Anda di halaman 1dari 19

1.

DEFINISI PERSALINAN
Persalinan

adalah

serangkaian

kejadian

yang

berakhir

dengan

pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan
pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu (Varneys, 2007).
Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan
membran dari dalam rahim melalui jalan keluar. Persalinan dianggap normal jika
wanita berada pada atau dekat masa aterm, tidak terjadi komplikasi, terdapat
janin dengan presentasi puncak kepala, dan persalinan selesai dalam 24 jam
(Bobak, 2005).
Persalinan adalah kontraksi yang nyeri muncul setiap sekitar 10 menit
atau lebih cepat lagi, dengan diiringi satu dari tanda-tanda berikut ini : rabas
vagina berupa lendir vagina bercampur darah, ruptur membran secara spontan,
atau penipisan serviks secara komplit (Simkin & Ruth, 2005).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada
usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyakit
dan komplikasi. (Wiknjosastro, 2007).
Menurut Susilawati (2009), persalinan adalah suatu proses pengeluaran
hasil pembuahan (konsepsi) yang dapat hidup, dari dalam rahim (uterus) melalui
vagina atau jalan lain ke dunia luar. Usia kehamilan yang dianggap normal
(matur/aterm) untuk melahirkan adalah berkisar 38-42 minggu. Jika partus terjadi
di usia kehamilan kurang dari 38 minggu disebut preterm (prematur), sebaliknya
jika partus terjadi saat usia kehamilan lebih dari 42 minggu dinamakan posterm
(postmatur).
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan
perubahan pada servik (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu bila kontraksi uterus tidak
mengakibatkan perubahan servik.
2.

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN


Berikut akan dijelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi proses persalinan:
(1) Passage (jalan lahir)
Jalan lahir terdiri panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul,
vagina, dan introitus (lubang luar vagina) janin harus dapat menyesuaikan diri
dengan jalan lahir tersebut.
(2) Passanger (janin)

Cara penumpang (passanger) atau janin bergerak disepanjang jalan lahir


merupakan akibat interaksi beberapa faktor, yakni : ukuran kepala janin,
presentasi letak kepala, letak janin, sikap janin dan posisi janin.
(3) Power (kekuatan mengejan)
Kekuatan uterus, dinding perut dan daya meneran. Ibu melakukan kontraksi
involunter dan volunteer secara bersamaan untuk mengeluarkan janin dan
plasenta dari uterus.
(4) Psikis wanita / ibu
Penampilan dan perilaku wanita merupakan petunjuk yang berharga tentang
jenis dukungan yang ia akan perlukan dan kesiapan serta tingkat kecemasan
yang dialami oleh calon ibu
(5) Penolong
Penolong proses persalinan akan mempengaruhi proses persalinan.
Persalinan yang dibantu oleh tenaga kesehatan akan menghasilkan proses
persalinan yang jauh lebih aman dibandingkan persalinan yang bukan
dibantu oleh tenaga kesehatan.
(6) Posisi ibu
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Posisi
tegak memberikan sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa
letih hulang, memberikan rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi. Posisi
tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok.
(7) Pendamping
Pendamping merupakan salah satu jenis dukungan yang diperlukan oleh
calon ibu
3.

JENIS PERSALINAN
Menurut tim obstetrik dan ginekologi fakultas Universitas Padjajaran Bandung
(tahun 1983), persalinan dibedakan menjadi:
(1) Persalinan spontan
Bila persalinan seluruhnya berlangsung dengan kekuatan sendiri
(2) Persalinan buatan
Bila proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar.
(3) Persalinan anjuran
Bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan
jalan rangsangan.

4.

PERSALINAN NORMAL
Persalinan dan kelahiran dikatakan normal jika:
Usia kehamilan cukup bulan (37-42 minggu)
Persalinan terjadi spontan
Presentasi kepala
Berlangsung tidak lebih dari 18 jam

Tdak ada komplikasi pada ibu maupun janin


Pada persalian normal, terdapat beberapa fase:
1) Kala I dibagi menjadi 2:
- Fase laten: pembukaan serviks 1 hingga 3 cm, sekitar 8 jam.
- Fase aktif: pembukaan serviks 4 hingga lengkap (10 cm), sekitar 6 jam.
2) Kala II: pembukaan lengkap sampai bayi lahir, 1 jam pada primigravida, 2 jam
pada multigravida.
3) Kala III: segera setelah bayi lahir sampai plasenta lahir lengkap, sekitar 30
menit.
4) Kala IV: segera setelah lahirnya plasenta hingga 2 jam post-partum.
5.

