Anda di halaman 1dari 7

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada tahun 2015, diperkirakan akan terjadi penularan pada 38.500 anak
yang dilahirkan dan itu terinfeksi HIV. Sampai tahun 2006 diperkirakan 4.360
anak terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini diperkirakan
2320 anak terkena HIV.1
Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan
pada anak tahun 1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan
dengan infeksi HIV pada orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan,
pola serokonversi, riwayat perjalanan dan penyebaran penyakit, faktor resiko,
metode diagnosis, dan manifestasi oral. Pada tahun 2015, diperkirakan akan
terjadi penularan pada 38.500 anak yang dilahirkan dan itu terinfeksi HIV. Sampai
tahun 2006 diperkirakan 4.360 anak terkena HIV dan separuh diantaranya
meninggal dunia. Saat ini diperkirakan 2320 anak terkena HIV.2 Dampak
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pada anak terus meningkat, dan
saat ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, saat ini peringkat
keempat penyebab kematian anak di seluruh dunia. Saat ini WHO memperkirakan
2,7 juta anak didunia telah meninggal karena AIDS.1
Di Asia Tenggara, Thailand yang pertama kali melaporkan AIDS pada
anak tahun 1988. Meskipun saat ini tingkat prevalensi HIV masih tergolong
rendah di Asia Tenggara, tetapi pertumbuhan prevalensinya saat ini paling tinggi

sedunia. Penyebabnya adalah jumlah populasi yang besar, kemiskinan,


ketidaksetaraan gender, dan stigmatisasi sosial. Diperkirakan pada tahun 2005
terdapat 6,7 juta orang yang menjadi pengidap HIV/AIDS, tetapi yang mengetahui
status HIVnya diperkirakan kurang dari 10%. Negara dengan tingkat infeksi
tertinggi adalah India, Thailand, Myanmar, dan Indonesia. Umumnya infeksi di
Asia Tenggara disebarkan melalui hubungan seksual yang tidak aman.3
Di RSCM hingga tahun 2006 terdapat 150 pasien terinfeksi HIV/AIDS
pada anak <15 tahun, dan 100 anak yang terpapar HIV tetapi tidak tertulari. Pada
orang dewasa sampai dengan September 2005 terdapat 8169 pengidap infeksi
HIV. Penderita pria lebih banyak 3 kali lipat dari wanita. Sebagian besar penderita
usia dewasa ini adalah usia subur. Dengan kemampuan reproduksi penderita
dewasa, akan lahir anak-anak yang mungkin tertular HIV. Bila tidak dilakukan
intervensi, dari setiap 100 wanita dewasa pengidap HIV yang hamil dan
melahirkan, sebanyak 40 45 anak-anak ini tertulari.3
Transmisi HIV secara vertikal dari ibu kepada anaknya merupakan jalur
tersering infeksi pada masa kanak-kanak, dan angka terjadinya infeksi perinatal
diperkirakan sebesar 83% antara tahu 1992 sampai 2001. Di Amerika Serikat,
infeksi HIV perinatal terjadi pada hampir 80% dari seluruh infeksi HIV pediatri. 1
Prevalensi penularan dari ibu ke bayi dalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru
terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak
20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan
mencapai 50%.1

Pada anak, gejala klinis yang ditemukan tidak spesifik dan lebih
menyerupai gejala infeksi virus pada umumnya. Bila keadaan berlanjut dan
terdapat defisiensi imun yang berat, maka yang terlihat adalah gejala penyakit
sekunder, sesuai dengan mikroba penyebabnya. Pada anak akan ditemukan gejala
klinis, yaitu malnutrisi berat yang tidak membaik dengan pengobatan standar,
toksoplasmosis, meningitis, kandidiasis esofagus, oral thrush, pneumonia berat,
dan sepsis berat.4
Cara paling efisien dan efektif untuk menanggulangi infeksi HIV pada
secara universal adalah dengan mengurangi penularan dari ibu keanak (mother to
child transmission (MTCT)). Namun demikian, setiap hari terjadi 1800 infeksi
baru pada anak umur kurang dari 15 tahun, 90% di negara berkemabang dan
terjadi melalui penularan dari ibu. Upaya pencegahan transmisi HIV pada anak
menurut WHO dilakukan melalui 4 strategi yaitu mencegah penularan HIV pada
wanita usia subur, mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita
HIV, mencegah penularan HIV dari ibu HIV hamil ke anak yang dilahirkannya
dan memberikan dukungan, layanan, dan perawatan berkesinambungan bagi
pengidap HIV. Pemberian obat Anti Retroviral (ARV) untuk anak dan bayi yang
terinfeksi karenanya menjadi satu jalan untuk menanggulangi pandemi HIV pada
anak di samping upaya untuk mencegah penularan infeksi HIV pada anak dan
bayi.3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS
(Acquired Immunodeficiency Syndrome). Artinya bahwa HIV berbeda dengan
AIDS tetapi HIV memungkinkan untuk menjadi pencetus terjadinya AIDS.
Sampai saat ini masih ditemukan beberapa kontraversi tentang ketepatan
mekanisme perusakan sistem imun oleh HIV.2
Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang termasuk dalam
familia retrovirus yaitu kelompok virus berselubung (envelope virus) yang
mempunyai enzim reverse transcriptase, enzim yang dapat mensintesis kopi
DNA dari genon RNA. Virus ini masuk dalam sub familia lentivirus
berdasarkan kesamaan segmen genon, morfologi dan siklus hidupnya. Sub
familia

