Anda di halaman 1dari 29

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN

METODE PENILAIAN PERSEDIAAN PADA PERUSAHAAN


MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI
TAHUN 2007-2010

ABSTRAK

Oleh
SHOFAA MARWAH
NPM : 0811031052
Tlpn : 08972552877
Email : shofaamarwah@yahoo.com
Pembimbing I : Susi Sarumpaet, S.E., Akt., M.B.A., Ph.D.
Pembimbing II : Liza Alvia, S.E., M.Sc., Akt

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis mengenai faktor-faktor yang


mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi metode penilaian persediaan yang merupakan variabel independen
adalah ukuran perusahaan, leverage, likuiditas dan laba sebelum pajak, sedangkan
variabel dependennya adalah metode penilaian persediaan, yaitu metode rata-rata
dan FIFO.
Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang memenuhi kriteria
purposive sampling pada penelitian ini. Sampel akhir terdiri atas 70 perusahaan
selama 4 tahun periode penelitian (balanced sample). Alat analisis yang
digunakan untuk menguji hipotesis adalah analisis regresi logistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. Sedangkan variabel
leverage, likuiditas dan laba sebelum pajak tidak berpengaruh terhadap pemilihan
metode penilaian persediaan.
Kata Kunci : Metode penilaian persediaan, ukuran perusahaan, leverage,
likuiditas, laba sebelum pajak.

THE ANALYSIS OF FACTORS THAT INFLUENCE THE CHOICE OF


INVENTORY VALUATION METHOD ON MANUFACTURING
COMPANIES LISTED IN INDONESIA STOCK EXCHANGE
2007-2010 PERIOD

ABSTRACT

By
SHOFAA MARWAH
NPM : 0811031052
Tlpn : 08972552877
Email : shofaamarwah@yahoo.com
Pembimbing I : Susi Sarumpaet, S.E., Akt., M.B.A., Ph.D.
Pembimbing II : Liza Alvia, S.E., M.Sc., Akt

The objective of this research is to analyze factors that influence the choice of
inventory valuation method. The factors that influence the choice of inventory
valuation method, which are the independent variables, are firm size, leverage,
liquidity, and earning before tax. While the dependent variables is inventory
valuation method, average method and FIFO method.
The samples of this research are those industries which satisfied criteria of
purposive sampling. The final sample consists of 70 companies during 4 years of
observation period (balanced sample). The model employed to test the hypothesis
is logistic regression analysis.
The result of the research shows that firm size positively significant influence the
choice of inventory valuation method. Meanwhile, leverage, liquidity and earning
before tax have no influence the choice of inventory valuation method.
Keywords :

Inventory valuation method, firm size, leverage, liquidity, earning


before tax.

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persediaan adalah salah satu unsur dalam perusahaan yang paling aktif dan juga
memiliki peran penting sebagai investasi sumber daya yang besar nilainya dan
signifikan pengaruhnya terhadap aktivitas operasional perusahaan. Oleh karena
itu pemilihan metode penilaian persediaan yang tepat sangatlah diperlukan dalam
laporan keuangan. Kebijakan metode penilaian persediaan akan mempengaruhi
kandungan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan, baik dalam neraca
maupun laporan laba/rugi. Pemilihan metode penilaian persediaan untuk
pelaporan keuangan di Indonesia diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) 14. Di dalam PSAK 14 (1994) disebutkan bahwa pihak
perusahaan diberi kebebasan untuk menentukan metode penilaian persediaannya,
baik FIFO, rata-rata, maupun LIFO. Namun untuk memenuhi kebutuhan fiskal,
berdasarkan Undang-Undang PPh No. 36 Tahun 2008 dan juga berdasarkan
PSAK 14 (Revisi 2008), pihak perusahaan hanya diperbolehkan untuk
menerapkan metode penilaian persediaan FIFO dan rata-rata.

Ada beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja
yang dapat mempengaruhi perusahaan dalam memilih metode penilaian
persediaan. Niehaus (1989) dalam penelitiannya menggunakan variabel
kepemilikan manajemen, ukuran perusahaan, variabilitas perusahaan dan
leverage. Hasilnya menunjukkan bahwa variabel kepemilikan manajemen dan
variabilitas perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode
penilaian persediaan, sedangkan ukuran perusahaan dan leverage tidak. Cushing
dan Le Clere (1992) juga melakukan penelitian mengenai hal ini dan ia
menggunakan variabel estimasi penghematan pajak, materialitas persediaan,
variabilitas persediaan, inventory obsolence, ukuran perusahaan, leverage, dan
current ratio. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua variabel
berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.
Kemudian untuk penelitian di Indonesia, Abdullah (1999) menggunakan lima
variabel independen, yaitu variabilitas persediaan, ukuran perusahaan, financial
leverage, rasio lancar dan profitabilitas. Namun sayangnya, hasil penelitian

Abdullah tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap semua variabelnya.


Sementara untuk penelitian Mukhlasin (2001), variabel yang digunakan berbeda,
yaitu variabilitas persediaan, variabel laba akuntansi, ukuran perusahaan,
intensitas modal, intensitas persediaan, dan variabilitas harga pokok persediaan.
Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa ukuran perusahaan, intensitas modal,
intensitas persediaan, dan variabilitas harga pokok penjualan berpengaruh secara
signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan, sedangkan variabilitas
persediaan dan variabilitas laba akuntansi tidak berpengaruh secara signifikan.
Taqwa (2001) pun meneliti mengenai hal ini, dan dalam penelitiannya ia menguji
lima variabel, yaitu ukuran perusahaan, struktur kepemilikan, financial leverage,
variabilitas persediaan dan rasio lancar. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
ukuran perusahaan dan variabilitas persediaan berpengaruh secara signifikan
terhadap pemilihan metode penilaian persediaan, sedangkan struktur kepemilikan,
financial leverage, dan rasio lancar tidak berpengaruh secara signifikan.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya yang juga


menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan metode penilaian
persediaan. Faktor-faktor yang terpilih sebagai variabel independen sebanyak
empat variabel, yaitu ukuran perusahaan, leverage, likuiditas dan laba sebelum
pajak. Jumlah tahun penelitian untuk penelitian ini adalah empat tahun, yaitu dari
tahun 2007 sampai tahun 2010. Sampelnya adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI yang mempublikasikan laporan keuangannya selama 4 tahun
tersebut dengan metode purposive sampling.

