AKUNTANSI MANAJEMEN
ANALISIS KINERJA ORGANISASI PUBLIK MENGGUNAKAN
BALANCED SCORECARD (STUDI KASUS PADA KANTOR
PERWAKILAN BPKP PROVINSI KEPULAUN RIAU)
Disusun oleh:
Abstrak
Setiap organisasi, termasuk organisasi publik, membutuhkan alat untuk mengkomunikasikan rencana-rencana
strategisnya kepada semua anggota organisasi. Alat komunikasi tersebut adalah Balanced Scorecard. Balance
Scorecard merupakan suatu pendekatan dalam pengukuran kinerja manajemen perusahaan, yang juga dapat
diterapkan sebagai suatu sistem strategi manajemen. Balance Scorecard dapat menuntun manajemen dan
anggota organisasi dalam menterjemahkan visi, misi serta strategi organisasi ke dalam tindakan yang nyata.
Penelitian ini dilakukan pada Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau. Selama ini, Kantor Perwakilan
BPKP Provinsi Kepulauan Riau belum menggunakan balanced scorecard untuk mengukur kinerjanya. Hal ini
menyebabkan pengukuran kinerja yang dilakukan belum optimal, terutama dari sisi non finansial.
Dalam Balanced Scorecard, pengukuran kinerja dilihat dari 4 perspektif yaitu Customer and Stakeholder
Perspective, Financial Perspective, Employees and Organization Capacity Perspective, dan Internal Bussiness
Process Perspective. Secara keseluruhan kinerja Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau sudah baik. Namun
apabila dilihat dari analisis Balanced Scorecard masih ada yang perlu ditingkatkan misalnya Mendorong APIP
untuk membentuk satgas peningkatan kapabilitas APIP dan memenuhi auditor baik jumlah dan kompetensinya
serta Melakukan pendampingan untuk menyusun pedoman dan SOP untuk kegiatan pengawasan dan penunjang
pengawasan untuk memenuhi tujuan Meningkatnya Kapabilitas Pengawasan Intern K/L/P. Aspek ini senantiasa
harus selalu ditingkatkan agar penerapan pengukuran kinerja dari perspektif finansial dan non finansial (Balanced
Scorecard) dapat menghasilkan nilai tambah bagi kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau.
kata kunci: penilaian kinerja, balanced scorecard, kinerja organisasi publik
Abstract
Every organization, including public organizations, need tools to communicate strategic plans to all members of the
organization. The communication tool is the Balanced Scorecard. Balance Scorecard is a performance
measurement approach in the management of the company, which can also be implemented as a system
management strategy. Balance Scorecard can guide the management and members of the organization in
translating the vision, mission and organizational strategy into real action. This research was done on BPKP
Representative Office of the Riau Islands Province. During this time, BPKP Representative Office of Riau Islands
province has not used the balanced scorecard to measure performance. This leads to performance measurement
that do not yet optimal, particularly from the non-financial side.
In the Balanced Scorecard, performance measurement viewed from four perspectives: Customer and Stakeholder
Perspective, Financial Perspective, Employees and Organization Capacity Perspective and Bussiness Internal
Process Perspective. Overall performance BPKP Representative Riau Islands province is already good. However,
when seen from the Balanced Scorecard analysis still needs to be improved, for example Encouraging APIP to
form a task force increasing the capability of APIP and meet both the auditors number and competence as well as
options mentoring to develop guidelines and standard operating procedures for monitoring activities and
supplementary supervision to meet the goal of "Increasing Capability Internal Control K / L / P ". This aspect should
always be improved so that the application of performance measurement of the financial and non-financial
(Balanced Scorecard) can generate added value for BPKP Representative Office Riau Islands Province.
Keyword: performance assessment , balanced scorecard, performance of public organizations
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Kinerja Pemerintah dewasa ini menjadi komponen penting dalam proses evaluasi atas
kegiatan yang dilakukan organisasi pemerintahan. Setiap organisasi pemerintah dituntut
untuk memberikan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan yang diemban masingmasing instansi. Perlu dipahami bahwa Organisasi sektor publik itu sendiri merupakan
organisasi yang mengelola misi dan tanggung jawab yang dibebankan oleh publik baik
finansial maupun non finansial. Rangkaian yang saling berkaitan menuntut adanya suatu
sistem pertanggungjawaban kinerja yang memadai.
