Anda di halaman 1dari 4

LAPORAN PRAKTIKUM BSE

PPDH ANGKATAN 1 KELOMPOK C 2015/2016


KOLEKSI, EVALUASI, DAN PEMBUATAN SEMEN CAIR DAN BEKU
SAPI

KELOMPOK 2.B1
1. Frisko Ramadhani, SKH

B94164121

2. Indah Asoka Sepiari, SKH

B94164130

3. Rahmi Hidayat, SKH

B94164147

4. Tri Rizka Abdilla, SKH

B94164149

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


BAGIAN REPRODUKSI DAN KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PENDAHULUAN
Peternakan merupakan salah satu sektor utama penyedia kebutuhan pangan terutama
daging dan susu. Peningkatan kebutuhan produk peternakan perlu diimbangi dengan adanya
teknologi reproduksi. Teknologi reproduksi yang telah berkembang diantaranya inseminasi
buatan (IB), in vitro fertilitation (IVF), dan embryo transfer (ET). Di Indonesia, inseminasi
buatan (IB) merupakan teknologi yang sering digunakan karena memiliki efektivitas tinggi
dan biaya terjangkau.
Dalam IB, semen dari seekor pejantan diberi pengencer sehingga volumenya bertambah
dan dapat digunakan untuk mengawini lebih dari seekor betina. Kunci keberhasilan IB
terletak pada kualitas semen yang digunakan. Semen segar perlu dievaluasi terlebih dahulu
sebelum diolah menjadi semen cair dan semen beku. Evaluasi dilakukan secara makroskopis
(warna, volume, pH, konsistensi, dan bau) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas
progresif, konsentrasi, dan viabilitas).
Kualitas semen setelah pengolahan menjadi semen cair maupun semen beku diharapkan
tetap terjaga selama periode peyimpanan. Bahan pengencer harus mengandung sumber energi
bagi kehidupan sperma, tidak bersifat toksik, mudah diperoleh, dan murah (Solihati dan Kune
2011). Jenis bahan pengencer juga berpengaruh terhadap daya hidup sperma, sehingga perlu
komposisi yang sesuai bagi setiap spesies ternak. Pemilihan pejantan untuk IB didasarkan
pada keunggulan genetik. Tampilan fisik pejantan, libido, dan kelayakan semen merupakan
parameter dalam penentuan pejantan IB. Pejantan dengan mutu genetik unggul diharapkan
dapat menghasilkan keturunan yang unggul pula. Oleh karena itu perlu dilakukan Breeding
Soundness Examination (BSE) dalam pemilihan pejantan unggul.
TUJUAN
Mengetahui status fertilitas sapi dan domba jantan dengan metode Breeding
Soundness Examination (BSE).
METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah tali pengukur, vagina buatan, tabung tulip, kain
penutup, termometer, corong plastik, pinset, tabung penampung semen, mikroskop cahaya,
gelas objek, cover glass, pipet tetes, kamar hitung, tabung Eppendorf, heating table, mikro
pipet, gunting, bak plastik, sterofoam box, gelas ukur, tabung Erlemeyer, batang pengaduk,
straw 0.25 mL, spuit termodifikasi, dan kawat penyangga.
Bahan-bahan yang digunakan adalah semen cair sapi dan domba, air hangat, air keran,
tris (hidoxymetil) amino methan, natrium sitrat, fruktosa, asam sitrat, aquades, kuning telur,
antibiotik penisilin-streptomisin, alkohol 70%, eosin nigrosin, NaCl 0.9%, nitrogen cair, KYjelly, dan gliserol.
Cara Kerja
Pemeriksaan Fisik dan Alat Reproduksi
Pemeriksaan fisik dilakukan secara screening dan dipusatkan pada pemeriksaan alat
reproduksi jantan terutama scrotum, lingkar scrotum, konsistensi testis, preputium, dan
keadaan penis. Lingkar scrotum diukur menggunakan tali pengukur, sedangkan pemeriksaan
konsistensi dilakukan dengan cara palpasi.

Persiapan Bahan Pengencer


Pengencer tris kuning telur maupun na sitrat kuning telur terdiri dari buffer tris dan
kuning telur, na sitrat dan kuning telur dengan perbandingan 4:1. Komposisi buffer tris dan na
sitrat sebagai berikut:
Tabel 1 Komposisi bahan pengencer untuk semen sapi dan domba
Bahan
Tris
Tris
hidroxymetil
aminomethan
Fruktosa
Asam sitrat
Aquadest
Na Sitrat
Na Sitrat
Fruktosa
Aquades

