Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
LAPORAN PRAKTIKUM
PENGGUNAAN DAN MANFAAT OBAT
ACARA 8
ANALGETIKA
Disusun oleh :
Nama
: Nurul Sukmawati
NIM
: 15/386189/SV/09575
Kelompok : B 2
Asisten
LABORATORIUM FARMAKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2016
I.
Tujuan Praktikum :
Mendemonstrasikan cara membandingkan obat-obat analgetika dengan metode
pelat panas
II.
Tinjauan Pustaka
A. Pengertian Analgetika
Analgetik adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau melenyapkan
rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala,
fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti
peradangan, infeksi kuman atau kejang otot.rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis
atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan
melepaskan zat yang disebut mediator nyeri (pengantara). Zat ini merangsang, reseptor
nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain.
Dari tempat ini rangsang dialirkan melalui syaraf sensoris ke SSP (susunan syaraf
pusat), melalui sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri
dalam otak besar, di mana rangsang terasa sebagai nyeri. Sebagai mediator nyeri
diantaranya histamin, serotonin, plaasmokinin (antara lain bradkinin), prostagladin, dan
ion kalium (Anief, 2010).
Cara pemberantasan nyeri menurut Anief (2010) sebagai berikut :
a. Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh analgetik
perifer atau oleh anestetik lokal
b. Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan
anestetik lokal
c. Menghalangi pusat nyeri dalam SSP dengaan analgetik sentral (narkotik) atau
dengan anestetik umum.
Obat analgetika diberikan untuk memberikan aksi pada tahap subcortical.
Morfin mengurangi rasa nyeri tersebut dengan meningkatkan rasa nyeri di atas ambang
kesadaran pada cerebral cortex. Obat analgetika mentransmisikan impuls keluar dari
jalur spinothalamic. Obat analgetika yang digunakan secara umum yaitu aspirin,
acetanilid dan acetophenetidin (Jones, 1962).
B. Penggolongan dan Contoh Analgetika
a) Analgetika yang berkhasiat kuat
Antagonis Opioid
Beberapa macam obat bekerja dalam bersatu dengan agonis dengan cara efek
dari agonis turun atau ditiadakan. Antagonis merupakan obat yang bergabung
dengan reseptor, tetapi gagal untuk memulai aksinya, dalam hal ini obat
dikatakan memblokir letak reseptor. Obat yang memblokis letak reseptor
terhadap agonis endogen akan dapat bekerja sebagai antagonis. Antagonis
sikloogenase
secara
berbeda.
Parasetamol
menghambat
sikloogenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah yang menyebabkan
parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat
pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada
sikloogenase
perifer.
Inilah
yang
menyebabkan
parasetamol
hanya
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang. Obat ini
menekan
efek
zat
pirogen
endogen
dengan
menghambat
sintesa
kinerja jantung dan kardia outputnya, yang dapat berubah pada level control setelah
lima menit. Tekanan vena pertama diperbaiki, diikuti dengan pengurangan yang
signifikan. Rata-rata tekanan arteri juga berkurang. Pengurangan pada kinerja sistem
pernafasan, tetapi produksi gas dalam darah tidak dapat diubah (Riebold, 1985).
Aplikasi obat yang lainnya yaitu parasetamol yang digunakan sebagai penurun panas.
parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada pusat pengaturan
panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada sikloogenase perifer. Inilah
yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri
ringan sampai sedang. Obat ini menekan efek zat pirogen endogen dengan
menghambat sintesa prostaglandin (Gunawan, 2009).
III.
Materi dan metode
a. Materi
Alat :
Timbangan
Gelas beker (500 ml)
Gelas beker (100 ml)
Spuit
Hotplate analgesia meter
Stopwatch
kontrol
Asam salisilat100 mg/kg : obat yang akan diinjeksikan pada hewan
perlakuan
Dua ekor mencit
b. Metode
Ambil dua buah mencit dari kandangnya kemudian masing-masing
ditimbang berat badannya lalu dicatat
IV.
Hasil praktikum
Tabel 1. Gambar Injeksi Intraperitoneal Pada Mencit`
No.
Gambar
Keterangan
Ambil
mencit
kandangnya
dari
kemudian
Setelah
ditimbang
mencit
beker
dan
masing-masing
larutan
asam
salisilat.