Ukuran perusahaan akan mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan..


Perusahaan besar cenderung memilih metode rata-rata karena biaya pajak yang
dibayarkan relatif lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode FIFO.
Sedangkan bagi perusahaan kecil, untuk mendapatkan dana dari bank atau
lembaga keuangan lainnya membutuhkan laba yang tinggi agar dianggap
memiliki kinerja yang baik sehingga perusahaan dapat dipercaya mampu
mengembalikan dana kepada pihak bank dan salah satu cara untuk menaikkan
laba yaitu dengan menggunakan metode FIFO. Hasil penelitian Cushing dan Le

Clere (1992), Mukhlasin (2001) dan Taqwa (2001) menyatakan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh secara signifikan.

Leverage menunjukkan kemampuan perusahaan membayar hutangnya dengan


kekayaan yang dimilikinya. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan
memilih metode yang dapat menaikkan laba untuk menghindari terjadinya
pelanggaran debt covenant atau perjanjian hutang dimana jika perjanjian hutang
dilanggar maka akan menimbulkan biaya. Hasil penelitian Cushing dan Le Clere
(1992) menyatakan bahwa leverage berpengaruh secara signifikan terhadap
pemilihan metode penilaian persediaan

Likuiditas yang diukur dengan rasio lancar menunjukkan kemampuan perusahaan


dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Menurut Cushing dan Le Clere
(1992), perusahaan yang memiliki likuiditas yang rendah berusaha menaikkan
labanya agar dapat menunjukkan kinerja perusahaan yang baik, yaitu dengan
menggunakan metode FIFO, sedangkan perusahaan yang memiliki likuiditas yang
tinggi biasanya memilih metode rata-rata yang menghasilkan laba yang rendah
sehingga memperoleh penghematan pajak. Hasil penelitian Cushing dan Le Clere
(1992) menyatakan bahwa likuiditas (rasio lancar) berpengaruh secara signifikan
terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.

Laba sebelum pajak dapat mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan.


Hal ini sesuai dengan Political Cost Hypothesis yang menyatakan bahwa
perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian luas
dari kalangan konsumen dan media yang nantinya juga akan menarik perhatian
pemerintah dan regulator sehingga menyebabkan terjadinya biaya politis, di
antaranya adalah muncul intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih
tinggi, dan berbagai macam tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya politis.
Oleh karena itu perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi akan cenderung
untuk menggunakan pilihan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba, yaitu
dengan metode persediaan rata-rata.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian


lebih lanjut mengenai pemilihan metode penilaian persediaan, dengan judul
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Metode Penilaian
Persediaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI Tahun
2007-2010.

1.2 Rumusan Masalah dan Batasan Masalah


1.2.1

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya, maka dapat dikemukakan


permasalahan penelitian sebagai berikut:
1.

Apakah ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pemilihan metode


penilaian persediaan?

2.

Apakah leverage berpengaruh negatif terhadap pemilihan metode penilaian


persediaan?

3.

Apakah likuiditas berpengaruh positif terhadap pemilihan metode penilaian


persediaan?

4.

Apakah laba sebelum pajak berpengaruh positif terhadap pemilihan metode


penilaian persediaan?

1.2.2 Batasan Masalah


Penelitian ini memfokuskan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2007-2010 yang menggunakan metode persediaan FIFO
atau rata-rata untuk semua persediaan, sesuai dengan PSAK 14 (Revisi 2008) dan
Undang-Undang PPh No. 36 Tahun 2008 yang menjelaskan bahwa pihak
perusahaan hanya diperbolehkan untuk menerapkan metode FIFO dan rata-rata
untuk persediaannya.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


1.3.1

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diungkapkan dapat diketahui bahwa
tujuan penelitian ini adalah: untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh
ukuran perusahaan, leverage, likuiditas dan laba sebelum pajak terhadap

pemilihan metode penilaian persediaan pada perusahaan manufaktur yang


terdaftar di BEI tahun 2007-2010.

1.3.2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, tidak hanya bagi peneliti,
namun juga bagi pembaca, perusahaan dan pihak akademik/peneliti selanjutnya.
1.

Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan


dan membantu dalam mengaplikasikan teori ke dalam dunia kerja.

2.

Bagi pembaca, diharapkan penelitian ini dapat menambah ilmu


pengetahuan, informasi dan wawasan.

3.

Bagi perusahaan, diharapkan penelitian ini dapat membantu manajemen


dalam memilih metode penilaian persediaan.

4.

Bagi akademik, diharapkan penelitian ini dapat berguna dalam proses


pengembangan ilmu akuntansi dan juga dapat dijadikan bahan referensi bagi
penelitian selanjutnya.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Landasan Teori

2.1.1 Positive Accounting Theory

Watts dan Zimmerman (1986) membuat tiga hipotesis yang secara umum
dihubungkan dengan perilaku oportunistik manajer, yaitu Bonus Plan Hypothesis,
Debt Covenant Hypothesis, dan Political Cost Hypothesis. Hipotesis yang
berhubungan dengan penelitian ini adalah Debt Covenant Hypothesis dan
Political Cost Hypothesis. Kedua hipotesis tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1)

Debt Covenant Hypothesis


Hipotesis yang dikemukakan Watts dan Zimmerman (1986) ini berkaitan
dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi perusahaan dalam perjanjian
hutang (debt covenant). Sebagian besar perjanjian hutang mempunyai
syarat-syarat yang harus dipenuhi peminjam selama masa perjanjian. Ketika
perusahaan mulai mendekati terjadinya pelanggaran terhadap debt covenant,

maka manajer perusahaan akan berusaha untuk menghindari terjadinya debt


covenant tersebut dengan memilih metode-metode penilaian yang dapat
menaikkan laba. Pelanggaran terhadap debt covenant dapat mengakibatkan
timbulnya suatu biaya sehingga dengan meningkatkan laba, manajer
berusaha untuk mencegah atau setidaknya menunda hal tersebut dan salah
satu cara untuk meningkatkan laba yaitu dengan menggunakan metode
persediaan FIFO.
2)

Political Cost Hypothesis


Menurut Watts dan Zimmerman (1986), semakin besar biaya politis yang
dihadapi perusahaan maka semakin besar pula kecenderungan perusahaan
tersebut untuk menggunakan pilihan akuntansi yang dapat mengurangi laba,
karena perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi dinilai akan mendapat
perhatian luas dari kalangan konsumen dan media yang nantinya juga akan
menarik perhatian pemerintah dan regulator sehingga menyebabkan
terjadinya biaya politis, di antaranya adalah muncul intervensi pemerintah,
pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai macam tuntutan lain yang
dapat meningkatkan biaya politis. Pertimbangan Political Cost Hypothesis
inilah yang menjadikan manajer cenderung untuk menerapkan metode ratarata karena metode rata-rata menghasilkan laba yang lebih kecil
dibandingkan dengan metode FIFO.

2.1.2 Ricardian Hypothesis


Lee dan Hsieh (1985) mengemukakan hipotesis yang mempengaruhi penggunaan
metode akuntansi persediaan pada perusahaan yang didasarkan pada prioritas
kepentingan-kepentingan yang muncul di dalam perusahaan. Hipotesis ini
didasarkan pada asumsi bahwa faktor yang paling mempengaruhi perusahaan
adalah peraturan perpajakan, dimana tujuan yang hendak dicapai oleh manajemen
adalah memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara meminimalkan biaya pajak
namun tetap respek pada kendala hukum pajak. Hipotesis ini disebut oleh Lee dan
Hsieh sebagai hipotesis Ricardian atau hipotesis pajak. Berdasarkan penjelasan
dari hipotesis Ricardian tersebut, manajer perusahaan perlu untuk
mempertimbangkan pengaruh pajak ketika memutuskan untuk memilih metode

persediaan yang akan diterapkan di perusahaan. Apabila perusahaan


menggunakan metode FIFO, maka perusahaan akan menghasilkan laba yang lebih
besar dibandingkan dengan menggunakan metode rata-rata sehingga perusahaan
tidak dapat melakukan penghematan pajak. Sebaliknya, apabila perusahaan
menggunakan metode rata-rata, maka perusahaan akan menghasilkan laba yang
lebih kecil dan dapat melakukan penghematan pajak.

2.2

Pemilihan Metode Penilaian Persediaan

Pemilihan metode penilaian persediaan untuk pelaporan keuangan di Indonesia


diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 14. Untuk
memenuhi kebijakan fiskal, berdasarkan PSAK 14 (Revisi 2008) dan Undang
Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008, pihak perusahaan hanya
diperbolehkan untuk menggunakan metode FIFO dan metode rata-rata. Hal ini
berarti metode LIFO sudah tidak diperbolehkan untuk digunakan dan perusahaan
diberi kebebasan untuk memilih metode persediaan mana yang akan digunakan
dari dua metode tersebut. Apabila suatu perusahaan dalam laporan keuangannya
menggunakan metode LIFO, maka untuk tujuan fiskal harus membuat kembali
dengan metode FIFO atau rata-rata.

2.3

Ukuran Perusahaan

Ketentuan untuk ukuran perusahaan diatur dalam UU RI No. 20 Tahun 2008.


Peraturan tersebut menjelaskan 4 jenis ukuran perusahaan yang dapat dinilai dari
jumlah penjualan dan aset yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Keempat jenis
ukuran tersebut antara lain:
a.

Perusahaan dengan usaha ukuran mikro, yaitu memiliki kekayaan bersih


Rp50.000.000,- ( tidak termasuk tanah dan bangunan) dan memiliki jumlah
penjualan

b.

Rp. 300.000.000,-.

Perusahaan dengan usaha ukuran kecil, yaitu memiliki kekayaan bersih Rp.
50.000.000,- sampai Rp. 500.000.000,- (tidak termasuk tanah dan
bangunan) serta memiliki jumlah penjualan Rp. 300.000.000,- sampai
dengan Rp. 2.500.000.000,-.

c.

Perusahaan dengan usaha ukuran menengah, yaitu memiliki kekayaan bersih


Rp. 500.000.000,- sampai Rp. 10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan
bangunan) serta memiliki jumlah penjualan Rp. 2.500.000.000,- sampai
dengan Rp. 50.000.000.000,-.

d.

Perusahaan dengan usaha ukuran besar, yaitu memiliki kekayaan bersih


Rp. 10.000.000.000,- (tidak termasuk tanah dan bangunan) serta memiliki
jumlah penjualan

Rp. 50.000.000.000,-.

Ukuran perusahaan akan mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan.


Menurut Watts dan Zimmerman (1986), perusahaan yang lebih besar lebih
menyukai metode penilaian yang dapat menunda pelaporan laba. Kondisi ini ada
dengan asumsi bahwa transfer kekayaan bagi perusahaan besar relatif lebih besar
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Transfer kekayaan yang secara langsung
dilakukan adalah pembayaran pajak. Oleh karena itu pajak perusahaan merupakan
salah satu komponen yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan metode
penilaian persediaan. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa perusahaan
besar cenderung memilih metode rata-rata karena biaya pajak yang dibayarkan
relatif lebih kecil dibandingkan ketika perusahaan menggunakan metode FIFO.
Kecenderungan metode penilaian persediaan yang digunakan perusahaan besar
adalah metode rata-rata yang dapat menurunkan laba. Penggunaan metode ratarata selain bisa memperoleh penghematan pajak, juga bisa menghindari political
cost atau biaya politis. Biaya politis dari pemerintah, di antaranya adalah muncul
intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai macam
tuntutan lainnya, lebih dirasakan oleh perusahaan besar. Oleh karena itulah
perusahaan besar akan memilih metode akuntansi yang dapat mengurangi laba
yang dilaporkan. Penelitian Mukhlasin (2001) menunjukkan hasil yang signifikan
mengenai hubungan ukuran perusahaan dengan pemilihan metode penilaian
persediaan, begitu pula dengan penelitian Taqwa (2001) dan Cushing dan Le
Clere (1992). Sementara hasil yang berlawanan ditemukan oleh Abdullah (1999).

2.4

Leverage

Pemilihan metode penilaian persediaan juga tergantung dari tingkat leverage


perusahaan. Menurut Zmijewski dan Hagerman (1981) dalam Taqwa (2001),
apabila perusahaan memiliki tingkat leverage yang tinggi, maka perusahaan akan
memilih metode-metode penilaian yang dapat menaikkan laba untuk menghindari
terjadinya pelanggaran debt covenant atau perjanjian hutang dimana jika
perjanjian hutang dilanggar maka akan menimbulkan biaya. Oleh karena itu
perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi akan memilih metode FIFO, dan
sebaliknya perusahaan dengan tingkat leverage yang rendah akan memilih metode
rata-rata. Penelitian Cushing dan Le Clere (1992) menunjukkan hasil yang
signifikan mengenai hubungan tingkat leverage dengan pemilihan metode
penilaian persediaan. Hasil yang berlawanan ditemukan oleh Abdullah (1999)
yang menggunakan pengukuran rasio hutang terhadap aset. Kemudian pengujian
yang dilakukan Niehaus (1989) menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan
menggunakan pengukuran rasio hutang tehadap ekuitas.

