Anda di halaman 1dari 12

AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK METANOL DARI AKAR Carissa opaca

Stapf Ex Haines DAN FRAKSI-FRAKSINYA SERTA ISOLASI SENYAWA DARI


FRAKSI ETILASETAT YANG PALING AKTIF
Bidang Kimia Organik
Sumber artikel: Dildar Ahmed1*, Ramsha Saeed1, Nasir Shakeel1, Khaizran Fatima1,
Aneela Arshad2
Department of Chemistry, Forman Christian College (A Chartered University), Lahore,
Pakistan
Microbiology Lab, Pharmagen, Lahore, Pakistan
ABSTRACT
The purpose of this research is to study the antibacterial and antifungal activities of methanol
extracts from roots of Carissa opaca (Apocynaceae) and fractions, and isolated compounds.
The method used to determine the zone inhibition ie agar diffusion method. The minimum
inhibitory concentration of the sample to be determined by the dilution method. Chemical
compounds isolated from ethyl acetate fraction was identified using gas chromatographymass spectrometer (GC-MS), high performance liquid chromatography (HPLC) and liquid
chromatography-mass spectrometer (LC-MS). Zone inhibition of hexane fraction,
chloroform, ethyl acetate, and amoxicillin against C. albicans was 19.96, 22.01, 23.10 and
19.20 mm. Ethyl acetate fraction is the fraction of the most toxic of all test microorganisms
with minimum inhibitory concentrations of 8.00, 7.80 and 7.78 mg/mL against P. aeruginosa,
C. albicans and B. subtilis. Compounds isolated from ethyl acetate fraction showed a fairly
potent antimicrobial activity. So, plant of roots of Carissa opaca containing compounds with
significant antimicrobial potency.
Keywords : Antibacterial, antifungal, bioactive compounds, Carissa opaca
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari aktivitas antibakteri dan antijamur
ekstrak metanol dari akar tumbuhan Carissa opaca (Apocynaceae) dan fraksi-fraksinya serta
isolasi senyawa. Metode yang digunakan untuk menentukan zona hambat yaitu metode difusi
agar. Konsentrasi hambat minimum dari sampel ditentukan dengan metode dilusi agar.
Senyawa kimia yang diisolasi dari fraksi etilasetat diidentifikasi menggunakan kromatografi
gas-spektrometer massa (GC-MS), kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dan kromatografi
cair-spektrometer massa (LC-MS). Zona hambat dari fraksi heksana, kloroform, etilasetat,
dan amoksil terhadap C. albicans adalah 19,96, 22,01, 23,10 dan 19,20 mm. Fraksi etilasetat
adalah fraksi yang paling toksik untuk semua uji mikroorganisme dengan konsentrasi hambat
minimum 8,00, 7,80 dan 7,78 g/mL terhadap P. aeruginosa, C. albicans dan B. subtilis.
Senyawa-senyawa hasil isolasi dari fraksi etilasetat menunjukkan aktivitas antimikroba yang
cukup poten. Jadi, Akar dari tumbuhan Carissa opaca mengandung senyawa dengan potensi
antimikroba yang cukup signifikan.
Kata kunci : Antibakteri, antijamur, senyawa bioaktif, Carissa opaca

PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan jenis
penyakit yang paling banyak diderita oleh
penduduk di negara berkembang, termasuk
Indonesia. Umumnya penyebab penyakit
infeksi adalah bakteri. Salah satu cara
pengobatannya adalah dengan pemberian
antibiotik. Penggunaan antibiotik yang
tidak
tepat
dapat
menyebabkan
berkembangnya bakteri-bakteri yang kebal
terhadap antibiotik tersebut (Mulyono,
2013). Peningkatan resistensi bakteri
terhadap antibiotik merupakan tantangan
besar untuk mendapatkan senyawa
antibakteri dengan memanfaatkan senyawa
bioaktif dari suatu tumbuhan.
Tumbuhan memiliki kandungan zat
kimia aktif yang memiliki potensi besar,
salah satunya adalah membunuh atau
menghambat
pertumbuhan
bakteri.
Masyarakat
biasanya
menggunakan
tumbuhan untuk mengobati suatu penyakit
yang dikenal dengan obat tradisional. Obat
tradisional dalam kimia bahan alam
mengandung
senyawa-senyawa
yang
dikenal dengan metabolit sekunder.
Metabolit sekunder merupakan senyawa
kimia
yang
umumnya
mempunyai
kemampuan bioaktivitas dan berfungsi
sebagai pelindung tanaman. Senyawasenyawa yang tergolong kedalam kelompok
metabolit sekunder ini antara lain: alkaloid,
terpenoid, flavonoid, steroid, saponin dan
lain-lain (Aksara, 2013). Produksi obat
tradisional
memiliki
kelemahan,
diantaranya adalah belum banyaknya
pengetahuan dan penelitian mengenai
kandungan kimia dan senyawa yang
bertanggung jawab terhadap penghambatan
aktivitas bakteri (Fuad, 2014). Oleh karena
itu, perlu adanya pengetahuan dan
penelitian lebih mendalam mengenai
kandungan zat aktif pada tumbuhan.
Senyawa bioaktif adalah senyawa kimia
aktif yang dihasilkan oleh organisme
melalui
jalur
biosintetik
metabolit
sekunder. Metabolit sekunder diproduksi
oleh organisme pada saat kebutuhan
metabolisme primer sudah terpenuhi dan

