Anda di halaman 1dari 9

Anatomi Terowongan Karpal (Carpal Tunnel)

Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di mana tulang
dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan
nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras
dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan
palmar carpal ligament)

Deinisi
Carpal tunnel syndrome adalah gangguan umum dengan gejala yang melibatkan nervus
medianus. Nervus medianus rentan terhadap kompresi dan cedera di telapak tangan dan
pergelangan tangan, di mana dibatasi oleh tulang pergelangan tangan (karpal) dan ligamentum
karpal transversal. (Chammas, 2013).

Epidemiologi
Prevalensi dari populasi umum sekitar 3,8% . CTS merupakan hasil dari kombinasi kondisi
kesehatan dan aktifitas fisik yang berulang yang dapat meningkatkan tekanan pada nervus
medianus saat melewati terowongan karpal.
Etiologi dan Faktor Risiko
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga dilalui oleh
beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin padatnya terowongan ini
dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus medianus sehingga timbullah CTS. Pada
sebagian kasus etiologinya tidak diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa
penulis menghubungkan gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan
bertambahnya risiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk CTS. Mekanisme
patofisiologis terjebaknya saraf medianus adalah berbeda antara pekerja dan bukan pekerja.
Penyebab CTS menjadi 3 faktor, yaitu (Tana, 2003):
1. faktor intrinsik,
2. faktor penggunaan tangan (penggunaan tangan yang berhubungan dengan hobi,dan

penggunaan tangan yang berhubungan dengan pekerjaan).


3. faktor trauma.
Faktor intrinsik terjadinya CTS adalah sekunder, karena beberapa penyakit atau kelainan
yang sudah ada. Beberapa penyakit atau kelainan yang merupakan faktor intrinsik yang dapat
menimbulkan CTS adalah:
1. perubahan hormonal seperti kehamilan, pemakaian hormon estrogen pada menopause,
dapat berakibat retensi cairan dan menyebabkan pembengkakan pada jaringan di
sekeliling terowongan karpal,
2. penyakit/keadaan tertentu seperti hemodialisis yang berlangsung lama, penyakit
multiple myeloma, Walderstrooms macroglobulinemia, limphoma non Hodgkin,
acromegali, virus (human parvovirus), pengobatan yang berefek pada sistem imun
3.
4.
5.
6.

(interleukin 2) dan obat antipembekuan darah (warfarin),


kegemukan (obesitas),
keadaan lain seperti merokok, gizi buruk dan stres,
adanya riwayat keluarga dengan CTS, dan
jenis kelamin, hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita mempunyai risiko mendapat
CTS lebih tinggi secara bermakna dibandingkan laki-laki.
CTS yang terjadi oleh karena penggunaan tangan karena hobi atau pekerjaan adalah

sebagai akibat inflamasi/pembengkakan tenosinovial di dalam terowongan karpal.


Penggunaan tangan yang berhubungan dengan hobi, contohnya adalah pekerjaan rumah
tangga (menjahit, merajut, menusuk, memasak), kesenian dan olah raga. CTS yang
berhubungan dengan pekerjaan meliputi kegiatan yang membutuhkan kekuatan,
penggunaan berulang atau lama pada tangan dan pergelangan tangan, terutama jika faktor
risiko potensial tersebut muncul secara bersamaan misalnya (Munir, 2015):
1. Penggunaan tangan yang kuat terutama jika ada pengulangan,
2. penggunaan tangan berulang dikombinasikan dengan beberapa unsur kekuatan terutama
untuk waktu yang lama,
3. konstan dalam mencengkeram benda,
4. memindahkan atau menggunakan tangan dan pergelangan tangan terhadap perlawanan
atau dengan kekuatan,
5. menggunakan tangan dan pergelangan tangan untuk getaran teratur yang kuat,
6. tekanan biasa atau intermiten pada pergelangan tangan.