2.5

Likuiditas

Likuiditas yang diukur dengan rasio lancar digunakan untuk mengetahui


kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya..
Perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi maka kepastian akan
kesanggupan melunasi kewajiban jangka pendeknya pun akan besar, dan
perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang rendah kepastian akan
kesanggupan melunasi kewajiban jangka pendeknya juga akan rendah. Para
kreditor umumnya melihat tingkat ini dalam memberikan kredit kepada
perusahaan. Menurut Cushing dan Le Clere (1992), perusahaan yang memiliki
rasio lancar yang rendah berusaha menaikkan labanya agar dapat menunjukkan
kinerja perusahaan yang baik, yaitu dengan menggunakan metode FIFO,
sedangkan perusahaan yang memiliki rasio lancar yang tinggi biasanya memilih
metode rata-rata yang menghasilkan laba yang rendah sehingga memperoleh
penghematan pajak. Penelitian mengenai pengaruh tingkat likuiditas terhadap
pemilihan metode penilaian persediaan telah dilakukan oleh Cushing Le Clere
(1992), Abdullah (1999) dan Taqwa (2001). Hasil penelitian Cushing Le Clere

(1992) menyatakan bahwa tingkat likuiditas secara signifikan mempengaruhi


pemilihan metode penilaian persediaan, sedangkan hasil yang berlawanan
ditemukan Abdullah (1999) dan Taqwa (2001).

2.6

Laba Sebelum Pajak

Laba sebelum pajak dapat mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan.


Hal ini sesuai dengan Political Cost Hypothesis yang dikemukakan Watts dan
Zimmerman (1986), yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat laba
yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian luas dari kalangan konsumen dan
media yang nantinya juga akan menarik perhatian pemerintah dan regulator
sehingga menyebabkan terjadinya biaya politis, di antaranya adalah muncul
intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai macam
tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya politis. Oleh karena itu perusahaan
dengan tingkat laba yang tinggi akan cenderung untuk menggunakan pilihan
metode akuntansi yang dapat mengurangi laba, yaitu dengan metode persediaan
rata-rata.

Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu Mengenai Pemilihan
Metode Penilaian Persediaan
No

Peneliti

Variabel

Cushing dan Le Clere


(1992)

Niehaus
(1989)

Abdullah
(1999)

Mukhlasin
(2001)

Salma Taqwa
(2001)

Hasil

Estimasi penghematan pajak


Materialitas persediaan
Variabilitas persediaan
Inventory obsolence
Ukuran perusahaan
Leverage
Current ratio
Kepemilikan manajemen
Ukuran perusahaan
Variabilitas perusahaan
Leverage
Variabilitas persediaan
Ukuran perusahaan
Financial leverage
Rasio lancar
Profitabilitas
Variabilitas laba akuntansi
Variabilitas persediaan
Ukuran perusahaan
Intensitas modal
Intensitas persediaan
Variabilitas HPP
Ukuran perusahaan
Struktur kepemilikan
Financial leverage
Variabilitas persediaan
Rasio Lancar

Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak signifikan
Signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak signifikan
Signifikan
Signifikan
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Signifikan
Tidak signifikan

Sumber : diolah peneliti (2012)

2.7

Kerangka Pemikiran

Variabel independen yang digunakan pada penelitian ini adalah ukuran


perusahaan, leverage, likuiditas dan laba sebelum pajak, sedangkan variabel
dependennya adalah metode penilaian persediaan.
Ukuran Perusahaan (X1)

Leverage (X2)
Likuiditas (X3)

Metode Penilaian
Persediaan
(Y)

Laba Sebelum Pajak (X4)


Sumber: diolah peneliti (2012)

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

2.8

Hipotesis

2.8.1 Ukuran Perusahaan dan Metode Penilaian Persediaan


Menurut Ricardian Hypothesis atau hipotesis pajak yang dikemukakan Lee dan
Hsieh (1985), manajer perusahaan bertujuan tunggal untuk memaksimalkan nilai
perusahaan dengan meminimalkan biaya pajak namun tetap respek pada kendala
hukum pajak. Dalam Political Cost Hypothesis yang dikemukakan Watts dan
Zimmerman (1986) juga dinyatakan bahwa semakin besar biaya politis yang
dihadapi perusahaan maka semakin besar pula kecenderungan perusahaan tersebut
untuk menggunakan pilihan akuntansi yang dapat mengurangi laba, karena
perusahaan dengan tingkat laba yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian luas
dari kalangan konsumen dan media yang nantinya juga akan menarik perhatian
pemerintah dan regulator sehingga menyebabkan terjadinya biaya politis, di
antaranya adalah muncul intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih
tinggi, dan berbagai macam tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya politis.
Hasil penelitian Cushing dan Le Clere (1992), Mukhlasin (2001) dan Taqwa
(2001) juga menyebutkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh secara
signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. Dengan demikian
hipotesis yang diajukan:
H1 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pemilihan metode
penilaian persediaan.

2.8.2 Leverage dan Metode Penilaian Persediaan


Menurut Debt Covenant Hypothesis yang dikemukakan Watts dan Zimmerman
(1986), ketika perusahaan mulai mendekati terjadinya pelanggaran terhadap debt
covenant atau perjanjian hutang, maka manajer perusahaan akan berusaha untuk
menghindari terjadinya pelanggaran debt covenant tersebut dengan memilih
metode-metode penilaian yang dapat menaikkan laba. Pelanggaran terhadap debt
covenant dapat mengakibatkan timbulnya suatu biaya sehingga dengan
meningkatkan laba, manajer berusaha untuk mencegah atau setidaknya menunda
hal tersebut dan salah satu cara untuk meningkatkan laba yaitu dengan
menggunakan metode persediaan FIFO. Kemudian menurut Zmijewski dan
Hagerman (1981) dalam Taqwa (2001), perusahaan dengan leverage yang tinggi

akan memilih metode yang dapat meningkatkan laba dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya pelanggaran debt covenant, yaitu metode FIFO,
sedangkan perusahaan dengan leverage yang rendah cenderung akan memilih
menggunakan metode rata-rata. Penelitian Cushing dan Le Clere (1992)
menunjukkan hasil yang signifikan mengenai hubungan tingkat leverage dengan
pemilihan metode penilaian persediaan. Dengan demikian hipotesis yang
diajukan:
H2 : Leverage berpengaruh negatif terhadap pemilihan metode penilaian
persediaan.

2.8.3 Likuiditas dan Metode Penilaian Persediaan


Political Cost Hypothesis yang dikemukakan Watts dan Zimmerman (1986)
menyatakan bahwa semakin besar biaya politis yang dihadapi perusahaan maka
semakin besar pula kecenderungan perusahaan tersebut untuk menggunakan
pilihan akuntansi yang dapat mengurangi laba, karena perusahaan dengan tingkat
laba yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian luas dari kalangan konsumen
dan media yang nantinya juga akan menarik perhatian pemerintah dan regulator
sehingga menyebabkan terjadinya biaya politis. Berdasarkan teori di atas dapat
diketahui bahwa perusahaan yang memiliki tingkat likuiditas yang tinggi
cenderung akan memilih metode rata-rata karena metode ini menghasilkan laba
yang rendah dibandingkan metode FIFO sehingga dapat terhindar dari biaya
politis. Hasil penelitian Cushing dan Le Clere (1992) menyatakan bahwa rasio
lancar (likuiditas) secara signifikan mempengaruhi pemilihan metode penilaian
persediaan. Dengan demikian hipotesis yang diajukan:
H3 : Likuiditas berpengaruh positif terhadap pemilihan metode penilaian
persediaan.

2.8.4 Laba Sebelum Pajak dan Metode Penilaian Persediaan


Laba sebelum pajak dapat mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan.
Hal ini sesuai dengan Political Cost Hypothesis yang dikemukakan Watts dan
Zimmerman (1986), yang menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat laba
yang tinggi dinilai akan mendapat perhatian luas dari kalangan konsumen dan

media yang nantinya juga akan menarik perhatian pemerintah dan regulator
sehingga menyebabkan terjadinya biaya politis, di antaranya adalah muncul
intervensi pemerintah, pengenaan pajak yang lebih tinggi, dan berbagai macam
tuntutan lain yang dapat meningkatkan biaya politis. Oleh karena itu perusahaan
dengan laba sebelum pajak yang tinggi akan cenderung untuk menggunakan
pilihan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba, yaitu dengan metode
persediaan rata-rata. Dengan demikian hipotesis yang diajukan:
H4 : Laba sebelum pajak berpengaruh positif terhadap pemilihan metode
penilaian persediaan.

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu berupa
laporan keuangan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun
2007 2010 untuk keperluan analisis data. Selain itu, peneliti juga
mengumpulkan literatur-literatur sebagai landasan teori dan penelitian terdahulu
dari buku, internet serta sumber data tertulis lainnya.

3.2

Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan populasi perusahaan manufaktur yang


terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-2010. Teknik penarikan
sampel dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Kriteria yang
harus dipenuhi oleh sampel adalah sebagai berikut:
1.

Sampel adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI yang


mempublikasikan laporan keuangannya selama 4 tahun (2007-2010).

2.

Perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan satu metode saja, apakah


metode rata-rata atau FIFO untuk semua persediaan.

3.

Perusahaan menggunakan metode rata-rata atau FIFO yang konsisten


selama tahun pengamatan.

Berdasarkan kriteria di atas, maka dari seluruh perusahaan manufaktur yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2007-2010 diperoleh 70 perusahaan yang


memenuhi kriteria sebagai sampel yang terdiri dari 15 perusahaan yang
menggunakan metode FIFO dan 55 perusahaan yang menggunakan metode ratarata.

3.3

Operasionalisasi Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Dependen


Variabel dependen dari penelitian ini adalah metode penilaian persediaan yang
ditunjukkan oleh variabel dummy. Indikator yang digunakan untuk menilai
variabel ini adalah kategori 0 untuk metode FIFO dan kategori 1 untuk metode
rata-rata.

3.3.2 Variabel Independen


1.

Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dihitung dari total aset tiap perusahaan sampel dari tahun
2007 sampai 2010. Pengukuran ini telah digunakan oleh Niehaus (1989),
Abdullah (1999) dan Taqwa (2001).
2.

Leverage

Leverage diukur dengan cara membagi hutang jangka panjang dengan total aset
yang diperoleh dari laporan keuangan satu tahun sebelum pemilihan metode
penilaian persediaan tiap perusahaan sampel. Pengukuran ini telah digunakan oleh
Cushing dan Le Clere (1992). Pada penelitian kali ini, peneliti menggunakan
perhitungan yang sama dengan Cushing dan Le Clere (1992) ,

Lev =
3.

Total Hutang Jangka Panjang


Total Aset

Likuiditas

Likuiditas yang diukur dengan rasio lancar ini dihitung dengan cara membagi aset
lancar dengan hutang lancar yang diperoleh dari laporan keuangan satu tahun
sebelum pemilihan metode penilaian persediaan tiap perusahaan sampel.
Pengukuran yang sama juga dilakukan oleh Cushing dan Le Clere (1992),
Abdullah (1999) dan Taqwa (2001).

Likuiditas =

4.

Aset Lancar
Hutang Lancar

Laba Sebelum Pajak

Variabel ini dihitung dari laba sebelum pajak satu tahun sebelum pemilihan
metode penilaian persediaan tiap perusahaan sampel.

3.4

Teknik Analisis Data

3.4.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif digunakan untuk melihat gambaran keseluruhan dari sampel


yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian.
3.4.2 Menilai Keseluruhan Model Fit (Overall Fit Model)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara nilai -2 Log Likelihood


pada awal (Block = 0) untuk model dengan konstanta saja dengan nilai -2 Log
Likelihood pada akhir (Block=1) untuk model dengan konstanta dan variabel

independen. Penurunan nilai -2 Log Likelihood mengindikasi bahwa model regresi


semakin baik.

3.4.3 Menguji Kelayakan Model Regresi (Goodness of Fit Test)

Kelayakan model regresi dilakukan dengan pengujian Hosmer and Lemeshows


Goodness of Fit Test untuk mengetahui apakah data empiris cocok atau sesuai

dengan model, melalui kriteria sebagai berikut:


a.

Jika nilai signifikansi Hosmer and Lemeshow

0,05, artinya ada perbedaan

signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga goodness fit


model tidak baik karena model tidak dapat memperbaiki nilai observasinya.

b.

Jika nilai signifikansi Hosmer and Lemeshow > 0,05, artinya model mampu
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima
karena fit dengan data observasinya.

3.4.4 Pengujian Hipotesis (Regresi Logistik)

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi logistik. Model
yang digunakan adalah:

Ln

p
1-p

Dimana :
P
=
a
=
UP
=
Lev
=
Likuid =
EBIT =
b1...b6 =
e
=

= a+

1UP

2Lev

3Likuid

4EBIT

+e

Pemilihan metode penilaian persediaan


konstanta
Ukuran Perusahaan
Leverage
Likuiditas
Laba sebelum pajak
koefisien regresi
error

Pengujian hipotesis pada regresi logistik dilakukan dengan menggunakan tingkat


signifikansi ( ) 5%. Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis akan didasarkan
pada nilai p-value. Keputusan berdasarkan probabilitas sebagai berikut:
a.

Jika p-value > 0,05 maka hipotesis ditolak

b.

Jika p-value < 0,05 maka hipotesis diterima

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Singkat Objek Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia tahun 2007-2010. Berdasarkan kriteria pemilihan sampel, maka
diperoleh sampel sebanyak 70 perusahaan dari 133 perusahaan populasi yang ada:
Tabel 4.1
Gambaran Perusahaan Penelitian

No

Keterangan

Jumlah Perusahaan

Total perusahaan yang menjadi populasi

133

Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan


keuangan pada periode penelitian

27

Perusahaan yang melakukan perubahan kebijakan


metode persediaan pada tahun penelitian

Perusahaan yang tidak konsisten menerapkan 1


(satu) metode persediaan

29

5 Perusahaan yang memenuhi kriteria menjadi sampel


Sumber : diolah peneliti (2012)

70

Jumlah sampel yang diperoleh adalah sebanyak 70 perusahaan dan perusahaan ini
terbagi 2 kelompok, yaitu perusahaan yang menggunakan metode rata-rata dan
metode FIFO, seperti yang terdapat pada tabel berikut.

Tabel 4.2
Kelompok Sampel Perusahaan Berdasarkan
Metode Penilaian Persediaan
No

Metode

Jumlah

Presentase

Rata-rata

55

78,57

FIFO

15

21,43

Jumlah

70

100,00

Sumber : diolah peneliti (2012)

Dari tabel tersebut terlihat bahwa perusahaan yang menggunakan metode rata-rata
di Indonesia lebih banyak dibandingkan metode FIFO. Lima puluh lima
perusahaan memilih menggunakan metode rata-rata dari 70 perusahaan yang
menjadi sampel. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Taqwa (2001) dan
Mukhlasin (2001) yang membuktikan bahwa perusahaan Indonesia lebih banyak
menggunakan metode rata-rata.

4.2

Analisis Data dan Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai
rata-rata (mean), maksimum dan minimum dari variabel-variabel independen
yaitu ukuran perusahaan, leverage, likuiditas dan laba sebelum pajak.

Tabel 4.3
Statistik Deskriptif
Metode Rata-Rata
Minimum
Ukuran Perusahaan
(dalam jutaan rupiah)
Leverage
Likuiditas
Laba Sebelum Pajak
(jutaan rupiah)

Maximum

Mean

901,00

10437249,00

1608520,445

,00
,00

2,44
34,35

,2093
2,4895

-2350136,00

4248590,00

132021,0318

Metode FIFO
Minimum
Ukuran Perusahaan
(dalam jutaan rupiah)
Leverage
Likuiditas
Laba Sebelum Pajak
(dalam jutaan rupiah)

Maximum

Mean

28380,00

1936949,00

427476,1167

,00
,12

0,72
13,65

,1430
1,9933

-151986,00

182008,00

8639,7333

Sumber : Hasil Olahan SPSS (2012)


4.2.2 Menilai Keseluruhan Model Fit (Overall Fit Model)

Untuk melihat apakah suatu model fit dengan data perlu dilihat nilai -2 Log
Likelihood. Model dari statistik -2 Log Likelihood dapat digambarkan melalui

tabel sebagai berikut:

Tabel 4.4
Gambaran Jumlah Kasus Penelitian
Case Processing Summary
Unweighted Casesa
Selected Cases

Included in
Analysis
Missing Cases
Total

Unselected Cases
Total

Percent
280

100,0

0
280
0
280

,0
100,0
,0
100,0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Sumber : Hasil Olahan SPSS (2012)

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa jumlah seluruh kasus yang diolah
dalam penelitian ini adalah 280 kasus dan setelah dilakukan uji kelayakan model,

kasus yang dapat dianalisis tetap sebesar 280 kasus yang berarti tidak ada kasus
yang mengalami eror.

Tabel 4.5
Nilai -2 Log Likelihood untuk Model yang Hanya
Memasukkan Konstanta
Iteration Historya,b,c
Iteration
Step 0

-2 Log
likelihood
1
2
3
4

292,153
290,967
290,965
290,965

Coefficients
Constant
1,143
1,293
1,299
1,299

a. Constant is included in the model.


b. Initial -2 Log Likelihood: 290,965
c. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than ,001.

Sumber : Hasil Olahan SPSS (2012)


Tabel 4.5 menunjukkan nilai -2 Log Likelihood untuk model yang hanya
memasukkan konstanta. Kemudian untuk melihat nilai -2 Log Likelihood dengan
model yang mengunakan konstanta dan variabel independen dapat digambarkan
dengan tabel berikut:

Tabel 4.6
Nilai -2 Log Likelihood untuk Model dengan Konstanta
dan Variabel Independen
Model Summary
Step

-2 Log
likelihood
233,474a

Cox & Snell R Nagelkerke R


Square
Square
,186

,287

a. Estimation terminated at iteration number 7 because


parameter estimates changed by less than ,001.

