Anda di halaman 1dari 10

BAB II

LANDASAN TEORI
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Bahan Bakar Cair
Bahan bakar cair merupakan gabungan senyawa hidrokarbon yang diperoleh dari alam
maupun secara buatan. Bahan bakar cair umumnya berasal dari minyak bumi. Dimasa yang
akan datang, kemungkinan bahan bakar cair yang berasal dari oil shale, tar sands, batubara
dan biomassa akan meningkat. Minyak bumi merupakan campuran alami hidrokarbon cair
dengan sedikit belerang, nitrogen, oksigen, sedikit sekali metal, dan mineral (Khalidah,
2014).
Dengan kemudahan penggunaan, ditambah dengan efisiensi thermis yang lebih
tinggi, serta penanganan dan pengangkutan yang lebih mudah, menyebabkan penggunaan
minyak bumi sebagai sumber utama penyedia energi semakin meningkat. Secara teknis,
bahan bakar cair merupakan sumber energi yang terbaik, mudah ditangani, mudah dalam
penyimpanan dan nilai kalor pembakarannya cenderung konstan. Beberapa kelebihan
bahan bakar cair dibandingkan dengan bahan bakar padat antara lain :
- Kebersihan dari hasil pembakaran
- Menggunakan alat bakar yang lebih kompak
- Penanganannya lebih mudah
Salah satu kekurangan bahan bakar cair ini adalah harus menggunakan proses pemurnian
yang cukup komplek (Khalidah, 2014)
Menurut Khalidah (2014), karakteristik bahan bakar cair meliputi:
1. Densitas, specific gravity, API grafity
2. Viscositas
3. Titik tuang (pour point)
4. Titk nyala (flash point)
5. Nilai kalor
6. Angka oktan
7. Kadar abu
8. Kandungan belerang
Menurut Lanin (2009) Bahan bakar cair di klasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Bahan bakar cair yang mudah menyala (yang mempunyai titik nyala dibawah 37.8 oC
dan tekanan uap tidak lebih dari 2.84 kg/cm2), terbagi :
Kelas IA, punya titik nyala dibawah 22.8 oC dan titik didih dibawah 37.8 oC.
Kelas IB, punya titik nyala dibawah 22.8 oC dan titik didih sama atau diatas 37.8
o
C.
Kelas IC,punya titik nyala sama atau diatas 22.8 oC dan titik didih dibawah 60 oC.
2. Bahan bakar cair mudah terbakar (yang mempunyai titik nyala sama atau diatas 37.8 oC,
terbagi:
Kelas IIA, punya titik nyala sama atau diatas 37.8 oC dan titik didih dibawah 60 oC.

II-1

BAB 2 LANDASAN
TEORI
Kelas IIB, punya titik nyala sama atau diatas 37.8 oC dan titik didih dibawah 93 oC.
Kelas IIC, punya titik nyala sama atau diatas 93 oC. (Lanin, 2009)

II.1.2 Pengertian Flash and Fire Point


Flash point atau titik nyala adalah suhu terendah dari bahan bakar minyak dimana
akan timbul penyalaan api sesaat, apabila pada permukaan minyak didekatkan pada nyala
api. Titik nyala ini diperlukan sehubungan dengan adanya pertimbangan-pertimbangan
mengenai keamanan dari penimbunan minyak dan pengangkutan bahan bakar minyak
terhadap bahaya kebakaran. Titik nyala tidak mempunyai pengaruh yang besar dalam
persyaratan pemakaian bahan bakar minyak untuk mesin diesel atau ketel uap. (Khalidah,
2014)

Fire point adalah temperatur dimana suatu zat atau material melepaskan uap yang
cukup untuk membentuk campuran dengan udara yang ada sehingga terbakar. walaupun
banyak orang yang mengatakan bahwa temperatur nyala tidak dapat di tentukan secara
nyata. Karena hal itulah para ahli mecari metode untuk menentukan nilainya secara teori.
Temperatur nyala api ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tergantung pada jenis bahan
bakar dan oksida yang digunakan. Untuk api konvensional yang digunakan dalam
fotometri nyala, temperatur nyala yang lebih tinggi diperoleh dengan oksigen digunakan
sebagai oksida bukan udara, karena di dalam udara terdapat nitrogen yang dapat
menurunkan suhu nyala api (Maulina, 2015).
Fire point juga bervariasi sesuai dengan rasio masing-masing komponen dalam
campuran yang mudah terbakar. jika campuran tidak masuk pembakar dalam komposisi
optimal, bahan bakar kelebihan atau oksidan tidak berpartisipasi dalam reaksi dan gas inert
seperti komponen berlebih menurunkan suhu nyala api.
Menurut Maulina (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi fire ponit adalah:
1. Temperatur Adiabatik
2. Tekanan Atmosfir
3. Bahan bakar yang terbakar
4. Ada tidaknya pengoksidasi dalam bahan bakar
5. Bagaimana stokiometri pembakaran yang terjadi
II.1.3 Mekanisme Terjadinya Flash Point
Setiap cairan yang mudah terbakar memiliki tekanan uap, yang merupakan fungsi
dari temperatur suatu bahan bakar cair. Dengan naiknya suhu, maka tekanan uap akan
mengalami kenaikan, dengan meningkatnya tekanan uap, konsentrasi penguapan cairan
yang mudah terbakar di udara meningkat, karena itu suhu yang menentukan konsentrasi
penguapan cairan yang mudah terbakar di udara dalam kondisi kesetimbangan. Cairan
yang mudah terbakar yang berbeda membutuhkan konsentrasi yang berbeda dari bahan
bakar di udara untuk mempertahankan pembakaran. Titik nyala adalah suhu minimum di
mana ada konsentrasi yang cukup dari penguapan bahan bakar di udara untuk
menyebarkan pembakaran setelah sumber pengapian dinyalakan (Maulina, 2015).

Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 2

BAB 2 LANDASAN
TEORI

II.1.4 Uji Flash and Fire Point (ASTM D92-05a)


Metode Pengujian Flash Point dan Fire Point berdasarkan ASTM D92-05a adalah
sebagai berikut :
1. Isi tempat sampel (cup) sampai tanda batas pengisian. Suhu sampel dan tempatnya
tidak boleh melebihi 56C (100F) di bawah titik nyala yang diharapkan.
2. Apabila sampel yang akan diuji dalam bentuk padat, maka perlu dicairkan sehingga
perlu dipanaskan terlebih dahulu pada suhu yang tidak boleh melebihi 56C
(100F).
3. Pastikan panas awalnya akan naik 5-6C (9-30F)/menit. Apabila suhu sampel sekitar
56C(100F) panasnya perlu diturunkan sampai suhu 28C (50F) dengan kecepatan 5-6C
(9-11F)/menit.
4. Pada suhu 28C(50F) terakhir terjadi kenaikan suhu dari suhu sebelumnya, pada
kondisi ini perlu dijaga dari terganggunya pengujian oleh uap ataupun busa.
5. Catat pengamatan sebagai titik nyala, ketika asap muncul dan menyebar di seluruh
permukaan sampel.
6. Untuk menentukan titik api, lanjutkan pemanasan yang dilakukan pada sampel setelah
diketahui titik nyalanya, sehingga terjadi peningkatan suhu 5-6C(9-11F)/menit.
Melanjutkan pemanasan hingga terjadi nyala api selama minimal 5 detik.
7. Catat suhu titik api yang terdeteksi pada saat sampel menyala.
8. Ketika peralatan selesai digunakan, untuk keamanan peralatan usahakan suhunya kurang
dari 60C(140F), kemudian bersihkan tempat sampel (cup) sesuai dengan prosedur.
Ketelitian untuk Flash Point dan Fire Point menurut metode ASTM D 92-05a adalah :
a.
Repeatability
Flash Point
: 15oF(8oC)
Fire Point
: 15oF(8oC)
b.
Reproduceability
Flash Point
: 30oF(17oC)
Fire Point
: 25oF(14oC)
Untuk mengoreksi Flash Point dan Fire Point digunakan persamaan sebagai berikut :
Flash Point dan Fire Point terkoreksi
Flash Point dan Fire Point = F + 0,06 (76-P) atau
Flash Point dan Fire Point = C + 0,03 (760-P)
Dimana :
F
= Flash Point dan Fire Point teramati dalam 5oF terdekat
C
= Flash Point dan Fire Point teramati dalam 2oC terdekat.
P
= Tekanan barometer, mmHg.

Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 3

BAB 2 LANDASAN
TEORI
Manfaat dan penggunaan dari penetapan Flash Point dan Fire Point produk-produk
dari minyak bumi menurut metode uji ASTM D 92-05a antara lain adalah sebagai berikut
:
1. Flash Point dapat digunakan untuk mengukur kecenderungan sample untuk
membentuk campuran yang mudah menyala jika ada udara di bawah kondisi
terkontrol. Ini merupakan satu-satunya sifat bahan bakar yang harus
dipertimbangkan dalam memperkirakan timbulnya bahaya kebakaran pada bahan
bakar tersebut.
2. Flash Point diperlukan dalam pelayaran dan peraturan keamanan bahan bakar yang
akan ditransport untuk mendefinisikan bahan-bahan yang mudah menyala dan juga
mudah terbakar, seseorang seharusnya tetap mengacu pada aturan aturan khusus
yang terkait pada definisi yang tepat dari penggolongan bahan-bahan tersebut
diatas.
3. Flash Point dapat menunjukkan adanya bahan yang mudah menguap dan mudah
terbakar didalam suatu bahan yang relatif tidak mudah untuk menguap ataupun
relatif tidak mudah untuk terbakar.
4. Fire Point dapat juga digunakan untuk mengukur karakteristik dari sample untuk
mendukung proses
Standard Test Method for Flash and Fire Points by Cleveland Open Cup Tester
Titik nyala dan titik api adalah metode dinamis dan tergantung pada tingkat tertentu
peningkatan suhu untuk mengontrol presisi metode uji. Penggunaan utamanya adalah
untuk bahan kental yang memiliki titik nyala 79C (175F) dan di atasnya. Hal ini juga
digunakan untuk menentukan titik api, yaitu suhu di atas titik nyala. Dimana benda uji
akan mendukung pembakaran untuk minimum 5s. Metode pengujiannya menggunakan
Test Metode D 4206 yang merupakan kelanjutan dari uji pembakaran, tipe cup terbuka,
pada suhu tertentu 49C (120F). Besarnya titik nyala dipengaruhi oleh desain peralatan,
kondisi alat yang digunakan, dan prosedur operasional yang dilakukan. Titik nyala itu
hanya dapat ditetapkan dalam bentuk standart.
Signifikansi dan Penggunaan
5.1 Titik nyala merupakan salah satu ukuran pendekatan dari pengujian suatu sampel untuk
membentuk campuran yang mudah terbakar dengan udara di bawah kendali pada kondisi
laboratorium. Titik nyala merupakan salah satu dari sejumlah sifat yang harus
dipertimbangkan dalam menilai keseluruhan bahaya kebakaran dari suatu bahan.
5.2 Titik nyala digunakan dalam pengiriman dan peraturan keselamatan untuk menentukan
bahan yang mudah menyala dan terbakar. Konsultasikan peraturan tertentu yang
menyertakan definisi yang tepat dari klasifikasi tersebut.
5.3 Titik nyala dapat menunjukkan adanya kehadiran material volatile dan mudah terbakar
yang tinggi dalam material yang relatif nonvolatile atau nonflammable. Sebagai contoh,
sebuah titik nyala abnormal yang rendah pada pengujian sampel pada mesin dapat
menunjukkan adanya kontaminasi bensin.
Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 4

BAB 2 LANDASAN
TEORI
5.4 Metode pengujian ini harus digunakan untuk mengukur dan menggambarkan sifat
bahan, produk dan respon terhadap panas dan uji nyala api dalam kondisi laboratorium
yang terkendali dan seharusnya tidak boleh digunakan untuk menggambarkan atau menilai
bahaya kebakaran atau risiko kebakaran bahan, produk, atau rakitan di bawah kondisi api
yang sebenarnya. Namun, hasil dari metode uji dapat digunakan sebagai unsur-unsur
penilaian resiko kebakaran yang memperhitungkan semua faktor-faktor yang berhubungan
dengan penilaian terhadap bahaya kebakaran.
5.5 Titik Api merupakan salah satu ukuran pendekatan dari pengujian sampel untuk
mendukung pembakaran.
Peralatan
6.1 Peralatan Cleveland Open Cup (manual). Peralatan ini terdiri dari cup tempat sampel,
piring pemanas, aplikator uji nyala, pemanas, dan dijelaskan secara rinci dalam Lampiran
A1. Peralatan manual dirakit, piring pemanas, dan cup yang diilustrasikan pada Gambar.
1-3, masing-masing dimensi terdaftar dengan angka-angka.
6.2 Peralatan Cleveland Open Cup (otomatis) adalah alat pengukur titik nyala otomatis
yang akan melakukan pengujian sesuai dengan prosedur pada bab 11. Peralatan harus
menggunakan gelas uji dengan dimensi sesuai dengan yang diuraikan dalam Lampiran A1
dan penerapan uji nyala api harus seperti yang dijelaskan dalam Lampiran A1 mengukur
suhu.
6.3 Alat termometer memiliki kisaran seperti yang ditunjukkan di bawah ini dan sesuai
dengan persyaratan ditentukan dalam Spesifikasi E 1 atau dalam Spesifikasi untuk IP
Termometer Standart, atau suhu elektronik alat ukur, misalnya termometer atau termokopel
perlawanan. Perangkat harus menunjukkan suhu yang sama respon sebagai termometer
merkuri.
6.4 Test Flame-Gas alam (metana) dan botol gas (butana, propana) digunakan sebagai
sumber pengapian. Perangkat nyala api gas yang dijelaskan dalam detail dalam Lampiran
A1. (Peringatan-Gas tekanan yang disediakan untuk peralatan tidak diizinkan untuk
melebihi 3 kPa (12 in) tekanan udara.)

Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 5

BAB 2 LANDASAN
TEORI

Prosedur
Peralatan Manual :
11.1.1 Isilah tempat sampel (cup) dengan sampel sampai dengan tanda pengisian, dan
posisi cangkir uji pada pusat pelat pemanas. Suhu cangkir uji dan sampel tidak boleh
melebihi 56C (100F) di bawah titik nyala yang diharapkan. Jika tes terlalu banyak
spesimen telah ditambahkan ke cup, kelebihan tersebut dapat dibuang menggunakan
perangkat jarum suntik untuk penarikan cairan. Hancurkan gelembung udara atau busa
pada permukaan benda uji dengan pisau tajam atau lain dan mempertahankan tingkat yang
diperlukan benda uji.
11.1.2 Bahan padat tidak akan ditambahkan ke cangkir uji (cup). Padat atau sampel kental
harus dipanaskan sampai mereka mencair sebelum dituangkan ke dalam cangkir tes (cup),
namun suhu sampel selama pemanasan tidak boleh melebihi 56C (100F) diharapkan di
bawah titik nyala.
11.1.3 Diameter 3,2 menjadi 4,8 mm (1/8 sampai 3/16 in) atau dengan ukuran
perbandingan titis jika ada yang dipasang pada alat (lihat Lampiran A1). (Peringatantekanan gas yang diberikan kepada peralatan tidak melebihi 3 kPa (12 in) tekanan air).
(Peringatan hati-hati saat menggunakan api uji gas). Jika harus dipadamkan tidak akan
membakar uap dalam ujian cangkir (cup), gas untuk api uji yang kemudian masuk uap
ruang dapat mempengaruhi hasil) (Peringatan-Operator harus berhati-hati dan mengambil
Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 6

BAB 2 LANDASAN
TEORI
tindakan keselamatan yang tepat selama awal penerapan uji nyala api sejak benda uji
mengandung bahan rendah flash dapat memberikan titik nyala yang kuat ketika api uji
pertama diterapkan). (Peringatan-Operator harus memelihara dan mengambil tindakan
keselamatan yang tepat selama kinerja dari metode uji. Suhu yang dicapai selama tes ini,
apabila sampai 400C (752F) dianggap berbahaya).
11.1.4 Pastikan panas awalnya seperti tingkat suhu seperti yang ditunjukkan oleh alat
pengukur suhu naik 5 sampai 17C (9 sampai 30F) / min. Bila suhu spesimen uji sekitar
56C (100F) di bawah titik nyala yang diharapkan, turunkan panas sehingga tingkat
kenaikan suhu terakhir sekitar 28C (50F) sebelum titik nyala adalah 5 sampai 6C (9
sampai 11F) / min.
11.1.5 Menjaga tes nyala ketika suhu pengujian specimen sekitar 28C dan setiap waktu
sesudahnya dilakukan pembacaan suhu yang kelipatan dari 2C. Dengan halus, terus
menerus gerak, menerapkan uji api baik dalam garis lurus atau sepanjang keliling lingkaran
memiliki jari-jari sekurang-kurangnya 150 1 mm (6,00 0,039 in). Pusat dari api uji
harus bergerak pada bidang horizontal tidak lebih dari 2 mm (5/64 in) di atas permukaan
dari tepi atas cangkir dan lulus uji dalam satu arah saja. Pada saat aplikasi api tes
berikutnya, lulus ujian api dalam arah yang berlawanan dari sebelumnya aplikasi. Lama
waktu dalam api lulus tes di cangkir tes (cup) dalam setiap pengukuran berkisar 1 0.1 s.
11.1.6 Selama 28 C terakhir(50 F) terjadi kenaikan suhu sebelumnya ke titik nyala yang
diharapkan, perawatan harus diambil untuk menghindari mengganggu uap di cangkir uji
dengan gerakan cepat atau draft dekat cangkir uji.
11.1.7 Ketika busa tetap di atas spesimen uji selama 28C terakhir (50F) kenaikan suhu
sebelum titik nyala diharapkan, mengakhiri tes dan mengabaikan salah hasil.
11.1.8 Teliti dalam memperhatikan semua rincian yang berkaitan dengan uji api, ukuran
dari api pengujian, tingkat kenaikan suhu, dan tingkat lulus test api yang diperlukan untuk
hasil yang tepat.
11.1.9 Ketika pengujian sampel suhu titik nyala diharapkan tidak diketahui, membawa
benda uji dalam cangkir uji untuk suhu tidak lebih dari 50C (122F), atau jika sampel
perlu dipanaskan akan dialirkan panas ke cangkir uji (cup), membawa spesimen uji dalam
cangkir uji untuk suhu yang diinginkan. Terapkan api pengujian, dalam cara yang
dijelaskan dalam 11.1.5, dimulai setidaknya 5C (9F) di atas suhu mulai. Lanjutkan
memanaskan spesimen uji pada 5 sampai 6C (9 sampai 11F) / min dan pengujian benda
uji setiap 2C (5F) seperti yang dijelaskan dalam 11.1.5 sampai titik nyala diperoleh.
11.1.10 Catat, pengamatan sebagai titik nyala, membaca di perangkat pengukuran
temperatur pada saat api pengujian menyebabkan kilatan yang berbeda di bagian dalam
cangkir uji.
11.1.10.1 Sampel dianggap telah menyala ketika api besar seketika muncul dan menyebar
sendiri atas seluruh permukaan benda uji.
11.1.11 Penerapan uji dapat menyebabkan lingkaran cahaya api biru atau api diperbesar
sebelum titik nyala yang sebenarnya. Ini adalah bukan titik nyala dan harus diabaikan.
11.1.12 Ketika titik nyala atau titik api terdeteksi pada awal, atau pada aplikasi pertama
dari api uji, lihat 11.1.5, pengujian harus dihentikan, hasil dibuang, dan pengujian diulang
Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 7

