Anda di halaman 1dari 12

PEMILIHAN POLA USAHA

Dalam rancangan ini dipilih usaha gabungan dari dua kegiatan


yakni, (a). pendederan dan (b). pembesaran dengan pola usaha
monokultur. Tingkat teknologi yang digunakan adalah semi intensif
dengan kriteria sebagai berikut, (a). spesifikasi tambak lebih sederhana
dari pada tambak intensif penuh (b). pemberian pupuk sesuai standar
tambak intensif (c). pemberian pakan adalah 60% dari pemberian pakan
secara intensif.
Skala usaha dilihat dari tambak kotor adalah 20.000 m 2, lahan tersebut
70% untuk tambak dan 30% sisanya untuk pematang dan peruntukan
lainnya. Dari luas tambak bersih, 14.000 m 2 dibagi menjadi 4 petak
tambak masing-masing seluas 3.500 m2. Satu petak (3.500 m2) digunakan
untuk pendederan dan 10.500 m2 untuk tambak pembesaran. Hasil panen
pendederan yang berupa glondongan sebagian dijual dan sebagian lagi
untuk dipelihara di tambak pembesaran. Hasil tambak pembesaran yang
berupa bandeng konsumsi seluruhnya dijual.
Pemilihan tingkat teknologi dan luas tambak tersebut didasarkan pada
kenyataan di Kabupaten Sidoarjo. Dalam skala yang bervariasi
masyarakat petambak Sidoarjo sebagian besar menggunakan pola
pemeliharaan dengan sistim semi intensif. Sementara luas tambak
didasarkan pada rata-rata pemilikan tambak per rumah tangga.
ASUMSI DAN JADWAL KEGIATAN
Analisis keuangan suatu proyek mengharuskan ketepatan parameter yang
digunakan, untuk itu diperlukan asumsi-asumsi yang sejauh mungkin
didasarkan pada kenyataan di lapangan. Asumsi yang digunakan dalam
analisis keuangan ini disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1.
Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan
No

