Taslimah-Fkik Biji Srikaya Skripsi PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 123

UJI EFIKASI EKSTRAK BIJI SRIKAYA (Annona squamosal.

L)
SEBAGAI BIOINSEKTISIDA DALAM UPAYA INTEGRATED
VECTOR MANAGEMENT TERHADAP Aedes aegypti

SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

OLEH:
TASLIMAH
109101000038

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

2014 M/1435 H

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, Februari 2014
Taslimah, NIM : 109101000038
UJI EFIKASI EKSTRAK BIJI SRIKAYA (Annona squamosa L) SEBAGAI
BIOINSEKTISIDA DALAM UPAYA INTEGRATED VECTOR
MANAGEMENT TERHADAP Aedes aegypti
(xx + 93 halaman + 11 tabel + 6 bagan + 1 grafik + 4 lampiran)

ABSTRAK

Aedes aegypti adalah salah satu nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit demam
berdarah dengue. Salah satu upaya untuk mencegah meluasnya penyakit ini ialah dengan
pengendalian vektor terpadu (IVM) melalui pemanfaatan bioinsektisida. Srikaya (Annona
squamosa L) adalah salah satu spesies Annonaceae yang memiliki potensi bioinsektisida
dengan kandungan kimia yang bersifat racun bagi nyamuk.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan desain studi post test only control
group. Sampel penelitian ini ialah 200 ekor Aedes aegypti dewasa berusia 2-5 hari yang
dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu 0% (kontrol), 10%, 15%, 20%, dan 25% v/v.
Masing-masing kelompok uji berisi 10 ekor Aedes aegypti dengan 4 kali replikasi. Data
diperoleh dengan menganalisa waktu jatuh 90 (KT90) dan analisa probit untuk memperoleh
nilai LC50. Serta analisa regresi dan korelasi antara probit dan LC50.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 0% (kontrol) tidak berpengaruh terhadap
mortalitas Aedes aegypti. Nilai LC50 dari ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) yang
dipaparkan pada Aedes aegypti ialah sebesar 14,710%. Hasil analisis korelasi dan regresi
LC50 terhadap probit menunjukkan hubungan antara konsentrasi dan probit dengan nilai p =
0.003 (p<0.05). Diketahui waktu jatuh 90 (KT90) yaitu pada konsentrasi 25% yang terjadi
hingga menit ke-30.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) terbukti
berpotensi sebagai bioinsektisida terhadap Aedes aegypti pada uji efikasi dalam upaya
integrated vector management.
Saran dari penelitian ini ialah perlunya penelitian lebih lanjut terkait penggunaan bahan aktif
ekstrak biji srikaya untuk digunakan sebagai bioinsektisida terhadap Aedes aegypti dan
aplikasi pengujian pada area yang lebih luas. Serta perlunya dukungan dan sosialisasi dinas
ii

kesehatan terkait penggunaan ekstrak biji srikaya oleh masyarakat sebagai alternatif
pengganti insektisida sintetis.
Kata kunci
Daftar bacaan

: Aedes aegypti, Annona squamosa, LC50, KT90, integrated vector


management
: 70 (1977-2013)

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES


DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
MAJOR OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduated thesis, Februari 2014
Taslimah, NIM : 109101000038
EFFICACY OF Annona squamosa L SEEDS EXTRACT AS
BIOINSECTICIDE FOR ALTERNATIVE INTEGRATED VECTOR
MANAGEMENT AGAINST Aedes aegypti
(xx + 93 pages + 11 tables + 6 charts + 1 graphic + 4 attachments)

ABSTRACT

Aedes aegypti is a mosquito that played as a vector of dengue fever. One of the method to
prevent the spread of dengue fever is by using bioinsecticide as integrated vector
management (IVM). Custard apple (Annona squamosa L) is one of the species of
Annonaceae with bioinsecticide potential that have chemical compounds with toxic effect
against mosquitoes.
This study was experimental study with post test only control group design. Two hundred
samples of 2-5 days old adults Aedes aegypti were used in this experiment that be divided
into 5 groups of experiment, which are 0% (control); 10%, 15% , 20%, and 25% v/v. Each
group contains 10 Aedes aegypti with four replication. The results of this experiment were
obtained by analyzing knockdown time 90 (KT90) every ten minutes in one hour and probit
analysis were used to get LC50 values. Analysis of correlation and regresion were also done in
order to get the relation between concentration and probit.
The results showed that there was no mortality of Aedes aegypti in the concentration of 0%
(control). LC50 values of Annona squamosa L seeds extract that applied to Aedes aegypti was
14,710 %. The result of correlation and regresion analysis between concentration and probit
showed the relations between concentration and probit with Pvalue = 0.003 (P<0.05). The
concentration of knockdown time 90 (KT90) was known at 25% on thirty minutes.
Thus, the conclusion of this research is that Annona squamosa seeds extract proven its
potential as bioinsecticide againts Aedes aegypti on efficay study for alternative integrated
vector management.
The next study is needed to know the potential of the active compounds of Annona squamosa
seeds extract to used as bioinsecticide against Aedes aegypti and its application in wide