TAHAPAN PERSALINAN
Persalinan dibagi menjadi 4 yaitu :
1. Kala I Persalinan
Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan meningkatkan
(frekuensi dan kekuatannya) sehingga servik membuka lengkap (10 cm).
Tanda dan gejala inpartu termasuk :
a. Penipisan dan pembukaan servik.
b. Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada servik (frekuensi
minimal 2 kali dalam 10 menit).
c. Cairan lendir bercampur darah.
Kala I persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif.
a.
Fase laten pada kala I persalinan
i.
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan
ii.
iii.
iv.
v.
b.
i.

pembukaan servik secara bertahap.


Berlangsung hingga servik membuka kurang 4 cm.
Pada umumnya, fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
Kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih diantara 20-30 detik.
Dicatat pada lembar observasi
Fase aktif pada kala I persalinan :
Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
(kontraksi dianggap adekuat atau memadai jika terjadi 3x atau lebih

ii.

dalam sepuluh menit, dan berlangsung selama 40 detik atau lebih).


Dari pembukaan 4 cm hingga mencapai bukaan lengkap atau 10 cm,
akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau

primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara)


iii.
Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
iv.
Dicatat pada lembar patograf
Pada fase aktif ini hal-hal yang dipantau yaitu :
a.
Denyut jantung janin : setiap jam
b.
Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap jam
c.
Nadi : setiap jam.
d.
Pembukaan serviks : setiap 4 jam.
e.
Penurunan bagian terbawah janin : setiap 4 jam.
f.
Tekanan darah : setiap 4 jam.
g.
Temperatur : setiap 2 jam.

h.

Produksi urin, aseton dan protein : setiap 2 sampai 4 jam.

2. Kala II Persalinan
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm)
dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut kala pengeluaran bayi.
Gejala dan Tanda Kala II Persalinan :
a.
Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum.
b.
Perineum menonjol.
c.
Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.
d.
Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.
Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang
a.
b.

hasilnya adalah :
Pembukaan serviks telah lengkap atau
Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina.
Pada ibu bersalin dengan LMR (Locus Minorus Resisten) (bekas SC) dapat
terjadi komplikasi RUI, dimana RUI dapat terjadi pada kala I maupun kala II.
Oleh karena itu perlu diwaspadai adanya tanda dan gejala RUI. Adapun tanda
gejalanya adalah : ibu gelisah, pernapasan dan nadi menjadi cepat, nyeri
perut yang terus menerus di perut bagian bawah, SBR tegang, nyeri pada
perabaan, lingkaran retraksi (Bandl) tinggi sampai setinggi pusat dan ligament
rotunda tegang.
Apabila rupture sudah terjadi, ibu akan merasa sangat kesakitan dan merasa
seperti ada yang robek dalam perutnya. Tidak lama kemudian bu akan
menunjukkan gejala kolaps dan syok. Perdarahan akibat rupture akan
mengalir sebagian ke rongga perut dan keluar pervaginam. Bagian janin dapat
teraba dengan mudah dan jelas pada pemeriksaan luar karena janin masuk ke
rongga perut dan di samping janin ditemukan uterus sebesar kepala bayi
(Wiknjosastro, 2007).
Pada ibu dengan LMR, dapat dilakukan persalinan pervaginam apabila sudah
memenuhi syarat yang ada dan persalinan harus dialkukan di RS agar dapat
diawasi lebih baik. Kala II tidak boleh berlangsung terlalu lama dan pemberian
oksitosin tidak diperkenankan. Ibu diperbolehkan mengedan selama 15 menit ,
jika dalam waktu 15 menit ini bagian terendah anak turun dengan pesat, maka
diperbolehkan lagi mengedan selama 15 menit. Jika setelah 15 menit kepala
tidak turun dengan cepat dapat dilakukan vacum ektraksi bila syarat-syarat
terpenuhi.

3. Kala III Persalinan


Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Pada kala III persalinan, otot uterus

(miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus


setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya
ukuran tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi
semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan
terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam vagina. Tandatanda lepasnya plasenta mencangkup beberapa atau semua hal-hal di bawah
ini:
a.
b.
c.

