ETIOLOGI SKIZOFRENIA
Menurut Maramis (1994), faktor-faktor yang berisiko untuk terjadinya Skizofrenia
adalah sebagai berikut :
a. Keturunan
Faktor keturunan menentukan timbulnya skizofrenia, dibuktikan dengan penelitian
tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu
telur. Angka kesakitan bagi saudara tiri ialah 0,9 1,8%, bagi saudara kandung 7
15%, bagi anak dengan salah satu anggota keluarga yang menderita Skizofrenia 7
16%, bila kedua orang tua menderita Skizofrenia 40 68%, bagi kembar dua telur
(heterozigot) 2 15%, bagi kembar satu telur (monozigot) 61 86%.
b. Endokrin
Skizofrenia mungkin disebabkan oleh suatu gangguan endokrin. Teori ini
dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas,
waktu kehamilan atau peuerperium dan waktu klimakterium.
c. Metabolisme
Ada yang menyangka bahwa skizofrenia disebabkan oleh suatu gangguan
metabolisme, karena penderita dengan skizofrenia tampak pucat dan tidak sehat.
d. Susunan saraf pusat
Ada yang berpendapat bahwa penyebab skizofrenia ke arah kelainan susunan saraf
pusat, yaitu pada diensefalon atau kortex otak.
Maramis, W.F., 1994, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press,
Surabaya
2. Apa saja klasifikasi skizofrenia ?
Penderita skizofrenia digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama
yang terdapat padanya. Adapun pembagian skizofrenia (Maramis, 1994) adalah
sebagai berikut :
a. Skizofrenia simplex : sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama
pada jenis simplex ialah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan
proses pikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali. Jenis ini
timbulnya perlahan-lahan sekali.
b. Skizofrenia hebefrenik : permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering
timbul pada masa remaja atau antara 15 25 tahun. Gejala yang menyolok ialah :
gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan adanya depersonalisasi. Waham dan
halusinasi banyak sekali.
c. Skizofrenia katatonik : timbulnya pertama kali antara umur 15 30 tahun, dan
biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh
gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d. Skizofrenia paranoid : gejala-gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai
waham-waham sekunder dan halusinasi. Pada pemeriksaan yang teliti adanya
gangguan proses berfikir, gangguan afek, emosi dan kemauan.
e. Episode Skizofrenia akut : gejala skizofrenia timbul mendadak sekali dank lien
seperti dalam keadaan mimpi. Kesadrn mungkin berkabut.
f. Skizofrenia residual ialah keadaan skizofrenia dengan gejala-gejala primer, tetapi
tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali
serangan skizofrenia.
g. Skizo-afektif ; gejala-gejala skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaan juga
gejala-gejala depresi atau gejala-gejala mania. Jenis ini cenderung untuk menjadi
sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan.
Maramis, W.F., 1994, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press,
Surabaya
3. Bagaimana DRP dan solusi dari skenario ?
Adanya interaksi obat, dan dosis obat yang tidak sesuai contohnya haloperidol
Serious - Use Alternative
clarithromycin + haloperidol
clarithromycin and haloperidol both increase QTc interval. Avoid or Use
Alternate Drug.
Schizophrenia, Psychosis
PO
IM lactate (prompt-acting)
2-5 mg q4-8hr PRN; may require q1hr in acute agitation; not to exceed 20
mg/day
http://reference.medscape.com/
4. Bagaimana patofisiologi dari skizrofenia ?
PATOFISIOLOGI
Secara terminologi, skizofrenia berarti skizo adalah pecah dan frenia berarti kepribadian.
Scizophrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada
kepribadian, distorsi dan perasaan pikir, waham yang aneh, gangguan persepsi, afek yang
abnormal. Meskipun demikian kesadaran yang jernih, kapasitas intelektual biasanya tidak
terganggu, mengalami hendaya berat dalam menilai realitas (pekerjaan, sosial, dan waktu
senggang).
