Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dermatitis kontak iritan adalah reaksi kulit non imunologik, yaitu kerusakan kulit
terjadi langsung tanpa didahului proses pengenalan atau sensitisasi. Dermatitis kontak
iritan disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor

eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor
endogen memegang peranan penting pada penyakit ini. 1,2
Pada tahun 1898, dermatitis kontak awalnya dipahami memiliki lebih dari satu
mekanisme, dan sekarang umumnya dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontakalergi, berdasarkan perbedaan-perbedaan mekanisme. Dermatitis kontak
alergi respon imunolgi tipe lambat / delayed hipersensitivity (Tipe IV), dimediasi oleh sel
T dan membutuhkan sensitisasi sebelumnya, sedangkan dermatitis kontak Iritan adalah
mekanisme non imunologik, sehingga tidak perlu sensitisasi. Perbedaan klinik untuk
membedakan kedua kelainan sangat menantang karena morfologi dan histopatologi dari
dari dermatitis kontak iritan dan alergi hampir tidak bisa dibedakan. 3

Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis


disebabkan

karena penyebabnya yang bermacam-macam dan interval waktu

antara kontak dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapat
diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan tingkat
keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan
oleh bahan iritan tersebut.4
Survey Biro Statistik Tenaga Kerja terhadap seluruh penduduk yang berkerja di
Amerika mencatat dermatitis kontak sebesar 90%-95% dari seluruh kasus penyakit kulit
akibat kerja dan DKI sekitar 81% dari kasus dermatitis kontak. Berdasarkan data dari safe
work Australia, prevalensi dari 1 Januari 1993 sampai 31 Desember 2010 tercatat 2900
kasus dermatitis kontak akibat kerja, sedangkan kasus DKI tercatat sebanyak 958 kasus
(33%). Pada taun 2001 di Amerika Utarta, dilaporkan 836 kasus terindentifikasi sebagai
dermatitis kontak akibat kerja, 32% merupakan dermatitis kontak iritan. Studi crosssectional yang dilaksanakan oleh Rika Mulyaningsih pada tahun 2005, dilaporkan kasus
dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 64% dari 75 reponden pada karyawan salon di

Indonesia. Berdasarkan penelitian Efek Sampiing Kosmetik pada Pekerja Salon


Kecantikan di Denpasar mencatat 39 pekerja (18,2%) yang mengalami DKI dari 214
pekerja salon.5

Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena banyak dan


seringnya faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis.
Pencegahan bahan-bahan iritasi kulit adalah strategi terapi yang utama pada
dermatitis kontak iritan3
1.2 Batasan Masalah
Laporan kasus ini membahas mengenai definisi, etiologi, epidemiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, dan
penatalaksanaan Dermatitis Kontak Iritan
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui definisi,
etiologi,

epidemiologi,

patofisiologi,

manifestasi

klinis,

diagnosis,

pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan dermatitis kontak iritan.


1.4 Metode Penulisan
Metode yang di pakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk
pada berbagai literatur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah respon biologis dari kulit terhadap faktor
eksternal yang menyebabkan perdangan kulit tanpa produksi antibodi spesifik,
yang sekarang dipahami sebagai suatu sindroma biologis yang kompleks dengan
gambaran klinis beragam sesuai pada sifat iritan.
2.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis
kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan
cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara
lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.1
Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour
Statistic menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit okupasional non fatal pada
tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit
yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit okupasional.
Juga berdasarkan survei tahunan dari institusi yang sama, bahwa incident rate
untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95% dari
penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya
adalah dermatitis kontak iritan.2,6
Dermatitis kontak iritan secara signifikan lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Frekuensi tinggi

pada wanita dibandingkan dengan pria

disebabkan oleh faktor lingkungan, tidak faktor genetik.7


Dermatitis kontak iritan kerja mempengaruhi perempuan hampir dua kali
dari pada pria, berbeda dengan penyakit akibat kerja lain yang didominasi kaum
laki-laki. Wanita yang terkena lebih tinggi untuk iritasi kulit dari peran mereka
sebagai petugas pembersihan dan perawat anak-anak kecil di rumah. Selain itu,
perempuan terutama melakukan banyak pekerjaan yang berisiko tinggi untuk
dermatitis kontak iritan (misalnya, penata rambut, perawat). 7
2.3 Etiologi

Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen


(iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.1,2
Faktor Eksogen 1,2
Pajanan dengan bahan yang bersifar iritan seperti bahan pelarut, detergen,
minyak pelumas, asam, basa, dan serbuk kayu. Selain dengan asam dan basa kuat,
tidak mungkin untuk memprediksi potensial iritan sebuah bahan kimia
berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk senyawa mungkin lebih
sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia
bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi,
ionisasi, bahan dasar, kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi,
lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan
jaraknya setelah pajanan sebelumnya ; (3) Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh
yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan.
Kelembapan lingkunan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada
stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahn iritan.
Faktor Endogen 1,2
a. Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk
mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan,
dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein
semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan
keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain itu,
predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap
bahan iritan. Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin
mempengaruhi kerentanan terhadap bahan iritan. TNF- polimorfis telah
dinyatakan sebagai marker untuk kerentanan terhadap kontak iritan.
b. Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan
wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara
jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak
terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada

laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak


iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.
c. Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahanbahan kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan
bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan
meningkatnya umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit
sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada
orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan
pertahanan) meningkat pada orang muda.1

Reaksi terhadap beberapa

bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon


inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial penetrasi
perkutaneus.
d. Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi
berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema
sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema
sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin
sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten
terhadap bahan iritan daripada kulit putih.
e. Lokasi kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan,
sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan
terhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika
dibandingkan lebih resisten.
f. Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis
iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan
dengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena
rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan
lambatnya proses penyembuhan.1 Pada pasien dengan dermatitis atopi
misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh bahan
iritan.8
2.4 Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan
denga dermatitis kontak iritan, yaitu:1,2
1.
2.
3.
4.

Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan


Jejas pada membran sel
Denaturasi keratin epidermis
Efek sitotoksik langsung

Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang


dapat didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan
mediator radang, khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit)
yang mendapat rangsangan kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi
sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin
seperti Interleukin-1 (IL-1), IL-1, tumor necrosis factor- (TNF- ). Pada
dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF- hingga sepuluh kali lipat dan
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga
tiga kali lipat. TNF- adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam
dermatitis

iritan,

yang

menyebabkan

peningkatan

ekspresi

Major

Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan intracelluler adhesin molecul-I


pada keratinosit.2
Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan
dermatitis kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya
adalah keterlibatan dari spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.9
Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat
terjadinya kontak dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat.
Ada dua jenis bahan iritan yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan
menyebabkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,
sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali
kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah
kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.1
2.5 Gambaran Klinis

Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat


memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu
juga banyak hal yang mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. 1
Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak
iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:
1. Dermatitis Kontak Iritan Akut
Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla.
Luas kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas.2,6 Pada
beberapa individu, gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin
hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam beberapa
detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel
dan bahan pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan
nekrosis.1,2 Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh
segera setelah pajanan, dengan asumsi tidak ada pajanan ulang hal ini
dikenal sebagai decrescendo phenomenon. Pada beberapa kasus tidak
biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah
pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap.3 Bentuk DKI Akut seringkali
menyerupai luka bakar akibat bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI
ini jarang timbul dengan gambaran eksematousa yang sering timbul pada
dermatitis kontak.

Gambar 2 : DKI akut akibat penggunaan pelarut


industri. Dikutip dari kepustakaan [6]

2. Dermatitis Kontak Iritan akut Lambat (Delayed ICD)


Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif timuncul
hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan. 1,2,6 Sebaliknya, gambaran
kliniknya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut.2 Bahan iritan yang
dapat meneybabkan DKI akut lamabat misalnya pedofilin, antralin,
Tretionin, Etilen Oksida, benzalkonium klorida, asam hidroflourat.
Contohnya lainnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh bulu serangga
dimana gejalanya muncul keesokan harinya berupa pedih, eritema yang
kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.1
3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)
Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh
iritan lemah (seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang
berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan. 1,2,6 Kelainan
kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun.
Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling
penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak
iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema,
skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk
fisura jika kontak terus berlangsung.2,6

Gambar 3 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen


Dikutip dari kepustakaan [6]

Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis


kontak iritan kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan
kemudian menyebar ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah
tangga, biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis).6 DKI kumulatif sering
berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan
pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh (contohnya:
tukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun,
penata rambut).1
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat
berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya
terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada
orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh,
menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.1,2,6

5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)


Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit
Gambar 4 : Reaksi Iritan. Dikutip dari

seperti panas atau laserasi. Biasanya


terjadi[10]
pada tangan dan penyembuhan
kepustakaan
sekitar 6 minggu atau lebih lama.1,2 Pada proses penyembuhan, akan
terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel. Secara klinik gejala mirip
dengan dermatitis numular.2,3
6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous
Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi
kulit, kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan
kulit terlihat secara histologi.2,3 Gejala umum yang dirasakan penderita
adalah rasa terbakar, gatal, atau rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini
dihubungkan dengan penggunaan produk dengan jumlah surfaktan yang
tinggi.2 Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum korneum
tanpa tanda klinis (DKI subklinis).1
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)

Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa


tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan.
Biasanya terjadi di daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya
menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini.1,2,3
8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)
Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma
atau gesekan yang berulang.2,3 DKI Gesekan berkembang dari respon pada
gesekan yang lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama,
fisura, dan gatal pada daerah yang terkena gesekan. 3 DKI Gesekan dapat
hanya mengenai telapak tangan dan seringkali terlihat menyerupai
psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak gatal.
Secara klinis, DKI Gesekan dapat hanya mengenai pinggiran-pinggiran
dan ujung jemari tergantung oleh tekanan mekanik yang terjadi.6

Gambar 5 : DKI Gesekan. Dikutip dari

9. Dermatitis Kontak Iritan Akneiform


kepustakaan [6]
Disebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya
dilihat setelah pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta
setelah penggunaan beberapa kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi pustular
yang steril dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari setelah
pajanan. Tipe ini dapat dilihat pada pasien dermatitis atopy maupun pasien
dermatitis seboroik.2,3

10

Gambar 6: DKI Akneiform. Dikutip


dari kepustakaan [2]

10. Dermatitis Asteatotik


Biasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi
tanpa menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering,
dan skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.2,3

Gambar 7: DKI Asteatotik.


Dikutip dari kepustakaan [11]

2.6 Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang
cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah
diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah
mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta mempunyai
gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA.
Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih
memastikan diagnosis DKI.1
A. Anamnesis

11

Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI


tergantung pada anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien.
Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis DKI (gejala
subyektif) adalah:1,2,3,7
- Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus
- Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI
akut. DKI lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti
benzalkonium klorida (biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana
-

reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah pajanan.


Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada
DKI kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan

berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit.


Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak
nyaman akibat pruritus yang terjadi.

B. Pemeriksaan Fisis
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai
berikut: 7
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk
-

vesikel
Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan

12

Tabel. Perbedaan Irritan contact dermatitis dan allergic contact dermatitis3


C. Pemeriksaan Penunjang.
Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak
iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan.. Tidak
ada spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap
pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan kronis yang
mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga ada kalanya sulit dibedakan
dengan dermatitis kontak alergen. Untuk itu perlu dilakukan uji patch tes/ uji
tempel dengan bahan yang dicurigai.1
Patch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan
kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang
digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif
palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat
terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam,
hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan
kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya
didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI,
sedangkan pada DKA ruam menjadi kulit menjadi jelas.1,2,6
2.7 Diagnosa Banding
13

1. Dermatitis Kontak Alergi


Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan.
Gambaran lesi secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah
interpretasi ulang dari antigen oleh sel T (memori), dan keluhan utama
pada penderita DKA adalah gatal pada daerah yang terkena pajanan. Pada
patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang telah diujikan, dan
sensitifitasnya berkisar antara 70 80%.1,2,3
2. Dermatitis Atopi
Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal
yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering
berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat
atopi pada keluarga penderita. Oleh karena itu, pemeriksaan IgE pada
penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan diagnosis dermatitis atopi.1
3. Tinea Pedis
Merupakan penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk, misalnya
stratum korneun pada epidermis, rambut, dan kuku yang disebabkan oleh
jamur dermatofitosis. Penderita bisa merasa gatal dan kelainan berbatas
tegas, terdiri atas macam-macam effloresensi kulit. Bagian tepi lesi lebih
aktif (lebih jelas tanda-tanda peradangan) daripada bagian tengah. Pada
tinea pedis, khususnya bentuk mocassin foot, pada seluruh kaki terlihat
kulit menebal, dan bersisik serta eritema yang ringan terutama di tempat
yang terdapat lesi.12
2.8 Penatalaksanaan1,2,3
Penatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan
melakukan dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain
itu, prinsip pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan,
melakukan proteksi (seperti penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi
dalam hal ini, mengganti bahan-bahan iritan dengan bahan lain.
Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada
penderita dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut:
1. Kompres dingin dengan Burrows solution