iv

spectrum area. Also the support and sosialization are needed from department of health about
the using of Annona squamosa seeds extract by people as subtitute of sintetic insectiside.
Keywords

: Aedes aegypti, Annona squamosa, LC50, KT90, integrated vector


management

Reading List

: 70 (1977-2013)

UJI EFIKASI EKSTRAK BIJI SRIKAYA (Annona sqaatnosal.

L'1

SEBAGAI BIOINSEKTISIDA DALAM UPAYA INTEGRATED VECTOR

MANAGEMENT TERHADAP Aedes aegypti

Skipsi
Diajukan kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
untuk Memenuhi Persyaratan Mernperoleh Celar
$arjana Kesehatan Masyarakat

oleh

I'tsl!rqpI
NIM: 109101000038
Pembimbing I,

<'

dr. Y

Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes

ha Satar, MARS

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1435H12014M

vi

PAIYIHA SIDANG UJIAN STRIPSI


PROGRAM STI'DI KESEEATAN MASYARAKAT
r.AKT'LTAS KDDOIffE,RAN DAN ILMU KESEEATAI{
T'NTVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIT HIDAYATT'LLAH JAI(ARTA

Jakarta,

l3 fbruari 2014

i
*

{,I
Penguji

tr

[-

^t'b-+]-tI

MeilaniAnwar, M.Eoid

Penguji

vil

III

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Taslimah

Tempat, Tanggal Lahir

: Jakarta, 5 Agustus 1990

Alamat

: Jl. Pangeran Antasari Gg. Cempaka I RT 005


RW 006 No. 4 Cipete Utara, Kebayoran
Baru, Jakarta Selatan 12150

Agama

: Islam

No. Telp

: 08561826803

Email

: imapotter@rocketmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
1996 2002

: SDN 13 Pagi Jakarta

2002 2005

: SMPN 250 Jakarta

2005 2008

: SMAN 70 Jakarta

2009 2014

: S1 Peminatan Kesehatan Lingkungan


Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
kita panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman
kebodohan hingga zaman yang terang benderang.
Skripsi yang berjudul Uji Efikasi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L)
Sebagai Bioinsektisida Dalam Upaya Integrated Vector Management Terhadap Aedes
aegypti ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat (S.KM). Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi
ini terdapat banyak kesulitan dan tidak akan terwujud tanpa bantuan, bimbingan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis tidak
lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Siti dan (Alm) Mochamad Ali selaku orang tua penulis. Terima kasih atas
segala kasih sayang dan doa selama ini. You are the best parents ever...
2. Kakak-kakak penulis (Nurodin, Sopiah, Hasanah, Urpiah, Rodiah, Zahroh,
dan Rosidi) terima kasih atas doa, dukungan moril dan materil yang diberikan
kepada penulis.
3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ix

5. Bapak Dr. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes. selaku ketua Peminatan Kesehatan
Lingkungan sekaligus sebagai pembimbing skripsi. Terima kasih atas semua
nasihat, saran, dan motivasinya terhadap penulis.
6. Bapak dr. Yuli Prapancha Satar, MARS, selaku dosen pembimbing skripsi.
7. Ibu Catur Rosidati, S.KM, M.Kes, Ibu Dewi Utami Iriani, S.KM, M.Kes,
Ph.D dan Ibu Meilani Anwar, M.Epid selaku penguji skripsi.
8. Ibu Fahma selaku kepala Pusat Laboratorium Terpadu dan Ka Pipit selaku
laboran Laboratorium Pangan.
9. Bapak Zulkifli Rangkuti selaku dosen peminatan Kesehatan Lingkungan.
Terima kasih atas semua kesempatan untuk mengenal dunia industri yang
sebenarnya.
10. Bapak Supriyanto atas bantuan dan dukungannya dalam menyediakan
referensi bagi penulis.
11. Sahabat-sahabat Kesmas 2009 khususnya KL09 (Nita, Ratna, Dilla, Fauziah,
Ersa, Rudi, Agung, Morrys, Rahmi, Risma, Fauziah, Maya, Cita, Reni, Aan,
Nisa, Tary, Yudi, dan Udin), Kimia09 serta ENVIHSA UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
12. Sahabat sahabatku (Vita, Malika, Desi, Nita, dan Ratna) atas doa, nasihat,
motivasi dan bantuannya selama ini. I love you all..
Semoga semua bantuan yang telah kalian berikan mendapat balasan
yang setimpal dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dalam skripsi ini. Segala saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan. Semoga hasil laporan ini dapat bermanfaat baik bagi penulis
sendiri maupun bagi semua pihak. Terima Kasih...
Wassalamualaikum....
Jakarta, Februari 2014