Hal inilah yang mendorong dibangunnya sistem organisasi publik yang berbasis kinerja.
Sistem ini diharapkan dapat menggantikan konsep manajemen tradisional yang kaku,
birokratis, dan hiearkis. Kemunculan manajemen berbasis kinerja awalnya merupakan bagian
dari reformasi New Public Management yang pertama kali dilakukan oleh negara-negara di
Eropa dan Anglo-Amerika sejak tahun 1980-an. Fokus dalam manajemen berbasis kinerja
adalah pengukuran kinerja organisasi publik yang berorientasi pada pengukuran outcome
(hasil), bukan lagi pengukuran input atau output saja.
Pengukuran kinerja merupakan alat untuk menilai kesuksesan suatu organisasi. Dalam
proses pengendalian manajemen, pengukuran kinerja berada pada tahap evaluasi kinerja.
Setiap aktivitas, harus terukur kinerjanya agar dapat diketahui tingkat efisiensi dan
efektifitasnya. Efisien dan efektifitas inilah yang menjadi dasar untuk melakukan penilaian
kinerja. Khususnya untuk sektor publik, pengukuran kinerja dilakukan untuk mengukur tingkat
ekonomi, efisiendsi dan efektivitas kegiatan.
Selama ini kinerja Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau, diukur dengan
menggunakan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). LAKIP adalah
dokumen pelaporan yang memberikan informasi mengenai kinerja yang telah dicapai yang
diperhitungkan atas dasar rencana kinerja yang telah disusun sebelumnya. Tujuan
disusunnya LAKIP adalah untuk meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih
berdaya guna, berhasil guna, dan bersih. LAKIP merupakan wujud pertanggungjawaban
dalam mencapai misi dan tujuan instansi pemerintah (Asmoko, 2014). Namun demikian,
perspektif pengukuran kinerja dalam LAKIP dirasa hanya memperhatikan unsur finansial serta
perspektif kinerja yang sifatnya internal. Banyak aspek penentu kesuksesan organisasi publik
yang tidak dapat dinilai dengan angka (dikuantifikasikan) dalam satuan mata uang yang
ditampilkan dalam laporan keuangan. Beberpa faktor yang sifatnya tidak berwujud (intangible
assets) maupun kekayaan intelektual sumber daya manusia dalam kenyataannya justru
menjadi penentu dan pendorong kemajuan suatu organisasi publik (Suharsono, 2005).
Balance scorecard merupakan suatu pendekatan dalam pengukuran kinerja
manajemen perusahaan, yang juga dapat diterapkan sebagai suatu sistem strategi
manajemen. Balance scorecard dapat menuntun manajemen dan anggota organisasi dalam
menterjemahkan visi, misi serta strategi organisasi kedalam tindakan-tindakan nyata (Kaplan
dan Norton, 1992).
Balanced scorecard memandang organisasi dari empat perspektif :
1. Perspektif keuangan (financial perspective)
2. Perspektif pelanggan (customer perspective)
3. Perspektif proses bisnis intenal (internal business process perspective)
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perspective)
Melalui Balanced scorecard organisasi pemerintah atau sektor publik akan mampu
menjelaskan misinya kepada masyarakat dan dapat mengidentifikasi indikator kepuasan
masyarakat secara lebih transparan, objektif dan terukur serta mampu mengidentifikasi
proses kerja dan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkannya dalam mencapai misi
dan strateginya.
Selain
mempertimbangkan
aspek
finansial,
balanced
scorecard
juga
mempertimbangkan aspek non finansial. Balanced scorecard tidak hanya mengukur hasil
akhir, tetapi juga aktivitas-aktivitas penentu hasil akhir. Aplikasi balanced scorecard juga
mencakup aktivitas pertumbuhan dan pembelajaran, yang dapat memberikan kontribusi pada
proses bisnis internal. Oleh karena itu, balanced scorecard dinilai sesuai untuk diterapkan
3
pada organisasi sektor publik. Hal tersebut sejalan dengan tujuan organisasi publik yang
menempatkan pelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dan nonkeuangan sebagai
prioritas utama (Mahmudi, 2007).