digunakan dalam mekanisme evolusi atau


strategi adaptasi lingkungan (Romansyah,
2011). Metabolit sekunder yang dihasilkan
dari tumbuhan Carissa opaca salah satunya
adalah flavonoid. Flavonoid merupakan
salah satu kelompok senyawa metabolit
sekunder yang paling banyak ditemukan di
dalam jaringan tanaman (Redha, 2010).
Flavonoid termasuk dalam golongan
senyawa fenolik dengan struktur kimia C6C3-C6 (Sitorus, 2010).

Gambar 1.

Kerangka umum flavonoid


(Sitorus, 2010).

Flavonoid merupakan golongan terbesar


senyawa fenol alam. Flavonoid merupakan
senyawa polar karena mempunyai sejumlah
gugus hidroksil dari gula, sehingga akan
larut dalam pelarut polar seperti etanol,
metanol,
butanol,
aseton,
dimetil
sulfoksida, dan air serta dimetil formamida.
Adanya gula yang terikat pada flavonoid
cenderung menyebabkan flavonoid lebih
mudah larut dalam air dan dengan demikian
campuran pelarut di atas dengan air
merupakan pelarut yang lebih baik untuk
glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang
polar seperti isoflavon, flavanon, dan
flavon serta flavonol yang cenderung lebih
mudah larut dalam pelarut seperti eter dan
kloroform. flavonoid memegang peranan
penting dalam biokimia dan fisiologi
tanaman, diantaranya berfungsi sebagai
antioksidan, penghambat enzim, dan
prekursor bagi komponen toksik. Flavonoid
pada tumbuhan berfungsi untuk mengatur
pertumbuhan,
mengatur
fotosintesis,
mengatur kerja antimikroba dan antivirus.
Flavonoid merupakan golongan yang
penting karena memiliki spektrum aktivitas
antimikroba yang luas dengan mengurangi
kekebalan pada organisme sasaran.
Isoflavon merupakan jenis flavonoid yang
banyak terdapat pada tumbuhan dan
2

memiliki aktivitas antimikroba yang paling


tinggi dibandingkan jenis flavonoid lainnya
(Sjahid, 2008).
Senyawa antimikrobial adalah senyawa
yang dapat mengganggu pertumbuhan dan
metabolisme mikroba. Dalam penggunaan
umum, istilah tersebut menyatakan
penghambatan pertumbuhan mikroba. Jika
dihubungkan dengan kelompok-kelompok
organisme tertentu maka seringkali
digunakan istilah-istilah antibakteri atau
antijamur. Senyawa bahan alam yang
bersifat antimikroba dapat dibagi kedalam
beberapa kelompok yaitu : fenolik,
polifenol,
terpenoid,
alkaloid
dan
sebagainya (Wahyuni, 2009).
Salah satu tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat adalah Carissa
opaca (family : Apocynaceae). C. opaca
merupakan tumbuhan liar yang ditemukan
di daerah pengunungan Himalaya di
Pakistan.
Masyarakat
setempat
menggunakan tumbuhan C. opaca sebagai
obat untuk mengobati sejumlah penyakit
(Ahmed dkk, 2015). Daun pada tumbuhan
C. opaca efektif untuk mengobati asma,
penyakit kuning dan hepatitis. Daun, buah
dan biji dari C. opaca telah diketahui
sebagai antimikroba yang baik (Ahmed,
2011). Akar dari C. opaca digunakan untuk
menyembuhkan luka. Akar dari
C.
opaca juga sudah diketahui sebagai
antioksidan yang sangat baik (Ahmed dkk,
2014). Daun dari C. opaca mengandung
senyawa kimia seperti tanin, glikosida,
asam palmitat, benzil benzoat dan benzil
salisilat (Awashi, 2013). Oleh karena itu,
perlu dilakukan isolasi, identifikasi dan uji
aktivitas antimikroba dari akar tumbuhan
C. opaca tersebut. Tujuan penulisan ini
untuk memahami dan mempelajari
penelitian yang dilakukan oleh Ahmed dkk,
(2015) tentang isolasi, identifikasi dan uji
aktivitas antimikroba dari akar tumbuhan
C. opaca.