Asumsi

Periode proyek

Pola dan Skala


Usaha

a. Jenis usaha

Satuan

Jumlah

Keterangan

Semester

Persemester 6 bln

Pendederan dan

pembesaran

b. Teknologi

Semi intensif

c. Luas tanah

M2

20.000

d. Luas tambak
total

M2

14.000

Pendederan

M2

3.500

Pembesaran

M2

10.500

Terdiri dari tiga


petak

Pendederan

Bulan

Tebar s/d panen

Pembesaran

Bulan

Tebar s/d panen

Pendederan

70

Larva s/d
Glondongan

Pembesaran

80

Glondongan s/d
bandeng
konsumsi

Siklus usaha

Survival Rate

Padat penebaran

Pendederan

Ekor/M2

30

Pembesaran

Ekor/M2

a. Nener

Rp/ekor

14

Di tingkat
budidaya

b. Glondongan

Rp/ekor

200

Di tingkat
budidaya

Ukuran

Jml/kg

Normal

Harga

Rp/kg

6.000

Di tingkat
pembudidaya

Kapur

Kg/M2

0,03

Urea

Kg/M2

0,05

-TSP

Kg/M2

0,01

Kg/M2

0,03

Harga bandeng

c. Bandeng
konsumsi

Pupuk

a. Penggunaan
awal

Periode proyek adalah 4 tahun, sesuai dengan lamanya waktu sewa


tambak. Lama sewa tambak optimal 4 sampai 5 tahun, hal ini berkaitan
dengan pengolahan tambak pada periode awal. Pengolahan tambak
memerlukan biaya yang cukup besar, biaya pengolahan itu dianggap
ekonomis jika tambak digunakan minimal selama 4 tahun.
Penebaran nener dan glondongan pada tiap petak tambak diatur
sedemikian rupa agar supaya setiap bulan dapat diperoleh pendapatan.
Pada awal periode penebaran pertama dilakukan bersamaan untuk kolam
pendederan dan pembesaran petak pertama. Sekitar sebulan kemudian
menebar pada petak ke dua tambak pembesaran. Bulan berikutnya
berikutnya menebar pada kolam pembesaran petak ketiga dan panen dari
petak pendederan. Bulan berikutnya menebar nener di petak pendederan
dan panen dari petak pembesaran pertama. Mulai bulan ke lima,
penebaran pada petak pembesaran dilakukan selang 13 hari untuk setiap
petaknya.
Survival Rate untuk pendederan adalah 70% relatif lebih rendah dibanding
pembesaran yang mencapai 80%. Nener yang disebar pada tambak
pendederan masih relatif lemah sehingga rentan terhadap gangguan.
Sementara itu glondongan yang ditebar pada petak pembesaran telah
cukup besar sehingga relatif lebih tahan terhadap lingkungan.
Kepadatan penebaran adalah 30.000 ekor per ha untuk pendederan dan
10.000 ekor per ha untuk pembesaran. Harga yang digunakan sebagai
patokan adalah harga di tingkat pembudidaya, yakni Rp 6.000 per kg
untuk bandeng konsumsi dan Rp 200 per ekor untuk glondongan sebab
harga inilah yang dihadapi dan diterima oleh pembudidaya.

STRUKTUR BIAYA INVESTASI DAN BIAYA OPERASIONAL


1. Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh petambak
untuk memulai usahanya. Biaya investasi meliputi biaya perijinan, sewa
tambak dan pengolahan tambak serta pembelian peralatan (Tabel 5.2).
Biaya perijinan bernilai nol sebab biaya itu telah dibayar pemilik pada saat
membuat tambak. Total biaya investasi yang diperlukan untuk tambak
seluas 2 ha sekitar Rp 8 juta dengan biaya terbesar pelengkapan tambak.
Biaya perlengkapan tambak adalah biaya untuk membeli pompa air dan
membuat rumah pandega. Rumah pandega diperlukan sebab tambak

berada di lokasi yang relatif jauh dari pemukiman sehingga diperlukan


tempat untuk penunggu tambak. Tambak disewa selama 4 tahun, tetapi
pembayaran sewa dilakukan setiap tahun. Sewa tambak saat penelitian
adalah Rp 1.250.000 per ha per tahun. Pengolahan tambak memerlukan
biaya yang besar terutama untuk biaya tenaga kerja. Peralatan antara lain
adalah jaring, ember dan serok. Rincian biaya investasi dapat dilihat pad
table berikut.
Tabel 5.2.
Biaya Investasi Pendederan dan Pembesaran Bandeng
No

Jenis Biaya

Perijinan

Nilai (Rp)

Penyusutan
(Rp)

Sewa tambak

2.500.000

2.500.000

Pembenahan tambak

2.135.000

427.000

Peralatan tambak

507.000

262.000

Perlengkapan tambak

3.180.000

1.288.250

Jumlah biaya investasi

8.322.000

4.477.250

2. Biaya Operasional
Biaya operasional adalah biaya yang harus dikeluarkan ketika tambak
dioperasikan untuk memelihara bandeng. Budidaya bandeng memerlukan
bibit dan pakan. Untuk menambah sediaan makanan alami maka
diperlukan pemupukan pada tambak. Untuk mengelola tambak diperlukan
tenaga kerja (Tabel 5.3).
Biaya operasional terbesar (lebih dari 50%) adalah biaya pakan. Salah
satu ciri penting pengelolaan tambak semi intensif adalah pemberian
pakan. Biaya pakan menjadi cukup besar sebab pakan yang diberikan
adalah pakan buatan pabrik yang saat ini harganya masih sangat
tergantung pada harga bahan baku pakan yang sebagian besar masih
didatangkan dari pasar luar negeri.