Penerapan balanced scorecard di organisasi publik tidak sama dengan apa yang
dilakukan di organisasi bisnis (Imelda, 2004). Perbedaan tersebut antara lain adanya
perubahan framework dimana yang menjadi pemicu dalam balanced scorecard untuk
organisasi publik adalah misi untuk melayani masyarakat, perubahan posisi perspektif
finansial dan perspektif pelanggan, perspektif pelanggan menjadi perspektif customer and
stakeholder, serta perubahan perspektif pertumbuhan dan pembelajaran menjadi perspektif
employess and organization capacity.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas penulis mencoba untuk melakukan penelitian
dengan judul ANALISIS KINERJA ORGANISASI PUBLIK MENGGUNAKAN BALANCED
SCORECARD (STUDI KASUS PADA KANTOR PERWAKILAN BPKP PROVINSI
KEPULAUAN RIAU).
I.2. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana Kinerja Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan
perspektif keuangan dalam Balanced Scorecard?
2. Bagaimana Kinerja Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan
perspektif pelanggan dalam Balanced Scorecard?
3. Bagaimana Kinerja Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan
perspektif proses bisnis internal dalam Balanced Scorecard?
4. Bagaimana Kinerja Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dalam Balanced Scorecard?
I.3. TUJUAN
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Menganalisis dan mengetahui pengaruh perspektif keuangan terhadap kinerja Kantor
Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau.
2. Menganalisis dan mengetahui pengaruh perspektif pelanggan terhadap kinerja Kantor
Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau.
3. Menganalisis dan mengetahui pengaruh perspektif internal bisnis proses terhadap kinerja
Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau.
4. Menganalisis dan mengetahui pengaruh perspektif pertumbuhan dan pembelajaran
terhadap kinerja Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau.
I.4 RUANG LINGKUP
Ruang lingkup atau batasan malakah ini adalah sebagai berikut:
1. Menitikberatkan penilaian kinerja berdasarkan aspek balanced scorecard.
2. Visi, misi dan strategi yang telah ditetapkan adalah sudah benar dan menjadi titik acuan awal
penelitian dan tidak dibahas lagi.
3. Penelitian terhadap subjek dan objek penelitian dalam kurun waktu 1 tahun yaitu tahun 2015.
4. Objek penelitian adalah Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau.
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Kinerja
II.1.1Pengertian Kinerja
Kinerja merujuk pada hasil yang dapat diselesaikan oleh seorang karyawan dalam
periode waktu tertentu. Kinerja juga merujuk pada perilaku karyawan dalam bekerja. Hersey
dan Blanchard (1993) mendefinisikan kinerja sebagai suatu fungsi dari motivasi dan
kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaannya. Kinerja adalah hasil
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, seperti
standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan
telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2004). Sejalan dengan definisi-definisi
sebelumnya, Robbins (1997) menggambarkan kinerja sebagai fungsi interaksi antara
4
operasional yang dapat dianggap mewakili faktor-faktor pemicu kinerja keuangan organisasi
publik di masa mendatang.
Dalam menghadapi kompleksitas mengelola suatu organisasi dewasa ini, seorang
pimpinan membutuhkan kemampuan untuk dapat melihat kinerja organisasi publik yang
dipimpinnya dari berbagai sudut pandang secara bersamaan. Balanced scorecard sebagai
alat akuntansi manajemen memungkinkan para manajer untuk melihat kinerja organisasi
publik dari empat perspektif penting secara bersamaan. Balanced scorecard menyediakan
jawaban atas empat pertanyaan yang mendasar yaitu:
1. How do customers see us? (Customer and stakeholders Perspective)
2. How do we look to shareholders? (Financial Perspective)
3. Can we continue to improve and create value? (Employee and organisation capacity
Perspective)
4. What must we excel at? (Internal Business Process Perspective)
Tujuan dan pengukuran dalam balanced scorecard lebih dari hanya sekedar
sekumpulan pengukuran kinerja finansial dan non finansial, melainkan merupakan suatu
pengukuran yang diturunkan dari suatu proses top-down yang dihasilkan dari misi dan
strategi organisasi publik. Balanced scorecard harus dapat menerjemahkan misi dan strategi
dari organisasi publik ke dalam suatu tujuan dan pengukuran yang nyata dan seimbang.
II.2.3.1 Perspektif Konsumen: Customer and stakeholders Perspective: How Do
Customers See Us?
Organisasi publik harus memiliki orientasi untuk mengutamakan kesejahteraan dan
kepuasan customer dan stakeholdernya dalam hal ini masyarakat. Oleh karena itu, balanced
scorecard menuntut para pimpinan untuk dapat menerjemahkan misi organisasi publik
mengenai pelayanan kepada masyarakat secara umum ke dalam suatu pengukuran spesifik
yang mencerminkan faktor-faktor penting bagi masyarakat. Perhatian masyarakat terhadap
perusahaan cenderung tertuju pada empat faktor penting yaitu time, quality, performance and
service, dan cost. Lead time mengukur waktu yang dibutuhkan oleh organisasi publik untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Quality mengukur tingkat kegagalan pelayanan yang
dirasakan dan dinilai sendiri oleh masyarakat. Quality juga dapat digunakan umtuk mengukur
on-time delivery, yaitu keakurasian dari perkiraan penyelesaian layanan. Kombinasi
performance and service mengukur bagaimana pelayanan yang diberikan oleh organisasi
publik memberi kontribusi dalam penciptaan nilai bagi masyarakat. Untuk memposisikan
balanced scorecard di dalam lingkungan kerja, masyarakat harus menyatakan tujuan (goals)
bagi time, quality, dan performance and service dan kemudian menerjemahkan tujuan
tersebut ke dalam suatu sistem pengukuran yang spesifik.
II.2.3.2 Perspektif Keuangan: Financial Perspective: How Do We Look To Stakeholders?
Pengukuran kinerja organisasi publik dari perspektif finansial di dalam balanced
scorecard masih tetap dipertahankan, karena pengukuran kinerja keuangan sangat berharga
di dalam menyarikan konsekuensi-konsekuensi ekonomis yang dapat diukur dari tindakantindakan yang telah diambil oleh organisasi publik. Pengukuran kinerja keuangan
menunjukkan apakah strategi suatu organisasi publik, penerapan, dan pelaksanaannya telah
dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi perbaikanperbaikan yang mendasar (bottomline improvement). Selain itu, perspektif finansial dalam organisasi publik bertujuan untuk
memberikan pelayanan yang efektif pada masyarakat dengan biaya jasa yang murah.
II.2.3.3 Perspektif Proses Bisnis Internal: Internal Business Process Perspective: What
Must We Excel at?
Pengukuran internal business process dalam balanced scorecard berasal dari proses
bisnis yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap kepuasan masyarakat (customer
satisfaction) yaitu misalnya faktor-faktor yang mempengaruhi cycle time, quality, employee
skills, dan productivity. Dalam Internal Business Process Perspective ini, organisasi publik
dituntut untuk dapat mengidentifikasi proses bisnis internal mana yang penting dan
mengandung nilai-nilai yang diinginkan oleh pelanggan, yang harus dilakukan dengan
sebaikbaiknya oleh organisasi publik.
7
Di dalam perspektif ini balanced scorecard akan memasukkan proses inovasi yaitu
suatu proses perancangan dan pengembangan produk, dimana organisasi publik akan
dimotivasi untuk mempunyai kemampuan bersaing jangka panjang dalam rangka untuk
memuaskan masyarakat di masa mendatang. Setelah berinovasi, organisasi publik harus
melakukan perbaikan pada proses operasionalnya. Proses terakhir yang harus dilakukan oleh
organisasi publik untuk memperbaiki proses bisnis internalnya adalah mengukur proses
pelayanannya.
II.2.3.4 Perspektif Kapasitas Organisasi dan Staf: Employee and Organization Capacity
Perspective: Can We Continue to Improve and Create Value?