Perubahan bentuk dan tinggi uterus.


Tali pusat memanjang.
Semburan darah mendadak dan singkat.
Manajemen Aktif Kala III bertujuan untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan
mengurangi kehilangan darah kala III persalinan jika dibandingkan dengan
penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu
di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian
besar oleh atonia uteri dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah
dengan melakukan manajemen aktif kala III. Keuntungan-keuntungan
Manajemen Aktif Kala III
Persalinan kala III yang lebih singkat.
Mengurangi jumlah kehilangan darah.
Mengurangi kejadian retensio plasenta.
Manajemen Aktif Kala III terdiri dari tiga langkah utama :
Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
Melakukan peregangan tali pusat terkendali.
Massase fundus uteri.

a.
b.
c.
a.
b.
c.

4. Asuhan dan Pemantauan Pada Kala IV


Setelah plasenta lahir :
a.
Lakukan rangsangan taktil (massase) uterus untuk merangsang uterus
berkontraksi baik dan kuat.
Evaluasi tinggi fundus dengan meletakkan jari tangan secara melintang

b.

dengan pusat sebagai patokan. Umumnya, fundus uteri setinggi atau


beberapa jari di bawah pusat.
Memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan.
Periksa kemungkinan perdarahan dari robekan perineum.
Evaluasi keadaan umum ibu.
Dokumentasikan semua asuhan dan temuan selama persalinan kala IV

c.
d.
e.
f.

di bagian belakang partograf, segera setelah asuhan diberikan atau

setelah penilaian dilakukan.


Perdarahan dari perineum

Perdarahan akibat laserasi perineum diklasifikasikan berdasarkan luas


robekannya yaitu :
a. Derajat I mencakup mukosa vagina, komisura posterior, dan kulit
perineum.
b. Derajat II mencakup derajat I ditambah dengan otot perineum.
c. Derajat III mencakup derajat II ditambah dengan otot sfinger ani.
d. Derajat IV mencakup derajat III ditambah dengan dinding depan

rectum.
Pemantauan keadaan umum ibu.
Sebagian besar kejadian kesakitan ibu yang disebabkan oleh perdarahan
pasca persalinan terjadi selama empat jam pertama setelah kelahiran bayi.
Karena alasan ini sangatlah penting untuk memantau ibu secara ketat
segera setelah persalinan. Jika tanda-tanda vital dan kontraksi uterus
masih dalam batas normal selama dua jam pertama pasca persalinan,
mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan pasca persalinan. Penting
untuk berada disamping ibu dan bayinya selama dua jam pertama pasca

persalinan.
Selama dua jam pertama pasca persalinan :
a. Pantau tekanan darah, nadi, TFU, kandung kemih dan darah yang
keluar setiap 15 menit selama satu jam pertama dan setiap 30 menit
selama satu jam kedua.
b. Massase uterus untuk membuat kontraksi menjadi baik setiap 15 menit
selama satu jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua
kala empat.
c. Pantau temperatur tubuh setiap jam selama dua jam pertama pasca
persalinan.
d. Nilai perdarahan. Periksa perineum dan vagina setiap 15 menit selama
satu jam pertama dan setiap 30 menit selama jam kedua kala empat.
e. Ajarkan ibu dan keluarganya bagaimana menilai kontraksi uterus dan
jumlah darah yang keluar serta bagaimana melakukan massase jika
f.

uterus menjadi lembek.


Minta anggota keluarga untuk memeluk bayi. Bantu ibu untuk
mengenakan baju atau sarung yang bersih dan kering, atur posisi ibu
agar nyaman, duduk bersandarkan bantal atau berbaring miring. Jaga
agar bayi diselimuti dengan baik, bagian kepala tertutup baik,
kemudian berikan bayi ke ibu dan anjurkan untuk dipeluk dan diberi