Biaya kedua terbesar (sekitar 10%) adalah biaya tenaga kerja. Tenaga
yang diperlukan adalah 2 tenaga upahan tetap dan 1 tenaga pemilik,
dengan upah sesuai jumlah produksi dan tenaga tidak tetap yang
diperlukan saat panen. Upah semester 1 lebih tinggi dari pada semester 2
sebab pada semester ini rata-rata pendapatan dari tambak relatif lebih
tinggi dibanding semester 2. Dua tenaga upahan bertugas untuk
mengelola tambak sekaligus menjaga tambak selama 24 jam. Pemilik
tambak diasumsikan menerima upah yang sama dengan pekerjanya.
Informasi dari petambak menyatakan bahwa sebagai pemilik pekerjaan
yang harus dilakukan hanyalah mengawasi pengelolaan tambak yang
dilakukan oleh pekerjanya dan mengatur administrasi tambak yang tidak
dilakukan secara formal (tidak ada pembukuan yang dilakukan). Dengan
demikian upah itupun telah memadai bahkan upah ini sudah termasuk
biaya untuk membayar listrik penerangan tambak dan biaya administrsi
lain. Itulah sebabnya biaya administrasi tidak lagi diperhitungkan
tersendiri.
Tabel 5.3.
Biaya Operasional Pendederan dan Pembesaran Bandeng
No

Jenis Biaya

Semester 1
Tahun 1

Semester 1
Tahun 2-4

Semester 2
Tahun 1-4

Benih

5.040.000

5.040.000

5.040.000

Pupuk

5.082.525

5.082.525

4.356.450

Pakan

21.325.000

22.335.005

23.324.088

Tenaga kerja

11.325.000

11.535.000

8.730.000

42.772.525

40.392.530

41.450.538

Jumlah

KEBUTUHAN DANA UNTUK INVESTASI DAN MODAL KERJA


Modal yang diperlukan untuk mengoperasikan tambak seluas 2 ha adalah
Rp 29.010.776 dengan porsi 28,68% biaya investasi dan 71,32% modal
kerja. Modal kerja adalah modal yang diperlukan untuk mengoperasikan
tambak pada periode awal. Dalam studi ini modal kerja meliputi biaya
pembelian bibit, pakan, pemupukan dan tenaga kerja bulan pertama
sampai bulan ke tiga.

Tabel 5.4.
Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja
No

Rincian Dana Proyek

Total Biaya
(Rp)

Dana investasi yang bersumber dari

a. Kredit

5.825.400

b. Modal sendiri

2.496.600

Jumlah dana investasi

8.322.000

Dana Modal Kerja yang bersumber dari

a. Kredit

10.344.388

b. Modal sendiri

10.344.388

Jumlah Dana Modal Kerja

20.688.776

Total Dana Proyek yang bersumber dari

a. Kredit

16.169.788

b. Modal Kerja

12.840.988

Jumlah Dana Proyek

29.010.776

Untuk memenuhi kebutuhan dana investasi dan modal kerja sebagian


dana diperoleh dari pinjaman (kredit). Dalam studi ini 70% biaya investasi
berupa dana kredit dan sisanya modal sendiri, sementara untuk modal
kerja 50% pinjaman dan 50% dana sendiri (Tabel 5.4).
Merujuk pada temuan lapangan dana dari bank umumnya dilunasi dalam
jangka pendek, oleh karena itu dalam analisis keuangan ini dana dari bank
diangsur dalam jangka 2 tahun dengan bunga menurun. Bunga yang
harus dibayar adalah 20% per tahun, bunga yang relatif tinggi ini terkait
dengan resiko yang tinggi pada usaha tambak bandeng. Pada semester
awal total angsuran yang harus dibayar adalah Rp 6 juta dan menurun
pada semester-semester berikutnya. Nilai angsuran ini jauh lebih kecil dari
nilai pendapatan kotor yang setiap semesternya berkisar pada angka Rp
50 juta (Tabel 5.5).
Tabel 5.5.
Angsuran Pokok dan Bunga Kredit
Angsuran Angsuran
Total
Pokok
Bunga Angsuran