METODE PENELITIAN
a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kromatografi cair kinerja tinggi
(HPLC Shimadzu SPd-6AV), kromatografi
gas-spektrometer massa (GC-MS Agilent
7890A), kromatografi cair-spektrometer
massa (LC-MS) model LCQ Advantage
Max
Thermo
Finnegan,
kolom
kromatografi
(Pyrex),
plat
kaca
kromatografi lapis tipis preparatif (Merck)
dan peralatan gelas yang biasa digunakan di
laboratorium.
Bahan yang digunakan adalah akar dari
tumbuhan C. opaca yang diperoleh dari
perbatasan bukit Abbottabad (Pakistan)
pada Maret 2013. Bahan kimia yang
digunakan adalah dimetil sulfoksida
(DMSO), potato dextrose agar (PDA),
mueller Hinston agar, tryptic soy agar,
amoxil, cefixime, metanol, akuades,
etilasetat,
heksana,
n-butanol
dan
kloroform.
Mikroorganisme yang digunakan adalah
mikroorganisme standar yang diperoleh
dari farmasi, lahore yaitu Basillus subtilis
ATCC 6633 (B. subtilis), Escherichia coli
ATCC 8739 (E. coli), Pseudomonas
aeruginosa ATCC 9027 (P. aeruginosa),
Staphylococcus aureus ATCC 6538 (S.
aureus) dan dua jamur yaitu Candida
albicans ATCC 10231 (C. albicans) dan
Aspergillus niger (A. niger). Isolat klinis
diperoleh dari rumah sakit anak, Lahore
yaitu B. subtilis, E. coli, P. aeruginosa, S.
aureus, Salmonella typhi (S. typhi) dan
enterobacter cloacae (E. cloacae).
b. Persiapan Sampel
Akar tumbuhan dicuci dengan air suling
dan dibersihkan dengan kain bersih
kemudian dikering anginkan. Setelah itu
akar tersebut dipotong-potong dan digiling
sehingga didapatkan bentuk bubuk.
c. Ekstraksi dan Fraksinasi
Ekstrak metanol dari bubuk diperoleh
melalui metode maserasi dengan merendam
bahan di dalam metanol selama 15 hari
3

diikuti dengan filtrasi. Proses ini diulang


tiga kali dan ekstrak digabungkan. Pelarut
diuapkan pada rotary evaporator untuk
mendapatkan crude kering ekstrak metanol.
Ekstrak metanol itu kemudian disuspensi
dengan air suling dalam corong pisah dan
dipartisi berturut-turut dengan heksana,
kloroform, etil asetat, dan n-butanol untuk
mendapatkan fraksi masing-masing pelarut.
Proses ini meninggalkan fraksi air di akhir.
Pelarut diuapkan pada rotary evaporator
pada tekanan rendah untuk mendapatkan
fraksi kering.
d. Persiapan Sampel Uji Aktivitas
Antimikroba
Ekstrak metanol kering dan fraksifraksinya dilarutkan dalam DMSO untuk
memperoleh larutan stok (50 mg/mL). Dari
masing-masing
larutan
stok,
lima
pengenceran disiapkan dalam DMSO dari
konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 mg/mL.
Larutan standar obat juga dibuat dengan
cara yang sama.
e. Menentukan Zona Hambat (ZOI)
Metode yang digunakan adalah metode
difusi agar. Persiapan 1 L dari agar
Mueller-Hinton, 38 g agar disuspensikan di
dalam 1 liter air suling. Campuran
dihomogenisasikan dan diautoklaf pada
suhu 121 C selama 1 jam. Kemudian
ditempatkan dalam inkubator pada suhu
50 C sampai digunakan. Air suling
ditambahkan pada kultur lyophilized.
Kemudian digoreskan kedalam tryptic soy
agar, kemudian diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 32,5 C. Setelah inkubasi,
pertumbuhan bakteri diamati, dan 3 mL
larutan salin ditambahkan kedalam agar
yang mengandung kultur. Kemudian
divortek dengan hati-hati. Kultur suspensi
ini diambil 2 mL dan absorbansinya
distandarisasi dengan 0,5% larutan standar
McFarland pada 550 nm. Kemudian 2 mL
dari pengenceran suspensi ditambahkan
kedalam 100 mL agar cair yang suhunya
dipertahankan pada 50 C. Muller Hinton
agar (21 mL) dituangkan kedalam cawan
petri 100-mm dan biarkan memadat. Segera

