berisi
pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dari kegiatan yang
dilakukan, tujuan kegiatan, manfaat kegiatan, landasan teoritis dan outline
laporan. Pada bagian kedua menguraikan tentang metode survei,
rancangan dan ukuran sampel, proses pengendalian mutu survei dan
metode analisis data.
Selanjutnya pada bagian ketiga berisi Profil Responden yang
menjelaskan Tingkat Pengembalian Kuesioner, Responden Berdasarkan
Kota, Responden Menurut Jenis Kelamin, Responden Menurut Usia,
Responden Menurut Tingkat Pendidikan, Responden Menurut Jenis
Pekerjaan dan Responden Menurut Tingkat Pendapatan. Pada bagian
keempat berisi Penggunaan Internet Untuk Belanja Online yang
menjelaskan Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online,
Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Jenis Kelamin,
Penggunaan Iinternet untuk Belanja Online Menurut Jenis Pekerjaan,
Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Usia, Penggunaan
Internet untuk Belanja Online Menurut Tingkat Pendidikan dan
i

Penggunaan internet untuk belanja Online menurut tingkat pendapatan.


Pada bagian kelima berisi tentang Perilaku Belanja Online yang
menjelaskan Alasan Pengguna Internet Melakukan dan Tidak Melakukan
Belanja Online, Frekuensi Belanja Online, Jenis Barang yang Dibeli Secara
Online, Alat yang Dipakai untuk Belanja Online, Tempat Mengakses
Internet Saat Belanja Online, Metode Pembayaran, Pasar Online
(e-marketplace) yang Digunakan untuk Belanja Online, Pengecekan yang
Dilakukan Sebelum Belanja Online dan Persepsi terhadap PernyataanPernyataan Mengenai Belanja Online. Pada bagian keenam berisi tentang
Permasalahan Belanja Online yang menjelaskan Tingkat Kekhawatiran
dalam Melakukan Belanja Secara Online, Tingkat Keamanan Belanja Online
Dibandingkan Dengan Berbelanja Di Toko dan Permasalahan yang Dihadapi
oleh Pelaku Belanja Online.
Pada bagian akhir dari buku ini adalah bab penutup yang memuat
kesimpulan mengenai keseluruhan gambaran tentang penggunaan belanja
Online di Indonesia. Kegiatan ini dilaksanakan dengan melibatkan berbagai
pihak yaitu peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang
membantu dalam analisis penggunaan belanja Online dan pihak-pihak lain
yang telah membantu dalam memberikan masukan, arahan, saran dan
kritik serta memberikan data dan informasi.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang terlibat dan telah membantu kami dalam kegiatan ini.
Tanpa bantuan dari semua pihak maka sangat sulit untuk menyelesaikan
laporan ini sesuai dengan yang diharapkan.

Jakarta, September 2013


Kepala Pusat Data dan Sarana Informatika,
Dr. Yan Rianto, M. Eng

ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................. 1
1.1 Latar belakang ............................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................ 5
1.3 Manfaat ...................................................................... 5
1.4 Landasan teoritis .......................................................... 5
1.5 Outline Laporan ........................................................... 7
BAB 2 DESAIN SURVEI ............................................................. 9
2.1 Metode Survei ............................................................. 9
2.2 Rancangan dan Ukuran Sampel ....................................... 9
2.3 Proses Pengendalian Mutu Survei .................................. 10
2.4 Metode Analisis data ................................................... 12
BAB 3 PROFIL RESPONDEN ...................................................... 13
3.1 Tingkat Pengembalian Kuesioner ................................... 13
3.2 Responden Berdasarkan Kota ....................................... 14
3.3 Responden Menurut Jenis Kelamin ................................ 15
3.4 Responden Menurut Usia ............................................. 16
3.5 Responden Menurut Tingkat Pendidikan ......................... 16
3.6 Responden Menurut Jenis Pekerjaan .............................. 17
3.7 Responden Menurut Tingkat Pendapatan ....................... 18
BAB 4 PENGGUNAAN INTERNET UNTUK BELANJA ONLINE ............... 19
4.1 Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online ........... 19
4.2 Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut
Jenis Kelamin ............................................................. 21
4.3 Penggunaan Iinternet untuk Belanja Online Menurut
Jenis Pekerjaan .......................................................... 22
iii

4.4 Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut


Usia ......................................................................... 24
4.5 Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut
Tingkat Pendidikan ..................................................... 24
4.6 Penggunaan internet untuk belanja Online menurut
tingkat pendapatan ..................................................... 25
BAB 5 PERILAKU BELANJA ONLINE ............................................. 27
5.1 Alasan Pengguna Internet Melakukan dan Tidak
Melakukan Belanja Online ............................................ 27
5.2 Frekuensi Belanja Online .............................................. 29
5.3 Jenis Barang yang Dibeli Secara Online ........................... 31
5.4 Alat yang Dipakai untuk Belanja Online ........................... 33
5.5 Tempat Mengakses Internet Saat Belanja Online .............. 34
5.6 Metode Pembayaran ................................................... 35
5.7 Pasar Online (e-marketplace) yang Digunakan untuk
Belanja Online ............................................................ 36
5.8 Pengecekan yang Dilakukan Sebelum Belanja Online ......... 38
5.9 Persepsi terhadap Pernyataan-Pernyataan Mengenai
Belanja Online ............................................................ 39
BAB 6 PERMASALAHAN BELANJA ONLINE ....................................41
6.1 Tingkat Kekhawatiran dalam Melakukan Belanja Secara
Online ...................................................................... 41
6.2 Tingkat Keamanan Belanja Online Dibandingkan
Dengan Berbelanja Di Toko .......................................... 43
6.3 Permasalahan yang Dihadapi oleh Pelaku Belanja
Online ...................................................................... 44
BAB 7 KESIMPULAN .................................................................48
DAFTAR REFERENSI .................................................................52

iv

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Berbagai inovasi dalam kegiatan jual beli barang dan jasa telah

banyak dilakukan di era modern ini. Saat ini belanja dapat dilakukan
melalui berbagai saluran (multichannel), misalnya melalui Online, jaringan
TV, katalog, aplikasi mobile, dan lain sebagainya. Inovasi ini didasari oleh
ide para penjual untuk menyelaraskan model operasi bisnis mereka agar
sesuai dengan harapan para pembeli. Untuk menutup kesenjangan ini
dibutuhkan peningkatan yang signifikan dalam kecepatan dan fleksibilitas
dalam menawarkan dan melakukan transaksi barang atau jasa. Hal ini
membutuhkan perubahan dalam melacak dan mengukur perilaku
konsumen, memasarkan produk, mengoperasikan toko dan mengelola
rantai pasokan. Hasil survei yang dilaporkan oleh McPartlin and Lisa (2012)
menunjukkan 86% responden global dan 65% responden yang berbasis di
AS berbelanja setidaknya menggunakan dua saluran. Sementara itu, 25%
responden global dan 21% dari responden AS menggunakan empat atau
lima saluran untuk berbelanja.
Salah satu model saluran belanja yang saat ini sedang menjadi
trend dunia adalah menggantikan sistem belanja konvensional yang
mengharuskan pembeli datang ke tempat perbelanjaan dengan sistem
belanja secara Online. Dengan belanja Online ini konsumen dipermudah
dengan tidak harus mendatangi toko atau tempat perbelanjaan untuk
mendapatkan barang atau jasa yang diinginkannya. Selama terkoneksi
dengan internet, konsumen dapat belanja kapan saja dan dimana saja.
Sultan and MD Nasir (2011) dalam tulisannya menyatakan sejauh ini secara
global lebih dari 627 juta orang di dunia telah melakukan belanja Online,
termasuk pembeli Online terbesar dunia, yaitu Jerman dan Inggris.

Selanjutnya berdasarkan jenis barang, hasil survei Nielsen (2010)


menunjukkan bahwa buku, pakaian/aksesoris/sepatu, dan tiket pesawat
merupakan barang yang paling banyak dibeli secara Online.
Office of Fair Trading (2009) melaporkan tingginya tingkat belanja
Online di Inggris. Survei telepon yang dilakukan pada akhir 2006
mewawancarai 1.003 konsumen Inggris, 797 di antaranya (79%)
teridentifikasi sebagai pelaku belanja Online, yaitu mereka telah
menggunakan internet pada beberapa waktu dan telah membeli barang /
jasa secara Online dalam 12 bulan sebelumnya. Selanjutnya pada awal
2009 dari wawancara melalui telepon terhadap 1.001 konsumen di Inggris,
69% diantara mereka telah menggunakan internet pada suatu waktu. Dua
pertiga atau 463 dari responden telah berbelanja Online dalam 12 bulan
sebelumnya (46% dari seluruh responden). Kasus di wilayah Asia Pasific,
hasil survei Nielsen (2010) menunjukkan bahwa 95% pengguna internet di
Cina dan Korea berencana akan melakukan belanja Online pada waktu
enam bulan ke depan.
Fenomena belanja Online ini juga semakin ramai di Indonesia
dengan semakin berkembangnya infrastruktur dan teknologi internet di
Indonesia. Hal tersebut berimplikasi positif terhadap jumlah pengguna
internet di Indonesia. Data menunjukkan bahwa pengguna internet di
Indonesia meningkat dari 55 juta orang di tahun 2011 menjadi 63 juta di
tahun 2012 (APJII, 2013). Kondisi ini mendorong jumlah layanan jual beli
Online dan semakin beragamnya jenis produk dan jasa yang ditawarkan. Ini
menstimulus terjadinya perubahan pola belanja masyarakat khususnya
pengguna internet yang pada awalnya dilakukan secara konvensional
dengan mendatangi tempat perbelanjaan, kini cukup dengan memilih
produk atau jasa yang ada di website atau blog melalui internet yang dapat
diakses dari rumah atau dimanapun selama 24 jam. Dengan cara ini kedua
belah pihak baik penjual maupun pembeli sama-sama mendapatkan
manfaat.

Para konsumen belanja Online dapat memperoleh barang atau jasa


yang diinginkannya tanpa harus pergi ke tempat perbelanjaan, tetapi
cukup memilih apa yang diinginkanya dengan membuka website yang
disediakan oleh penyedia jual beli Online dan membayarnya dengan cara
mentransfer uang ke penjual. Dengan demikian para pembeli dapat
menghemat waktu dan lebih mudah untuk mendapatkan barang atau jasa
yang diinginkan karena tidak perlu berdesak-desakan dan mengangkut
barang yang dibeli. Selain itu para pembeli juga mempunyai pilihan yang
lebih luas dan lebih leluasa untuk membandingkan harga berdasarkan
informasi yang disajikan dalam website. Sedangkan pihak penjual
mendapatkan manfaat berupa keuntungan yang diperoleh karena mereka
tidak perlu menyediakan tempat berdagang dan membayar pegawai.
Selain itu para pedagang juga dapat memasarkan barangnya secara lebih
menyeluruh dan lebih luas ke dunia global melintasi batas wilayah/kota
dan negara.
Namun, di balik manfaat dari sistem belanja Online terdapat resiko
yang menimbulkan kekhawatiran bagi para pelaku belanja Online. Resiko
ini muncul terutama karena transakasi antara penjual dan pembeli
dilakukan tanpa melalui face to face, tetapi melalui media internet (dunia
maya) yang seringkali sulit dilacak keberadaannya. Oleh karena itu, resiko
yang paling umum terjadi adalah terkait dengan masalah keamanan dan
penipuan serta ketidakpuasan. Secara umum pengguna internet menolak
sistem belanja Online karena adanya masalah penipuan kartu kredit,
kurangnya privasi, risiko pengiriman, dan kurangnya jaminan kualitas
barang dan jasa.
Selain manfaat dan resiko, terdapat faktor-faktor lain yang
mempengaruhi seseorang untuk memutuskan melakukan belanja Online.
Salah satunya adalah faktor demografis. Selain usia dan jenis kelamin,
tingkat pendapatan juga diakui menjadi faktor demografis yang
mempengaruhi seseorang untuk melakukan belanja secara Online. Tingkat

pendapatan terbukti berpengaruh positif terhadap belanja Online (Bagchi


dan Mahmood 2004; Donthu dan Garcia 1999; Korgaonkar dan Wolin
1999; Li dan Russel 1999; Susskind 2004). Beberapa penelitian juga telah
membuktikan bahwa tingkat pendidikan dan budaya merupakan faktor
demografis yang mempengaruhi kecenderungan seseorang melakukan
belanja melalui internet. Selain faktor demografis, faktor lain seperti
pengalaman dan keahlian menggunakan internet, motivasi belanja, dan
pengalaman belanja Online juga berpengaruh terhadap seseorang untuk
melakukan belanja secara Online atau tidak.
Semakin meningkatnya fenomena belanja Online dan banyaknya
faktor yang mempengaruhi belanja Online, menstimulus munculnya studistudi mengenai belanja Online ini di berbagai negara. Studi-studi tersebut
banyak ditujukan untuk menganalisa karakteristik dan perilaku konsumen
yang antara lain diidentifikasi dari faktor demografis, motivasi dan
orientasi belanja Online, serta persepsi mereka terhadap manfaat dan
hambatan yang dihadapi saat melakukan belanja Online. Guna mengetahui
trend belanja Online di tingkat global, Nielsen (2010) melakukan survei
pada pengguna internet di wilayah Asia Pasific, Eropa, Timur Tengah, serta
Amerika Latin dan Amerika Utara. Survei tersebut mengidentifikasi
bagaimana konsumen melakukan belanja Online seperti jenis barang yang
dibeli secara Online, website apa yang paling sering digunakan untuk
belanja Online, dan seberapa besar pengeluaran untuk belanja Online.
Untuk kasus di Indonesia, studi mengenai belanja Online masih terbatas.
Studi yang ada masih bersifat parsial dan belum komprehensif. Sementara
itu, belanja Online ini merupakan media yang relatif baru berkembang di
Indonesia, sehingga sikap dan perilaku para konsumennya relatif beragam
dibandingkan dengan konsumen pada sistem belanja konvensional. Oleh
karena itu, diperlukan adanya studi yang didasarkan dari kegiatan survei
untuk mengidentifikasi secara komprehensif tentang bagaimana perilaku
konsumen belanja Online di Indonesia.

1.2

Tujuan
Tujuan umum dari studi ini adalah untuk mendapatkan gambaran

tentang perilaku konsumen dalam melakukan belanja Online. Sedangkan


secara khusus studi ini bertujuan untuk:
1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen
melakukan belanja Online;
2) Mengidentifikasi perilaku konsumen dalam belanja Online; dan
3) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam belanja Online.
1.3

Manfaat
Temuan dari studi ini diharapkan akan bermanfaat bagi pihak-pihak

yang terkait dengan kegiatan belanja Online di Indonesia, yaitu:


1) Membantu para penjual Online dan penyedia layanan Online
dalam merumuskan strategi pemasaran; dan
2) Memberi masukan kepada pemerintah untuk merumuskan
kebijakan pengembangan belanja Online yang tepat, termasuk
merancang kebijakan untuk meminimalkan resiko konsumen
dalam berbelanja Online.
1.4

Landasan teoritis
Belanja Online menurut Sultan and MD Nasir (2012) pada dasarnya

adalah proses penjualan dan pembelian barang dan jasa pada World Wide
Web. Selanjutnya, Zhou et. al (2007) merangkum faktor-faktor individu dan
dampaknya terhadap konsumen belanja Online pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Ringkasan Faktor-faktor yang terkait dengan Belanja Online


No.
1.

Jenis Faktor
Demografis

Faktor Individual
Jenis Kelamin
Umur
Pendapatan
Pendidikan
Budaya

2.

Pengalaman Internet

Kecemasan terhadap internet


Frekuensi penggunaan internet
Kenyamanan dengan internet

3.

Keyakinan normatif

Keyakinan normatif

4.

Orientasi belanja

Orientasi belanja

5.

Motivasi belanja

Motivasi belanja

6.
7.

Sifat pribadi
Pengalaman Online

Innovativeness
Emosi
Flow

8.

Persepsi sikologis

Persepsi manfaat
Persepsi resiko
Kekhawatiran untuk membeli

9.

Pengalaman
Online

belanja

Frekuensi pembelian Online


Tingkat kepuasan
sebelumnya

transaksi

Online

Sumber: Zhou et. al (2007)


Berdasarkan analisis kesamaan terhadap faktor-faktor pada Tabel
1.1, lebih lanjut Zhou et. al (2007) mengelompokannya ke dalam empat
kuadran sebagaimana disajikan pada Tabel 1.2.

ONLINE

Tabel 1.2. Klasifikasi Faktor Konsumen


BELANJA
Tidak berhubungan
Berhubungan
Tidak
Tipe I
Tipe III
Berhubungan
(Misalnya informasi
(Misalnya orientasi
demografis)
belanja)
Berhubungan
Tipe II
Tipe IV
(Misalnya
(Misalnya resiko
pengalaman internet)
yang dirasakan)

Pada tipe I terdiri dari faktor konsumen (misalnya, informasi


demografi dan sifat-sifat pribadi) yang independen dari Online maupun
belanja. Tipe II terdiri dari faktor yang hanya terkait dengan Online dan
Type III hanya berhubungan dengan belanja. Faktor Tipe IV berhubungan
dengan belanja Online (misalnya, persepsi risiko). Klasifikasi faktor
konsumen ini dapat membantu kita membangun sebuah model teoritis
untuk menjelaskan penerimaan konsumen terhadap belanja Online.
Meskipun ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsumen
dalam berbelanja Online, Sultan and MD Nasir (2012) memilih empat
faktor setelah membaca literatur tentang sikap konsumen terhadap
belanja

Online.

Keempat

faktor

tersebut

adalah:

kenyamanan,

penghematan waktu, desain/fitur website, dan keamanan.


1.5

Outline Laporan
Laporan ini dibagi dalam tujuh bab. Bab pertama berisi

pendahuluan yang memberikan gambaran mengenai sikap konsumen


terhadap belanja Online dari studi-studi terdahulu dan tujuan survei serta
landasan teoritis yang memberikan gambaran seperti apa teori dan model
yang digunakan untuk mendukung studi ini. Bab 2 memuat desain survei
yang menguraikan tentang metode pengumpulan data yang digunakan,
rancangan dan ukuran sampel, metode pengendalian mutu, dan metode

analisis data. Selanjutnya, bab ketiga berisi profil responden yang terpilih
dalam survei.
Bagian selanjutnya memuat analisis data dan diskusi secara kritis
dengan menggunakan alat grafik dan diagram. Bagian analisis data ini
dirinci kedalam 3 bab. Bab keempat memuat tentang tingkat penggunaan
internet untuk belanja Online dalam berbagai kondisi. Bab 5 menguraikan
tentang perilaku belanja Online yang digambarkan dari beberapa hal yang
meliputi alasan melakukan dan tidak melakukan belanja Online, jenis
barang yang dibeli, alat yang dipakai untuk belanja Online, tempat
mengakses internet saat belanja Online, pasar Online (e-marketplace) yang
digunakan untuk belanja Online, frekuensi belanja Online, metode
pembayaran, hal-hal yang dilakukan sebelum belanja Online, serta persepsi
mengenai pernyataan-pernyataan tentang belanja Online. Selanjutnya, Bab
6 menguraikan tentang permasalahan yang dihadapi saat belanja Online
yang meliputi masalah kekhawatiran dalam melakukan belanja Online,
perbandingan tingkat keamanan antara belanja Online dengan belanja
langsung di toko, dan masalah-masalah yang sering terjadi ketika
melakukan belanja Online. Kemudian, dalam studi ini akan ditutup dengan
Bab 7 yang berisi kesimpulan.

BAB 2
DESAIN SURVEI
2.1

Metode Survei
Survei dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang berisi

pertanyaan-pertanyaan tentang perilaku belanja Online. Pertanyaan dalam


survei ini dikembangkan berdasarkan konsep Zhou et al (2007) mengenai
Consumer Factors related to Online Shopping. Dalam kuesioner dibagi
dalam dua bagian utama. Pertanyaan pada bagian pertama ditujukan
untuk mengetahui faktor-faktor demografi yang mempengaruhi belanja
Online. Dengan demikian, bagian pertama kuesioner ini berisi pertanyaan
mengenai data demografis responden yang meliputi jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan terakhir, pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Bagian
kedua kuesioner terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya akan
menggambarkan perilaku belanja Online dan permasalahan yang dihadapi
saat melakukan belanja Online. Pertanyaan-pertanyaan pada bagian kedua
kuesioner ini antara lain meliputi alasan melakukan atau tidak melakukan
belanja Online, jenis barang yang dibeli, media yang digunakan, frekuensi
pembelian, permasalahan yang dihadapi dan lain sebagainya. Selain itu,
kuesioner dalam survei ini terdiri dari pertanyaan tertutup yang harus diisi
secara lengkap oleh responden. Adapun kuesioner yang dijadikan sebagai
alat pengumpulan data dalam studi ini dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.2

Rancangan dan Ukuran Sampel


Rancangan sampel dibangun berdasarkan tujuan survei yang ingin

dicapai, yaitu untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku pengguna


internet dalam berbelanja Online di beberapa kota besar di Indonesia.
Populasi dari survei ini adalah penduduk pengguna internet. Dengan
asumsi pengguna internet yang melakukan belanja Online minimal berusia

15 tahun, maka ditetapkan populasi survei ini adalah penduduk pengguna


internet yang berusia 15 tahun ke atas. Berdasarkan umur populasi
tersebut, sampel pada survei ini diambil melalui metode cluster random
sampling dengan tiga kota besar sebagai kluster yaitu Jabodetabek,
Bandung, dan Yogyakarta.
Adanya keterbatasan database penduduk pengguna internet
membuat jumlah sampel dalam survei ini dihitung berdasarkan jumlah
penduduk. Selanjutnya jumlah sampel ditentukan berdasarkan rumus
Slovin dengan sampling error sebesar 5%. Dengan jumlah penduduk di
ketiga kota yang menjadi sasaran survei sebanyak 19.192.581 orang, maka
jumlah sampel yang harus diambil pada survei ini adalah 400 orang
pengguna internet.
Berdasarkan hal tersebut dihitung jumlah target sampel yang harus
terambil di tiga kota secara proporsional dengan jumlah minimal 35 sampel
pada setiap kota (Tabel 2.1). Dengan demikian jumlah target sampel dalam
survei ini adalah 450. Jumlah target sampel yang lebih besar ini ditujukan
untuk mengantisipasi tidak terpenuhinya jumlah sampel minimum.
Tabel 2.1 Target Sampel
Kota

Populasi (Orang)

Target Sampel

Jabodetabek

16.409.081

330

Bandung

2.394.873

78

388.627

42

19.192.581

450

Yogyakarta
Total
2.3

Proses Pengendalian Mutu Survei


Dalam survei ini dilakukan proses pengendalian mutu (QC) guna

menghasilkan data yang tidak biasa. Proses tersebut dilakukan untuk


memperkecil kesalahan yang terjadi pada proses survei atau yang biasa
disebut sebagai non-sampling error. Gambar 2.1 menjelaskan proses QC

10

pada seluruh tahapan kegiatan survei yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu
proses pengendalian mutu saat survei sedang berjalan di lapangan, proses
pengendalian data sebelum pengolahan data (pre-processing) serta proses
pengendalian mutu setelah data di entry.
Pada saat survei lapangan sedang berlangsung, proses QC yang
dilakukan meliputi witness, back check dan checking (Gambar 2.2). Witness
ditujukan untuk mengetahui sejauh mana kinerja surveyor ketika mencari
dan melakukan wawancara terhadap responden. Oleh karenanya witness
dilakukan dengan mendampingi surveyor mencari dan melakukan
wawancara. Witness dilakukan di setiap kota terhadap 10% responden dari
total target sampel dari masing-masing kota. Back check ditujukan untuk
melakukan pengecekan terhadap responden yang telah mengisi kuesioner.
Pengecekan yang dilakukan dengan menghubungi responden melalui
telepon ini mencakup apakah responden yang dimaksud benar pernah
disurvei, dan mengisi kuesioner dengan jawaban yang tertera pada
kuesioner. Backcheck dilakukan terhadap 20% responden dari total target
sampel pada setiap kota. Sedangkan checking ditujukan untuk melakukan
pengecekan terhadap kuesioner yang telah diisi. Pengecekan meliputi
kelengkapan dan konsistensi jawaban. Checking dilakukan bersamaan
ketika melakukan witness.
Setelah kegiatan pengumpulan data di lapangan selesai dilakukan,
tahapan kegiatan beralih ke pre-processing data. Pada tahap ini dilakukan
pre-coding dan coding untuk masing-masing pertanyaan pada kuesioner.
Setelah itu, dilakukan proses entri data yang disimpan dalam database
tertentu. Setelah data semua dientri, dilakukan proses pengendalian mutu
data di database melalui pengecekan yaitu proses pembersihan data dan
uji konsistensi data. Setelah data dinyatakan bersih terhadap error
tersebut, kemudian dilakukan tahap pengolahan data.

11

Gambar 2.1 Proses Pengendalian Mutu Survei

Gambar 2.2 Proses Pengendalian Mutu dalam Survei Lapangan


2.4

Metode Analisis data


Guna menjawab tujuan kegiatan survei ini yaitu mendapatkan

gambaran tentang perilaku pengguna internet dalam melakukan belanja


Online, maka data dianalisis melalui metode statistika deskriptif. Analisis
statistika deskriptif dilakukan dengan meringkas dan menyajikan data
dalam bentuk tabel dan grafik.

12

BAB 3
PROFIL RESPONDEN
3.1

Tingkat Pengembalian Kuesioner


Dalam survei ini sebanyak 466 kuesioner berhasil dikumpulkan dari

responden yang terdiri dari para pengguna internet aktif. Namun 60


kuesioner diantaranya dinyatakan tidak valid terutama karena jawaban
yang diberikan oleh responden tidak lengkap atau tidak konsisten. Dengan
demikian terdapat 406 kuesioner yang valid dan memenuhi kriteria untuk
dianalisis lebih lanjut dalam survei ini (Tabel 3.1).
Tabel 3.1 Jumlah Kuesioner
Kuesioner

Jumlah

Kembali

466

Tidak Valid

60

Valid

406
Selanjutnya, Gambar 3.1 menunjukkan bahwa distribusi 406 sampel

yang berasal dari kuesioner yang valid tersebut proporsional dengan


distribusi jumlah penduduk di ketiga kota yang menjadi sasaran survei.
Dengan demikian, distribusi sample merepresentasikan distribusi populasi.
Artinya, sampel yang ada dalam survei ini cukup mewakili populasi.

13

20.000.000
15.000.000

400

16.409.
081

200

10.000.000
5.000.000

307

300
2.394.8
73

100

388.627

55

44

Populasi

Sampel

Gambar 3.1 Perbandingan Distribusi Populasi dan Sampel


Selanjutnya, bab ini akan menguraiakan profil responden yang
menjadi sampel dalam survei. Profil responden ini dikelompokkan
berdasarkan kota tempat mereka tinggal, umur, jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan.
3.2

Responden Berdasarkan Kota


Sebagian besar responden atau 76% dari total responden dalam

survei ini berasal dari wilayah Kota Jabodetabek seperti ditunjukkan pada
Gambar 3.2 di bawah ini. Sedangkan responden dari Kota Bandung sebesar
13% dan dari Kota Yogyakarta sebesar 11%. Distribusi responden seperti
ini tidak terlepas dari metode survei yang digunakan sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab 2 sebelumnya, yaitu metode cluster random sampling
berdasarkan jumlah penduduk di atas usia 14 tahun di masing-masing kota.
Dimana kota Jabodetabek berpenduduk paling besar (16.409.081 orang),
diikuti Kota Bandung (2.394.873 orang) dan Kota Yogyakarta (388.627
orang).

14

Yogyakarta
11%

Bandung
13%

Jabodetabek
76%

Gambar 3.2 Distribusi Responden Menurut Kota


3.3

Responden Menurut Jenis Kelamin


Jika ditinjau dari aspek gender, terlihat sebagian besar responden

dalam survei ini berkelamin perempuan dengan porsi mencapai 56% dari
total responden (Gambar 3.3). Angka ini mengindikasikan pengguna
internet di Kota Jabodetabek, Bandung dan Yogyakarta lebih banyak
berkelamin perempuan.