ASI.
g. Lengkapi asuhan essensial bagi bayi baru lahir.
h. Jangan gunakan kain pembebat perut selama dua jam pertama pasca
menolong untuk persalinan atau hingga kondisi ibu sudah stabil. Kain

pembebat perut menyulitkan penolong untuk menilai kontraksi uterus


secara memadai. Jika kandung kemih penuh, bantu ibu untuk
mengosongkan kandung kemihnya dan anjurkan untuk mengosongkan
setiap kali diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk berkemih
mungkin berbeda setelah dia melahirkan bayinya. Jika ibu tidak dapat
berkemih, bantu ibu dengan menyiramkan air bersih dan hangat ke
perineumnya. Berikan privasi atau masukkan jari-jari ibu ke dalam air
hangat untuk merangsang keinginan berkemih secara spontan.
Pastikan bahwa dia dapat berkemih sendiri dan keluarganya
mengetahui bagaimana menilai kontraksi dan jumlah darah yang
keluar. Anjurkan kepada mereka bagaimana mencari pertolongan jika
-

ada tanda-tanda bahaya seperti :


Demam.
Perdarahan aktif.
Keluar banyak bekuan darah.
Bau busuk dari vagina.
Pusing.
Lemas luar biasa.
Penyulit dalam menyusukan bayinya.
Nyeri panggul atau abdomen yang lebih hebat dari nyeri kontraksi
biasa.

6.
1.

PENGKAJIAN PERSALINAN
Pengkajian Kala I
Pengkajian kala I meliputi pertanyaan berikut :
a.
b.
c.
d.

Alasan datang
Kapan taksiran persalinan
Kapan mulai tanda tanda persalinan
Riwayat persalinan
Riwayat tentang selaput ketuban
Kontraksi teratur yg semakin lama semakin sering
Perubahan status emosi
Ada masalah tentang kehamilan
Kapan terakhir makan/minum
Ada alergi terhadap makanan/minuman
Siapa yang mendampingi selama persalinan
e. Pemeriksaan fisik kala I
Tanda tanda vital
Palpasi leopold I, II, III, IV
Ukuran panggul
Dilatasi serviks
Kontraksi/ his diperiksa selama 10 menit setiap 30 60 menit
Sekret : merah muda sampai dengan coklat

2.

3.

4.

Selaput ketuban ada atau tidak


DJJ terdengar jelas di umbilikus
Perilaku, apakah masih terkontrol, optimis atau fatigue
Varises, udema di kaki dan wajah
Pengkajian Kala II
Ibu mengeluh dorongan kuat untuk meneran dan merasakan tekanan
yang semakin tinggi pada daerah rektum
Perineum menonjol
Vulva dan anus membuka
Kaki ibu gemetar saat meneran
Ibu mengalami kelelahan
Kontraksi uterus kuat 4 5 kali selama 50 70 detik
Dilatasi serviks 10 cm
Darah keluar sedikit, pengeluaran lendir dari vagina meningkat
Peregangan rektum/vagina
Distensi vesika urinari
Ketuban (+)/ terjadi ruptur
Keringat ++
Frekuensi pernafasn meningkat
Tekanan darah meningkat 5 10 mmHg
Janin mengalami bradikardi selama his
Pengkajian Kala III
Perilaku gembira dan letih
Tremor kaki menggigil
Perdarahan per vaginam
Tali pusat memanjang
Uterus berubah bentuk menjadi bulat dan keras
Kehilangan darah (normal : 250 300 ml)
Jalan lahir: robek/lecet
Luka episiotomi
Hipotensi pengaruh dari obat/analgetik /anastesi
Nadi lambat
Pengkajian IV
Nadi
Uterus
Tinggi antara simfisis umbilikus(12 jam pertama adalah 1 cm di atas

5.

pusat)
Lokea : rubra
Perineum : episiotomi, lecet, vulva odema dan lembut
Rektum : hemoroid

TATALAKSANA PERSALINAN
Menurut Kemenkes RI (2013) 58 langkah APN terdiri atas:
1)
Mengenali tanda dan gejala kala dua
Ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau

vaginanya.
Perineum menonjol dan menipis.

2)

Vulva-vagina dan sfingter ani membuka.


Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial.
Klem, gunting, benang tali pusat, penghisap lendir steril/DTT siap

dalam wadahnya
Semua pakaian, handuk, selimut dan kain untuk bayi dalam kondisi

bersih dan hangat


Timbangan, pita ukur, stetoskop bayi, dan termometer dalam kondisi

baik dan bersih


Patahkan ampul oksitosin 10 unit dan tempatkan spuit steril sekali

pakai di dalam partus set/wadah DTT


Untuk resusitasi: tempat datar, rata, bersih, kering dan hangat, 3
handuk atau kain bersih dan kering, alat penghisap lendir, lampu sorot

60 watt dengan jarak 60 cm diatas tubuh bayi.