Tahun

Periode

Tahun 1

Semester
1

1.456.350

546.131 2.002.481

Semester
2

1.456.350

400.496 1.856.846

Semester

1.456.350

254.861 1.711.211

Tahun 2

Tahun 1

Tahun 2

Semester
2

1.456.350

109.226 1.565.576

Semester
1

2.586.097

969.786 3.555.883

Semester
2

2.586.097

711.177 3.297.274

Semester
1

2.586.097

452.567 3.038.664

Semester
2

2.586.097

193.957 2.780.054

PRODUKSI DAN PENDAPATAN


Hasil produksi usaha ini adalah bandeng bibit (glondongan) dan bandeng
konsumsi. Untuk glondongan setiap semester dihasilkan 147.000 ekor
bandeng. Sementara produksi bandeng konsumsi mencapai 8.400 ekor
pada semester pertama tahun pertama kemudian meningkat menjadi
11.200 ekor pada semester ke dua. Dengan tingkat produksi itu usaha
tambak badeng semi intensif ini menghasilkan pendapatan kotor sekitar
Rp 44 juta pada tahun ke 1 semester1 dan lebih dari Rp 50 juta pada
periode berikutnya (Tabel 5.6).

Tabel 5.6.
Produksi dan Pendapatan Kotor Per Semester
Tahun

Uraian

Satuan Semester 1 Semester 2

1. Bandeng glondongan

1-4

a. Luas tambak per


panen

M2

3.500

3.500

b. Frekuensi panen

Kali

c. Produksi per panen

Ekor

73.500

73.500

d. Total produksi

Ekor

147.000

147.000

Dibesarkan sendiri

Ekor

7.000

3.500

Dijual

Ekor

140.000

143.500

Rp

28.000.000

28.700.000

a. Luas tambak per


panen

M2

3.500

3.500

b. Frekuensi panen

Kali

c. Produksi per panen

Ekor

2.800

2.800

d. Total produksi

Ekor

8.400

11.200

Kg

2.800

3.733

Rp

16.800.000

22.400.000

e. Pendapatan kotor

2. Bandeng konsumsi

e. Pendapatan kotor

2-4

a. Frekuensi panen

Kali

b. Total produksi

Ekor

14.000

11.200

Kg

4.667

3.733

Rp

28.000.000

22.400.000

c. Pendapatan kotor

PROYEKSI LABA RUGI DAN BEP


Studi ini menunjukkan bahwa usaha tambak bandeng semi intensif
mampu menghasilkan keuntungan. Pada semester pertama mengalami
kerugian sebesar Rp 8.198.427, tetapi semester berikutnya tambak telah
menghasilkan keuntungan, dimulai dengan keuntungan puluhan ribu
rupiah menjadi jutaan rupiah pada periode-periode berikutnya. Pada akhir
periode proyek keuntungan yang diperoleh adalah Rp 17.706.739.
Secara rata-rata margin yang dapat diperoleh usaha tambak bandeng
adalah 4,24% per semester. Rata-rata margin yang rendah disebabkan
karena margin pada semester pertama tahun pertama adalah nol dan
semester 2 tahun pertama adalah Rp 15.379. Margin yang rendah pada
periode awal (semester 1 sampai semester 4) terkait dengan pembayaran
angsuran kredit yang harus dilakukan. Semester 5 dan seterusnya
menunjukkan bahwa margin yang diperoleh cukup tinggi sebab pada
periode ini petambak tidak lagi harus membayar angsuran. Dengan
memperhitungkan biaya tetap dan biaya variabel serta hasil penjualan
maka didapat nilai rata-rata BEP penjualan usaha ini adalah adalah Rp
37.941.305 per semester, jauh lebih rendah dari nilai penjualan per

semester. Perhitungan BEP hanya meliputi BEP nilai penjualan sebab


produk yang dihasilkan adalah glondongan dan bandeng konsumsi yang
harga dan ukuran produknya bervariasi cukup tinggi, yakni Rp 200 per
ekor untuk glondongan dan Rp 6.000 per kg untuk bandeng konsumsi.
Dengan demikian perhitungan dalam bentuk rata-rata jumlah produksi
dan harga per kg menjadi tidak tepat.

Anda mungkin juga menyukai