Patofisiologi skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik. Skizofrenia
terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini
mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya
reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau
kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Hipotesis/teori tentang patofisiologi skizofrenia :
a) Pada pasien skizofrenia terjadi hiperaktivitas sistem dopaminergik
b) Hiperdopaminegia pada sistem meso limbik berkaitan dengan gejala positif
c) Hipodopaminergia pada sistem meso kortis dan nigrostriatalbertanggungjawab
terhadap gejala negatif dan gejala ekstrapiramidal.
Jalur dopaminergik saraf :
a) Jalur nigrostriatal : dari substansia nigra ke basal ganglia fungsi gerakan, EPS
b) Jalur mesolimbik : dari tegmental area menuju ke sistem limbik memori, sikap,
kesadaran, proses stimulus.
c) Jalur mesokortikal : dari tegmental area menuju ke frontal cortex kognisi, fungsi
sosial, komunikasi, respons terhadap stress.
d) Jalur tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitary pelepasan prolaktin.
e) Terdiri dari 3 fase :
Prodomal : simptom psikotik mulai nyata (isolasi sosial, ansietas, gangguan tidur,
curiga). Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi- fungsi mendasar
( pekerjaan dan rekreasi) dan muncul symptom nonspesifik seperti gangguan tidur,
ansietas, konsentrasi berkurang, dan deficit perilaku. Simptom positif seperti curiga mulai
berkembang di akhir fase prodromal dan berarti sudah mendekati menjadi fase psikosis.
Psikosis :
Fase Akut : dijumapi gambaran psikotik yang jelas, misalnya waham,
halusinasi, gangguan proses piker, pikiran kacau. Simptom negative menjadi lebih parah
sampai tak bisa mengurus diri. Berlangsung 4 8 minggu
Stabilisasi : 6 18 bulan
Stabil : terlihat residual, berlangsung 2- 6 bulan
Arif, I.S., 2006, Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien, Refika Aditama,
Bandung
Gejala Primer
a. Gangguan proses pikir (bentuk, langkah dan isi pikiran). Yang paling menonjol adalah
gangguan asosiasi dan terjadi inkoherensi
b. Gangguan afek emosi
1) Terjadi kedangkalan afek-emosi
2) Emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai satu kesatuan
3) Emosi berlebihan
4) Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan emosi yang baik
c. Gangguan kemauan
1)
2)
3)
d. Gejala psikomotor
Katelepsi : mempertahankan posisi tubuh dalam waktu yang lama
e. Autisme.
2.
Gejala Sekunder
Waham
Halusinasi
Istilah ini menggambarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu dari
kelima pancaindra. halusinasi pendengaran dan penglihatan yang paling umum terjadi,
halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi
Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2. Surabaya. Airlangga
University Press
Antipsikotik Konvensional
Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang
sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional
tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan
pemakaian antipskotik konvensional.Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil
secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long
acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
perlahan-lahan.Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsychotic.
b.
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbda, serta
sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
c.
Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang
tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan
jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang
mendapat Clozaril harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan. Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang
lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No Nama Generik
1.
Klorpromazin
Sediaan
Dosis
5 - 15 mg/hari
Injeksi 25 mg/ml
2
Haloperidol
Injeksi 5 mg/ml
Perfenazin
Tablet 2, 4, 8 mg
12 - 24 mg/hari
Flufenazin
10 - 15 mg/hari
Flufenazin dekanoat
Levomeprazin
Trifluperazin
Tablet 1 mg dan 5 mg
10 - 15 mg/hari
Tioridazin
Sulpirid
10
Pimozid
Tablet 1 dan 4 mg
1 - 4 mg/hari
11
Risperidon
Tablet 1, 2, 3 mg
2 - 6 mg/hari
Inj 25 mg/ml
Tablet 200 mg
Injeksi 50 mg/ml
25 mg/2-4 minggu
25 - 50 mg/hari
b. Psikoterapi
Terapi kejiwaan atau psikoterapi pada penderita skizofrenia, baru dapat diberikan
apabila penderita dengan terapi psikofarmaka sudah mencapai tahapan di mana
kemampuan menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) sudah kembali pulih dan
pemahaman diri (insight) sudah baik. Psikoterapi diberikan dengan catatan bahwa
penderita masih tetap mendapat terapi psikofarmaka.
Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita
sebelum sakit (Pramorbid), adapun macam psikoterapi adalah sebagai berikut :
1) Psikoterapi Suportif, dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi
agar penderita tidak putus asa dan semangat juangnya (fighting spirit) dalam menghadapi
hidup ini tidak kendur dan menurun.
2) Psikoterapi Re-edukatif, dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu.
3) Psikoterapi Re-konstruktif, dimaksudkan untuk memperbaiki kembali (re-konstruksi)
kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi pribadi utuh seperti semula sebelum
sakit.
4) Psikoterapi Kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif (daya pikir
dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai-nilai moral etika,
mana yang baik dan buruk.
5) Psikoterapi Psiko-dinamik, dimaksudkan untuk menganalisa dan menguraikan proses
dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari
jalan keluarnya.
6) Psikoterapi Perilaku, dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku yang terganggu
(maladatif) menjadi perilaku yang adaptif (mampu menyesuaikan diri).
7) Psikoterapi keluarga, dimaksudkan untuk memulihkan hubungan penderita dengan
keluarganya.
c. Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan
lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung
pada orang lain, sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat.
d. Terapi Psikoreligius
Terapi keagamaan (psikoreligius) terhadap penderita Skizofrenia dimaksudkan
gejala patologis dengan pola sentral keagamaan dapat diluruskan, dengan demikian
keyakinan atau keimanan penderita dapat dipulihkan kembali di jalan yang benar
Hawari, D., 2003, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa : Skizofrenia, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
7. Apa saja klasifikasi antipsikotik ?
Jenis obat antipsikotik dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan generasi
pertama (typical) dan golongan generasi kedua (atypical).
1) Termasuk golongan generasi pertama misalnya : Chlorpromazine HCL (Largactil),
Trifluoperazine HCL (Stelazine), Thioridazine HCL (Melleril), Haloperidol (Haldol,
Serenace).
2) Termasuk golongan generasi kedua misalnya : Risperidone (Risperdal), Clozapine
(Clozaril), Quetiapine (Serquel), Olanzapine (Zyprexa).
Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed 2. Surabaya.
Airlangga University Press
Dipiro.JT., 2006, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York.
9. Bagaimana patogenesis dari skizrofenia ?
Patogenesis
1) Peran dopamin Hipotesis dopamin menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
terlalu banyaknya penerimaan dopamin oleh otak. Dalam hipotesis dopamin,
dinyatakan bahwa skizofrenia dipengaruhi oleh aktivitas dopamin pada jalur
mesolimbik dan mesokortis saraf dopamin. Telalu aktifnya saraf dopamin pada jalur
mesolimbik bertanggung jawab menyebabkan gejala positif, sedangkan kurangnya
aktivitas dopamin pada jalur mesokortis akan menyebabkan gejala negatif kognitif
dan afektif. Pada Jalur saraf dopamin terdiri dari 4 jalur yang mempunyai mekanisme
kerja dan fungsi masing-masing, yaitu :
a) Jalur nigrostiatal : dari substansia nigra ke bangsal ganglia.
b) Jalur mesolimbik : dari substansia nigra menuju ke sistem limbik
c) Jalur mesokortikal : dari subtansia nigra menuju ke frontal cortex
d) Jalur tuberoinfendibular : dari hipotalamus ke kelenjar pituitari. Hipotesis dopamin
inilah yang menyebabkan sebelum tahun 1990an, pengembangan obat antipsikotik
difokuskan secara eksklusif pada agen dengan aktivitas utama yang berlokasi pada
reseptor dopamin D2, yaitu obat-obat antipsikotik tipikal, yang merupakan antagonis
reseptor D2. Namun meskipun blokade reseptor D2 dapat mengurangi gejala-gejala
positif seperti halusinasi dan delusi, antagonis D2 juga berkaitan dengan efek samping
neurologis yang tidak menyenangkan, yaitu gejala ekstrapiramidal. Selain itu agen ini
memiliki keterbatasan untuk gejala negatif dan kognitif .