Persiapan bila terjadi kegawatdaruratan pada ibu: cairan kristaloid, set

3)

infus
Kenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih, sepatu tertutup

4)

kedap air, tutup kepala, masker, dan kacamata.


Lepas semua perhiasan pada lengan dan tangan lalu cuci kedua tangan
dengan sabun dan air bersih kemudian keringkan dengan handuk atau

5)
6)

tisu bersih.
Pakai sarung tangan steril/DTT untuk pemeriksaan dalam.
Ambil spuit dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin
10 unit dan letakkan kembali spuit tersebut di partus set/wadah DTT atau

7)

steril tanpa mengontaminasi spuit.


Bersihkan vulva dan perineum, dari depan ke belakang dengan kapas

8)

atau kasa yang dibasahi air DTT.


Lakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan
serviks sudah lengkap. Lakukan amniotomi bila selaput ketuban belum
pecah, dengan syarat: kepala sudah masuk ke dalam panggul dan tali

9)

pusat tidak teraba.


Dekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan
sarung tangan dalam keadaan terbalik dan rendam dalam larutan klorin

10)

0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelahnya.


Periksa denyut jantung janin (DJJ) segera setelah kontraksi berakhir
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120 160 kali/menit).

11)
12)

Ambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.


Beritahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran.

Bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan dia merasa
nyaman.


13)

Anjurkan ibu untuk cukup minum.


Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat

untuk meneran.

Perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai.

Nilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai.


Segera hubungi dokter spesialis obstetri dan ginekologi jika bayi belum atau
tidak akan segera lahir setelah 120 menit (2 jam) meneran (untuk
primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (untuk multigravida). Jika dokter
spesialis obstetri dan ginekologi tidak ada, segera persiapkan rujukan.
14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60
15)

menit.
Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, letakkan

16)
17)

handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.


Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian di bawah bokong ibu.
Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan

18)
19)

bahan.
Pakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum
dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering, sementara
tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan

membantu lahirnya kepala.

Anjurkan ibu meneran sambil bernapas cepat dan dangkal.


20) Periksa lilitan tali pusat dan lakukan tindakan yang sesuai jika hal itu

21)
22)

terjadi.
Jika lilitan tali pusat di leher bayi masih longgar, selipkan tali pusat

lewat kepala bayi.


Jika lilitan tali pusat terlalu ketat, klem tali pusat di dua titik lalu
gunting di antaranya. Jangan lupa untuk tetap lindungi leher bayi.
Tunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental.
Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.

Dengan
gerakkan

lembut
kepala

ke

arah bawah dan distal


hingga

bahu

depan

muncul di bawah arkus pubis seperti pada gambar disamping.


(Melahirkan bahu depan)

Gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang


seperti gambar berikut (Melahirkan bahu belakang)

23)

Setelah kedua bahu lahir, geser tangan yang berada di bawah ke arah
perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah.

Gunakan tangan yang berada di atas untuk menelusuri dan


memegang lengan dan siku sebelah atas.
Setelah tubuh dan lengan bayi lahir, lanjutkan penelusuran tangan yang

24)

berada di atas ke punggung, bokong, tungkai dan kaki bayi.

Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk di antara kaki dan


pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari-jari
lainnya).
Lakukan penilaian selintas dan jawablah tiga pertanyaan berikut untuk

25)

menilai apakah ada asfiksia bayi:

Apakah kehamilan cukup bulan?

Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap?

Apakah tonus otot bayi baik/bayi bergerak aktif?


Bila ada jawaban TIDAK, bayi mungkin mengalami asfiksia. Segera lakukan
resusitasi bayi baru lahir sambil menghubungi dokter spesialis anak. Bila
dokter spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan. Pengisapan
lendir jalan napas pada bayi tidak dilakukan secara rutin
26) Bila tidak ada tanda asfiksia, lanjutkan manajemen bayi baru lahir normal.
Keringkan dan posisikan tubuh bayi di atas perut ibu

Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya

27)

KECUALI BAGIAN TANGAN TANPA MEMBERSIHKAN VERNIKS.