Sumber : Hasil Olahan SPSS (2012)


Tampilan output SPSS memberikan 2 nilai -2 Log Likelihood, yaitu untuk model
yang hanya memasukkan konstanta (Tabel 4.5) dan untuk model yang dengan
konstanta dan variabel independen (Tabel 4.6). Nilai -2 Log Likelihood untuk

model yang hanya memasukkan konstanta adalah sebesar 290,965 dan nilai -2
Log Likelihood untuk model dengan konstanta dan variabel independen adalah

sebesar 233,474. Penurunan nilai -2 Log Likelihood dari 290,965 menjadi 233,474
mengindikasikan bahwa model fit dengan data. Hal ini berarti bahwa dengan
adanya penambahan variabel independen ukuran perusahaan, leverage, likuiditas
dan laba sebelum pajak dapat memperbaiki model fit.

4.2.3 Menguji Kelayakan Model Regresi (Goodness of Fit Model)

Uji tersebut dapat digambarkan melalui tabel berikut:


Tabel 4.7
Nilai Statistik Hosmer and Lemeshows Goodness of Fit Test
Hosmer and Lemeshow Test
Step
1

Chi-square

df

6,462

Sig.
8

,596

Sumber : Hasil Olahan SPSS (2012)


Berdasarkan pengujian tersebut, nilai statistik Hosmer and Lemeshows Goodness
of Fit Test adalah sebesar 6,462 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,596. Nilai

signfikansi tersebut di atas 0,05 dan dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model tersebut diterima, yang artinya tidak ada perbedaan dengan data sehingga
model dapat dikatakan fit.

4.2.4 Pengujian Hipotesis (Regresi Logistik)

Pengujian hipotesis dengan menggunakan regresi logistik dilakukan dengan


memasukkan seluruh variabel independen, yaitu ukuran perusahaan, leverage,
likuiditas dan laba sebelum pajak pada pemilihan metode penilaian persediaan.

Tabel 4.8
Hasil Pengujian Regresi Logistik
Variables in the Equation
B
a

S.E.

Wald

df

Sig

Exp(B)

Step 1 UkuranPerusahaan

,000

,000

22,678

,000*

1,000

Leverage
Likuiditas

,755

,657

1,323

,250

2,128

,122

,070

3,053

,081**

1,130

,000
,000
3,176
1
,075**
1,000
LabaSebelumPajak
-,405
,313
1,669
1
,196
,667
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: UkuranPerusahaan, Leverage, Likuiditas, LabaSebelumPajak.
*
**

signifikan pada tingkat signifikansi 5%


signifikan pada tingkat signifikansi 10%

Dari hasil regresi logistik didapat persamaan regresi sebagai berikut:


Y = - 0,405 + 0,000UP + 0,755Lev + 0,122Likuid + 0,000EBIT + e

Pengujian variabel ukuran perusahaan dengan menggunakan regresi logistik


menghasilkan koefisien regresi bernilai positif sebesar 0,000 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,000. Apabila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 0,05
(5%), maka nilai signifikansi ukuran perusahaan lebih kecil dari tingkat
signifikansi 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis pertama diterima.

Pengujian variabel leverage dengan menggunakan regresi logistik menghasilkan


koefisien regresi bernilai positif sebesar 0,755 dengan nilai signifikansi sebesar
0,250. Apabila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 0,05 (5%), maka nilai
signifikansi leverage lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis kedua ditolak.

Pengujian variabel likuiditas dengan menggunakan regresi logistik menghasilkan


koefisien regresi bernilai positif sebesar 0,122 dengan nilai signifikansi sebesar
0,081. Apabila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 0,05 (5%), maka nilai
signifikansi likuiditas lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05 sehingga dapat
disimpulkan bahwa hipotesis ketiga ditolak.

Pengujian variabel laba sebelum pajak dengan menggunakan regresi logistik


menghasilkan koefisien regresi bernilai positif sebesar 0,000 dengan nilai
signifikansi sebesar 0,075. Apabila dibandingkan dengan tingkat signifikansi 0,05
(5%), maka nilai signifikansi laba sebelum pajak lebih besar dari tingkat
signifikansi 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat ditolak.

4.3

Pembahasan

1.

Ukuran Perusahaan

Variabel ukuran perusahaan pada penelitian ini berpengaruh positif secara


signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. Hal ini membuktikan
bahwa adanya kesesuaian antara teori dengan hasil penelitian. Perusahaan besar
cenderung memilih metode rata-rata yang dapat menurunkan laba sehingga dapat
meminimalisasi pembayaran pajak, dan sebaliknya, perusahaan kecil akan
memilih metode FIFO yang dapat menaikkan laba untuk memberikan gambaran
kinerja perusahaan yang baik sehingga kemungkinan memperoleh dana pinjaman
dari kreditor akan meningkat. Hasil pengujian ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Cushing dan Le Clere (1992), Mukhlasin (2001) dan Taqwa
(2001).

2.

Leverage

Variabel leverage pada penelitian ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
pemilihan metode penilaian persediaan. Meskipun secara konsep leverage dapat
menjadi faktor yang mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan,
namun dalam penelitian ini tidak menyatakan demikian. Peneliti menduga bahwa
perusahaan tidak memperhatikan besar kecilnya hutang jangka panjang dalam
memilih metode penilaian persediaan, melainkan perusahaan cenderung memilih
metode yang dapat meminimalisasi pembayaran pajak. Kemudian hasil regresi
menunjukkan bahwa leverage berpengaruh positif terhadap pemilihan metode
penilaian persediaan. Hal ini berbeda dengan konsep leverage yang menyatakan
bahwa leverage berpengaruh negatif terhadap pemilihan metode penilaian
persediaan. Peneliti menduga bahwa perusahaan dengan leverage yang tinggi

justru akan memilih metode yang dapat mengurangi pembayaran pajak agar biaya
yang ditanggung dapat berkurang, karena perusahaan dengan leverage yang tinggi
mmemiliki biaya yang juga tinggi. Jadi metode yang digunakan adalah metode
rata-rata, bukan FIFO. Hasil pengujian ini mendukung penelitian Niehaus (1989),
Abdullah (1999) dan Taqwa (2001).

3.

Likuiditas

Rasio lancar sebagai ukuran likuiditas perusahaan tidak berhasil dibuktikan


mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pemilihan metode penilaian
persediaan. Meskipun secara konsep likuiditas dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan, namun dalam penelitian
ini tidak menyatakan demikian. Peneliti menduga hal ini disebabkan perusahaan
selalu berusaha meningkatkan kesejahteraannya dengan memilih metode yang
dapat meminimalkan pembayaran pajak. Dengan demikian, perusahaan akan
memilih metode persediaan tanpa memperhatikan besarnya hutang lancar pada
perusahaan tersebut. Penelitian ini mendukung penelitian Abdullah (1999) dan
Taqwa (2001) yang juga tidak menemukan bukti atas pengaruh likuiditas terhadap
pemilihan metode penilaian persediaan.