BAB 2 LANDASAN
TEORI
dengan tes spesimen yang baru. Aplikasi pertama dari api uji dengan spesimen yang baru,
suhu uji harus sekurang-kurangnya 28C (50F) di bawah suhu ditemukan ketika flash
point terdeteksi di bawah kondisi di 11.1.12.
11.1.13 Ketika peralatan sudah dingin untuk menjaga keamanan pada penanganan suhu
yaitu pada suhu kurang dari 60C (140F), bersihkan cangkir uji (cup) dan peralatan
seperti yang direkomendasikan oleh produsen (sesuai prosedur).
11.1.14 Untuk menentukan titik api, lanjutkan pemanasan tes spesimen setelah
pendeteksian titik nyala sehingga ujian spesimen suhu meningkat pada tingkat 5 sampai
6C (911F) / min. Melanjutkan penerapan uji nyala api pada suhu 2C (5F) interval
sampai spesimen uji menyatu dan menopang pembakaran selama minimal 5 detik, catat
suhu titik api yang terdeteksi, yang menyebabkan tes spesimen itu menyala. Biarkan terus
terbakar dan amati titik api benda uji.
11.1.15 Ketika peralatan sudah dingin untuk menjaga keamanan pada penanganan suhu
yaitu pada suhu kurang dari 60C (140F), bersihkan cangkir uji (cup) dan peralatan
seperti yang direkomendasikan oleh produsen (sesuai prosedur).
Peralatan otomatis:
11.2.1 Peralatan otomatis harus mampu melakukan prosedur seperti yang dijelaskan dalam
11.1, termasuk pengendalian dari tingkat pemanasan, penerapan uji nyala api, deteksi
titik nyala, atau titik api, atau keduanya, dan merekam titik nyala atau titik api, atau
keduanya.
11.2.2 Isilah tempat sampel (cup) dengan sampel sampai dengan tanda pengisian, dan
posisi cangkir uji pada pusat pelat pemanas. Suhu cangkir uji dan sampel tidak boleh
melebihi 56C (100F) di bawah titik nyala yang diharapkan. Jika tes terlalu banyak
spesimen telah ditambahkan ke cup, kelebihan tersebut dapat dibuang menggunakan
perangkat jarum suntik untuk penarikan cairan. Hancurkan gelembung udara atau busa
pada permukaan benda uji dengan pisau tajam atau lain dan mempertahankan tingkat yang
diperlukan benda uji.
11.2.3 Bahan padat tidak akan ditambahkan ke cangkir uji (cup). Padat atau sampel kental
harus dipanaskan sampai mereka mencair sebelum dituangkan ke dalam cangkir tes (cup),
namun suhu sampel selama pemanasan tidak boleh melebihi 56C (100F) diharapkan di
bawah titik nyala.
11.2.4 Diameter 3,2 menjadi 4,8 mm (1/8 sampai 3/16 in) atau dengan ukuran
perbandingan titis jika ada yang dipasang pada alat (lihat Lampiran A1). (Peringatantekanan gas yang diberikan kepada peralatan tidak melebihi 3 kPa (12 in) tekanan air).
(perawatan Peringatan-hati-hati saat menggunakan api uji gas. Jika harus dipadamkan tidak
akan membakar uap dalam ujian cangkir (cup), gas untuk api uji yang kemudian masuk
uap ruang dapat mempengaruhi hasil) (Peringatan-Operator harus berhati-hati dan
mengambil tindakan keselamatan yang tepat selama awal penerapan uji nyala api sejak
benda uji mengandung bahan rendah flash dapat memberikan titik nyala yang kuat ketika
api uji pertama diterapkan). (Peringatan-Operator harus memelihara dan mengambil

Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

II - 8

BAB 2 LANDASAN
TEORI
tindakan keselamatan yang tepat selama kinerja dari metode uji. Suhu yang dicapai selama
tes ini, apabila sampai 400C (752F) dianggap berbahaya).
11.2.5 Penggunaan peralatan otomatis sesuai dengan prosedur dari produsen alat. Peralatan
harus mengikuti prosedural rincian yang dijelaskan dalam 11.1.4 melalui 11.1.15.
Perhitungan
12.1 Amati dan catat tekanan udara ambient (lihat Catatan 20) pada saat penguujian. Ketika
tekanan berbeda dari 101,3 kPa (760 mm Hg), maka untuk koreksi dari flash point atau api
titik, atau keduanya, sebagai berikut:
koreksi flash point = C + 0,25 (101.3 K) (1)
koreksi flash point = F + 0,06 (760 P)
(2)
koreksi flash point = C + 0,033 (760 - P)
(3)
dimana:
C = flash point diamati, C,
F = flash point diamati, F,
P = tekanan barometric ambien, mm Hg, dan
K = tekanan barometric ambien, kPa.
12.2 Menggunakan persamaan koreksi titik nyala atau titik api, atau keduanya, seperti yang
sudah ditentukan dalam 12.1, nilai sekitar mendekati 1 C (2 F) dan mencatatnya.
II.1.5 Spesifikasi Bahan Bakar
II.1.5.1 Biodiesel
Biodiesel salah satu bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, tidak
mempunyai efek terhadap kesehatan yang dapat dipakai sebagai bahan bakar kendaraan
bermotor dapat menurunkan emisi bila dibandingkan dengan minyak diesel. Biodiesel
terbuat dari minyak nabati yang berasal dari sumber daya yang dapat diperbaharui (Rahayu,
2012).
Tabel II.1 Spesifikasi Bahan Bakar Biodiesel

No.

Parameter Uji

Satuan
Min/Maks

Persyaratan

Metode Uji

1.

Densitas pada 40oC

kg/m3

850-890

ASTM D 1298 atau


ASTM D 4052

2.

Viskositas kinematik pada


40oC

mm2/s

2,3-6,0

ASTM D 445

3.

Angka setana

min

51

4.
5.

Titik nyala
Titik kabut
Korosi lempeng tembaga (3
jam pada 50 oC)
Residu karbon
-dalam percontoh asli
Dalam 10% ampas distilasi

C min
C, maks

100
18

6.
7.

Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

Nomor 1
% massa,
maks

0,05
0,03

ASTM D 613 atau


ASTM D 6890
ASTM D 93
ASTM D 2500
ASTM D 130
ASTM D 4530 atau
ASTM D 189
II - 9

BAB 2 LANDASAN
TEORI
8.
9.

Air dalam sedimen


Temperatur distilasi 90%

10.

Abu tersulfatkan

11.

Belerang

%vol, maks
o
C, maks
% massa,
maks
mg/kg,
maks

0,05
360

ASTM D 2709
ASTM D 1160

0,02

ASTM D 874

100

ASTM D 5453 atau


ASTM D 1266

Sumber : SNI 7182:2012, Biodiesel


II.1.6.2 Biosolar
Biosolar merupakan salah satu jenis bahan bakar cair yang digunakan dalam proses
pembakaran pada motor bakar. Biosolar yang dijual di pasaran merupakan campuran
sejumlah produk yang dihasilkan dari berbagai proses. Melalui proses pencampuran
(blending) tersebut maka sifat dari bahan bakar dapat diatur untuk memberikan
karakteristik operasi seperti yang diinginkan. Salah satu sifat yang harus dipunyai dari
biosolar adalah Cetane Number dari bahan bakar tersebut. Angka setana adalah angka yang
menunjukkan berapa besar tekanan maksimum yang bisa diberikan di dalam mesin
sebelum biosolar terbakar secara spontan. Jadi, semakin tinggi angka setananya, semakin
cepat biosolar itu terbakar spontan (Putra E. N., 2012)
Tabel II.2 Data Fisik dan Kimiawi Biosolar

Parameter Uji

Satuan

Min

Maks

Berat jenis 150C


Kg/m3
815
870
Warna ASTM
3
Angka setana
48
Indeks setana
45
0
2
Viskositas 40 C
Mm /sec 2,0
5,0
o
Titik tuang
C
18
Kandungan sulfur
% m/m
0,35
Korosi bilah
Menit
No. 1
tembaga
% m/m
0,1
0
Residu karbon
C
60
Titik nyala
Sumber : Spesifikasi Biosolar PT. PERTAMINA (PERSERO)

Laboratorium Teknik
Pembakaran
Program Studi D3 Teknik Kimia
Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh

Metode
Uji.ASTM
D 1298
D 1500
D 613-95
D 4737-96a
D 445-97
D 97
D 2622-98
D 130-94
D 4530-93
D93-99c

II - 10

Anda mungkin juga menyukai