setelah padat, 4 mL agar cair yang


mengandung
bakteri
dituangkan
kedalamnya sehingga membentuk lapisan
tipis diatas lapisan dasar. Cawan petri
ditempatkan didalam lemari es untuk
mendinginkan selama 1 jam. Lubang/sumur
dibuat
diatasnya
dan
beri
label.
Ekstrak/fraksi diisi di dalamnya. Cawan
petri kemudian diinkubasi selama 24 jam,
setelah itu diamati aktivitas antimikroba
dari sampel dan zona hambat diukur.
Metode yang digunakan sama untuk semua
sampel tumbuhan, isolat senyawa dan
standar. Setiap percobaan dilakukan
setidaknya tiga kali untuk memastikan
validitas maksimum. Untuk aktivitas
antijamur, media tumbuh yaitu potato
dextrosa agar (PDA) dan suhu dijaga pada
30,5 C. Selanjutnya digunakan proses
yang sama seperti diatas.
f. Menentukan Konsentrasi Hambat
Minimum (MICs)
Menentukan MIC dari sampel digunakan
metode dilusi. Muller Hinton agar
dilarutkan dalam air suling dengan
konsentrasi 38 g/L dan diautoklaf pada
suhu 121 C selama 1 jam. Kemudian
dibiarkan menjadi 50 C sebelum
dituangkan kedalam cawan petri untuk
persiapan sampel. Pengenceran yang
berbeda masing-masing ekstrak/fraksi
disiapkan didalam agar dengan konsentrasi
10-50 g/20 mL. Isi masing-masing cawan
petri divortek dan biarkan memadat.
Larutan
stok
dari
masing-masing
ekstrak/fraksi disiapkan didalam DMSO
(5mg/mL) dan pengenceran dibuat.
Kemudian, kultur mikroba dipindahkan
kedalam cawan petri. Cawan petri
kemudian diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 37,6 C, setelah itu amati dan MICs
diukur.
g. Isolasi dan Identifikasi Senyawa
Kolom dan kromatografi lapis tipis
(TLC) digunakan untuk pemisahan
senyawa dari fraksi etilasetat (25 g). Silika
digunakan sebagai fase diam, dan berbagai
kombinasi pelarut yang digunakan sebagai
4

fase gerak. Kolom menghasilkan subfraksi, EA1-EA5 hasil elusi dengan sistem
pelarut
secara
gradien
dengan
meningkatkan kepolaran. Masing-masing
sub-fraksi
kemudian
dikromatografi
preparatif TLC. Lima senyawa, F1-F5
diisolasi dari EA1; satu senyawa F6 adalah
dari EA2; dua senyawa F7 dan F8 berasal
dari EA3; dua senyawa F9 dan F10 berasal
dari EA4 dan satu senyawa F11 adalah dari
EA5. Senyawa tersebut diidentifikasi
dengan GC-MS, HPLC dan LC-MS.
h. Analisis Statistik
Semua
pengukuran
antimikroba
menggunakan analisis statistik. Analisis
statistik dilakukan menggunakan ANOVA,
dan rata-rata statistik dihitung dengan SD.

b. Konsentrasi

Hambat

Minimum

(MICs)
MICs ditentukan terhadap standar
mikroorganisme dan hasilnya digambarkan
pada Gambar 3. Nilai MICs dari ekstrak
metanol dan fraksi-fraksinya berkisar
7,8-48,8 g/mL. Fraksi n-Butanol terbukti
tidak efektif, sementara fraksi akuades juga
dihasilkan efisiensi yang sangat sedikit.
Fraksi etilasetat adalah fraksi yang paling
toksik untuk semua mikroorganisme uji
(Gambar 3), dengan MICs berturut-turut
8,0, 7,8 dan
7,78 mg/mL terhadap
P. aeruginosa, C. albicans dan B. subtilis.

HASIL DAN PEMBAHASAN


a. Zona Hambat (ZOI)
Zona hambat ekstrak metanol dari akar
C. opaca dan fraksi-fraksinya ditentukan
terhadap jumlah dari mikroorganisme.
Perbandingan dari aktivitas antimikroba
dari ekstrak/fraksi-fraksi dengan standar
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan ZOI ekstrak


metanol dari akar C. opaca dan fraksifraksinya didalam pelarut yang berbeda
terhadap standar dan isolat bakteri, sebuah
standar jamur dan dua standar obat
antibiotik.

Gambar 3. Nilai MICs ekstrak metanol


dari akar C. opaca dan fraksi-fraksinya di
dalam pelarut berbeda (g/mL) terhadap
empat standar bakteri dan sebuah standar
jamur.
c. Identifikasi dari Senyawa Kimia
Senyawa kimia yang diisolasi dari fraksi
etilasetat diidentifikasi dengan GC-MS,
HPLC dan LC-MS. Senyawa-senyawa
tersebut sudah dikenal tetapi diisolasi dari
tumbuhan ini untuk pertama kalinya.
Tabel 1 merangkum teknik yang digunakan
untuk identifikasi senyawa ini. Senyawa
F1-F8 dan F11 diidentifikasi menggunakan
GC-MS. Rutin dan kuersetin sudah dikenal
sebagai flavonoid yang diidentifikasi
menggunakan
HPLC
dengan
membandingkan hasil senyawa standar.
Senyawa F12 diidentifikasi dengan
LC-MS.

Tabel 1. Identifikasi senyawa pada fraksi etilasetat ekstrak metanol dari akar C. opaca
menggunakan GC-MS, HPLC dan LC-MS.
Eluen
dari
kolom
EA1

Senyawa teridentifikasi dari TLC

F1, Limonen
F2, 2`-hidroksiasetofenon
F3, Vanilin
F4, Naptalen
F5, 2,3,3 trimetil-2(3-metilbuta1,3-dienil)-6metilensikloheksanon
EA2
F6, 1,2-asam benzendikarboksilat,
mono(2-etilheksil) ester
EA3
F7, -Sitosterol
F8, Vitamin E
EA4
F9, Rutin
F10, kuersetin
EA5
F11, Lupeol
F12, Epigallokatekin
RT: waktu retensi (min)

d. Aktivitas
Antimikroba
yang
Ditunjukkan oleh Senyawa Hasil
Isolasi
e. Zona hambat dari senyawa
hasil isolasi dan standar amoksilin
sebagai senyawa yang berpotensi
sebagai antimikroba dapat dilihat
pada Tabel 2. E. coli ditemukan
paling rentan terhadap vanilin
dengan menghasilkan ZOI 15,21
mm, sedangkan
B. subtilis
menunjukkan sensitivitas tinggi
terhadap kuersetin (ZOI, 13,01
mm).
P. aeruginosa ditemukan
paling rentan terhadap rutin (ZOI,
14,56 mm).
-sitosterol
lebih aktif terhadap A. niger (ZOI
14,36 mm) dibandingkan standar
amoksilin (12,53 mm). Jamur C.
albicans (12,61 mm) paling rentan
terhadap vanilin.
f.
g.
h.
i.
j.