Taslimah
x

DAFTAR ISI

HALAMAN
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................

ABSTRAK................................................................................................

ii

ABSTRACT..............................................................................................

iv

LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................

vi

LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................

vii

RIWAYAT HIDUP..................................................................................

viii

KATA PENGANTAR..............................................................................

ix

DAFTAR ISI.............................................................................................

xi

DAFTAR TABEL.....................................................................................

xvi

DAFTAR BAGAN................................................................................

xvii

DAFTAR GRAFIK..................................................................................

xviii

DAFTAR ISTILAH.................................................................................

xix

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................

xx

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................

A. Latar Belakang...............................................................................

B. Rumusan Masalah..........................................................................

C. Batasan Masalah.............................................................................

D. Pertanyaan Peneltian......................................................................

xi

E. Tujuan Penelitian............................................................................

1.

TujuanUmum..........................................................................

2.

Tujuan Khusus.........................................................................

F. Manfaat Penelitian..........................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................

11

A. Aedes aegypti..................................................................................

11

1. Taksonomi...............................................................................

11

2. Morfologi................................................................................

12

3. Siklus Hidup............................................................................

12

4. Tempat Berkembang Biak (Breeding Place)..........................

15

5. Perilaku Mencari Makan ....

15

B. Bioinsektisida.................................................................................

16

1. Bioinsektisida Nabati ...................

17

2. Cara Kerja Bioinsektisida..................................................

18

C. Famili Annonaceae ................

20

1.

Annona squamosa L ...........................

21

2.

Nama Tumbuhan ........

21

3.

Taksonomi ..........

22

4.

Ciri-ciri Tanaman ...................

23

5.

Daerah Distribusi dan Habitat ............

24

xii

6.

Kandungan Kimia ..........................................

24

7.

Efektivitas Insektisida.............................................................

27

D. Uji Toksisitas.................................................................................

29

1. Lethal Concentration 50 (LC50)...............................................

29

2. Knockdown Time 90 (KT90).....................................................

30

E. Uji Efikasi Insektisida....................................................................

30

F. Ekstraksi.........................................................................................

32

G. Integrated Vector Management......................................................

33

H. Pola Air Tanah...............................................................................

34

I. Kerangka Teori...............................................................................

37

BAB III. ALUR PENELITIAN, DEFINISI OPERASIONAL, DAN


HIPOTESIS................................................................................

38

A. Alur Penelitian................................................................................

38

B. Definisi Operasional.......................................................................

39

C. Hipotesis.........................................................................................

41

BAB. IV METODE PENELITIAN........................................................

42

A. Desain Penelitian............................................................................

42

B. Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................

42

C. Populasi dan Sampel......................................................................

43

1.

Populasi...................................................................................

xiii

43

2.

Sampel.....................................................................................

43

D. Alat dan Bahan...............................................................................

44

1.

Alat..............................

44

2.

Bahan...........

45

E. Alur Penelitian........................................

46

1. Pemeliharaan Aedes aegypti.............................................

46

2.

Ekstraksi Biji Srikaya..............................................................

48

3.

Pengujian.............................

46

a. Pembagian Kelompok.......................................................

51

b. Uji Pendahuluan....

52

c. Uji Efikasi...................

54

F. Pengumpulan Data.....................................

56

1.

Data Primer.............................................................................

56

2.

Data Sekunder.........................................................................

56

G. Analisa dan Pengolahan Data.........................................................

56

BAB V. HASIL PENELITIAN...............................................................

58

A. Pengaruh Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Terhadap


Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti............................

58

1.
2.

Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada


Konsentrasi 0% (Kontrol).......................................................

59

Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada


Konsentrasi 10%.....................................................................

60

xiv

3.

Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada


Konsentrasi 15%.....................................................................

62

Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada


Konsentrasi 20%.....................................................................

64

Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada


Konsentrasi 25%.....................................................................

66

B. Nilai KT90 dan LC50 Annona squamosa L.....................................

68

BAB VI. PEMBAHASAN........................................................................

70

A. Keterbatasan Penelitian..................................................................

70

B. Pengaruh Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Terhadap


Angka Kejatuhan Aedes aegypti....................................................

70

C. Pengaruh Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Terhadap


Mortalitas Aedes aegypti................................................................

73

D. Potensi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Sebagai


Bioinsektisida dalam Integrated Vector Management...................

78

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................

82

A. Kesimpulan....................................................................................

82

B. Saran..............................................................................................

82

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................

84

4.
5.

xv

DAFTAR TABEL

Hal
Tabel 3.1 Definisi Operasional..........................................................................

39

Tabel 5.1 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak
Biji Srikaya pada Konsentrasi 0% (Kontrol)...........................................

59

Tabel 5.2 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji
Srikaya pada Konsentrasi 0% (Kontrol)..................................................

60

Tabel 5.3 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak
Biji Srikaya pada Konsentrasi 10%.........................................................

61

Tabel 5.4 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji
Srikaya pada Konsentrasi 10%................................................................

62

Tabel 5.5 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak
Biji Srikaya pada Konsentrasi 15%.........................................................

63

Tabel 5.6 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji
Srikaya pada Konsentrasi 15%................................................................

64

Tabel 5.7 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak
Biji Srikaya pada Konsentrasi 20%.........................................................

65

Tabel 5.8 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji
Srikaya pada Konsentrasi 20%................................................................

66

Tabel 5.9 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak
Biji Srikaya pada Konsentrasi 25%.........................................................

67

Tabel 5.10 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji
Srikaya pada Konsentrasi 25%................................................................

xvi

68

DAFTAR BAGAN

Hal
Bagan 2.1 Kerangka Teori........

37

Bagan 3.1 Kerangka Konsep............

38

Bagan 4.1 Alur Pemeliharaan Aedes aegypti........

47

Bagan 4.2 Diagram Alir Ekstraksi Biji Srikaya........................

50

Bagan 4.3 Diagram Alir Uji Pendahuluan........................

53

Bagan 4.4 Diagram Alir Uji Efikasi.....................................................

55

xvii

DAFTAR GRAFIK

Hal
Diagram 5.1 Persamaan Garis Rregresi LC50...............................

xviii

69

DAFTAR ISTILAH

DBD

DEMAM BERDARAH DENGUE

IVM

INTEGRATED VECTOR MANAGEMENT

KT90

KNOCKDOWN TIME 90

LC50

LETHAL CONCENTRATION 50

WHO

WORLD HEALTH ORGANIZATION

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Izin Pelaksanaan Penelitian

Lampiran 2

Surat Keterangan Aedes aegypti

Lampiran 3

Hasil Analisa Data

Lampiran 4

Dokumentasi Penelitian

xx

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar belakang
Nyamuk merupakan serangga yang hidup berdampingan dengan manusia

tetapi berperan sebagai organisme penggangu maupun vektor penyakit (vector borne
disease). Salah satu nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit ialah Aedes
aegypti. Nyamuk ini merupakan vektor demam berdarah atau pembawa virus dengue
yang menyebabkan penyakit DHF (Dengue Haemorragic Fever) (Sudrajat et.al,
2011).
Penyakit DHF atau DBD (Demam Berdarah Dengue) merupakan penyakit
yang banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis terutama wilayah urban dan
periurban. DBD pertama kali ditemukan di Asia Tenggara tahun 1950-an, tetapi sejak
tahun 1975 hingga sekarang menjadi penyebab utama kematian pada anak-anak di
negara-negara Asia (Kementrian Kesehatan RI, 2010). Berdasarkan data WHO, Asia
Tenggara merupakan wilayah dengan kasus DBD terbanyak. Dimana setiap tahunnya
terdapat sekitar 50-100 juta kasus DBD dan sebanyak 500.000 diantaranya
memerlukan perawatan rumah sakit (SEARO (2008) dalam Rahayu et.al (2010).
Sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, WHO mencatat Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Di Indonesia, DBD merupakan
kasus endemik yang menyebar di seluruh wilayah Indonesia. Tercatat hingga tahun