Laki-Laki;
44%

Perempua
n; 56%

Gambar 3.3 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin

15

3.4

Responden Menurut Usia


Usia responden dalam survei ini dibagi menjadi lima kelompok

umur, yaitu kelompok usia: (i) 15 24 tahun; (ii) 25 34 tahun; (iii) 35 44


tahun; (iv) 45 54 tahun; dan (v) di atas 54 tahun. Berdasarkan
pengelompokkan ini terlihat hampir separuh responden (47%) berumur 15
24 tahun. Kemudian jumlah responden semakin kecil dengan
bertambahnya umur, sehingga jumlah responden untuk kelompok umur di
atas 54 tahun adalah yang paling sedikit (1%). Lihat Gambar 3.4. Dari
gambar tersebut juga terlihat responden di ketiga kota didominasi oleh
kelompok usia 15 34 dengan porsi mencapai 77% dari total responden.
45 54
4%

>54
1%

35 44
18%
15 -24
47%

25 34
30%

Gambar 3.4 Distribusi Responden Menurut Kelompok Usia


3.5

Responden Menurut Tingkat Pendidikan


Jika ditinjau dari aspek tingkat pendidikannya, responden dalam

survei ini dikelompokkan menjadi lima, yaitu: (i) di bawah SMA; (ii) SMA;
(iii) Diploma; (iv) S1; dan (v) S2 ke atas. Pada Gambar 3.5 menunjukkan
sebagian besar responden berpendidikan SMA dengan porsi mencapai
60%, kemudian diikuti responden yang berpendidikan di bawah SMA
16

(18%).

Sedangkan responden yang berpendidikan diploma dan S1

jumlahnya sama, yaitu masing-masing sebesar 10% dan responden yang


berpendidikan S2 ke atas jumlahnya hanya 2%.

S2
2%
Diploma
10%

S1
10%

<SMA
18%

SMA
60%
Gambar 3.5 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan

3.6

Responden Menurut Jenis Pekerjaan


Jika ditinjau dari aspek jenis pekerjaaan, responden dalam survei ini

dikelompokkan menjadi lima, yaitu: (i) tidak bekerja; (ii) sekolah/kuliah; (iii)
bekerja sebagai PNS; (iv) bekerja di swasta; dan (v) bekerja sebagai
wirausaha. Pada Gambar 3.6 ditunjukkan responden terbanyak dalam
survei ini berasal dari kelompok responden yang masih sekolah/kuliah
(31%), diikuti responden yang bekerja di swasta (29%) dan responden yang
saat ini tidak bekerja (27%). Selanjutnya untuk kelompok responden yang
tidak bekerja dapat dirinci menjadi ibu rumah tangga, pensiunan dan
lainnya. Dalam gambar tersebut terlihat untuk kelompok responden yang
tidak bekerja tersebut sebagian besar merupakan ibu rumah tangga (69%).

17

Wirausaha
11%

Tidak
bekerja
27%

Lainnya;
28%

Swasta
29%

PNS
2%

Pensiunan; 3%

Sekolah/
Kuliah
31%

Ibu Rumah
Tangga;
69%

Gambar 3.7 Distribusi Responden Menurut Jenis Pekerjaan

3.7

Responden Menurut Tingkat Pendapatan


Selanjutnya untuk aspek tingkat pendapatan, responden dalam

survei ini dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu: (i) di bawah 3 juta
rupiah; (ii) 3,1 5 juta rupiah; (iii) 5,1 10 juta rupiah; dan (iv) di atas 10
juta rupiah. Berdasarkan pengelompokan tersebut terlihat sebagian besar
responden berpendapatan kurang dari 3 juta rupiah dengan porsi
mencapai 60% dari total responden (Gambar 3.7). Kemudian jumlah
responden semakin kecil dengan semakin besarnya jumlah pendapatan.
5,1 - 10 juta
10%

>10 juta
1%

3 - 5 juta
29%

<3 juta
60%

Gambar 3.7 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendapatan

18

BAB 4
PENGGUNAAN INTERNET UNTUK BELANJA ONLINE
Tingkat penggunaan internet untuk keperluan belanja Online
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang paling sering
dipelajari adalah faktor demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan. Pada bab ini akan
diuraikan keterkaitan faktor-faktor tersebut dengan tingkat penggunaan
internet untuk belanja Online yang diperoleh dari hasil survei.
4.1

Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online


Belanja Online dalam survei ini didefinisikan sebagai aktifitas

pembelian barang dan/atau jasa secara Online (tidak termasuk internet


banking atau jasa keuangan). Hasil survei menunjukkan hampir separuh
(47 %) dari pengguna internet di ketiga kota pernah menggunakan media
internet untuk belanja Online (Gambar 4.1.a).

Belanja
Online
47%

Tidak
Belanja
Online
53%

Gambar 4.1.a Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online

19

Jika dibandingkan antara ketiga kota, hasil survei menunjukkan


penggunaan internet untuk belanja Online di Kota Jabodetabek paling
tinggi dibandingkan di Kota Bandung dan Yogyakarta (Gambar 4.1.b). Dari
gambar tersebut terlihat lebih dari separuh responden (51%) di Kota
Jabodetabek telah

menggunakan internet untuk belanja Online,

sedangkan di Kota Bandung dan Yogyakarta masing-masing hanya 35 %


dan 30 % responden yang menggunakan internet untuk belanja Online.
Mengapa terdapat perbedaan penggunaan internet untuk belanja Online di
ketiga kota tersebut? Perlu kajian lebih lanjut untuk menjawabnya karena
banyak faktor dapat berperan di dalamnya, seperti tingkat kemacetan yang
tinggi di Jabodetabek dapat mempengaruhi konsumen lebih memilih untuk
berbelanja Online atau faktor budaya masyarakat Bandung dan Yogyakarta
yang lebih memilih untuk berbelanja di toko-toko sambil berekreasi, dan
lain sebagainya.
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

49%
65%

70%

35%

30%

Bandung

Yogyakarta

51%

Jabodetabek
Ya

Tidak

Gambar 4.1.B Tingkat Penggunaan Internet untuk


Belanja Online Menurut Kota

20

4.2

Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Jenis Kelamin


Gambar 4.2 memperlihatkan penggunaan internet untuk belanja

Online menurut jenis kelamin. Gambar tersebut menunjukkan bahwa


hampir separuh pengguna internet baik laki-laki maupun perempuan
menggunakan internet untuk berbelanja Online. Namun terdapat sedikit
perbedaan
Perempuan

tingkat

penggunaan

cenderung

lebih

antara
banyak

laki-laki

dan

melakukan

perempuan.

belanja

Online

dibandingkan dengan laki-laki.


100%
80%

56%

51%

44%

49%

60%
40%
20%
0%
Laki

Perempuan
Ya

Tidak

Gambar 4.2 Penggunaan Internet untuk Belanja Online


Menurut Jenis Kelamin
Lebih tingginya penggunaan internet untuk belanja Online di
kalangan perempuan terutama karena secara tradisional belanja
merupakan aktivitas yang lebih disukai oleh perempuan dan biasanya
belanja kebutuhan rumah tangga menjadi tugas perempuan di Indonesia.
Beberapa survei di negara-negara Eropa yang telah dilakukan oleh
Alreck and Settle 2002; Brown et al. 2003; Donthu and Garcia 1999;
Korgaonkar and Wolin 1999; Levy 1999; Li et al. 1999; ; Rodgers and Harris
2003; Slyke et al. 2002; dan Stafford et al. 2004 dalam Zhou (2007)

21

menemukan kondisi sebaliknya. Mereka menemukan meskipun tidak ada


perbedaan yang signifikan, namun laki-laki cenderung lebih banyak
membelanjakan uang mereka untuk berbelanja Online dibandingkan
dengan perempuan. Alasan pertama adalah laki-laki dan perempuan
mempunyai orientasi yang berbeda dalam berbelanja. Laki-laki lebih
berorientasi kenyamanan dan kurang termotivasi interaksi sosial,
sedangkan perempuan justru sebaliknya. Fungsi belanja Online sebagai
kegiatan sosial lemah dibandingkan dengan belanja di toko-toko
tradisional. Hal ini disebabkan kurangnya tatap muka interaksi dalam
penjualan Online. Wanita tidak menemukan belanja Online sebagai sesuatu
yang praktis dan nyaman seperti yang dirasakan laki-laki. Alasan lain
terletak pada teknologi yang terkait dengan belanja Online. Perempuan
mempunyai tingkat kekhawatiran yang lebih tinggi terhadap website dan
lebih skeptis terhadap e-bisnis daripada laki-laki.
4.3

Penggunaan Iinternet untuk Belanja Online Menurut Jenis


Pekerjaan
Penggunaan internet untuk belanja Online menunjukkan variasi

menurut jenis pekerjaan seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3.a.


Persentase penggunaan tertinggi terdapat pada kelompok penggunaa
internet yang tidak bekerja (50%), sedang yang terendah terdapat pada
kelompok masyarakat yang bekerja sebagai PNS (30%). Persentase
penggunaan internet untuk belanja Online juga cukup tinggi pada
kelompok masyarakat pengguna internet yang bekerja di sektor swasta
(49%). Dari kelompok masyarakat pengguna internet yang tidak bekerja
tersebut, persentase terbesar yang melakukan belanja Online adalah ibu
rumah tangga dengan persentase sebesar 53% (Gambar 4.3.b).

22

100%
80%

50%

55%

50%

45%

70%

60%

51%

56%

49%

44%

40%
20%

30%

0%

Ya

Tidak

Gambar 4.3.a. Penggunaan Internet untuk Belanja Online


Menurut Jenis Pekerjaan

100%
80%

47%

67%

58%

33%

42%

Pensiunan

Lainnya

60%
40%

20%

53%

0%
Ibu Rumah Tangga

Ya

Tidak

Gambar 4.3.b Tingkat Penggunaan Internet untuk Belanja Online


pada Masyarakat Pengguna Internet yang Tidak Bekerja

23

4.4

Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Usia


Tingkat penggunaan internet untuk belanja Online bervariasi pada

berbagai kelompok usia (Gambar 4.4). Persentase penggunaan tertinggi


terdapat pada kelompok usia 25 34 tahun. Pada kelompok ini lebih dari
separuhnya (52%) telah menggunakan internet untuk keperluan belanja
Online. Sedangkan persentase penggunaan paling kecil terdapat pada
kelompok usia tertua, yaitu kelompok usia lebih besar dari 54 tahun.
Persentase penggunaan internet untuk belanja Online juga cukup tinggi
pada kelompok usia 45 54 tahun dan 15 24 tahun yang masing-masing
mencapai 47% dan 46%.