Di dalam pengukuran yang berdasar pada perspektif pelanggan dan perspektif proses
bisnis internal, balanced scorecard mengidentifikasi parameter-parameter yang dianggap
paling penting oleh organisasi publik untuk dapat melayani masyarakat dengan baik. Tetapi
sasaran untuk mencapai kepuasan masyarakat tersebut terus menerus berubah. Di dalam
perspektif ini, organisasi publik memandang tiga faktor utama yaitu aparat, sistem, dan
prosedur organisasi. Ketiga faktor ini yang memegang peranan dalam pertumbuhan jangka
panjang perusahaan. Oleh sebab itu organisasi publik harus melakukan investasi dalam
ketiga faktor di atas untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi publik.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepualaun Riau selama ini tidak menggunakan Balanced
Scorecard dalam mengukur kinerjanya. Pengukuran kinerja yang selama ini dilakukan melihat dari
sisi finansial dan non finansial seperti yang terlihat dalam LAKIP, namun belum menggunakan
ukuran-ukuran kinerja yang ada di Balanced Scorecard, sehingga ukuran kinerja tersebut terasa
belum lengkap dan kurang diketahuinya aspek-aspek kinerja dari empat perspektif ukuran kinerja
sebagaimana yang ada di Balanced Scorecard.
III.1 Identifikasi KPI
Tabel 1.
KPI masing-masing Perspektif Balanced Scorecard
No
Satuan
Target
2015
40
Rekomendasi
94
50
Rekomendasi
Cara Pengukuran
Rekomendasi
dibandingkan dengan
jumlah APIP
Survey layanan ke
pegawai
Laporan
60
100
Perspektif Financial
A
Realisasi Anggaran
dibandingkan dengan
anggaran
Meningkatnya kualitas,
ketepatan waktu, dan efisien
pelaporan hasil audit/asistensi.
hari
Meningkatnya efektivitas
Komunikasi Publik
posting
96
Meningkatnya Penggunaan
Sistem Informasi
Unit
38
Unit
36
Terlaksananya Pembangunan
Konstruksi Gedung Perwakilan
BPKP
M2
5.000
Pegawai
65
Survey dokumentasi
sertifikasi
pelatihan/diklat
pegawai
Survey layanan ke
pegawai
Tabel 2.
Perhitungan Capaian Balanced Scorecard Masing-masing Perspektif
No
Tujuan
Strategis
masing-masing
perspektif
Key Performance
Indicators (KPI)
Satuan
Target
Aktual
Aktual/Target
Capaian
(1)
(2)
(3) = (2)/(1)
40
45,41
1,13525
113,525
A.1
Tersedianya
informasi hasil
pengawasan
dalam
mencapai
perbaikan
tatakelola,
perbaikan
sistem
pengendalian
intern
pengelolaan
keuangan
negara/daerah,
dan
peningkatan
kapabilitas
APIP
Meningkatnya
Kualitas
Penerapan SPI
KLPK serta
Meningkatnya
Upaya
Pencegahan
Korupsi
B.1
Tersedianya
informasi hasil
pengawasan
dalam
mencapai
perbaikan
tatakelola,
perbaikan
sistem
pengendalian
intern
pengelolaan
keuangan
negara/daerah,
dan
peningkatan
kapabilitas
APIP
Meningkatnya
Kapabilitas
Pengawasan
Intern K/L/P
C.1
Tersedianya
informasi hasil
pengawasan
dalam
mencapai
perbaikan
tatakelola,
perbaikan
sistem
pengendalian
intern
pengelolaan
keuangan
negara/daerah,
dan
A.1.1 Rekomendasi
Hasil Pengawasan
Rekomendasi
94
94
100
50
50
100
B.1.1 Rekomendasi
Pembinaan
Penyelenggaraan
SPIP/SPI
Rekomendasi
100
Persentase Tingkat
Kapabilitas APIP
Pemda (Level 3)
Rekomendasi
100
Persentase penerapan
kelima Unsur SPIP/
pada
K/L/Pemda/Efektivitas
SPI Korporasi secara
memadai
C.1.1 Rekomendasi
Pembinaan Kapabilitas
APIP
10
peningkatan
kapabilitas
APIP
Meningkatnya
Kualitas
Layanan
Dukungan
Teknis
pengawasan
D.1
Tersedianya
dukungan
manajemen
dan
pelaksanaan
tugas teknis
lainnya dalam
mencapai
kepuasan
layanan
ketatausahaan
Persepsi kepuasan
layanan
ketatausahaan
Perspektif Financial
Tingkat
Jumlah realisasi
penyerapan
anggaran dan
anggaran yang
anggaran yang
efektif dan
tersedia
efisien
Perspektif Internal Bussiness Process
Meningkatnya
kualitas,
Rentang waktu rataketepatan
rata saat selesai
waktu, dan
penugasan dengan
efisien
penerbitan laporan.
pelaporan hasil
audit/asistensi.