2009, terdapat 158.912 kasus yang tersebar di 382 kabupaten/kota (Kementerian


Kesehatan RI, 2010).
Untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit ini, diperlukan suatu upaya

pengendalian vektor. Namun, upaya pengendalian vektor saat ini lebih terpaku pada
penggunaan bahan kimia sintetis. Bahan kimia tersebut umumnya digunakan sebagai
insektisida rumah tangga baik semprot maupun bakar untuk mengendalikan
penyebaran Aedes aegypti dewasa. Sayangnya, penggunaan zat kimia sebagai
insektisida rumah tangga menyebabkan terjadinya resistensi Aedes aegypti terhadap
insektisida tersebut (Profil Kesehatan Indonesia, 2010).
Penggunaan bahan kimia untuk mengurangi populasi nyamuk awalnya banyak
dipertimbangkan dalam banyak program kesehatan masyarakat. Tetapi hal tersebut
menyebabkan terjadinya kegagalan program pengendalian nyamuk. Karena
penggunaan insektisida kimia secara konstan sering membuat terganggunya sistem
pengendalian biologis pada alam dan ledakan populasi serangga lainnya. Selain itu,
penggunaan insektisida sintetis juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi
nyamuk, pencemaran lingkungan, dan keracunan pada manusia, mamalia, dan
organime non target lainnya (Lee et.al (2001) dalam Assefa (2011)).
Berdasarkan PerMenKes RI No. 374 Tahun 2010 Tentang Pengendalian
Vektor, pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan fisik
atau mekanis, penggunaan agen biotik, kimiawi, baik terhadap vektor maupun tempat
perkembangbiakannya

dan/atau perilaku perubahan masyarakat

mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai alternatif.

serta dapat

Menguatkan apa yang tertuang dalam PerMenKes RI No.374 Tahun 2010


diatas, US EPA (1998) dalam Assefa (2011) melalui integrated vector management
(IVM) juga menerangkan cara pengendalian vektor. Integrated vector management
atau manajemen vektor terpadu adalah bentuk pengendalian vektor yang
mengkombinasikan antara biaya dan efektivitas pengendalian yang sesuai dengan
permasalahan, kondisi lingkungan, dan keamanannya terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan.
Integrated vector management memiliki resiko yang rendah dan lebih efektif
karena mengkombinasikan satu atau lebih metode pengendalian vector. Kebaikan
dalam IVM ialah adanya kombinasi antara penggunaaan bahan kimia dan non-kimia,
dimana penggunaan bahan kimia menjadi alat terakhir dalam pengendalian vektor
apabila penggunaan bahan non-kimia dinilai tidak berhasil (US EPA (1998) dalam
Assefa (2011)).
Prinsip dasar penerapan konsep pengendalian terpadu vektor adalah program
manajemen lingkungan sehat untuk pengendalian sarang nyamuk (PSN), surveilans
epidemiologi dan entomologis, kajian bioekologi serangga vektor, pengembangan
teknologi anternatif, sosialisasi dan program aksi kesehatan lintas instansi, dan
partisipasi aktif masyarakat (Supartha, 2008).
Dengan adanya permasalahan terkait timbulnya resistensi vektor akibat
penggunaan bahan kimia sintetis, diperlukan suatu bentuk pengendalian vektor yang
baru dan berdasarkan prinsip pengembangan teknologi alternatif dari IVM untuk
mencegah terjadinya resistensi vektor. Salah satu cara tersebut ialah dengan

menggunakan bahan alami sebagai insektisida atau lebih dikenal dengan


bioinsektisida.
Bioinsektisida atau insektisida hayati adalah suatu jenis insektisida yang
berasal dari bahan alami misalnya binatang, tanaman, bakteri, dan mineral tertentu
(US EPA (2002) dalam Sastrosiswojo (2002)).
Bioinsektisida atau insektisida hayati pada saat ini semakin banyak
dimanfaatkan dalam pengendalian hama maupun vektor karena memiliki beberapa
kelebihan, antara lain tidak membunuh organisme non target karena memiliki
spesifikasi target, tidak berbahaya bagi manusia, mamalia dan ikan serta tidak
meninggalkan residu terhadap lingkungan. Selain itu bioinsektisida juga murah, dan
mudah aplikasinya. Dukungan dari para peneliti terhadap bioinsektisida ini juga
sangat besar, terbukti dengan banyaknya hasil uji efikasi mengenai pemanfaatan
bioinsektisida sebagai agen pengendali hayati (Herminanto et.al (2004); Asmaliyah
(2005)).
Uji efikasi merupakan suatu proses pengujian obat atau bahan kimia untuk
mengetahui manfaatnya terhadap kesehatan dengan menggunakan placebo atau
hewan uji yang diujikan dalam kondisi yang ideal seperti uji coba klinik yang
dikontrol dengan ketat (Thaul, 2012).
Uji efikasi kini banyak dilakukan oleh para peneliti khususnya mengenai
pemanfaatan bioinsektisida yang terbuat dari tanaman. Sehingga memungkinkan
adanya temuan baru maupun pengembangan penelitian terkait jenis-jenis tanaman