Teknik untuk
identifikasi

RT dari GCMS, HPLC

GC-MS
GC-MS
GC-MS
GC-MS
GC-MS

7,32
10,40
11,36
19,72
21,48

GC-MS

24,64

GC-MS
GC-MS
HPLC
HPLC
HPLC/GC-MS
LC-MS

22,12
23,67
6,29
6,53
26,16

k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
v.
w.
x.
y.
z.
aa.
ab.
ac.
ad.
ae.
af.
ag.
ah.
ai.
aj.
6

ak.
an.
al.
ao.
am.
ap.
aq. Tabel 2. Zona hambat (mm) dari aktivitas antimikroba senyawa hasil isolasi dari
fraksi etilasetat ekstrak metanol akar C. opaca
ar.
as.
Kode
senya
wa

be.
F

at. Nama
senya
wa

au. D
i
a
m
e
t
e
r
h
a
m
b
a
t
a
n
(
m
m
)
av. E
.
c
o
l
i

aw. D
i
a
m
e
t
e
r
h
a
m
b
a
t
a
n
(
m
m
)
ax. B
.
s
u
t
i
l
i
s

bf. Limo
nen

bg. 1
1
,
2
5

0
,
1
5

bh. -

ay. D
i
a
m
e
t
e
r
h
a
m
b
a
t
a
n
(
m
m
)
az. P
.
a
e
r
u
g
i
n
o
s
a
bi. 1
0
,
6
5

0
,
2
7

ba. Di
am
ete
r
ha
m
bat
an
(m
m)
bb. A.
ni
ge
r

bc. D
i
a
m
e
t
e
r
h
a
m
b
a
t
a
n
(
m
m
)
bd. C
.
a
l
b
i
c
a
n
s

bj. 12
,2
1
0,
59

bk. -

bl.
F

bm.

bs.
F

bt. Vanili
n

bz.
F

ca. Napta
len

cg.
F

ch. 2,3,3
trimet
il2(3metil
buta1,3dienil
)-6metile
n
sikloh
eksan
on
co. 1,2asam
benze
n

cn.
F

2
`hidro
ksi
asetof
enon

bn. 1
1
,
1
5

0
,
3
4
bu. 1
5
,
2
1

0
,
1
5
cb. 1
1
,
5
0

0
,
7
5
ci. 1
2
,
5
0

0
,
7
5

bo. 1
2
,
6
2

0
,
2
4
bv. 1
1
,
4
2

0
,
1
7
cc. -

cp. 1
4
,
5

cq. -

cj. -

bp. 1
1
,
5
0

0
,
3
2
bw. 1
2
,
1
6

0
,
3
5
cd. 1
2
,
6
2

0
,
3
6
ck. 1
2
,
0
9

0
,
4
3

bq. 11,
34
0
,1
8

cl. 12
,4
5
0,
37

cm. -

cr. -

cs. 13
,0
6
0,

ct. -

bx. 14
,2
8
0,
25

ce. -

br. 1
2
,
2
1

0
,
1
4
by. 1
2
,
6
1

0
,
4
8
cf. -

cu.
F

dikar
boksil
at,
mono
(2etilhe
ksil)
ester
cv. sitost
erol

db.
F

dc. Vitam
in E

di.
F

dj. Rutin

dp.
F

dq. Kuers
etin

0
,
3
8

cw. 1
3
,
9
0

0
,
2
9
dd. 1
4
,
6
2

0
,
2
7
dk. 1
1
,
5
6

0
,
1
6
dr. 1
4
,
1
7

0
,
1
1

31

cx. 1
2
,
0
1

0
,
2
7
de. -

cy. 1
4
,
2
4

0
,
1
4
df. -

cz. 14
,3
6
0,
29

dl. 1
1
,
1
2

0
,
6
3
ds. 1
3
,
0
1

0
,
2
7

dm.
14,5
6

0
,
2
7

dn. -

da. 1
1
,
5
0

0
,
7
6
dh. 1
1
,
2
5

0
,
3
2
do. -

dt. 1
3
,
4
4

0
,
1
8

du. -

dv. -

dg. 12
,6
7
0,
41

dw.
F

dx. Lupe
ol

ed.
F

ee. Epiga
llokat
ekin

ek.
s

el. Amok
silin

dy. 1
2
,
2
7

0
,
3
5
ef. 1
2
,
3
5

0
,
2
1
em. 1
6
,
9
8

0
,
1
4

er.
es. Pembahasan
et. Pengobatan
terhadap
mikroba harus dicari yang lebih
efektif dan aman karena mikroba
akan berkembang menjadi resisten
terhadap suatu obat. Tumbuhan
menjadi wadah dari berbagai jenis
molekul bioaktif yang merupakan
target dari penelitian di seluruh
dunia. Pada penelitian ini, ekstrak
metanol dari akar C. opaca
diperoleh dengan metode maserasi
dan fraksi-fraksinya dalam pelarut
yang berbeda. Ekstrak dan fraksi
menjadi subjek untuk menentukan
aktivitas antimikroba terhadap