100%
80%

54%

48%

59%

53%

41%

47%

35 44

45 54

75%

60%
40%
20%

46%

52%

25%

0%
15 -24

25 34
Ya

>54

Tidak

Gambar 4.4. penggunaan internet untuk belanja Online menurut usia


4.5

Penggunaan Internet untuk Belanja Online Menurut Tingkat


Pendidikan
Tingkat

pendidikan

mempunyai

pengaruh

positif

terhadap

penggunaan internet untuk belanja Online seperti ditunjukkan pada


Gambar 4.5. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin banyak pengguna
internet yang melakukan belanja Online. Pada gambar tersebut terlihat

24

lebih dari separuh penggunaa internet yang berpendidikan SMA ke bawah


(tamat SMA dan atau di bawah SMA) belum pernah menggunakan internet
untuk berbelanja Online. Sementara itu, lebih dari separuh pengguna
internet yang berpendidikan diploma ke atas (tamat diploma, S1 dan atau
S2) telah menggunakan internet untuk berbelanja Online.

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

29%
42%

52%

49%

69%

71%
56%

51%

Diploma

S1

48%
31%
<SMA

SMA
Ya

S2

Tidak

Gambar 4.5. Penggunaan Internet untuk Belanja Online


Menurut Tingkat Pendidikan
4.6

Penggunaan internet untuk belanja Online menurut tingkat


pendapatan
Tingkat pendapatan juga mempunyai pengaruh positif terhadap

penggunaan internet untuk belanja Online. Semakin tinggi tingkat


pendapatan semakin banyak pengguna internet yang melakuan belanja
Online. Pada Gambar 4.6. menunjukkan pada tingkat pendapatan kurang
dari 3 juta rupiah per bulan hanya 41% pengguna internet yang melakukan
belanja Online. Tetapi mulai pada tingkat pendapatan 3 5 juta rupiah
jumlah penggunaan internet yang melakukan belanja Online telah melebihi
25

dari separuhnya (51%), bahkan pada tingkat pendapatan lebih dari 10 juta
rupiah semua pengguna internet menyatakan pernah melakukan belanja
Online.

100%

0%

90%
37%

80%
70%

59%

49%

60%
50%

100%

40%
63%

30%
20%

41%

51%

10%
0%
<3 juta

3 - 5 juta
Ya

5,1 - 10 juta

> 10 juta

Tidak

Gambar 4.6. Penggunaan Internet untuk Belanja Online


Menurut Tingkat Pendapatan

26

BAB 5
PERILAKU BELANJA ONLINE
Bab ini akan menguraikan hasil survei perilaku belanja Online di
beberapa kota besar di Indonesia yang digambarkan dari beberapa hal,
yaitu alasan melakukan dan tidak melakukan belanja Online, jenis barang
yang dibeli, alat yang dipakai untuk belanja Online, tempat mengakses
internet saat belanja Online, pasar Online (e-marketplace) yang digunakan
untuk belanja Online, frekuensi belanja Online, metode pembayaran, halhal yang dilakukan sebelum belanja Online, serta persepsi mengenai
pernyataan-pernyataan tentang belanja Online.
5.1

Alasan Pengguna Internet Melakukan dan Tidak Melakukan


Belanja Online

Hasil survei ini menunjukkan bahwa hampir separuh (47%)


pengguna internet telah melakukan belanja Online. Gambar 5.1.a
memperlihatkan alasan kenapa para pengguna internet melakukan belanja
secara Online. Gambar tersebut memperlilhatkan bahwa menghemat
waktu dan kemudahan menjadi alasan paling banyak melakukan belanja
Online. Melalui belanja secara Online, konsumen dapat menemukan
barang yang diinginkan dengan lebih cepat sehingga menghemat waktu.
Kemudahan dalam belanja Online karena tidak perlu membawa dan
mengangkut barang juga menjadi alasan terbanyak melakukan belanja
Online. Faktor lain yang juga banyak menjadi alasan melakukan belanja
Online adalah karena faktor ketersedian akses internet secara penuh dan
kenyamanan dalam berbelanja.

27

Dapat menemukan yang diinginkan dengan lebih


cepat/menghemat waktu/cepat dan mudah

42%
36%

Tidak perlu membawa/mengangkut barang

34%

Memiliki akses internet selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu

32%

Dapat berbelanja dengan nyaman/tetap di rumah

27%

Memiliki pilihan yang lebih luas/dapat membandingkan harga

27%

Harga lebih rendah

15%

Gratis pengiriman barang


Barang yang diinginkan hanya tersedia online

15%

Ada tawaran khusus online

15%
9%

Dapat menemukan barang-barang yang tidak dijual di Indonesia


Ada informasi produk lebih lanjut untuk membantu membuat
keputusan

9%

Dapat menghindari orang banyak/tidak harus berurusan dengan


orang-orang

8%
7%

Lebih banyak pilihan barang-barang bekas

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45%

Gambar 5.1.a Alasan Pengguna Internet Melakukan Belanja Online


Sementara itu, Gambar 5.1.b menunjukkan alasan pengguna
internet tidak melakukan belanja secara Online. Gambar tersebut
memperlihatkan bahwa yang paling banyak menjadi alasan kenapa tidak
melakukan belanja Online adalah tidak perlu. Artinya, banyak pengguna
internet yang tidak melakukan belanja Online dikarenakan tidak adanya
kebutuhan untuk melakukan belanja Online tersebut.

28

Tidak tahu

1%

Orang lain belanja online atas nama saya

1%
2%

Tidak ada orang yang menerima barang saat dikirim

4%

Lainnya ......................

6%

Tidak memiliki akses PC/internet dirumah


Tidak mengetahui hak-hak kita ketika membeli barang
dan/atau jasa secara online

14%

Tidak memiliki rekening bank/kartu kredit

14%

Tidak percaya terhadap perusahaan yang menjual


produknya secara online
Pernah dengar pengalaman buruk dengan belanja
online sebelumnya
Khawatir terhadap keamanan pribadi secara online
(rincian kartu kredit, penipuan identitas)

20%
22%
24%
31%

Tidak percaya internet untuk berbelanja

34%

Tidak dapat mencoba barang sebelum dibeli

35%

Tidak dapat melihat barang sebelum dibeli

38%

Tidak perlu

0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40% 45%

Gambar 5.1.b Alasan Pengguna Internet Tidak Melakukan Belanja Online


5.2

Frekuensi Belanja Online


Seberapa sering pengguna internet melakukan belanja secara

Online menjadi salah satu faktor penting yang menunjukkan perilaku


belanja Online. Gambar 5.2.a memperlihatkan frekuensi belanja Online.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa pelaku belanja Online yang
melakukan belanja secara Online minimal dua bulan sekali jumlahnya
paling banyak (30%). Namun demikian, cukup banyak juga pelaku belanja
Online (27%) yang hanya pernah satu kali melakukan belanja Online.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa telah cukup banyak konsumen yang
tergolong sering melakukan belanja Online, tetapi banyak juga yang hanya
pernah melakukan belanja Online satu kali saja.
Sementara itu, Gambar 5.2.b memperlihatkan frekuensi belanja
Online menurut kota. Gambar tersebut menunjukkan adanya keberagaman
29

frekuensi belanja Online di antara Kota Jabodetabek, Bandung, dan


Yogyakarta. Hasil survei menunjukkan bahwa pelaku belanja Online di
Yogyakarta paling sering melakukan belanja secara Online. Pelaku belanja
Online di kota Yogyakarta paling sering melakukan belanja Online karena
separuh lebih dari mereka (53,8%) melakukan belanja Online minimal dua
bulan sekali. Sedangkan di kota Bandung, lebih dari separuh pelaku belanja
Online (52,6%) melakukan belanja Online hanya pada waktu tertentu saja.
Sementara itu, pelaku belanja Online di Jabodetabek yang hanya pernah
satu kali melakukan belanja Online jumlahnya paling banyak (31%).

Minimal dua
bulan sekali
30%

Hanya
pernah satu
kali
27%

Enam bulan
sekali
14%

Pada waktu
tertentu
29%

Gambar 5.2.a Frekuensi Belanja Online

30

100,0%
90,0%
80,0%

7,7%

10,5%

15,4%

31,0%

70,0%
60,0%
50,0%
40,0%
30,0%
20,0%
10,0%

52,6%

23,1%

15,8%

53,8%

27,8%
12,7%
28,5%

21,1%

0,0%
Jabodetabek

Bandung

Minimal dua bulan sekali


Pada waktu tertentu

Yogyakarta

Enam bulan sekali


Hanya pernah satu kali

Gambar 5.2.b Frekuensi Belanja Online Berdasarkan Kota


5.3

Jenis Barang yang Dibeli Secara Online


Guna mengidentifikasi jenis barang yang paling banyak dibeli secara

Online, barang dalam survei ini dikategorikan ke dalam 11 jenis barang,


yaitu fashion, barang elektronik, service, keperluan anak, hobi, kosmetik
dan perawatan kulit, otomotif, barang seni, makanan/minuman, furniture,
dan properti. Hasil survei menunjukkan bahwa semua jenis barang pernah
dibeli secara Online. Hasil survei juga menunjukkan bahwa fashion
merupakan jenis barang yang dibeli secara Online oleh sebagian besar
(79%) pelaku belanja Online (Gambar 5.3.a). Sedangkan jenis barang yang
paling sedikit dibeli secara Online adalah properti. Hanya 1% pelaku
belanja Online yang membeli properti secara Online.