14

Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel dan


membantu mengurangi pertumbuhan bakteri. Kompres ini diganti setiap 2-3
jam.
2. Glukokortikoid topikal
Efek topical dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih
kontrofersional karena efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang
lama dari corticosteroid dapat menimbulkan kerusakan kulit pada stratum
korneum. Pada pengobatan untuk DKI akut yang berat, mungkin dianjurkan
pemberian prednison pada 2 minggu pertama, 60 mg dosis inisial, dan di
tappering 10mg.
3. Antibiotik dan antihistamin
Ketika pertahanan kulit rusak, hal tersebut berpotensial untuk terjadinya
infeksi sekunder oleh bakteri. Perubahan pH kulit dan mekanisme
antimikroba yang telah dimiliki kulit, mungkin memiliki peranan yang
penting dalam evolusi, persisten, dan resolusi dari dermatitis akibat iritan, tapi
hal ini masih dipelajari. Secara klinis, infeksi diobati dengan menggunakan
antibiotik oral untuk mencegah perkembangan selulit dan untuk mempercepat
penyembuhan. Secara bersamaan, glukokortikoid topikal, emolien, dan
antiseptik

juga

digunakan.

Sedangkan

antihistamin

mungkin

dapat

mengurangi pruritus yang disebabkan oleh dermatitis akibat iritan. Terdapat


percobaan klinis secara acak mengenai efisiensi antihistamin untuk dermatitis
kontak iritan, dan secara klinis antihistamin biasanya diresepkan untuk
mengobati beberapa gejala simptomatis.
4. Anastesi dan Garam Srontium (Iritasi sensoris)
Lidokain, prokain, dan beberapa anastesi lokal yang lain berguna untuk
menurunkan sensasi terbakar dan rasa gatal pada kulit yang dihubungkan
dengan dermatitis iritan oleh karena penekanan nosiseptor, dan mungkin
dapat menjadi pengobatan yang potensial untuk dermatitis kontak iritan.
Garam strontium juga dilaporkan dapat menekan depolarisasi neural pada
hewan, dan setelah dilakuan studi, garam ini berpotensi dalam mengurangi
sensasi iritasi yang dihubungkan dengan DKI.
5. Kationik Surfaktan
Surfaktan kationik benzalklonium klorida yang iritatif dapat meringankan
gejala dalam penatalaksanaan iritasi akibat anion kimia.
6. Emolien

15

Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat
berguna.

Menggunakan

emolien

ketika

kulit

masih

lembab

dapat

meningkatkan efek emolien. Emolien dengan perbandingan lipofilik :


hidrofilik yang tinggi diduga paling efektif karena dapat menghidrasi kulit
lebih baik.
7. Imunosupresi Oral
Pada penatalaksanaan iritasi akut yang berat, glukokortikoid kerja singkat
seperti prednisolon, dapat membantu mengurangi respon inflamasi jika
dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal dan emolien. Tetapi, tidak
boleh digunakan untuk waktu yang lama karena efek sampingnya. Oleh
karena itu, pada penyakit kronik, imunosupresan yang lain mungkin lebih
berguna. Obat yang sering digunakan adalah siklosporin oral dan
azadtrioprim.
8. Fototerapi dan Radioterapi Superfisial
Fototerapi telah berhasil digunakan untuk tatalaksana dermatitis kontak iritan,
khususnya pada tangan. Modalitas yang tersedia adalah fototerapi
photochemotherapy ultraviolet A (PUVA) dan ultraviolet B, dimana
penyinaran dilakukan bersamaan dengan penggunaan fotosensitizer (soralen
oral atau topical). Sedangkan radioterapi superfisial dengan sinar Grentz juga
dapat digunakan untuk menangani dermatitis pada tangan yang kronis.
Penalataksanaan ini jarang digunakan pada praktek terbaru, hal ini mungkin
disebabkan oleh ketakutan terhadap kanker karena radioterapi.
2.8 Prognosis
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak
dapat disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis
yang penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.1,2

16

BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama

: Nn. RR

Umur

: 20 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Pekerjaan

: Pegawai swasta (Analis Labor di RS Swasta)