4.

Laba Sebelum Pajak

Variabel laba sebelum pajak pada penelitian ini tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. Meskipun secara
konsep laba sebelum pajak dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pemilihan
metode penilaian persediaan, namun penelitian ini tidak menyatakan demikian.
Peneliti menduga hal ini disebabkan perusahaan akan selalu berusaha
meningkatkan kesejahteraannya dengan memilih metode yang dapat
meminimalisasikan pembayaran pajak sesuai yang dinyatakan dalam Ricardian
Hypothesis. Dengan demikian, perusahaan akan memilih metode persediaan yang

dapat memperoleh penghematan pajak tanpa memperhatikan besarnya laba


sebelum pajak dalam perusahaan. Selain itu, standar akuntansi keuangan juga
mensyaratkan kepada penyusun laporan keuangan atau perusahaan untuk

konsisten dalam menyajikan laporan keuangan, termasuk dalam pemilihan


kebijakan akuntansi yang digunakan.

V.

SIMPULAN DAN SARAN

5.1

Simpulan Penelitian

Simpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:


a.

Metode penilaian persediaan rata-rata digunakan oleh sebagian besar


perusahaan. Metode rata-rata digunakan oleh 78,57% perusahaan dan
metode FIFO digunakan oleh 21,43% perusahaan.

b.

Analisis statistik menyatakan bahwa nilai rata-rata untuk seluruh variabel


independen yang terdiri dari ukuran perusahaan, leverage, likuiditas dan
laba sebelum pajak dengan metode rata-rata lebih besar dibandingkan
metode FIFO.

c.

Berdasarkan pengujian dengan regresi logistik, diketahui bahwa variabel


yang berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode penilaian
persediaan pada penelitian ini adalah variabel ukuran perusahaan,
sedangkan variabel leverage, likuiditas dan laba sebelum pajak tidak
berpengaruh secara signifikan.

5.2

Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan:


a.

Periode waktu yang digunakan pada penelitian ini adalah 4 tahun,


sedangkan penelitian di luar negeri biasanya periodenya lebih lama.

b.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini hanya ada empat, yaitu
ukuran perusahaan, leverage, likuiditas, dan laba sebelum pajak.

c.

Penelitian ini tidak menspesifikasikan industri perusahaan. Seluruh


perusahaan yang terdaftar sebagai perusahaan manufaktur diikutsertakan
dalam sampel penelitian ini.

5.3

Saran

Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pemilihan metode penilaian


persediaan sebaiknya mempertimbangkan beberapa saran di bawah ini demi hasil
penelitian yang lebih baik dan akurat, yaitu;
a.

Periode penelitian sebaiknya lebih dari 4 tahun agar hasil penelitian lebih
akurat dan tidak bias.

b.

Penelitian tentang pemilihan metode penilaian persediaan akan lebih baik


jika dilakukan pada masa perubahan harga saja. Hal ini dilakukan agar
didapat pengaruh yang jelas atas perbedaan metode persediaan.

c.

Menambahkan beberapa variabel penelitian lainnya, seperti klasifikasi


industri. Dengan adanya klasifikasi industri, keputusan yang akan diambil
manajer perusahaan akan sesuai dengan kelompok industrinya.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syukri. 1999. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode


Akuntansi Persediaan pada Perusahaan Manufaktur yang Telah Go-Public.
(Tesis). Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Baridwan, Zaki. 2004. Intermediate Accounting. Edisi 8. BPFE, Yogyakarta.
Cushing B.E. dan M.J Lee Clere. 1992. Evidence in the Determinants of
Inventory Accounting Policy Choice. The Accounting Review 67 (April),
hal 355-366.
Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Edisi 1. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
H, Jogiyanto, M.. 2007. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan
Pengalaman-Pengalaman. Edisi 2007. BPFE, Yogyakarta.
Harahap, Rosna K. dan Jiwana Dwi M.. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang
Berpengaruh Terhadap Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan pada
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Media Riset Akuntansi,
Auditing dan Informasi. Vol. 9 No. 3: 74-95.
Horngren, Harrison, Robinson, Secokusumo. 1997. Akuntansi di Indonesia.
Salemba Empat, Jakarta.

http://www.ariyoso.wordpress.com/2009/11/11/regresi-logistik/
http://www.arokhman.blog.unsoed.ac.id/files/2009/06/Regresi-Logistik-forMAP.pdf
http://www.duniainvestasi.com

http://www.iaiglobal.or.id
http://www.idx.co.id
http://www.ineddeni.wordpress.com/2007/08/07/regresi-logistik/
http://www.konsultanstatistik.com/2009/03/regresi-logistik.html
Kasini. 2011. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode
Akuntansi Persediaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di
BEI Tahun 2007-2009. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.
Kieso, Donald E, dkk. 2001. Akuntansi Intermediate. Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Lee, Chi-Wen Jevons dan Hsieh, David A. 1985. Choice of Inventory Accounting
Methods: Comparative Analyses of Alternatives Hypotheses. Journal of
Accounting Research (Autumn). Hal 468-485.
Mukhlasin, 2001. Analisis Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan dan
Dampaknya Terhadap Earning Price. (Tesis). Universitas Diponegoro.
Semarang.
Niehaus, G.R..1989. Ownership Structure and Inventory Method Choice. The
Accounting Review 67 (April). Hal 320-336.
Stice, Earl K., James D. Stice dan K. Fred Skousen, 2001. Intermediate
Accounting. Edisi 15, Buku 1. Salemba 4, Jakarta.
Taqwa, Salma, 2001. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Metode
Akuntansi Persediaan pada Perusahaan Manufaktur di BEJ. (Tesis).
Universitas Diponegoro. Semarang.
Universitas Lampung, 2007. Format Penulisan Karya Ilmiah. UPT Percetakan
Unila. Bandar Lampung.
Watts, Ross L., Zimmerman Jerold D.. 1990. Positive Accounting Theory: A Ten
Years Perspective. The Accounting Review 65 (January). Hal 131-156.

Anda mungkin juga menyukai