Meningkatnya
Jumlah publikasi
efektivitas
berita dan informasi
Komunikasi
pada media website
Publik
Meningkatnya
Penggunaan
Tersedianya alat
Sistem
pengolah data
Informasi
Meningkatnya
Tersedianya Peralatan
sarana dan
dan Fasilitas
prasarana yang
Perkantoran
mendukung
Perwakilan BPKP
kegiatan kantor
Pemanfaatan
Aset secara
Terlaksananya
optimal dalam
Pembangunan
mencapai
Konstruksi Gedung
kepuasan
Perwakilan BPKP
layanan
8,18
1,168571429
116,857
Laporan
60
60
100
Rupiah
32.586.901.000
31.113.007.800
0,954770378
95,477
hari
100,000
posting
96
106
1,104166667
110,417
Unit
38
38
100
Unit
36
36
100
M2
5000
5000
100
15
15
100
100
11
pendapatan
pegawai
Sampai dengan tahun 2015 belum terdapat APIP mencapai tingkat kapabilitas level 3,
namun pelaksanaan kegiatan peningkatan Kapabilitas APIP berhasil meningkatkan level
kapabilitas APIP dari Level 1 menjadi Level 2 sebanyak satu APIP dari tujuh APIP yang
masih berada di Level 1. Tidak tercapainya target antara lain disebabkan:
a. APIP belum memiliki pedoman/SOP untuk kegiatan pengawasan dan penunjang
pengawasan belum lengkap.
b. Auditor pada APIP belum sesuai kebutuhan baik jumlah maupun kompetensinya.
c. Struktur Organisasi Inspektorat belum sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun
2007.
d. Pelaksanaan penugasan oleh APIP belum seluruhnya direncanakan dengan baik dan
belum didokumentasikan dalam kertas kerja.
III.2.2 Perspektif Financial
Pelaksanaan kerja Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2015 dibiayai
dari APBN sesuai DIPA Nomor: DIPA-089.01.2.689224/2015, tanggal 14 November 2015
yang telah direvisi tujuh kali, terakhir dengan persetujuan pengesahan revisi anggaran dari
Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Kepulauan Riau Nomor: S2040/WPB.31/BD.0201/2015
tanggal
31
Desember
2015
menjadi
sebesar
Rp32.586.901.000,00. Realisasi anggaran belanja sampai dengan 31 Desember 2015
sebesar Rp31.113.007.800,00 atau 95,48% dari anggaran yang disediakan, dengan rincian
sebagai berikut:
12
Tabel 4.
Realisasi Anggaran
Dengan melihat perbandingan Realisasi Anggaran dan Anggaran per jenis belanja,
dapat diketahui bahwa persentase Belanja Barang memiliki nilai paling kecil dalam
penyerapan realisasi anggaran.
Tabel 5.
Realisasi Keuangan per Program
Pengelolaan Keuangan Negara adalah sangat baik dengan persentase capaian sebesar 113,53%.
Capaian untuk tujuan Meningkatnya Kualitas Penerapan SPI KLPK serta Meningkatnya Upaya
Pencegahan Korupsi adalah baik dengan persentase capaian 100%. Capaian untuk tujuan
Meningkatnya Kapabilitas Pengawasan Intern K/L/P masih sangat buruk dengan persentase
capaian 0%. Capaian untuk tujuan Meningkatnya Kualitas Layanan Dukungan Teknis
pengawasan adalah sangat baik dengan persentase capaian sebesar 116,86%.
Dari penilaian Perspektif Financial capaian untuk tujuan Tingkat penyerapan anggaran
yang efektif dan efisien diwujudkan dalam penilaian capaian penyerapan anggaran sebesar
95,48% dari total anggarannya.