Ganti handuk basah dengan handuk yang kering
Pastikan bayi dalam kondisi mantap di atas dada atau perut ibu
Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada bayi lain dalam

28)

uterus (hamil tunggal).


Beritahukan kepada ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin

untuk membantu uterus berkontraksi baik.

29)

Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, berikan suntikan oksitosin 10unit
IM di sepertiga paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum

menyuntikkan oksitosin). Jika tidak ada oksitosin:


Rangsang puting payudara ibu atau minta ibu menyusui untuk

menghasilkan oksitosin alamiah.


Beri ergometrin 0,2 mg IM. Namun TIDAK BOLEH diberikan pada
pasien preeklampsia, eklampsia, dan hipertensi karena dapat
memicu terjadi penyakit serebrovaskular.
Dengan menggunakan klem, 2 menit setelah bayi lahir, jepit tali pusat

30)

pada sekitar 3 cm dari pusat (umbilikus) bayi (kecuali pada asfiksia


neonatus, lakukan sesegera mungkin). Dari sisi luar klem penjepit, dorong
isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm
31)

distal dari klem pertama.


Potong dan ikat tali pusat.

Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit kemudian
gunting tali pusat di antara 2 klem tersebut (sambil lindungi perut

bayi).
Ikat tali pusat dengan benang DTT/steril pada satu sisi kemudian
lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan

kedua menggunakan simpul kunci.

Lepaskan klem dan masukkan dalam larutan klorin 0,5%.


Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan/bahan
apapun ke puntung tali pusat
32) Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi. Letakkan
bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga
bayi menempel dengan baik di dinding dada-perut ibu. Usahakan kepala
bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting
payudara ibu.
Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan kering dan pasang topi

33)

pada kepala bayi. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru
34)
35)

lahir
Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
Letakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di tepi atas

36)

simfisis dan tegangkan tali pusat dan klem dengan tangan yang lain.
Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil
tangan yang lain mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati,

seperti gambar berikut, untuk mencegah terjadinya inversio uteri.


Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota
keluarga untuk menstimulasi puting susu.

Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan


tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi
prosedur di atas.
Lakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial hingga plasenta

37)

terlepas, lalu minta ibu meneran sambil menarik tali pusat dengan arah
sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir

dengan tetap melakukan tekanan dorso-kranial.


Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak

38)

sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta


Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat:
Beri dosis ulangan oksitosin 10 unitIM
Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih penuh
Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan
Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
Segera rujuk jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi

lahir
Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
Saat plasenta terlihat di introitus vagina, lanjutkan kelahiran plasenta
dengan menggunakan kedua tangan.

Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril
untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jarijari
tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput

39)

yang tertinggal.
Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase
uterus dengan meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase
dengan gerakan melingkar secara lembut hingga uterus berkontraksi
(fundus teraba keras).

Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi

40)

setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/ masase.


Periksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan

41)

pastikan bahwa selaputnya lengkap dan utuh.


Evaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan lakukan
penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan aktif.

Derajat robekan/laserasi perineum

42)

Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan

43)

pervaginam
Mulai IMD dengan memberi cukup waktu untuk melakukan kontak kulit
ibu-bayi (di dada ibu minimal 1 jam).

Biarkan bayi mencari dan menemukan puting dan mulai menyusu

Sebagian besar bayi akan berhasil melakukan inisiasi menyusu dini


dalam waktu 60-90 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung
pada menit ke-45-60, dan berlangsung selama 10-20 menit. Bayi

cukup menyusu dari satu payudara.


Tunda semua asuhan bayi baru lahir normal lainnya dan biarkan bayi
berada di dada ibu selama 1 jam walaupun bayi sudah berhasil

menyusu.
Bila bayi harus dipindah dari kamar bersalin sebelum 1 jam atau
sebelum bayi menyusu, usahakan ibu dan bayi dipindah bersama

dengan mempertahankan kontak kulit ibu dan bayi.


Jika bayi belum menemukan puting ibu - IMD dalam waktu 1 jam,
posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit

dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya.


Jika bayi masih belum melakukan IMD dalam waktu 2 jam,
pindahkan ibu ke ruang pemulihan dengan bayi tetap di dada ibu.
Lanjutkan asuhan perawatan neonatal esensial lainnya (menimbang,
pemberian vitamin K1, salep mata) dan kemudian kembalikan bayi

kepada ibu untuk menyusu.