dz. 1
2
,
7
1

0
,
2
5
eg. 1
1
,
0
9

0
,
3
7
en. 1
5
,
1
2

0
,
6
7

ea. 1
1
,
1
0

0
,
3
1
eh. -

eb. 12
,2
1
0,
07

eo. 1
5
,
0
2

0
,
2
8

ep. 12
,5
3
0,
38

ei. -

ec. 1
1
,
5
0

0
,
7
5
ej. -

eq. 1
3
,
5
7

0
,
3
1

sejumlah mikroorganisme standar


dan isolat klinis.
eu. Ekstrak metanol dari akar C.
opaca
dan
fraksi-fraksinya
menunjukkan aktivitas antimikroba
yang baik tetapi tergantung dosis
yang diberikan terhadap suatu
mikroorganisme
uji.
Ekstrak
metanol menunjukkan adanya zona
hambat yang signifikan terhadap E.
coli, P. aeruginosa, dan C. albicans.
Potensinya terhadap
P.
aeruginosa, dan C. albicans
sebanding
dengan
standar
amoksilin. Fraksi non polar
menunjukan toksisitas yang lebih
baik terhadap C. albicans dengan
zona hambat dari fraksi heksana,
10

kloroform, etilasetat dan amoksil


berturut-turut yaitu sekitar 19,96,
22,01, 23,10 dan 19,20 mm.
Khususnya, fraksi akuades benarbenar tidak aktif terhadap jamur C.
albicans. Tumbuhan C. opaca
memiliki senyawa antijamur yang
muncul dalam pelarut yang sedikit
polar dan bersifat hidrofobik. Fraksi
etilasetat menunjukkan efisiensi
yang sama dengan amoksilin.
Ekstrak ini, bisa dijadikan suatu
antibiotik dan bisa direkomendasi
untuk diaplikasikan. Efektivitasnya
terhadap S. aureus dan
E. coli
juga signifikan. Secara umum,
fraksi yang kurang polar merupakan
senyawa antimikroba yang lebih
baik daripada fraksi-fraksi yang
lebih polar. Fraksi kloroform
menunjukkan aktivitas yang baik
terhadap S. typhi dan E. cloacae.
Aktivitas
antimikroba
dari
ekstrak/fraksi secara keseluruhan
tergantung dosis yang diberikan
yaitu aktivitas antimikroba akan
meningkat dengan meningkatnya
konsentrasi.
ev. Senyawa yang telah diisolasi
menunjukkan zona hambat yang
sebanding
dengan
standar
amoksilin. Vanilin, vitamin E dan
kuersetin menunjukkan aktivitas
terhadap E. coli sama dengan
amoksilin. Menariknya, phthalat
ester (F6) juga menunjukkan
aktivitas
yang sangat bagus
terhadap E. coli. Phthalat telah
dilaporkan menunjukkan aktivitas
antimikroba dalam penelitian lain
juga.
-sitosterol menunjukkan
aktivitas yang luar biasa terhadap P.
aeruginosa dan
A. niger. Vanilin
sangat aktif terhadap
A. niger
dan rutin sangat aktif terhadap P.
aeruginosa. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa senyawa yang
telah diisolasi secara keseluruhan
mempunyai
sifat
antimikroba.
senyawa antimikroba tersebut dapat