31

79%

Fashion (pakaian, jilbab, tas, sepatu, dll)


Barang Elektronik (komputer, handphone,
kamera, dll)
Service (tiket, tour & travel, jasa rumah
tangga, dll)
Keperluan anak-anak (pakaian, susu,
pempers, mainan, dll)

26%
10%
10%

Hobi (video game, flora & fauna, buku, dll)

8%

Kosmetik dan perawatan kulit

8%

Otomotif (motor,mobil,dll)

5%

Barang seni (kerajinan tangan, lukisan,


barang antik, dll)

4%

Makanan/minuman

3%

Furniture (kursi, meja,lemari,dll)

2%

Properti (tanah, rumah, sewa menyewa, dll)

1%
0%

20%

40%

60%

80%

100%

Gambar 5.3.a Jenis Barang yang Dibeli Secara Online


Sementara itu, Gambar 5.3.b memperlihatkan hasil survei
mengenai jenis barang yang dibeli secara Online menurut kota. Gambar
tersebut memperlihatkan bahwa terdapat perbedaan keberagaman jenis
barang yang dibeli secara Online di antara kota Jabodetabek, Bandung, dan
Yogya. Semua jenis barang pernah dibeli secara Online oleh pelaku belanja
Online di jabodetabek. Namun, jenis barang yang dibeli secara Online oleh
pelaku belanja Online di Yogyakarta hanya fashion, barang elektronik,
keperluan anak, dan hobi. Selain itu, fashion dan barang elektronik
merupakan jenis barang yang dibeli secara Online oleh mayoritas pelaku
belanja Online di ketiga kota. Berbeda dengan kedua kota lainnya, di Kota
Yogyakarta cukup banyak pelaku belanja Online yang membeli barang yang
terkait dengan hobi (melebihi barang elektronik).

32

100%
80%
60%
40%
20%

0%
Jabodetabek

Bandung

Yogyakarta

Fashion (pakaian, jilbab, tas, sepatu, dll)

Barang Elektronik (komputer, handphone, kamera, dll)

Kosmetik dan perawatan kulit

Keperluan anak-anak (pakaian, susu, pempers, mainan, dll)

Hobi (video game, flora & fauna, buku, dll)

Otomotif (motor,mobil,dll)

Barang seni (kerajinan tangan, lukisan, barang antik, dll)

Properti (tanah, rumah, sewa menyewa, dll)

Furniture (kursi, meja,lemari,dll)

Makanan/minuman

Service (tiket, tour & travel, jasa rumah tangga, dll)

Gambar 5.3.b Jenis Barang yang Dibeli Secara Online Menurut Kota
5.4

Alat yang Dipakai untuk Belanja Online


Saat ini dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, orang dapat

mengakses internet tidak hanya melalui tablet PC tetapi juga dapat melalui
laptop ataupun handphone yang tergolong lebih mobile. Oleh karenanya,
saat ini orang juga dapat melakukan belanja Online melalui alat-alat
tersebut. Gambar 5.4 menunjukkan persentase jenis alat yang digunakan
untuk belanja Online. Gambar tersebut menunjukkan bahwa alat yang
paling banyak dipakai dalam melakukan belanja Online adalah handphone
atau smartphone, sedangkan yang paling sedikit adalah tablet PC. Hampir
separuh (46%) pelaku belanja Online menggunakan handphone atau
smartphone untuk melakukan belanja Online. Pelaku belanja Online yang
menggunakan komputer atau laptop juga cukup banyak yaitu sebesar 43%.
Sementara itu, yang menggunakan tablet PC hanya sebanyak 11%.

33

Komputer/
Laptop
43%

Handphone/
Smartphone
46%

Tablet PC
11%
Gambar 5.4 Alat yang Dipakai untuk Belanja Online
5.5

Tempat Mengakses Internet Saat Belanja Online


Kemajuan teknologi saat ini membuat orang semakin mudah dalam

mengakses internet. Jaringan koneksi internet yang semakin luas dan


murah membuat orang dapat mengakses internet di mana saja. Kondisi ini
tentu saja akan mempermudah orang untuk melakukan belanja secara
Online. Gambar 5.5 memperlihatkan hasil survei mengenai tempat
mengakses internet saat melakukan belanja Online. Gambar tersebut
memperlihatkan bahwa rumah menjadi tempat yang paling banyak
digunakan untuk mengakses internet saat melakukan belanja Online.
Mayoritas pelaku belanja Online (85%) melakukan belanja Online ketika
mengakses internet di rumah. Tempat lain ketika mengakses internet saat
belanja Online adalah di kantor (8%), di warnet (6%), dan lainnya (1%).

34

Lainnya 1%
Di kantor; Di warnet;
8%
6%

Di rumah;
85%
Gambar 5.5 Tempat Mengakses Internet
5.6

Metode Pembayaran
Pembayaran dalam belanja Online dapat dilakukan dengan

beberapa metode antara lain tunai, transfer bank, paypal, dan kartu kredit.
Hasil survei menunjukkan bahwa metode pembayaran yang paling banyak
dipakai dalam belanja Online adalah transfer bank, sedangkan yang paling
sedikit

adalah

pembayaran

dengan

kartu

kredit.

Gambar

5.6

memperlihatkan bahwa lebih dari separuh pelaku belanja Online (63,2%)


melakukan pembayarannya melalui transfer bank. Selanjutnya, metode
pembayaran yang digunakan adalah tunai (34,7%) dan paypal (1,6%).
Sedangkan yang melakukan pemyaran dengan kartu kredit hanya sebesar
0,5%.

35

Kartu kredit
0,5%

Paypal
1,6%

Tunai/Cash
34,7%

Transfer
bank
63,2%

Gambar 5.6 Metode Pembayaran dalam Belanja Online

5.7

Pasar Online (e-marketplace) yang Digunakan untuk Belanja


Online
Pasar Online (e-marketplace) yang digunakan untuk belanja Online

dapat menjadi salah satu faktor penting dalam menunjukkan perilaku


belanja Online. Hasil survei yang diperlihatkan pada Gambar 5.7.a
menunjukkan bahwa pasar Online yang paling banyak digunakan adalah
Toko Bagus, sedangkan yang paling sedikit adalah Ebay. Gambar tersebut
memperlihatkan bahwa lebih dari separuh pelaku belanja Online (58%)
melakukan belanja Online di Toko Bagus. Pasar Online yang juga sering
digunakan dalam belanja Online adalah tempat lainnya (34%). Dalam
kelompok tempat lainnya yang paling banyak digunakan adalah BB Group
dan Facebook (34%).

36

Toko Bagus

58%

Lainnya .............

34%

Kaskus

27%

Berniaga

25%

Amazon

5%

Bhinneka

5%

Ebay

1%
0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

Gambar 5.7.a Pasar Online (e-marketplace) yang Digunakan untuk


Belanja Online
Sementara itu, Gambar 5.7.b memperlihatkan pasar Online yang
digunakan untuk belanja Online menurut kota. Gambar tersebut
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar kota dalam pememilihan
pasar Online yang digunakan. Pasar Online yang paling banyak digunakan di
Jabodetabek adalah Toko Bagus, sedangkan untuk di kota Bandung yang
paling banyak digunakan adalah Kaskus dan untuk di Kota Yogyakarta
adalah tempat lainnya.

37

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Jabodetabek
Toko Bagus

Kaskus

Bandung
Ebay

Berniaga

Yogyakarta
Bhinneka

Amazon

Lainnya

Gambar 5.7.b Pasar Online (e-marketplace)


yang Digunakan untuk Belanja Online Menurut Kota
5.8

Pengecekan yang Dilakukan Sebelum Belanja Online


Sebelum memutuskan untuk belanja Online, konsumen pada

umumnya melakukan pengecekan terhadap kebenaran pemasok atau


pasar Online yang akan digunakan dalam belanja. Pengecekan yang
ditujukan untuk meminimalkan resiko yang sering terjadi pada belanja
Online tersebut antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

Melakukan pengecekan terhadap hasil pekerjaan


Menghubungi e-mail
Menghubungi nomor telepon
Melakukan pengecekan proses jika ada yang salah
Melakukan pengecekan ulasan konsumen dari website
Melakukan pengecekan syarat dan ketentuan
Melakukan pengecekan negara dimana perusahaan beroperasi
Melakukan pengecekan nama dan alamat pemasok
Hasil survei yang diperlihatkan pada Gambar 5.8 menunjukkan

bahwa sebagian besar pelaku belanja Online selalu melakukan berbagai


tindakan pengecekan sebelum melakukan belanja Online. Lebih dari

38

separuh pelaku belanja Online selalu melakukan berbagai tindakan


pengecekan, kecuali aktifitas pengecekan ulasan konsumen dari website
(hanya 49%).
Melakukan pengecekan
terhadap hasil pekerjaan

76%

Menghubungi e-mail

53%

Menghubungi nomor telepon

35%

13%

81%

Melakukan pengecekan proses


jika ada yang salah
Melakukan pengecekan ulasan
Konsumen dari website
Melakukan pengecekan syarat
dan ketentuan
Melakukan pengecekan negara
dimana perusahan beroperasi
Melakukan pengecekan nama
dan alamat pemasok

14% 5%

67%
49%

22%

61%

75%

Kadang

12%

39%

73%

0%
Selalu

21% 4%

12%

20%

19%

7%

19%

16% 9%

20% 40% 60% 80% 100%


Tidak Pernah

Gambar 5.8 Frekuensi Pengecekan yang Dilakukan


Sebelum Belanja Online
5.9

Persepsi terhadap Pernyataan-Pernyataan Mengenai Belanja


Online
Gambar 5.9 memperlihatkan hasil survei tentang persepsi pelaku

belanja Online terhadap beberapa pernyataan mengenai belanja Online.