Kenakan pakaian pada bayi atau tetap diselimuti untuk menjaga

kehangatannya.
Tetap tutupi kepala bayi dengan topi selama beberapa hari pertama.
Bila suatu saat kaki bayi terasa dingin saat disentuh, buka
pakaiannya kemudian telungkupkan kembali di dada ibu dan selimuti
keduanya sampai bayi hangat kembali.

Tempatkan ibu dan bayi di ruangan yang sama. Bayi harus selalu
dalam jangkauan ibu 24 jam dalam sehari sehingga bayi bisa

44)

menyusu sesering keinginannya


Setelah kontak kulit ibu-bayi dan IMD selesai:

Timbang dan ukur bayi.

Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%

atau antibiotika lain).


Suntikkan vitamin K1 1 mg (0,5 mL untuk sediaan 2 mg/mL) IM di

paha kiri anterolateral bayi.


Pastikan suhu tubuh bayi normal (36,5 37,5oC).
Berikan gelang pengenal pada bayi yang berisi informasi nama ayah,

ibu, waktu lahir, jenis kelamin, dan tanda lahir jika ada.
Lakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan (bibir
sumbing/langitan sumbing, atresia ani, defek dinding perut) dan

tanda-tanda bahaya pada bayi.


Bila menemukan tanda bahaya, hubungi dokter spesialis anak. Bila dokter
spesialis anak tidak ada, segera persiapkan rujukan
45) Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi
hepatitis B di paha kanan anterolateral bayi.

Letakkan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa

disusukan.
Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil
menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi

46)

berhasil menyusu.
Lanjutkan pemantauan kontraksi dan pecegahan perdarahan pervaginam:

Setiap 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascasalin.

Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascasalin.

Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascasalin.

Lakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri jika


uterus tidak berkontraksi dengan baik.
Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai

47)

kontraksi, mewaspadai tanda bahaya pada ibu, serta kapan harus


memanggil bantuan medis.
Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
Periksa tekanan darah, nadi, dan keadaan kandung kemih ibu setiap 15

48)
49)

menit selama 1 jam pertama pascasalin dan setiap 30 menit selama jam

kedua pascasalin.
Periksa temperatur ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama
pascasalin.
Lakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal

50)

Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas

51)

dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5 37,50C).
Tunda proses memandikan bayi yang baru saja lahir hingga minimal
24 jam setelah suhu stabil.
Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi

52)
53)

(10

menit).

Cuci

dan

bilas

peralatan

setelah

didekontaminasi.
Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
Bersihkan badan ibu menggunakan air DTT. Bersihkan sisa cairan
ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan

54)

55)
56)

kering.
Pastikan ibu merasa nyaman.

Bantu ibu memberikan ASI.

Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang


diinginkannya.
Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikkan
bagian dalam keluar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10

57)

menit.
Cuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian

58)

keringkan dengan tisu atau handuk yang kering dan bersih.


Lengkapi partograf (halaman depan dan belakang), periksa tanda vital
dan asuhan kala IV.

Catatan: Pastikan ibu sudah bisa buang air kecil setelah asuhan persalinan
selesai.
6.

LIMA BENANG MERAH DALAM ASUHAN PERSALINAN:


a. Pengambilan keputusan Klinik
Dilakukan melalui suatu proses yang sistematis yaitu : Pengumpulan Data
(Data Subyektif dan Data Obyektif), penatalaksanaan asuhan (intervensi dan
implementasi) dan evaluasi dari keseluruhan proses atau tindakan yang
dilakukan. Pada ibu bersalin dengan LMR (bekas SC) untuk menghindari
komplikasi ibu bersalin dengan LMR ( bekas SC) saat melakukan persalinan
normal maka perlu dilakukan pencegahan sbb:
- Dilakukan pemasangan infuse dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi ibu sebagai tenaga proses persalinan berlangsung, selain itu juga
sebagai antisipasi apabila terjadi syok akibat dari rupture uteri.
- Tidak perkenankannya dilakukan oksitosin drip untuk mempercepat his
dikarenakan akan merangsang uterus untuk berkontraksi lebih cepat
yang dapat mengakibatkan uterus meregang dan berakibat rupture uteri.