Kemudian
ambil
volume
yang
dibutuhkan
berdasarkan
perhitungan
pada
dengan
berat
badan mencit
Siapkan larutan NaCl. Ambil
menggunakan spuit dengan
volume
4.
yang
berdasarkan
dibutuhkan
perhitungan
5.
tiap
mencit
secara
intraperitonial
Kedua
pada
mencit
gelas
diletakkan
beker
dan
6.
Masing-masing
diletakkan
Analgesia
7.
mencit
pada
Meter
Hot
secara
diambil
WAKTU REAKSI
KONTROL
ASAM SALISILAT
MENCIT
A1
(detik)
(detik)
5,9 detik
20,2 detik
B1
12,7 detik
36,5 detik
C1
9,5 detik
9,6 detik
D1
6,2 detik
18,4 detik
A2
17 detik
17 detik
B2
17,6 detik
30,7 detik
C2
13 detik
19 detik
D2
7,7 detik
18,7 detik
Rata-rata
11,2 detik
21,2 detik
V.
ASAM SALISILAT
DOSIS
89,28%
Pembahasan
1. Perhitungan statistik
Tabel 4. Pengaruh Asam Salisilat Terhadap Waktu Reaksi Mencit
No
Waktu ( s )
Obat
Gelombang
20,2
1 (asam salisilat)
36,5
1 (asam salisilat)
9,6
1 (asam salisilat)
18,4
1 (asam salisilat)
17
1 (asam salisilat)
30,7
1 (asam salisilat)
19
1 (asam salisilat)
18,7
1 (asam salisilat)
5,9
2 (NaCl fisiologis)
10
12,7
2 (NaCl fisiologis)
11
9,5
2 (NaCl fisiologis)
12
6,2
2 (NaCl fisiologis)
13
17
2 (NaCl fisiologis)
14
17,6
2 (NaCl fisiologis)
15
13
2 (NaCl fisiologis)
16
7,7
2 (NaCl fisiologis)
Karena sampel yang digunakan kurang dari 30 maka digunakan untuk mengetahui
uji normalitas data adalah hasil uji Saphiro-Wilk dimana menunjukan bahwa data dosis
1 dan dosis 2 memiliki distribusi normal (p > 0.05) atau dapat dikatakan distribusi data
dalam kelompok tersebut tidak berbeda distribusinya.
Diperoleh nilai Sig yaitu 0.267 sehingga P > 0,05 kemudian baca Sig. (2-tailed)
sebesar 0,10 yang dilihat adalah kolom atas karena nilai Sig. pada Levenes Test for
Equality of Variences < 0,05.
NO. GRUP
KONTROL
ASAM SALISILAT
(detik)
(detik)
A1
5,9 detik
20,2 detik
B1
12,7 detik
36,5 detik
C1
9,5 detik
9,6 detik
D1
6,2 detik
18,4 detik
A2
17 detik
17 detik
B2
17,6 detik
30,7 detik
C2
13 detik
19 detik
D2
7,7 detik
18,7 detik
Rata-rata
11,2 detik
21,2 detik
MENCIT
ASAM SALISILAT
DOSIS
89,28%
x 100%
Pada praktikum kali ini, jenis obat yang digunakan yaitu asam salisilat yang
termasuk dalam golongan analgetika lemah (NSAID). Obat ini diinjeksikan secara
intraperitoneal pada mencit putih sebagai hewan perlakuan. Pada hewan kontrol
diinjeksikan NaCl fisiologis dengan banyaknya volume obat dapat diketahui melalui
perhitungan berikut ini :
Diketahui
: BB mencit 1 (kontrol)
= 34,5 gr = 0,0345 kg
BB mencit 2 (perlakuan)
= 31,5 gr = 0,0315 kg
Dosis 1
= 0,1 ml / 10 gr BB
Dosis 2
= 200 mg/kg BB
Konsentrasi 1
=2%=
Ditanya
: Volume ?
Jawab
Jadi volume NaCl fisiologis yang diberikan pada mencit yang sebagai hewan kontrol
adalah 0,315 ml.
Jadi volume asam salisilat yang diberikan pada mencit yang sebagai hewan perlakuan
adalah 0,345 ml
Setelah mengetahui volume yang diberikan ,maka dapat langsung menyuntikkan
NaCl fisiologis dan asam slisilat ke masing-masing tubuh mencit menggunakan spuit.