lentivirus

mempunyai sifat dapat menyebabkan

infeksi laten,

mempunyai efek sitopatik yang cepat, perkembangan penyakit lama dan dapat
fatal. 2
2.2 Etiologi
Virus penyebab defisiensi imun yang dikenal dengan nama Human
Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu virus RNA dari famili Retrovirus dan
subfamili Lentiviridae. Sampai sekarang baru dikenal dua serotype HIV yaitu
HIV-1 dan HIV-2 yang juga disebut lymphadenopathy associated virus type-

2 (LAV-2) yang hingga kini hanya dijumpai pada kasus AIDS atau orang sehat di
Afrika,dan spektrum penyakit yang ditimbulkannya belum banyak diketahui. HIV1, sebagai penyebab sindrom defisiensi imun (AIDS) tersering, dahulu dikenal
juga

sebagai human

cell-lymphotropic

virus

type

III (HTLV-

III), lymphadenipathy-associated virus (LAV) dan AIDS-associated virus.2


Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau
melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T,
karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel
Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap
hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam
tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan
dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. 3
2.3 Faktor Risiko Penularan
Ada dua faktor utama untuk menjelaskan faktor risiko penularan HIV dari ibu
ke bayi: 5
1. Faktor ibu dan bayi
a. Faktor ibu
Faktor yang paling utama mempengaruhi risiko penularan HIV dari ibu ke
bayi adalah kadar HIV (viral load) di darah ibu pada menjelang ataupun
saat persalinan dan kadar HIV di air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya.
Umumnya, satu atau dua minggu setelah seseorang terinfeksi HIV, kadar
HIV akan cepat sekali bertambah di tubuh seseorang.

b. Faktor bayi
1) Bayi yang lahir prematur dan memiliki berat badan lahir rendah,
2) Melalui ASI yang diberikan pada usia enam bulan pertama bayi, Bayi
yang meminum ASI dan memiliki luka di mulutnya
2. Faktor cara penularan
a.

Menular saat persalinan melalui percampuran darah ibu dan darah


bayi,

b.

Bayi menelan darah ataupun lendir ibu,

c.

Persalinan yang berlangsung lama,

d.

Ketuban pecah lebih dari 4 jam

e.

Penggunaan elektrode pada kepala janin, penggunaan vakum atau


forceps, dan tindakan episiotomi

f.

Bayi yang lebih banyak mengonsumsi makanan campuran daripada


ASI

DAFTAR PUSTAKA
1.

Laporan Kasus HIV-AIDS Di Indonesia Triwulan 3 Tahun 2011 Direktorat


Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan lingkungan, Kementerian
Kesehatan RI

2.

Prof. Subowo, dr. Msc.Phd. 2010.Imunologi Klinik. Sagung Seto.


P.177.Jakarta

3.

Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R, Satari H I. Human


Imunodeficiency Virus. Dalam: Soedarmo S S, Garna H, Hadinegoro S R,
Satari H I. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Edisi ke-2. Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2008. 243 247.

4.

Kementerian Kesehatan RI. Pedoman Penerapan Terapi HIV pada Anak.


Jakarta : 2014.

5.

Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.


Faktor risiko penularan HIV dari ibu ke bayi. Dalam: Pratomo H. et al. (eds).
Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu dan bayi. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI, 2006; 13-16.

Anda mungkin juga menyukai