Alamat

: jalan tanjung sabar, no 20 Pitameh, Lubuk Begalung

Status Perkawinan

: Belum menikah

Pendidikan terakhir

: D4

Negeri Asal

: Padang

Agama

: Islam

Suku

: Minang

Bangsa

: Indonesia

No. RM

: 14.02.23

No. HP

: 085263768197

ANAMNESIS

17

Seorang pasien perempuan berumur 20 tahun datang ke poliklinik Kulit dan


Kelamin RSUP DR. M. Djamil Padang pada tanggal 28 November 2016, dengan
Keluhan Utama :
Gelembung-gelembung kecil dan bercak kemerahan disertai rasa perih dan gatal
di kedua punggung tangan sejak 4 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang

Gelembung-gelembung kecil dan bercak kemerahan disertai rasa perih dan

gatal di kedua punggung tangan sejak 4 hari yang lalu


Awalnya bercak kemerahan dan gelembung kecil muncul setelah 1 hari

penggunaan psoralen yang kedua kalinya.


Bercak kemerahan dan gelembung kecil muncul terbatas pada bagian yang

dioleskan psoralen saja.


Pasien sudah dikenal vitiligo sejak 2 tahun yang lalu dan baru mendapat

terapi Psoralen sejak 1 minggu yang lalu.


Daerah lesi terasa panas seperti melepuh dan disertai rasa perih kemudian

gatal.
Keluhan ini muncul pertama kali sejak pengunaan psoralen.
Riwayat kontak dengan bahan iritan seperti deterjen, minyak, bahan yang

bersifat asam, bahan yang bersifat basa atau serbuk kayu tidak ada.
Pasien bekerja sebagai analis laboratorium .Pekerjaan atau aktivitas sehari
yang berkontak dengan bahan iritan tidak ada. Pasien bekerja juga
memakai APD. Dalam 1 minggu ini pasien tidak ada bekerja di

laboratorium.
Riwayat trauma tidak ada
Riwayat alergi seperti asma, bersin di pagi hari, alergi obat dan bahan

iritan tertentu tidak ada


Keluhan ini belum diobati sejak muncul lesi.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya


Riwayat alergi obat, alergi setelah berkontak dengan bahan tertentu

(deterjen, serbuk kayu, minyak) tidak ada


Riwayat bersin pagi hari tidak ada
Riwayat alergi makanan tidak ada
18

Riwayat mata merah, berair dan gatal tidak ada


Riwayat bunyi nafas menciut tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti ini


Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat alergi dan asma

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum

: tidak tampak sakit

Kesadaran

: komposmentis kooperatif

Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 74 x/menit

Nafas

: 20x/menit

Suhu

: 37,2 C

Status gizi

: sedang

Tinggi badan

: 158 cm

Berat badan

: 61 Kg

IMT

: 24,4 kg/m2

Pemeriksaan thorak

: diharapkan dalam batas normal

Pemeriksaan abdomen

: diharapkan dalam batas normal

STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi

: punggung tangan kanan dan kiri

Distribusi

: terlokalisir

Bentuk

: tidak khas

Susunan

: tidak khas

Batas

: tegas

Ukuran
Efloresensi

: milier sampai numular


: plak eritem, vesikel, makula eritem

Kelainan Kuku

: Kuku dan Jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan

Kelainan Rambut

: Tidak ditemukan kelainan

19

Kelainan Kelenjar Limfe : Tidak ditemukan pembesaran KGB

GAMBAR

RESUME
Seorang pasien perempuan, usia 20 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
RSUP DR M Djamil Padang pada tanggal 28 November 2016 dengan keluhan
utama adanya gelembung-gelembung kecil dan bercak kemerahan disertai rasa
perih dan gatal di kedua punggung tangan sejak 4 hari yang lalu. Keluhan muncul
setelah penggunaan psoralen untuk kedua kalinya untuk pengobatan vitiligo.

20

Terapi psoralen baru didapatkan sejak 1 minggu yang lalu. Lesi yang muncul
terbatas hanya pada daerah kulit yang dioles psoralen saja. Daerah lesi terasa
panas seperti melepuh dan perih kemudiaan disertai rasa gatal.
Pada pemeriksaan fisik dan status dermatologis ditemukan lesi terdapat di
kedua punggung tangan, distribusi terlokalisir, bentuk dan susunan tidak khas,
batas tegas dengan ukuran miliar sampai numular serta eflorsensi berupa plak dan
makula eritem serta vesik
DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Kontak Iritan akut ec suspect obat psoralen
DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Kontak Alergi akut
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Tempel/ Patch Test
DIAGNOSIS
Dermatitis Kontak Iritan akut ec suspect obat psoralen
PENATALAKSANAAN
Umum :