Pertama-tama dilakukan dengan merestrain mencit dengan cara mencubit kulit mencit
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, sedang jari yang lain menopang tubuh mencit
sampai mencit tidak bisa bergerak. Lalu menyuntikkan jarum di bagian antara linea alba
dibelakang puting susu. Setelah itu, meletakkan kembali mencit ke dalam gelas beker
dan mendiamkan mencit selama 15 menit. Lalu tiap mencit diletakkan diatas pelat
panas pada Htplate Analgesia meter dengan suhu 55oC dan saat itu langsung nyalakan
stopwatch untuk menghitung waktu. Stopwatch dihentikan saat mencit mulai menjilati
kaki belakangnya lalu catat waktu yang dihasilkan. Mencit kemudian diangkat dan
diletakkan ke dalam gelas bekernya masing-masing.
Menurut Puspitasari (2003), induksi nyeri cara termik ini dilakukan dengan
menetapkan mencit di atas pelat panas pada suhu 55oC sebagai stimulus nyeri dan
mencit akan memberikan respon dalam bentuk menjilati kaki belakang atau meloncat.
Selang waktu antara pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon disebut waktu
reaksi. Waktu reaksi ini dapat diperpanjang oleh obat-obat analgetik. Perpanjangan
waktu reaksi ini selanjutnya dapat dijadikan sebagai ukuran dalam mengevaluasi
aktivitas analgetik. Setelah pemberian bahan uji secara oral, mencit dibiarkan selama 15
menit untuk memberi kesempatan agar bahan uji dapat terdistribusi secara merata di
dalam tubuh, selanjutnya tiap mencit diletakkan di atas pelat panas dengan suhu 55 oC
dan tepat pada waktu di atas pelat panas, stopwatch dihidupkan dan sebagai patokan
bahwa mencit mulai merasakan nyeri pada waktu menjilat kaki belakang, karena
menjilat kaki depan adalah hal normal untuk mencit dan pada saat itu stopwatch
dimatikan, kemudian mencit diangkat dari pelat panas. Waktu reaksi mencit terhadap
bahan uji dicatat dan dibandingkan dengan asetosal.
Perbandingan dilakukan antara literatur dengan praktikum yang dilaksanakan
menunjukan perbedaan pada obat analgetik yang digunakan. Pada literatur Puspita
Kesimpulan
Analgetika adalah senyawa yang dalam dosis terapeutika meringankan atau
bekerja pada sistem saraf perifer yang memiliki sifat antiinflamasi (NSAID).
Metode pelat panas ini yaitu induksi nyeri cara termik ini dilakukan dengan
menetapkan mencit di atas pelat panas pada suhu 55oC sebagai stimulus nyeri dan
mencit akan memberikan respon dalam bentuk menjilati kaki belakang atau
meloncat. Selang waktu antara pemberian stimulus nyeri dan terjadinya respon
disebut waktu reaksi. Waktu reaksi ini dapat diperpanjang oleh obat-obat
analgetik.
VII.
Daftar pustaka
Anief, M. 2007. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Anief, M. 2010. Penggolongan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Gunawan, A. 2009. Perbandingan Efek Analgesik antara Parasetamol dengan
Kombinasi Parasetamol dan Kafein pada Mencit. Jurnal Biomedika, Vol.1 (1) :
37-43.
Jones, L.M. 1962. Veterinary Pharmacolocy and Therapeutics. Iowa : Iowa State
University Press.
Katzung, B.G., Masters, S.B.m Trevor, A.J. 2014. Farmakologi Dasar dan Klinik.
Jakarta : Penerbit EGC.
Nogrady, T. 1992. Kimia Medisinal. Bandung : Penerbit ITB.
Puspitasari, H., Listyawati, S., Widiyani, T. 2003. Aktivitas Analgetik Ekstrak Umbi
Teki (Cyperus rotundus) pada Mencit Putih (Mus musculus) Jantan.
Biofarmasi, Vol.1 (2) : 50-57.
Riebold, T.W., Goble, D.O., Geiser, D.R. 1985. Large Animal Anesthesia. Iowa : Iowa
State University Press.
Sulistyaningrum, S.K., Nilasari, H., Effendi, E. H. 2012. Penggunaan Asam Salisilat
dalam Dermatologi. J Indon Med Assoc, Vol. 62 (7) : 277-284