Anda di halaman 1dari 3

Arini Shalsabella Putri | 14.01.051.

002 | Persuasi dan Negosiasi

ANALISA FILM DOKUMENTER DEATH IN GAZA


DALAM PERSPEKTIF PERSUASI DAN NEGOSIASI
Film dokumenter Death In Gaza adalah salah satu film yang dibuat oleh James Miller dan
saira Shah pada awal tahun 2003. Film dokumenter ini diambil di Palestina, di beberapa
wilayah seperti nablus (west bank), jalur Gaza, dan Rafah. Dalam film dokumenter ini, James
tidak menyampaikan mengenai siapa yang benar atau salah dalam konflik Israel-Palestina
ini, tetapi ia memperlihatkan bagaimana dan seperti apa anak-anak yang tumbuh di daerah
konflik ini, bagaimana cara mereka berpikir dan apa yang mereka inginkan. Dengan 3 tokoh
yang ia filmkan, yaitu Ahmed, Mohhamed, dan Najla. Akan tetapi, James Miller, orang yang
menyutradarai film ini tertembak oleh militer Israel di Rafah, perbatasan Mesir, saat ia
sedang meliput di kediaman Najla dan keluar dengan membawa bendera putih. Pasukan
militer Israel mengatakan bahwa mereka menembak untuk membela diri, tetapi tayangan
peliputan saat malam dimana Miller ditembak tidak membuktikan hal itu. Dan sejak saat itu
hingga kini, tidak ada yang dianggap bertanggung jawab atas kematian James Miller.

Film dokumenter ini adalah salah satu bukti bagaimana konflik Palestina dan Israel memakan
banyak korban hingga kini. Seperti yang kita ketahui, bahwa konflik ini dimulai setelah
perang dunia kedua, saat Israel (yahudi) berpikir ingin memiliki negara sendiri. Konflik
antara Palestina dan Israel telah berlangsung lama sejak tahun 1947. Pada masa itu tepatnya
pada bulan Mei, dilakukan pembagian wilayah antara Israel dan Palestina yang dilakukan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Hasil dari pembagian wilayah adalah 54% dari
wilayah diserahkan untuk Israel sedangkan sisanya untuk Palestina yakni 46%. Apabila
ditinjau dari segi jumlah penduduk yang ada antara Israel dan Palestina, prosentase
masyarakat Israel yakni bangsa Yahudi hanya berkisar 31,5 % dari populasi yang ada.
Hal inilah yang menimbulkan reaksi balik dari rakyat Palestina yang memperjuangkan
kemerdekaan di tanah mereka sendiri. Sementara bangsa Yahudi menganggap pembagian
yang telah dilakukan itu tidaklah cukup. Mereka menginginkan wilayah yang lebih luas.
Sejak itulah terror yang meluas terhadap rakyat Palestina berlangsung.
Berdasarkan perspektif persuasi dan negosiasi, ada banyak hal yang dapat kita analasis di
dalam film Death In gaza tersebut. Yang pertama adalah dari segi kepentingan. Kedua negara
yang sedang berkonflik ini memiliki kepentingannya masing-masing, yaitu memperebutkan