- Mempercepat kala II. Ibu diperbolehkan mengedan selama 15 menit, jika


dalam waktu 15 menit ini bagian terendah anak turun dengan pesat,
maka diperbolehkan lagi mengedan selama 15 menit. Jika setelah 15
menit kepala tidak turun dengan cepat dapat dilakukan vacum ektraksi
bila syarat-syarat terpenuhi.
- Tidak melakukan kristeller.
b. Asuhan Sayang Ibu dan Sayang Bayi
Prinsip yang digunakan adalah memperhatikan adat kebiasaan dan
kepercayaan dimana ibu bertempat tinggal. Selain itu adanya pendamping
persalinan dari suami maupun keluarga sesuai keinginan ibu. Asuhan Sayang
Bayi mencakup tindakan pencegahan hipotermi (sistem kangguru) dan
pemberian ASI sesegera mungkin. Upaya lain adalah dengan melaksanakan
rawat gabung (Rooming In), sehingga akan terjadi proses Bounding
Attachment antara ibu dan bayinya. Selain itu pemberian pendidikan tentang
cara perawatan bayi baru lahir bagi ibu dan anggota keluarga lain.
c. Pencegahan Infeksi
Dilakukan sebagai upaya perlindungan bagi ibu, bayi baru lahir, keluarga,
penolong

persalinan

dan

tenaga

kesehatan

lainnya

yaitu

dengan

meminimalkan infeksi dan menurunkan resiko penularan penyakit. Prinsipprinsip dalam pencegahan infeksi :
- Setiap individu yang terlibat dalam proses persalinan, harus dianggap
dapat menularkan penyakit.
- Setiap individu harus dianggap mempunyai resiko terkena virus.
- Semua peralatan yang digunakan harus dianggap terkontaminasi sehingga
perlu diproses secara benar.
- Alat-alat yang tidak diketahui kebenaran dalam memproses harus
dianggap telah terkontaminasi.
- Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi bisa ditekan
seminimal mungkin dengan tindakan-tindakan pencegahan yang benar
yaitu cuci tangan, pemakaian sarung tangan dan perlengkapan pelindung.
Setiap

tindakan

dilakukan

dengan

tehnik

aseptic

dan

antiseptic,

memproses semua alat termasuk sampah sesuai prosedur.


d. Pencatatan / Dokumentasi
Setiap penolong persalinan harus melakukan pencatatan tentang semua
asuhan yang telah diberikan karena jika asuhan tidak dicatat dapat dianggap
asuhan itu tidak dilakukan. Alat pencatatan yang digunakan adalah partograf.
Dimana dalam partograf terdapat banyak point yang sangat bermanfaat untuk
mengevaluasi proses persalinan, karena partograf berisi informasi tentang :
kemajuan persalinan, kondisi ibu dan janin, asuhan yang sudah diberikan

sehingga komplikasi dan penyulit persalinan terdeteksi sedini mungkin dan


segera diambil keputusan klinik.
Dokumentasi yang ada juga dapat digunakan sebagai sarana informasi bagi
petugas kesehatan sehingga dalam pemberian asuhan dapat berlangsung
secara berkesinambungan.
e. Rujukan
Persiapan rujukan sebaiknya sudah dilakukan pada waktu asuhan antenatal
yang melibatkan ibu, keluarga dan masyarakat sekitarnya, sehingga rujukan
dapat dilakukan secara efektif dan efisien sebagai salah satu asuhan sayang
ibu dan bayi dalam mendukung keselamatan ibu dan bayi (Wiknjosastro,
2007).

DAFTAR PUSTAKA
Bobak, 2005 : Bobak, Lowdermil, Jensen. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Jakarta : EGC. 2004.
Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di Fasilitas Kesehatan
Dasar Dan Rujukan. Jakarta : Bakti Husada.
Simanjuntak, Diak L., Simanjuntak, Carolina M. 2013. Buku Panduan Praktikum
Laboratorium Keperawatan Maternitas I. Akper HKBP Balige Sumatera Utara.
Simkin, P dan Ancheta, R. 2005. Buku Saku Persalinan. Jakarta: EGC
Susilawati, L., 2009. Asuhan Kebidanan II (Persalinan), Jakarta : Trans Info Media
Varney,H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4. Jakarta; EGC .
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kebidanan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.

Anda mungkin juga menyukai