2) Peran serotonin Pelepasan dopamin berkaitan dengan fungsi serotonin. Penurunan
aktivitas serotonin berkaitan dengan peningkatan aktivitas dopamin. Bukti yang
mendukung peran potensial serotonin dalam memperantarai efek antipsikotik obat
datang dari interaksi anatomi dan fungsional dopamin dan serotonin. Studi anatomi
dan elektrofisiologi menunjukkan bahwa saraf serotonergik dari dorsal dan median
raphe nuclei terproyeksikan ke badan-badan sel dopaminergik dalam Ventral
Tegmental Universitas Sumatera Utara Area (VTA) dan Substansia Nigra (SN) dari
otak tengah. Saraf serotonergik dilaporkan berujung langsung pada sel-sel
dopaminergik dan memberikan pengaruh penghambatan pada aktivitas dopamin di
jalur mesolimbik dan nigrostriatal melalui reseptor 5-HT2A. Secara umum,
penurunan aktivitas serotonin terkait dengan peningkatan aktivitas dopamin. Interaksi
antara serotonin dan dopamin, khususnya reseptor 5-HT2A, dapat menjelaskan
mekanisme obat psikotik atipikal dan rendahnya potensi untuk menyebabkan efek
samping ekstrapiramidal. Selain itu, stimulasi 5- HT1A juga meningkatkan fungsi
dopaminergik (Ereshefsky., 1999). 3) Peranan glutamat Disfungsi sistem
glutamatergik di korteks prefrontal diduga juga terlibat dalam patofisiologi
skizofrenia. Hipotesis datang dari bukti pemberian antagonis reseptor N-metil-DAspartat (NMDA), seperti phencyclidine (PCP) dan ketamin, pada orang sehat
menghasilkan efek yang mirip dengan spektrum gejala dan gangguan kognitif yang
terkait dengan skizofrenia. Efek dari antagonis NMDA menyerupai baik gejala negatif
dan positif serta defisit kognitif skizofrenia.
Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta:
PT. Nuh Jaya, 2003
10. Bagaimana efek samping dari haloperidol dan obat obat antipsikotik ?
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang
lama, sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping
yang timbul. Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan
otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam
hal ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak
kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu, dan akhirnya
mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang dapat timbul
adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat
memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan
dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek samping
ini. Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana
Sakit kepala
Sakit perut
Masalah menstruasi
Pandangan buram
Gemetar
Konstipasi
Sulit tidur
Selain beberapa efek samping yang disebutkan di atas, ada juga beberapa gejala
sindrom neuroleptik maligna. Walau jarang terjadi, hal ini perlu diwaspadai. Berikut
ini adalah beberapa gejalanya:
Demam tinggi
Berkeringat
Linglung
Maslim.R,SPKJ. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi ketiga.
Bagian ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.2007
Bila dokter menduga bahwa seseorang menderita schizophrenia, dia akan menanyakan
adanya riwayat penyakit badan dan kejiwaannya, melakukan pemeriksaan badan,
melakukan test medis dan psikologis. Beberapa pemeriksaan yang mungkin dilakukan:
Pemeriksaan laboratorium, seperti pemeriksaan darah dan skrining ada tidaknya
kecanduan obat bius yang sering memberikan gejala yang sama dengan
schizophrenia. Dokter juga bisa melakukan pemeriksaan CT Scan dan MRI otak,
untuk mengetahui ada tidaknya kelainan di otak.
Pemeriksaan psikologis. Dokter akan menanyakan tentang pikiran, perasaan, ada
tidaknya waham (delusion), sikap/ perilaku, keinginan untuk bunuh diri atau
melakukan kekerasan.
Arif, I.S., 2006, Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien, Refika Aditama,
Bandung