yang berpotensi sebagai bioinsektisida. Salah satu jenis tanaman yang kini banyak
digunakan dalam pengembangan bioinsektisida melalui uji efikasi ialah srikaya.
Annona squamosa atau lebih dikenal dengan nama srikaya adalah salah satu
tanaman dari spesies Annonaceae yang dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida
dan telah diverifikasi potensial. Tanaman ini banyak ditemukan di dataran rendah
hingga ketinggian kurang lebih 800 m dpl dan banyak dibudidayakan di ladang serta
di halaman rumah (Setiawati et. al, 2008).
Kandungan zat kimia alami yang terkandung dalam srikaya antara lain
acetogenin, squamocin, bullatacin, annonacin dan neoannonacin. Senyawa kimia
tersebut dapat bersifat sebagai insektisida, racun kontak, penolak (repellent), dan
penghambat makan (antifeedant) bagi hama maupun organisme pengganggu lainnya.
Adapun kandungan zat kimia aktif yang terdapat biji srikaya yaitu 42-45% lemak,
annonain, dan resin yang bekerja sebagai racun perut dan racun kontak terhadap
serangga (Kardinan, 2001).
Penelitian yang dilakukan terhadap larva Aedes aegypti menunjukkan bahwa
ekstrak biji A. squamosa dapat digunakan sebagai insektisida. Berdasarkan penelitian
tersebut, tingkat kematian larva Aedes aegypti tertinggi tercapai pada dosis 1 % yaitu
dengan persentase angka kematian 100% dan dosis 0,1 % dengan persentase angka
kematian 96% (Sundari dan Wulandari, 2005).
Selain itu, uji laboratorium yang dilakukan oleh Kempraj dan Bhat (2011)
menunjukkan bahwa ekstrak biji srikaya memiliki efek toksisitas akut terhadap Aedes
albopictus dewasa melalui uji bioassay dengan nilai LC50 dan LC90 kurang dari 70

g/mL dengan konsentrasi 15,21 dan 60,38g/mL. Dimana hal tersebut menunjukkan
level toksisitas tertinggi terhadap Aedes albopictus dewasa yang diuji. Sementara
penelitian lain yang dilakukan oleh Intaranongpai et.al. (2006) menunjukkan bahwa
ekstrak heksana biji srikaya efektif dalam membunuh kutu rambut secara in vitro.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Assefa (2011) menunjukkan bahwa
ekstrak aseton dan heksana dari biji A. squamosa memiliki aktivitas larvasida yang
tinggi terhadap Anopheles arabiensi. Yaitu dengan tingkat kematian masing-masing
96% dan 98% pada pengujian laboratorium dan 90% dan 87,5% pada pengujian semi
lapang dengan konsentrasi hingga 100 ppm yang dipaparkan selama 24 jam.
Sedangkan penelitian oleh Sharma et.al (2011) menunjukkan bahwa ekstrak
etanol Annona squamosa memiliki efek larvasida dan adultisida terhadap Aedes
aegypti dengan persentase kematian 70% dan 63%.
Dari uraian beberapa hasil penelitian diatas telah diketahui bahwa ekstrak biji
srikaya memiliki efek toksisitas terhadap beberapa jenis seranggga hama, nyamuk,
maupun organisme pengganggu lainnya. Namun, sejauh ini penelitian efek toksisitas
ekstrak biji srikaya melalui uji efikasi terhadap Aedes aegypti lebih banyak pada
tahap larva saja. Oleh karena itu, hal tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai manfaat biji srikaya (Annona squamosa) sebagai bioinsektisida
dalam mengendalikan vektor demam berdarah dengue yaitu Aedes aegypti dewasa
melalui uji efikasi.