Pernyataan-pernyataan yang ditanyakan persetujuannya antara lain
mengenai ketersediaan informasi hak-hak konsumen belanja Online,
sulitnya penyelesaian masalah pada belanja Online dibandingkan dengan

39

belanja di toko, ketersediaan lembaga publik yang membantu penyelesaian


masalah belanja Online, keamanan internet menjadi tempat belanja, dan
lebih sedikitnya hak konsumen belanja Online dibanding belanja di toko.
Hasil survei menunjukkan bahwa lebih dari separuh para pelaku belanja
Online setuju dengan pernyataan-pernyataan tersebut (Gambar 5.9).

Saat ini sudah tersedia informasi yang


lebih baik mengenai hak-hak saya untuk
membatalkan pesanan atau
2%
mengembalikan barang yang rusak guna
membantu saya membuat keputusan

27%

Sulit untuk menyelesaikan masalah


pada belanja online dibandingkan 0%
dengan belanja pada Toko di jalan

30%

66%

5%

58%

12%

Lembaga publik tersedia untuk


membantu Saya mengatasi masalah jika
4%
ada hal-hal yang salah atau bermasalah
ketika belanja online

28%

61%

7%

Internet menjadi tempat yang aman


2%
untuk belanja

30%

63%

6%

Hak hak konsumen lebih sedikit ketika


berbelanja online daripada berbelanja 2%
di toko

37%

0%

20%

Sangat Tidak Setuju

Tidak Setuju

58%

40%
Setuju

60%

3%

80%

Sangat Setuju

Gambar 5.9 Persepsi terhadap Pernyataan-Pernyataan


Mengenai Belanja Online

40

100%

BAB 6
PERMASALAHAN BELANJA ONLINE
Perkembangan teknologi internet yang sangat pesat saat ini telah
dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk keperluan berbelanja Online.
Hasil survei menunjukkan belanja onlline dilakukan karena selain praktis,
belanja Online juga tidak menghabiskan waktu banyak. Namun demikian,
tidak saling bertemunya dua orang antara penjual dan pembeli membuat
resiko timbulnya masalah dalam belanja Online semakin besar. Terkait
dengan hal tersebut, bab ini akan menguraikan permasalahan dalam
belanja Online yang meliputi masalah kekhawatiran dalam melakukan
belanja Online, perbandingan tingkat keamanan antara belanja Online
dengan belanja langsung di toko, dan masalah-masalah yang sering terjadi
ketika melakukan belanja Online.
6.1

Tingkat Kekhawatiran dalam Melakukan Belanja Secara Online

Gambar 6.1.a memperlihatkan hasil survei mengenai tingkat


kekhawatiran dalam melakukan belanja Online. Gambar tersebut
menunjukkan bahwa pelaku belanja Online cenderung tidak khawatir
dalam menggunakan internet untuk berbelanja Online. Hampir separuh
pelaku belanja Online (47%) hanya memiliki sedikit kekhawatiran dalam
melakukan belanja secara Online, dan 26% pelaku belanja Online
menyatakan tidak khawatir melakukan belanja melalui internet. Sisanya,
mengakui memiliki beberapa (16%) dan banyak kekhawatiran (10%) dalam
melakukan belanja secara Online. Menurut mereka, masalah yang paling
dikhawatirkan dalam belanja Online adalah masalah kualitas produk dan
masalah pengiriman produk seperti keterlambatan, barang tidak sampai
atau barang tidak dikirim, sedangkan yang paling tidak dikhawatirkan
adalah masalah kualitas layanan (Gambar 6.1.b)

41

Banyak
10%
Tidak ada
26%

Beberapa
16%

Sedikit
47%
Gambar 6.1.a Tingkat Kekhawatiran dalam
Melakukan Belanja Secara Online

Tidak ada bantuan


jika dirugikan
3%

Kualitas layanan
1%
Tidak tahu
1%

Tidak tahu berurusan


dengan siapa
1%

Masalah keamanan
(rincian keuangan
yang dibocorkan)
5%

Masalah privasi (data


pribadi yang
dibocorkan)
4%

Pengiriman produk
(keterlambatan/bara
ng tidak dikirim atau
tidak sampai)
39%

Kualitas produk
46%

Gambar 6.1.b Masalah yang Dikhawatirkan dalam Belanja Online

42

6.2

Tingkat Keamanan Belanja Online Dibandingkan Dengan


Berbelanja Di Toko
Keamanan menjadi salah satu faktor penting yang dipertimbangkan

orang dalam melakukan belanja secara Online. Hasil survei

yang

diperlihatkan Gambar 6.2.a menunjukkan persepsi para pelaku belanja


Online terhadap tingkat keamanan belanja Online dibandingkan dengan
belanja di toko. Gambar tersebut memperlihatkan bahwa belanja Online
cenderung sama tingkat keamanannya dibandingkan dengan belanja di
toko. Lebih dari separuh pelaku belanja Online (56%) menganggap bahwa
tingkat keamanan belanja Online sama dengan belanja di toko. Hanya 5%
dari pelaku belanja Online yang menyatakan bahwa belanja Online lebih
aman dibandingkan dengan belanja langsung di toko. Sementara itu,
pelaku belanja Online yang menganggap belanja Online kurang aman
dibanding dengan belanja di toko jumlahnya lebih besar, yaitu 37%.
Tidak tahu Lebih aman
2%
5%

Kurang aman
37%
Sama
56%

Gambar 6.2.a Tingkat Keamanan Belanja Online


Dibandingkan degan Belanja di Toko
Selanjutnya, Gambar 6.2.b memperlihatkan alasan pelaku belanja
Online yang menganggap belanja di toko lebih aman daripada belanja
secara Online. Gambar tersebut menunjukkan bahwa yang paling banyak
43

menjadi alasan kenapa belanja di toko lebih aman adalah dapat memeriksa
barang sebelum membeli (79%) dan dapat memperoleh barang secara
langsung (64%).
Dapat memeriksa barang sebelum
membeli

70%
64%

Mendapatkan barang langsung


Tahu lokasi toko/paham bahwa mereka
eksis
Mudah mengembalikan barang (jika
diperlukan)
Lebih suka kontak langsung/transaksi
tatap muka
Dapat menggunakan uang
tunai/mengecek untuk transaksi

33%
33%
30%
10%
6%

Lainnya

0%

20%

40%

60%

80%

Gambar 6.2.b Alasan Belanja di Toko Lebih


Aman Daripada Berbelanja Online
6.3

Permasalahan yang Dihadapi oleh Pelaku Belanja Online


Survei ini juga menggali permasalahan-permasalahan yang pernah

dihadapi oleh para pelaku belanja Online, kemana tempat mengadukan


masalahnya dan bagaimana tingkat keterselesaiannya. Gambar 6.3.a
memperlihatkan proporsi pelaku belanja yang pernah mengalami masalah.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa mayoritas pelaku belanja Online
tidak mengalami masalah saat melakukan belanja Online. Hanya 29% dari
mereka yang mengalami masalah dalam melakukan belanja Online.

44

Mengalami
Masalah
29%
Tidak
Mengalami
Masalah
71%

Gambar 6.3.a Proporsi Pelaku Belanja Online yang Mengalami Masalah


Hasil survei menunjukkan bahwa masalah yang paling banyak
dihadapi dalam belanja Online adalah rendahnya kualitas barang dan
pengiriman barang yang tertunda atau tidak sampai. Gambar 6.3.b
memperlihatkan bahwa 46% pelaku belanja Online pernah mengalami
masalah rendahnya kualitas barang dan pengiriman barang yang tertunda
atau tidak sampai. Masalah lainnya yang juga banyak dihadapi para pelaku
belanja Online adalah barang yang rusak atau cacat. Ketika pelaku belanja
Online menghadapi masalah-masalah tersebut, hampir semuanya (96%)
melakukan komplain langsung ke pihak pedagang atau penjual yang
bersangkutan (Gambar 6.3.c). Hanya sedikit (2%) yang mengadukannya
pada polisi, bahkan tidak ada yang mengadu pada pihak YLKI maupun surat
pembaca.

45

46%

Rendahnya kualitas barang

46%

Pengiriman tertunda/tidak sampai

32%

Barang rusak/cacat

20%

Stok habis

14%

Lainnya .....................................

11%

Menerima barang yang salah

7%

Kesulitan/keterlambatan mengembalikan

7%

Informasi yang salah/tidak lengkap

7%

Layanan pelanggan jelek

4%

Harus membayar untuk barang-barang


Pengembalian uang tertunda/tidak sampai

4%

Masalah pembayaran

4%
4%

Kesulitan menghubungi mereka/orang

2%

Rincian (kartu/pemesanan) dipalsukan


Barang yang dikirim dua kali dikenakan

0%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

Gambar 6.3.b Permasalahan yang Dihadapi Para Pelaku Belanja Online

Polisi; 2%Lainnya; 2%

Penjual/
pedagang;
96%
Gambar 6.3.c Alamat Komplain Pada Saat Mengalami
Masalah Dalam Belanja Online
46

Sementara itu, Gambar 6.3.d memperlihatkan hasil survei


mengenai tingkat keterselesaian masalah yang dihadapi dalam belanja
Online. Gambar tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku
belanja Online masalahnya terselesaikan secara memuaskan. Sangat sedikit
pelaku belanja Online yang masalahnya tidak terselesaikan dan tetap
belum mencoba untuk berusaha menyelesaikan masalah.