Sapi

Domba

Setelah buffer tris dibuat kemudian ditambahkan kuning telur. Pengencer semen cair
terdiri dari 80% tris dan 20% kuning telur yang dihomogenkan. Untuk semen beku, bahan
pengencer dibuat dengan perbandingan buffer tris 74%, kuning telur 20%, dan gliserol 6%.
Seluruh bahan pengencer disimpan pada suhu ruang sebelum proses pengenceran semen.
Natrium sitrat dan fruktosa ditimbang masing-masing lupa g dan lupa g, kemudian
dilarutkan dalam aquadest hingga 50 ml. Buffer yang telat dibuat kemudian ditambah kuning
telur dengan perbandingan larutan buffer dan kuning telur 4:1 untuk pengencer semen cair.
Untuk semen beku, bahan pengencer dibuat dengan perbandingan yaitu buffer 74%, kuning
telur 20%, dan gliserol 6%.
Stok penisilin dan streptomisin yang tersedia masing-masing yaitu 200.000 IU/mL dan 200
mg/mL. Pada masing-masing bahan pengencer ditambahkan antibiotik penisilin dan
streptomisin dengan perhitungan :
volume pengencer
Volume antibiotik =
dosis antibiotik 1 mL
stok antibiotik
Koleksi semen
Vagina buatan untuk sapi dan domba disiapkan dengan suhu optimum 42 o-45o C. Sapi
dan domba jantan yang telah dibersihkan preputiumnya didekatkan pada sapi dan domba
betina yang disiapkan. Sapi dan domba jantan dibiarkan melakukan courtship sambil diamati
libidonya. Pada mounting pertama, penis diarahkan ke lateral dan tidak dimasukan ke dalam
vagina buatan. Pada mounting kedua, penis diarahkan ke lateral dan dimasukkan ke dalam
vagina buatan. Setelah terjadi ejakulasi yang ditandai dengan adanya hentakan, vagina buatan
dilepaskan bersamaan dengan turunnya pejantan.
Evaluasi semen
Semen sapi dan domba dari hasil penampungan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa
sebelum diproses menjadi semen beku. Pemeriksaan semen segar dilakukan secara
makroskopis dan mikroskopis.
a. Makroskopis
Pemeriksaan makroskopis bertujuan untuk mengetahui volume, konsistensi, warna, pH,
dan bau dari semen. Volume semen diukur menggunakan pipet ukur. Konsistensi diperiksa
dengan cara memiringkan tabung dan melihat gerakan semen kembali ke dasar tabung.
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH paper dengan cara menempelkan sedikit semen
pada potongan pH paper kemudian dibandingkan dengan skala pada kemasan pH paper.

b. Mikroskopis
Pemeriksaan semen secara mikroskopis meliputi gerakan massa, motilitas, konsentrasi,
viabilitas, dan morfologi (abnormalitas) sperma. Gerakan massa dilihat dengan cara
meneteskan satu tetes semen di atas objek gelas kemudian diamati dengan mikroskop pada
perbesaran 10x10. Untuk pengamatan motilitas semen diencerkan dengan NaCl 0.9%
sebanyak 4-5 tetes untuk semen sapi dan 8-10 tetes untuk semen domba. Motilitas sperma
diamati pada perbesaran 10x10 dengan penilaian subyektif 1-100%. Pemeriksaan konsentrasi
sperma dilakukan dengan mengencerkan semen dan formo salline dengan perbandingan
1:500 (untuk semen domba) dan 1:200 (untuk semen sapi). Semen diperiksa menggunkan
kamar hitung pada 5 kotak. Viabilitas diperiksa dengan pewarnaan eosin negrosin dan dibuat
preparat ulas. Pengamatan dilakukan pada 10 lapang pandang pada perbesaran 40x10.
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Pembuatan semen cair dan beku
Dosis IB pada sapi:
a. Semen cair : 10-15 x 106 sel/0.5-1 ml
b. Semen beku: 25-30 x 106 sel/0.25 ml
Jumlah pengencer yang dibutuhkan dihitung berdasarkan rumus:
volume semen konsentrasi semen motilitas volume IB
Volume total =
Dosis IB yang diinginkan
Volume pengencer = volume total volume semen
Semen cair yang telah diperoleh kemudian dipreservasi dalam refrigerator pada suhu
o o
3 -5 C, sedangkan untuk semen cair calon semen beku dikemas dalam straw 0.25 ml
menggunakan spuit yang telah dimodifikasi kemudian di-seal dengan pinset dan heating
table. Straw diequilibrasi pada refrigerator dengan suhu 3o-5o C selama 3 jam, kemudian
setelahnya dievaluasi motilitas dan viabilitasnya. Selanjutnya straw diuapkan diatas nitrogen
cair selama 20 menit dan dimasukkan ke dalam nitrogen cair selama 15 menit. Semen yang
telah beku selanjutnya di thawing dalam air bersuhu 37oC selama 30 detik dan 27oC selama
60 detik, kemudian dievaluasi kembali motilitas dan viabilitasnya.
Daftar Pustaka
Solihati N, Kune P. 2011. Pengaruh jenis pengencer terhadap motilitas dan daya tahan hidup
spermatozoa semen cair sapi Simmental. Bandung: Universitas Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai