PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dermatitis kontak iritan adalah reaksi kulit non imunologik, yaitu kerusakan kulit
terjadi langsung tanpa didahului proses pengenalan atau sensitisasi. Dermatitis kontak
iritan disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor
eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor
endogen memegang peranan penting pada penyakit ini. 1,2
Pada tahun 1898, dermatitis kontak awalnya dipahami memiliki lebih dari satu
mekanisme, dan sekarang umumnya dibagi menjadi dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontakalergi, berdasarkan perbedaan-perbedaan mekanisme. Dermatitis kontak
alergi respon imunolgi tipe lambat / delayed hipersensitivity (Tipe IV), dimediasi oleh sel
T dan membutuhkan sensitisasi sebelumnya, sedangkan dermatitis kontak Iritan adalah
mekanisme non imunologik, sehingga tidak perlu sensitisasi. Perbedaan klinik untuk
membedakan kedua kelainan sangat menantang karena morfologi dan histopatologi dari
dari dermatitis kontak iritan dan alergi hampir tidak bisa dibedakan. 3
antara kontak dengan bahan iritan serta munculnya ruam tidak dapat
diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan tingkat
keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan
oleh bahan iritan tersebut.4
Survey Biro Statistik Tenaga Kerja terhadap seluruh penduduk yang berkerja di
Amerika mencatat dermatitis kontak sebesar 90%-95% dari seluruh kasus penyakit kulit
akibat kerja dan DKI sekitar 81% dari kasus dermatitis kontak. Berdasarkan data dari safe
work Australia, prevalensi dari 1 Januari 1993 sampai 31 Desember 2010 tercatat 2900
kasus dermatitis kontak akibat kerja, sedangkan kasus DKI tercatat sebanyak 958 kasus
(33%). Pada taun 2001 di Amerika Utarta, dilaporkan 836 kasus terindentifikasi sebagai
dermatitis kontak akibat kerja, 32% merupakan dermatitis kontak iritan. Studi crosssectional yang dilaksanakan oleh Rika Mulyaningsih pada tahun 2005, dilaporkan kasus
dermatitis kontak akibat kerja sebanyak 64% dari 75 reponden pada karyawan salon di
epidemiologi,
patofisiologi,
manifestasi
klinis,
diagnosis,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Dermatitis kontak iritan adalah respon biologis dari kulit terhadap faktor
eksternal yang menyebabkan perdangan kulit tanpa produksi antibodi spesifik,
yang sekarang dipahami sebagai suatu sindroma biologis yang kompleks dengan
gambaran klinis beragam sesuai pada sifat iritan.
2.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai
golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis
kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan
cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara
lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.1
Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour
Statistic menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit okupasional non fatal pada
tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit
yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit okupasional.
Juga berdasarkan survei tahunan dari institusi yang sama, bahwa incident rate
untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95% dari
penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya
adalah dermatitis kontak iritan.2,6
Dermatitis kontak iritan secara signifikan lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pria. Frekuensi tinggi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan
iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan
denga dermatitis kontak iritan, yaitu:1,2
1.
2.
3.
4.
iritan,
yang
menyebabkan
peningkatan
ekspresi
Major
10
2.6 Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang
cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah
diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah
mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta mempunyai
gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA.
Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih
memastikan diagnosis DKI.1
A. Anamnesis
11
B. Pemeriksaan Fisis
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai
berikut: 7
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk
-
vesikel
Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
12
14
juga
digunakan.
Sedangkan
antihistamin
mungkin
dapat
15
Pelembab yang digunakan 3-4 kali sehari adalah tatalaksana yang sangat
berguna.
Menggunakan
emolien
ketika
kulit
masih
lembab
dapat
16
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama
: Nn. RR
Umur
: 20 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
Alamat
Status Perkawinan
: Belum menikah
Pendidikan terakhir
: D4
Negeri Asal
: Padang
Agama
: Islam
Suku
: Minang
Bangsa
: Indonesia
No. RM
: 14.02.23
No. HP
: 085263768197
ANAMNESIS
17
gatal.
Keluhan ini muncul pertama kali sejak pengunaan psoralen.
Riwayat kontak dengan bahan iritan seperti deterjen, minyak, bahan yang
bersifat asam, bahan yang bersifat basa atau serbuk kayu tidak ada.
Pasien bekerja sebagai analis laboratorium .Pekerjaan atau aktivitas sehari
yang berkontak dengan bahan iritan tidak ada. Pasien bekerja juga
memakai APD. Dalam 1 minggu ini pasien tidak ada bekerja di
laboratorium.
Riwayat trauma tidak ada
Riwayat alergi seperti asma, bersin di pagi hari, alergi obat dan bahan
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Keadaan umum
Kesadaran
: komposmentis kooperatif
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 74 x/menit
Nafas
: 20x/menit
Suhu
: 37,2 C
Status gizi
: sedang
Tinggi badan
: 158 cm
Berat badan
: 61 Kg
IMT
: 24,4 kg/m2
Pemeriksaan thorak
Pemeriksaan abdomen
STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi
Distribusi
: terlokalisir
Bentuk
: tidak khas
Susunan
: tidak khas
Batas
: tegas
Ukuran
Efloresensi
Kelainan Kuku
Kelainan Rambut
19
GAMBAR
RESUME
Seorang pasien perempuan, usia 20 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
RSUP DR M Djamil Padang pada tanggal 28 November 2016 dengan keluhan
utama adanya gelembung-gelembung kecil dan bercak kemerahan disertai rasa
perih dan gatal di kedua punggung tangan sejak 4 hari yang lalu. Keluhan muncul
setelah penggunaan psoralen untuk kedua kalinya untuk pengobatan vitiligo.