B.

Rumusan masalah
Aedes aegypti merupakan salah satu vektor penyebaran penyakit DBD. Oleh

karena itu perlu dilakukan pemberantasan Aedes aegypti untuk memutus mata rantai
penyebaran penyakit tersebut. Namun, pengendalian vektor DBD yang dilakukan
dengan pemakaian insektisida rumah tangga baik insektisida semprot (spray) ataupun
bakar

dapat

mempercepat

terjadinya

resistensi

vektor

dan

menimbulkan

permasalahan lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu bentuk pengendalian


vektor yang baru dan berdasarkan prinsip pengembangan teknologi alternatif dari
IVM untuk mencegah terjadinya resistensi vektor dan salah satunya ialah dengan
pemanfaatan insektisida yang terbuat dari biji srikaya (Annona squamosa).
Penelitian terkait efek toksisitas ekstrak biji srikaya terhadap serangga hama
maupun vector melalui uji efikasi telah banyak dilakukan. Namun uji efikasi efek
toksisitas biji srikaya terhadap Aedes aegypti lebih banyak pada tahap larva saja. Oleh
karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui efek toksisitas biji srikaya
(Annona squamosa) sebagai bioinsektisida dalam mengendalikan vektor DBD yaitu
Aedes aegypti dewasa.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu
Uji Efikasi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa) Sebagai Bioinsektisida Dalam
Upaya Integrated Vector Management Terhadap Aedes aegypti.

C.

Batasan masalah
Penelitian ini dibatasi pada pengukuran berbagai konsentrasi ekstrak biji

srikaya (Annona squamosa) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti dewasa untuk
mengetahui potensinya sebagai bioinsektisida berdasarkan nilai LC50 dan KT90 dalam
upaya integrated vector management melalui uji efikasi.

D.

Pertanyaan Penelitian

1.

Apakah

ekstrak

biji

sikaya

(Annona

squamosa)

berpotensi

sebagai

bioinsektisida terhadap Aedes aegypti dalam upaya integrated vector


management?
2.

Berapakah lethal concentration 50 (LC50) dari ekstrak biji srikaya (Annona


squamosa) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti pada uji efikasi?

3.

Berapakah Knockdown Time 90 (KT90) dari ekstrak biji srikaya (Annona


squamosa) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti pada uji efikasi?

E.

Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
Mengetahui potensi penggunaan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa)
sebagai bioinsektisida dalam upaya integrated vector management terhadap Aedes
aegypti.

2. Tujuan khusus
1.

Mengetahui nilai lethal concentration 50 (LC50) dari ekstrak biji srikaya


(Annona squamosa) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti melalui uji
efikasi.

2.

Mengetahui Knockdown Time 90 (KT90) dari ekstrak biji srikaya (Annona


squamosa) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti melalui uji efikasi.

F.

Manfaat Penelitian

1. Mahasiswa
Sebagai pembelajaran dan pengamalan ilmu pengetahuan dalam bidang kesehatan
lingkungan melalui pemanfaatan bahan-bahan alami seperti tumbuhan dalam
pemberantasan dan pengendalian vektor penyakit khususnya DBD.

2. Masyarakat
Sebagai pengetahuan dan informasi mengenai bahan alami dari tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bioinsektisida sebagai pengganti pestisida sintetis dalam
memberantas vektor penyakit DBD.

3. Peneliti Lain
Sebagai pengetahuan, pengalaman, maupun referensi dalam pengembangan penelitian
serupa maupun lanjutan terkait pengendalian vektor dengan menggunakan berbagai
tumbuhan yang berpotensi sebagai bioinsektisida.

10

4. Dinas Kesehatan
Sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam pemecahan masalah dan
pengambilan kebijakan dalam program pengendalian vektor DBD dan melakukan
pengembangan penelitian lanjutan terkait sosialisasi hasil penelitian kepada
masyarakat.

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.

Aedes aegypti
Aedes aegypti adalah nyamuk yang termasuk dalam subfamili Culicinae,

famili Culicidae. Jenis nyamuk ini dapat membawa virus Dengue penyebab penyakit
demam berdarah dengue (DBD). DBD adalah suatu penyakit yang dapat menyerang
anak-anak termasuk bayi serta orang dewasa. Penyakit ini ditandai dengan demam
mendadak, perdarahan di kulit dan bagian tubuh lainnya, dan dapat menyebabkan
kematian (Ishartadiati, 2012)

1.