Sindroma ini terjadi akibat kompresi nervus medianus pada pergelangan tangan saat saraf
melewati terowongan karpal, yang dapat terjadi (Ginsberg, 2007):

Secara tersendiri ,contohnya pasien dengan pekerjaan yang banyak dengan menggunakan

tangan,
Pada gangguan yang menyebabkan saraf menjadi sensitif terhadap tekanan , misalnya

diabetes mellitus,
Saat terogowan karpal penuh jaringan lunak yang abnormal

Gejala Klinis
Gambaran klinis carpal tunel syndrome adalah (Ginsberg, 2007):

Nyeri ditangan atau lengan , terutama ada malam hari atau saat bekerja ,
Pengcilan atau pelemahan otot-otot eminensia tenar
Hilangnya sensai pada tangan pada distribusi nervus medianus
Paresthesia seperti kesemutan pada distribusinervus medianus saat dilakukan perkusi

pada telapak tangan daerah terowongan karpal (tanda Tinel)


kondisi ini sering bilateral.

Pemeriksaan Carpal Tunnel Syndrome


Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan pada fungsi motorik, sensorik dan otonom
tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa
CTS adalah sebagai berikut (Munir, 2015):

1. Phalen's test : penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal.bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS , tes ini mengyokong diagnose .
2. Pressure test :nervus medianus di tekan diterowongankarpal dengan menggunakan ibu
jari . bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti cts , tes ini menyokong
diagnose .
3. Tinel's sign : perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
Bila ada nyeri menjalar atau paresthesia tes positif.
4. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jarijarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa CTS.
Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
5. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot
thenar.
6. Pemeriksaan sensibilitas (Munir, 2015):
Sebelum kita melakukan pemeriksaan kita tanyakan dulu apakah ada keluhan
mengenai sensibilitas. Bila adasuru ia menunjukan tempatnya (lokalisasinya). Dari bentu
daerah yang terganggu dapat diduga apakah ganguan bersifat sentral, perifer atau
berbentuk dermatom.
Perlu ditanyakan jenis gangguan, intensitasnya, apakah hanya timbul pada waktuwaktu tertentu, misalnya nyeri kalau dingin dan juga faktor-faktor yang dapat
mencetuskan kelainan ini. Waktu melakukan pemeriksaan perhatikan daerah kulit yang
kurang merasa, sama sekali tidak merasa atau daerah yang bertambah perasaanya.
Pada pemeriksaan sensibilitas eksteroseftif, perlu diperiksa rasa raba, rasa nyeri dan rasa
suhu.
1. Pemeriksaan rasa raba
Sebagai perangsang dapat di gunakan sepotong kapas,kertas atau kain dan
ujungnya di usaha kan sekecil mungkin.hindarkan adanya tekanan atau
pembangkitan rasa nyeri.periksa seluruh tubuh dan bandingkan bagian-bagian
yang simetris. Thigmestesia berarti rasa raba halus.bila rasa raba ini hilang
disebut Thigmanesthesia.
2. Pemeriksaan rasa nyeri
Rasa nyeri dapat di bagi atas rasa-nyeri-tusuk dan rasa-nyeri-tumpul atau
rasa nyeri cepat dan rasa nyeri lamban.bila kulit di tusuk dengan jarum. Kita
rasakan nyeri yang mempunyai sifat tajam, cepat timbulna dan cepat hilangnya.