Arini Shalsabella Putri | 14.01.051.002 | Persuasi dan Negosiasi

tanah. Israel menginginkan tanah Palestina menjadi hak miliknya sedangkan Palestina ingin
mempertahankan tanah tersebut. Yang kedua, dari keseimbangan kekuatan yang mereka
miliki (power balance) yang bisa mereka gunakan untuk bernegosiasi. Palestina, diperkeruh
dengan konflik internal antara Hamas dan fatah yang membuat kekuatan Palestina semakin
melemah. Kekuatan Palestina berada pada militan-militan yang mereka miliki (dalam film
disebutkan bahwa perkumpulan militan disebut sebagai laskar). Sementara Israel, diperkuat
dengan militer serta senjata-senjata, buldoser, dan tank yang mereka miliki untuk
bernegosiasi.
Yang ketiga, dari strategi negosiasi yang terjadi diantara Israel dan Palestina. Kedua belah
pihak yang berkonflik ini, yaitu Israel dan Palestina memiliki kepentingan yang berbeda.
Kedua belah pihak memiliki kepentingan yang dimana, ketika kesepakatan terjadi akan
menguntungkan satu pihak saja, dan merugikan pihak yang lain (kepentingan/tujuan tidak
tercapai). Kita dapat menyimpulkan bahwa ini adalah distributive negotiationdimana ketika
kesepakatan tercapai, maka pilihannya adalah Palestina menjadi milik Israel atau Palestina
dapat mempertahankan tanah miliknya.
Dengan keadaan yang seperti saya sebutkan di atas, kedua belah pihak yang berkonflik
melakukan berbagai macam negosiasi atau diplomasi. Di dalam film Death In Gaza tersebut,
kita bisa melihat kini kedua belah pihak memilih untuk menggunakan jenis Hard negosiasi.
Mereka melakukan pendekatan yang bersifat kompetitif, dengan melihat kemenangan sebagai
satu-satunya tujuan akhir. Sebagai contoh, mereka akan tetap berpegang tegu h dengan posisi
awal mereka, atau tawaran pertama mereka, menolak untuk melakukan perubahan. Dan hal
itu terjadi di kedua belah pihak. Palestina dengan Laskar militannya, bom bunuh dirinya, para
martirnya, serta Israel dengan militer dan perlengkapan senjatanya. Mereka hanya fokus pada
kemenangan untuk mencapai kepentingan mereka. Akan tetapi, karena bargain kedua belah
pihak terlihat sama kompetetifnya dan sama-sama berpegang teguh pada posisi mereka, jenis
negosiasi prinsipal pun sepertinya digunakan oleh kedua belah pihak. Maka dari itulah,
hingga saat ini hasil negosiasi tidak dapat disepakati dan merugikan kedua belah pihak
(loose-loose).
Dalam film itu sendiri, banyak kalimat-kalimat pada dialog ataupun narasi yang menunjukan
negosiasi yang mereka lakukan, misalnya saja Israel membunuh (membom) seorang
anggota hamas dan memperingatkan akan membunuh lebih banyak militan Palestina. Kata
memperingatkan adalah salah satu contoh negosiasi yang dilaukan Israel kepada Palestina. Di

Arini Shalsabella Putri | 14.01.051.002 | Persuasi dan Negosiasi

pihak Palestina sendiri, martir-martir dijadikan propaganda untuk merekrut militan-militan


laskar untuk bergabung dan berperang melawan Israel. Jihad hingga muncul kemenangan,
atau mati indah sebagai martir, salah satu dialog itu menyiratkan bahwa mereka akan tetap
mempertahankan Palestina. Dapat kita simpulkan, mereka memilih untuk menggunakan hard
dan pricipal negosiasi untuk mencapai kepentingan mereka.
Negosiasi yang berjalan dengan tanpa adanya hasil ataupun kesepakatan ini adalah salah satu
akibat dari gagalnya komunikasi antara kedua belah pihak. Gagalnya komunikasi ini bisa
terjadi karena banyak hal, salah satunya adalah karena kedua belah pihak memiliki fix value
yang dimana akan merugikan pihak yang satunya. Hal ini membuat kedua belah pihak
memilih untuk tidak ingin berdamai. Seperti yang Mohammed katakan saat di wawancarai,
Tidak. Tidak ada perdamaian. Terlalu banyak orang yang mereka (Israel) bunuh. Terlebih,
doktrin dari militan Palestina dan serangan terus-menerus dari Israel ke Palestina membuat
komunikasi menjadi tidak efektif bahkan gagal karena dari segi psikologi warga Palestina dan
Israel , konflik itu tidak lagi bisa menggunakan cara damai.
Seperti yang dipaparkan dalam film, James Miller bukan ingin menunjukan siapa yang salah
atau benar antara Israel ataupun Palestina. Tapi menunjukan bagaimana anak-anak tumbuh
didalam zona konflik. Bagaimana Ahmed yang masih berumur 11 tahun sudah menjadi matamata bagi laskar militan Palestina, Mohammed teman dari Ahmed akan melakukan apapun
asal bersama dengan Ahmed, bahkan menjadi martir sekalipun. Dan Najla, yang kehilangan
saudara-saudaranya, keluarganya, dan tempat tinggalnya, serta hidup dalam ketakutan akan
kematian yang bisa datang kapan saja di tengah konflik ini. Melalui film ini, James Miller
memuat banyak sekali tindakan persuasif, misalnya dalam narasi melihat ke generasi
berikutnya, akankah menciptakan perdamaianatau meneruskan peperangan. Negosiasi
yang dilakukan Miller adalah soft negosiasi, di dalam filmnya, yang Miller ingin beritahukan
adalah bahwa anak-anak dan palestina membutuhkan perdamaian.
-

SEKIAN -

Anda mungkin juga menyukai