Dari perspektif Internal Bussiness Process capaian untuk tujuan Meningkatnya efektivitas
Komunikasi Publik memiliki nilai paling tinggi yaitu sebesar 110,42%. Sedangkan untuk capaian
tujuan Meningkatnya kualitas, ketepatan waktu, dan efisien pelaporan hasil audit/asistensi.,
Meningkatnya Penggunaan Sistem Informasi, Meningkatnya sarana dan prasarana yang
mendukung kegiatan kantor, dan Pemanfaatan Aset secara optimal dalam mencapai kepuasan
layanan memilii tingkat capaian yang baik yaitu sebesar 100%.
Dari perspektif Employees and Organization Capacity secara keseluruhan tingkat
pencapaian kinerja sudah baik dengan nilai 100% dari target yang direncanakan. Capaian untuk
Meningkatnya Kompetensi dan Kapabilitas Pegawai telah dilakukan dengan baik, begitu juga
dengan capaian untuk Beban pekerjaan yang sesuai dengan pendapatan pegawai memiliki
tingkat kepuasan dari pegawai yang cuku memadai.
SARAN
Penilaian kinerja yang digunakan dengan balanced scorecard secara keseluruhan
menghasilkan hasil yang memuaskan. Beberapa perbaikan yang perlu dilakukan untuk peningkatan
kinerja Kantor Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau khususnya dari perspektif Customer and
Stakeholders untuk tujuan Meningkatnya Kapabilitas Pengawasan Intern K/L/P dapat dilakukan
dengan:
a. Mendorong APIP untuk membentuk satgas peningkatan kapabilitas APIP dan memenuhi
auditor baik jumlah dan kompetensinya
b. Melakukan pendampingan untuk menyusun pedoman dan SOP untuk kegiatan pengawasan
dan penunjang pengawasan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmoko, Hindri. 2014. Evaluasi Sistem Pengukuran Kinerja Pemerintah Pusat di Indonesia.
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum/19817evaluasi-sistem-pengukuran-kinerja-pemerintah-pusat-di-indonesia
diakses
pada
Desember 2015.
BPKP Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau. 2015. Laporan Kinerja 2015 . Kepulauan Riau:
BPKP.
Effendi, Rizal. 2012. Pengukuran Kinerja Sektor Publik Dengan Menggunakan Balanced
Scorecard (Studi Kasus Kanwil DJP Sumsel dan Kep. Babel). Jurnal Ilmiah STIE MDP
Vol. 1 No. 2.
Gasperz, Vincent. 2002. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan
Six Sigma untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Imelda, R.H.N., 2004. Implementasi Balanced Scorecard Pada Organisasi Publik. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan 6(2): 106-122.
Kaelani, Nadief. 2010. Balanced Scorecard untuk Reformasi Birokrasi. Jakarta: PT. Prima
Pundi Redana.
Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mahsun, Mohamad. 2009. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Mowen and Hansen. 2007. Managerial Accounting 8th Edition. Oklahoma: Thomson-South
Western.
Suwardika, I Nyoman. 2011. Analisis Kinerja Organisasi Sektor Publik Menggunakan
Balanced Scorecard (Studi pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur).
Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya.
14
LAMPIRAN LAMPIRAN
15
16
17
18
2015
Dilihat dari komposisi jabatan PFA, masih terdapat kekurangan pegawai untuk jabatan
auditor muda.
19
Tabel C.
Pegawai Berdasarkan Strata Pendidikan
Tabel D.
Pegawai Berdasarkan Usia
Dilihat dari usia, sebagian besar pegawai (41,54%) masih berada pada usia produktif
sehingga dapat memacu kinerja di tahun yang akan datang.
Tabel Sarana Dan Prasarana pada Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau
Tabel A.
Daftar Sarana Prasarana
20
Tabel B.
Anggaran BPKP Kepri Tahun 2015
Anggaran Perwakilan BPKP Provinsi Kepulauan Riau sesuai DIPA nomor: DIPA089.01.2.689224/2015 tanggal 14 November 2014 yang telah beberapa kali direvisi terakhir
tanggal 31 Desember 2015 sebesar Rp32.586.901.000,00.
21