Nyeri serupa ini disebut nyeri tusuk. Rasa nyeri yang timbul bila testis pijit. Ini
disebut nyeri lamban.
Rasa nyeri dapat di bangkitkan dengan berbagai cara, misalnya dengan
menusuk dengan jarum, memukul dengan benda tumpul, meransang dengan api
atau hawa yang sangat dingin dan juga dengan berbagai larutan kimia.
Bila kita memeriksa sensibilitas pada pasien yang gelisa atau agak menurun
kesadaranya, maka pemeriksaan rasa tusuk masi dapat dilakukan, sedang yag
lainnya (rasa raba,rasa suhu) perlu di tangguhkan. Pada anak,pemeriksaan ini
yang biasanya dilakuakan dan kita nilai dari reaksi atau tangisan si anak (bayi)
3. Pemeriksaan rasa suhu
Ada dua macam rasa suhu yaitu rasa panas dan rasa dingin. Rangsangan rasa
suhu yang berlebihan akan mengakibatkan rasa nyeri.rasa suhu diperiksa dengan
menggunakan tabung reaksi yang di isi dengan air es untuk rasa dingin,dan untuk
rasa panas dengan air panas. Penderita di suruh untuk mengatakan dingin atau
panas bila di rangsang dengan tabung reaksi yang berisi air dingin atau air
panas.
Untuk memeriksa rasa dingin dapat digunakan air yang bersuhu sekitar 10-20
derajat celcius,dan untuk panas yang bersuhu 40-50 derajat celcius.
Pada pemeriksaan rasa-suhu di periksa seluruh tubuh dan dibanding kan
bagian-bagian yang simetris. Bagian yang simetris ini harus di usahakan agar
berada dalam kondisi yang sama,misalnya bagian tersebut harus sama-sama baru
di buka dari penutup nya ( pakaian). Jangan yang satu sudah lama terbuka sedang
yang satu lagi baru saja di buka penutupnya.
Perubahan rasa suhu dinyatakan dengan kata anestesia suhu ( thermanesthesia tidak merasa), hipestesia suhu ( therm-hypesthesia kurang merasa) atau
hiperestesia suhu ( therm-hyperesthesia lebih merasa) dan di tambah kan kata
dingin atau panas. Kadang kadang selain meriksa kemampuan penderita untuk
membedakan perasaan ini dan panas, perlu juga di tentukan sampai berapa derajat
yang masih dapat di bedakan nya biasakan orang normal dapat membedakan suhu
yang berbeda 2-5 derajat celcius tetapi makin tiinggi atau makin rendah suhu yang
di gunakan, di butukan perbedaan yang lebi besar supaya dapat dibedakan.
Hipestesia suhu terhadap rasa dingin sering di jumpai pada lesi talamik.

Pemeirksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)


1. Pemeriksaan EMG
Kecepatan hantaran saraf akan menurun dan masa laten distal (distal latency)
memanjang, menunjukan adanya gangguan pada kondukssi saraf dipergelangan
tangan .masa laten sensorik lebih sensitive dari masa laten motoric.
2. Pemeriksaan Radiologi
o X-ray pergelangan tangan ( untuk menyingkirkan fraktur, kelainan sendi dan lainlain)
o USG
o CT-SCAN dan MRI kasus yang selektif terutama yang akan di operasi
3. Pemeriksaan laboratorium
Kadar gula darah , darah lengkap, dan kadar hormone tiroid. (Munir, 2015)
Penatalaksanaan
Pilihan terapi tergantung dari beratnya penyakit , yaitu :

balut tangan , terutama pada malam hari, pada posisi ekstensi parsial pergelangan tangan

injeksi local terowongan karpal dengan kortikosteroid

dekompresi nervus medianus pada pergelangan tangan dengan pembedahan, pada devisi
fleksor retinaculum.

Prognosis
Padakasus cts ringan dengan terapi konsevatif umumnya prognosa baik. Bila keadaan tidak
membaik dengan terapi konservatif maka tindakan operasi harus dilakukan. Secara umum
prognosa operasi juga baik. (Munir, 2015)

References
Chammas, M. (2013). Carpal tunnel syndrome Part I (anatomy, physiology, and adiagnosis). Brazil:
Elsevier.
Ginsberg, L. (2007). Lecture Notes Neurologi edisi kedelapan . Jakarta: Erlangga.
Munir, B. (2015). Neurologi Dasar. Jakarta: Sagung seto.
Tana, L. (2003). Sindrom terowongan karpal pada pekerja:. J Kedokter Trisakti, 100.

Anda mungkin juga menyukai