dilihat dari fraksi etilasetat ekstrak


metanol akar C. opaca. senyawasenyawa ini meskipun sudah
diketahui tetapi pertama kalinya
diisolasi dari tumbuhan ini.
ew.
Ekstrak metanol dari
akar C. opaca dan fraksi-fraksinya
dalam
berbagai
pelarut
menunjukkan aktivitas antimikroba
yang cukup tinggi terhadap
mikroorganisme
uji.
Fraksi
etilasetat menunjukkan efisiensi
yang paling rentan terhadap P.
aeruginosa dan C. albicans.
Toksisitas dari fraksi etilasetat
sebanding dengan standar amoksilin
terhadap C. albicans. Senyawa
kimia seperti vanilin, kuersetin,
rutin, vitamin E dan -sitosterol
ditemukan lebih aktif pada uji
strain. penelitian lebih lanjut ke
dalam fraksi ini memiliki peluang
yang besar untuk menghasilkan
suatu produk yang dieksploitasi dari
alam untuk obat masa depan.
ex.
ey. KESIMPULAN
ez.Kesimpulan yang dapat
diambil dari penelitian yang telah
dilakukan Ahmed dkk, (2015)
adalah zona hambat dari fraksi
heksana, kloroform, etilasetat, dan
amoksil terhadap C. albicans adalah
19,96, 22,01, 23,10 dan 19,20 mm.
Konsentrasi hambat minimum dari
fraksi etilasetat adalah 8,0, 7,8 dan
7,78 g/mL terhadap
P.
aeruginosa, C. albicans dan B.
subtilis. Hasil dari fraksi etilasetat
diidentifikasi menggunakan GCMS, HPLC dan LC-MS, didapatkan
12 senyawa yang menunjukkan
aktivitas antimikroba yang cukup
potensial.
fa.
fb. UCAPAN TERIMA KASIH
fc. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan yang telah
memberikan bantuan, dukungan dan
masukan kepada Penulis.
11

fh.

fi.
fj.

fk.
fl.

fm.
fn.

fo.
fp.

fd.
fe.
ff. DAFTAR PUSTAKA
fg.
Ahmed,
D.,
Abdul,
W.,
Muhammad, A.C., Shahid, R.K.,
Abdul, H. & Muhammad, B. 2011.
Nutritional and Antimicrobial
Studies on Leaves and Fruit of
Carissa opaca Stapf ex Haines.
Asian Journal of Chemistry.
23(5) : 2072-2076.

of
Current
Pharmaceutical
Research. 5(3) : 15-18.
fq.
fr.

fs.
Ahmed, D., Khaizran, F. &
Ramsha, S. 2014. Analysis of
Phenolic and Flavonoid Contents,
and the Anti-Oxidative Potential
and Lipid Peroxidation Inhibitory
Activity of Methanolic Extract of
Carissa opaca Roots and Its
Fractions in Different Solvents.
Journal Antioxidants. 3 : 671-683.

ft.

Ahmed, D., Ramsha, S., Nasir, S.,


Khaizran, F. & Aneela, A. 2015.
Antimicrobial
Activities
of
Methanolic Extract of Carissa
opaca Roots and Its Fractions and
Compounds Isolated From The
Most Active Ethyl Acetate
Fraction. Journal Asian Pacic
Journal of Tropical Biomedicine.
5(7) : 541-545.

fu.
fv.

Aksara, R. 2013. Identifikasi


Senyawa Alkaloid dari Ekstrak
Metanol Kulit Batang Mangga
(Mangifera indica L). Jurnal
Entropi. 3(1) : 514-519.

fx.
fy.
fz.
ga.

Awashi, A.K., Kunal, K., Gajraj,


S.B. & Sarika, A. 2013. In Vitro
Antibacterial And Antifungal
Activity of Carissa opaca Stapf
Ex Haines. International Journal

fw.

Fuad, Z. 2014. Uji Aktivitas


Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Awar-Awar (Ficus septica Burm
F)
Terhadap
Bakteri
Staphylococcus aureus ATCC
29523 dan Escherichia coli ATCC
35218. Skripsi. Universitas Islam
Negeri
Sunan
Kalijaga,
Yogyakarta.
Mulyono, L.M. 2013. Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Etanol Biji
Buah Pepaya
(Carica papaya
L) Terhadap Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Jurnal
Ilmiah Mahasiswa Universitas
Surabaya. 2(2) : 1-9.
Redha, A. 2010. Flavonoid:
Struktur, Sifat Antioksidatif dan
Peranannya Dalam Sistem Biologis.
Jurnal Belian. 9(2) : 196 202.
Sitorus, M. 2010. Kimia
Organik Umum. Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Sjahid, L.R. 2008. Isolasi dan
Identifikasi Flavonoid Ari Daun
Dewandaru (Eugenia uniflora L.).
Skripsi.
Universitas
Muhammadiyah
Surakarta,
Surakarta.

Wahyuni, D.S. 2009. Isolasi dan


Uji Aktivitas Antimikrobial Fraksi
n-Heksan
Buah
Tumbuhan
Tabernaemontana sphaerocarpa
Blume (Apocynaceae). Skripsi.
Universitas Riau, Pekanbaru.

gb.
gc.
gd.
ge.

12

Anda mungkin juga menyukai