20
Terapi psoralen baru didapatkan sejak 1 minggu yang lalu. Lesi yang muncul
terbatas hanya pada daerah kulit yang dioles psoralen saja. Daerah lesi terasa
panas seperti melepuh dan perih kemudiaan disertai rasa gatal.
Pada pemeriksaan fisik dan status dermatologis ditemukan lesi terdapat di
kedua punggung tangan, distribusi terlokalisir, bentuk dan susunan tidak khas,
batas tegas dengan ukuran miliar sampai numular serta eflorsensi berupa plak dan
makula eritem serta vesik
DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Kontak Iritan akut ec suspect obat psoralen
DIAGNOSIS BANDING
Dermatitis Kontak Alergi akut
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Tempel/ Patch Test
DIAGNOSIS
Dermatitis Kontak Iritan akut ec suspect obat psoralen
PENATALAKSANAAN
Umum :
psoralen
Kontrol ulang 3 hari lagi
Khusus :
Loratadin 1 x 10 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg (bila nyeri)
Betamethason valerate 0,1 % cream 2 x 1
PROGNOSIS
Quo ad sanam
Quo ad vitam
: bonam
: bonam
21
BAB IV
DISKUSI
Seorang pasien perempuan, usia 20 tahun datang ke poli kulit dan kelamin
RSUP DR M Djamil Padang pada tanggal 28 November 2016 berdasarkan
anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan adanya gelembung-gelembung
kecil dan bercak kemerahan disertai rasa perih dan gatal di kedua punggung
tangan sejak 4 hari yang lalu setelah penggunaan psoralen topikal untuk
pengobatan vitiligonya. Lesi yang muncul terbatas hanya pada daerah kulit yang
dioles psoralen saja. Daerah lesi terasa panas seperti melepuh dan perih
kemudiaan disertai rasa gatal.
Timbulnya keluhan muncul setelah kontak dengan obat psoralen sebagai
pemicu atau iritan terjadinya dermatitis pada pasien. Psoralen adalah furokumarin
yaitu obat yang bersifat fotodinamik yang berkemampuan menyerap energi
radiasi. Psoralen yang sering dipakai adalah metoksalen (8-metoksipsoralen),
derivat
lainnya
bergapten
(5
metoksi
psoralen),
trioksalen
(4,5,8
22
riwayat alergi terhadap alergen tertentu dan riwayat atopi. Walaupun diketahui
bahwa adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis
iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit,
lemahnya fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan.
Pada pemeriksaan fisik dan status dermatologis ditemukan lesi terdapat di
kedua punggung tangan, distribusi terlokalisir, bentuk dan susunan tidak khas,
batas tegas dengan ukuran miliar sampai numular serta eflorsensi berupa plak dan
makula eritem serta vesikel. DKI timbul di daerah kulit yang sensitif apabila
terpajan bahan iritan dengan batas tegas dan gambaran efloresensi berbeda sesuai
dengan konsentrasi dan lama pajanannya serta reaksi terbatas pada tempak kontak
bahan iritan. Pada awalnya dapat berupa makula eritem, plak serta vesikel bahkan
erosi, ini sesuai dengan gambaran dermatitis kontak iritan pada umumnya.
Berdasarkan Teori pemeriksaan penunjang khusus untuk membantu
diagnosis DKI tidak ada. Tes tempel hanya untuk mengeklusikan penyakit DKA.
Dalam kasus ini, riwayat kontak dengan iritan serta gambaran efloresensi khas
untuk DKI sehingga tidak diindikasikan untuk melakukan pemeriksaan penunjang
ini. DKA sebagai diagnosis banding dapat disingkirkan dari anamnesis pada
pasien yang tidak memiliki riwayat alergi terhadap substansi tertentu. Dermatitis
atopik dapat disingkirkan dari anamnesis pasien yang juga tidak mempunyai
riwayat atopi maupun di keluarga.
Penatalaksanaan pasien ini antara lain menghentikan kontak dengan faktor
pencetus atau bahan iritan. Terapi khusus yang diberikan adalah berupa obat
sistemik yaitu loratadin sebagai obat yang mempunyai efek antihistamin sehingga
mengurangi gejala gatal/pruritus. Obat asam mefenamat sebagai obat NSAID
mempunyai efek antinyeri/analgetik. Pengobatan topikal diberikan krim
Betamethason valerate 0,1 % sebagai obat kortikosteroid dalam mengurangi
proses inflamasi. Prognosis pada kasus ini baik setelah mempertimbangkan
beberapa hal yaitu gejala klinis yang ringan, tipenya akut, tidak ada riwaya atopik
dan alergi.
23
24