Tidak, dan telah


menyerah
berusaha untuk
mengatasinya
16%

Tidak, tetap
belum mencoba
4%

Belum, tetapi
masih berusaha
untuk
mengatasinya
16%

Terselesaikan
secara
memuaskan
64%

Gambar 6.3.d Tingkat Keterselesaian Masalah yang Dihadapi Dalam


Belanja Online

47

BAB 7
KESIMPULAN
Studi ini ditujukan untuk mengidentifikasi perilaku belanja Online di
beberapa kota besar di Indonesia. Pengumpulan data melalui survei dalam
studi ini dilakukan dengan metode cluster random sampling dengan
menetapkan tiga kota sebagai kluster yaitu Jabodetabek, Bandung, dan
Yogyakarta. Adapun yang diidentifikasi dalam survei ini adalah mengenai
faktor-faktor yang berpengaruh terhadap belanja Online, perilaku belanja
Online, dan permasalahan dalam belanja Online.
Dalam studi ini diperoleh beberapa kesimpulan penting. Pertama,
tingkat penggunaan internet untuk belanja Online di Kota Jabodetabek,
Bandung dan Yogyakarta cukup tinggi, yaitu mencapai 47% dari total
pengguna internet. Namun tingkat penggunaan tersebut berbeda diantara
ketiga kota. Tingkat penggunaan internet untuk belanja Online paling tinggi
terjadi di Kota Jabodetabek yang mencapai 51% dari total pengguna
internet, sedangkan di Kota Bandung dan Yogyakarta masing-masing hanya
sebesar 35% dan 30%.
Kedua, penggunaan internet untuk belanja Online dipengaruhi oleh
faktor-faktor demografis. Bila dilihat dari aspek gender, hasil survei
menunjukkan bahwa penggunaan internet untuk belanja Online di
kalangan perempuan lebih tinggi dibandingkan pada kalangan laki-laki
meskipun perbedaanya tidak terlalu signifikan. Faktor tingkat pendidikan
dan tingkat pendapatan pengguna internet mempunyai pengaruh yang
positif terhadap penggunaan internet untuk belanja Online. Semakin tinggi
tingkat pendidikan atau tingkat pendapatan semakin banyak pengguna
internet yang melakukan belanja Online. Sedangkan tingkat penggunaan
internet untuk belanja Online pada berbagai kelompok usia menunjukkan
variasi. Persentase penggunaan tertinggi terdapat pada kelompok usia 25
34 tahun. Selain itu, jika ditinjau dari jenis pekerjaannya hasil survei
48

menunjukkan pengguna internet yang tidak bekerja menjadi kelompok


yang paling banyak melakukan belanja Online dan persentase terbesar dari
kelompok ini yang melakukan belanja Online adalah ibu rumah tangga.
Ketiga, kesimpulan penting lain yang didapatkan dari studi ini
terkait dengan perilaku belanja Online. Penghematan waktu dan
kemudahan karena tidak perlu mengangkut barang menjadi alasan yang
paling banyak mengapa konsumen memilih melakukan belanja Online.
Sedangkan yang paling banyak menjadi alasan kenapa lebih memilih tidak
melakukan belanja Online adalah tidak adanya kebutuhan atau tidak perlu
melakukan belanja melalui media internet. Bila dilihat dari frekuensi
belanja Online, menunjukkan bahwa pelaku belanja Online yang melakukan
belanja secara Online minimal dua bulan sekali jumlahnya paling banyak
(30%). Namun demikian, cukup banyak juga pelaku belanja Online (27%)
yang hanya pernah satu kali melakukan belanja Online. Jika dilihat menurut
kota, menunjukkan adanya keberagaman frekuensi belanja Online di
antara kota Jabodetabek, Bandung, dan Yogyakarta. Hasil survei juga
menunjukkan bahwa fashion merupakan jenis barang yang dibeli secara
Online oleh sebagian besar pelaku belanja Online, sedangkan jenis barang
yang paling sedikit dibeli secara Online adalah properti. Sementara itu, jika
dilihat menurut kota terdapat perbedaan keberagaman jenis barang yang
dibeli secara Online di antara kota Jabodetabek, Bandung, dan Yogya.
Selain itu, hasil survei juga menunjukkan bahwa fashion dan barang
elektronik merupakan jenis barang

yang dibeli secara Online oleh

mayoritas pelaku belanja Online di ketiga kota. Namun, untuk di


Yogyakarta pelaku belanja Online juga banyak membeli barang yang terkait
dengan hobi (melebihi barang elektronik). Untuk penggunaan alat yang
dipakai untuk belanja Online, menunjukkan bahwa alat yang paling banyak
dipakai dalam melakukan belanja Online adalah handphone atau
smartphone, sedangkan yang paling sedikit adalah tablet PC. Sementara
itu, rumah menjadi tempat yang paling banyak digunakan untuk

49

mengakses internet saat melakukan belanja Online. Terkait dengan metode


pembayaran, transfer bank menjadi yang paling banyak dipakai dalam
belanja Online adalah, sedangkan yang paling sedikit adalah pembayaran
dengan kartu kredit. Adapun pasar Online yang paling banyak digunakan
adalah Toko Bagus, sedangkan yang paling sedikit adalah Ebay. Jika dilihat
menurut kota, menunjukkan terdapat perbedaan antar kota dalam
pememilihan pasar Online yang digunakan. Untuk mengurangi resiko
dalam belanja Online, sebagian besar pelaku belanja Online selalu
melakukan berbagai tindakan pengecekan sebelum melakukan belanja
Online. Selanjutnya, lebih dari separuh para pelaku belanja Online setuju
dengan pernyataan-pernyataan terkait dengan belanja Online yaitu
mengenai ketersediaan informasi hak-hak konsumen belanja Online,
sulitnya penyelesaian masalah pada belanja Online dibandingkan dengan
belanja di toko, ketersediaan lembaga publik yang membantu penyelesaian
masalah belanja Online, keamanan internet menjadi tempat belanja, dan
lebih sedikitnya hak konsumen belanja Online dibanding belanja di toko.
Keempat terkait dengan permasalahan dalam belanja Online, juga
terdapat beberapa kesimpulan penting. Pelaku belanja Online cenderung
tidak khawatir dalam menggunakan internet untuk berbelanja. Menurut
mereka, masalah yang paling dikhawatirkan dalam belanja Online adalah
masalah kualitas produk dan masalah pengiriman produk seperti
keterlambatan, barang tidak sampai atau barang tidak dikirim, sedangkan
yang paling tidak dikhawatirkan adalah masalah kualitas layanan. Selain
itu, belanja Online cenderung sama tingkat keamanannya dibandingkan
dengan belanja di toko. Namun demikian, pelaku belanja Online yang
menganggap belanja Online kurang aman dibanding dengan belanja di toko
jumlahnya lebih banyak dibanding dengan yang menganggap belanja
Online lebih aman. Sementara itu, yang paling banyak menjadi alasan
kenapa belanja di toko lebih aman adalah dapat memeriksa barang
sebelum membeli dan dapat memperoleh barang secara langsung. Terkait

50

dengan masalah yang pernah dihadapi, mayoritas pelaku belanja Online


tidak mengalami masalah saat melakukan belanja Online. Masalah yang
paling banyak dihadapi adalah rendahnya kualitas barang dan pengiriman
barang yang tertunda atau tidak sampai. Ketika pelaku belanja Online
menghadapi masalah, hampir semuanya melakukan komplain langsung ke
pihak pedagang atau penjual yang bersangkutan. Hanya sedikit yang
mengadukannya pada polisi, bahkan tidak ada yang mengadu pada pihak
YLKI

maupun

surat

pembaca.

Meskipun

demikian,

hasil

survei

menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku belanja Online masalahnya


terselesaikan secara memuaskan.

51

DAFTAR REFERENSI
Bagchi, K. dan Mahmood, M. A. 2004. a Longitudinal Study of Business
Model of On-Line Shopping Behavior Using a Latent Growth
Curve Approach. Proceedings of the Tenth Americas Conference
on Information Systems, New York, NY, 2004.
Donthu, N. dan Garcia, A. 1999. the Internet Shopper. Journal of
Advertising Research Vol. 39, No. 3.
Korgaonkar, P. K. dan Wolin, L. D. 1999. A Multivariate Analysis of Web
Usage. Journal of Advertising Research Vol. 39, No. 2.
Li, H., Kuo, C. dan Russell, M. G. 1999. The Impact of Perceived Channel
Utilities, Shopping Orientations, and Demographics on the
Consumer's Online Buying Behavior. Journal of ComputerMediated Communication, Vol. 5, No. 2.
McPartlin, L. dan Lisa F.D. 2012. Understanding How AS Online Shoppers
Reshaping the Retail Experience. Pricewaterhouse Coopers
Nielsen. 2010. Global Trends in Online Shopping. A Nielsen Global
Consumer Report, June 2010. The Nielsen Company
Office of Fair Trading. 2009. Finding from Consumers surveys on Internet
Shopping: Comparison on Pre and Post Study Consumer
Research. Crown Publisher.
Sultan, M.U. dan MD Nasir Uddin. 2011. Consumers Attitude toward
Online Shopping: Factors influencing Customerd to Shop Online.
Hogskolan pa Gotland.
Susskind, A. 2004. Electronic Commerce and World Wide Web
Apprehensiveness: An Examination of Consumers' Perceptions
of the World Wide Web. Journal of Computer-Mediated
Communication, Vol. 9, No. 3.
Zhou, L., Liwei, D. dan Dongsong, Z. 2007. Online Shopping Acceptance
Model-A Critical Survey of Consumer Factors in Online Shopping.
Journal of Electronic Commerce Research, VOL 8, NO.1, 2007.

52

Anda mungkin juga menyukai