Hentikan berkontak dengan faktor pencetus yaitu penggunaan obat

psoralen
Kontrol ulang 3 hari lagi

Khusus :

Loratadin 1 x 10 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg (bila nyeri)
Betamethason valerate 0,1 % cream 2 x 1

PROGNOSIS

Quo ad sanam
Quo ad vitam

: bonam
: bonam

21

Quo ad cosmecticum : bonam


Quo ad functionam : bonam

BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien perempuan, usia 20 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
RSUP DR M Djamil Padang pada tanggal 28 November 2016 berdasarkan
anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan adanya gelembung-gelembung
kecil dan bercak kemerahan disertai rasa perih dan gatal di kedua punggung
tangan sejak 4 hari yang lalu setelah penggunaan psoralen topikal untuk
pengobatan vitiligonya. Lesi yang muncul terbatas hanya pada daerah kulit yang
dioles psoralen saja. Daerah lesi terasa panas seperti melepuh dan perih
kemudiaan disertai rasa gatal.
Timbulnya keluhan muncul setelah kontak dengan obat psoralen sebagai
pemicu atau iritan terjadinya dermatitis pada pasien. Psoralen adalah furokumarin
yaitu obat yang bersifat fotodinamik yang berkemampuan menyerap energi
radiasi. Psoralen yang sering dipakai adalah metoksalen (8-metoksipsoralen),
derivat

lainnya

bergapten

(5

metoksi

psoralen),

trioksalen

(4,5,8

Trimetilpsoralen) dan psoralen tak bersubsitusi. Psoralen merupakan obat


photochemotherapy yang mengandung bahan kimia dengan meningkatkan
sensitifitas pada kulit dan bereaksi dengan sinar ultraviolet untuk menyebabkan
penggelapan kulit. Pengobatan psoralen dan UVA merupakan pengobatan vitiligo
pada pasien ini.
Berdasarkan perjalanan penyakit yang terjadi pertama kali setelah kontak
hingga menimbulkan gejala terutama rasa panas dan perih sesuai dengan
gambaran dermatitis kontak iritan akut. Hal ini sesuai dengan DKI yang memang
pemicunya adalah kontak dengan iritan primer. Pasien ini juga tidak mempunyai

22

riwayat alergi terhadap alergen tertentu dan riwayat atopi. Walaupun diketahui
bahwa adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis
iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit,
lemahnya fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan.
Pada pemeriksaan fisik dan status dermatologis ditemukan lesi terdapat di
kedua punggung tangan, distribusi terlokalisir, bentuk dan susunan tidak khas,
batas tegas dengan ukuran miliar sampai numular serta eflorsensi berupa plak dan
makula eritem serta vesikel. DKI timbul di daerah kulit yang sensitif apabila
terpajan bahan iritan dengan batas tegas dan gambaran efloresensi berbeda sesuai
dengan konsentrasi dan lama pajanannya serta reaksi terbatas pada tempak kontak
bahan iritan. Pada awalnya dapat berupa makula eritem, plak serta vesikel bahkan
erosi, ini sesuai dengan gambaran dermatitis kontak iritan pada umumnya.
Berdasarkan Teori pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu
diagnosis DKI tidak ada. Tes tempel hanya untuk mengeklusikan penyakit DKA.
Dalam kasus ini, riwayat kontak dengan iritan serta gambaran efloresensi khas
untuk DKI sehingga tidak diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan penunjang
ini. DKA sebagai diagnosis banding dapat disingkirkan dari anamnesis pada
pasien yang tidak memiliki riwayat alergi terhadap substansi tertentu. Dermatitis
atopik dapat disingkirkan dari anamnesis pasien yang juga tidak mempunyai
riwayat atopi maupun di keluarga.
Penatalaksanaan pasien ini antara lain menghentikan kontak dengan faktor
pencetus atau bahan iritan. Terapi khusus yang diberikan adalah berupa obat
sistemik yaitu loratadin sebagai obat yang mempunyai efek antihistamin sehingga
mengurangi gejala gatal/pruritus. Obat asam mefenamat sebagai obat NSAID
mempunyai efek antinyeri/analgetik. Pengobatan topikal diberikan krim
Betamethason valerate 0,1 % sebagai obat kortikosteroid dalam mengurangi
proses inflamasi. Prognosis pada kasus ini baik setelah mempertimbangkan
beberapa hal yaitu gejala klinis yang ringan, tipenya akut, tidak ada riwaya atopik
dan alergi.

23

24

Anda mungkin juga menyukai