Taksonomi
Klasifikasi dan identifikasi Aedes aegypti menurut Boror et.al, (1989) dalam

Ishartadiati (2012) adalah sebagai berikut :


Kingdom

: Animalia

Filum

: Arthropoda

Kelas

: Insekta

Ordo

: Diptera

Famili

: Culicidae

Sub family

: Culicinae

Genus

: Aedes

12

Spesies

2.

: Aedes aegypti

Morfologi
Aedes aegypti dewasa memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan

ukuran nyamuk Culex quinquefasciatus. Memiliki warna dasar hitam dengan garisgaris putih di bagian badan yaitu pada bagian punggung (mesonotum) dan juga
kakinya. Nyamuk jantan memiliki ukuran yang lebih kecil daripada nyamuk betina
serta terdapat rambut-rambut tebal pada antenanya (Djakaria (2000) dalam
Ishartadiati (2012)).

3.
a.

Siklus Hidup
Telur
Seekor Aedes aegypti betina mampu meletakkan 80-100 butir telur setiap
kali bertelur. Telurnya berbentuk lonjong dengan panjang sekitar 0,6 mm dan
berat 0,0113 mg. Nyamuk Aedes aegypti meletakkan telurnya satu persatu
dengan menempelkannya pada wadah perindukan yaitu wadah yang tergenang
air bersih seperti tempat penampungan air, ruas bambu, lubang pohon, ban bekas,
dan vas bunga (Hoedoyo (1993) dalam Setyowati (2013)).
Telur akan berkembang dan menetas menjadi larva setelah 48 jam dalam
lingkungan yang hangat dan lembab. Telur Aedes aegypti dapat bertahan dalam
waktu yang lama dalam kondisi kering yaitu hingga 6 bulan. Setelah itu telur
dapat ditetaskan dengan meletakkannya pada kontainer yang berisi air bersih.

13

Meskipun demikian, tidak semua telur dapat menetas dalam waktu yang sama
(WHO/SEARO (1998); Depkes RI (2004)).
b. Larva
Larva Aedes aegypti melalui empat tahap dalam perkembangannya.
Lamanya perkembangan larva tergantung pada suhu, ketersediaan makanan, dan
kepadatan larva dalam wadah. Pada suhu yang rendah, perkembangan larva akan
memerlukan

waktu

hingga

beberapa

minggu

hingga

menjadi

dewasa

(WHO/SEARO, 1998).
Dalam keadaan yang optimal, perkembangan larva memelukan waktu 4-8
hari untuk perkembangannya. Larva akan tumbuh menjadi larva instar I, II, III,
dan IV secara berturut-turut. Larva instar I memiliki tubuh yang sangat kecil
dengan panjang 1-2 mm, transparan, duri-duri pada dada belum begitu jelas dan
siphon belum menghitam. Pada larva instar II, tubuhnya lebih besar dengan
panjang 2,5-3,9 mm, duri pada dada belum begitu jelas, dan siphon telah
menghitam. Larva instar IV, tubuh larva telah lengkap. Tubuh larva terdiri atas
kepala, dada, dan perut. Pada bagian kepala terdapat antena dan mata sedangkan
pada bagian perut terdapat rambut-rambut lateral, pada segmen kedelapan pada
bagian perut terdapat siphon dan insang (Soegijanto (2006); Sekar Sari (2010);
Setyowati (2013)).
Larva Aedes aegypti bergerak lincah dan sangat sensitif terhadap rangsangan
getar dan cahaya. Saat terjadi rangsangan, larva akan segera menyelam ke dasar
tempat penampungan air dan akan muncul kembali ke permukaan air dalam

14

beberapa detik. Larva akan mengambil makanannya di dasar tempat penampungan


air. Makanan larva berupa algae, protozoa, bakteri, dan spora jamur (Ashadi
(1990) dalam Setyowati (2013)).
c. Pupa
Pupa merupakan tahapan yang tidak memerlukan makanan. Pupa nyamuk
bergerak sangat aktif dan dapat berenang dengan mudah saat terganggu. Pupa
bernapas dengan menggunakan tabung-tabung pernapasan yang terdapat pada
bagian ujung kepala. Pupa Aedes akan menjadi dewasa dalam waktu 2-3 hari
tergantung suhu. Saat berubah menjadi stadium dewasa, pupa akan naik ke
permukaan air. Kemudian akan muncul retakan pada bagian belakang permukaan
pupadan nyamuk dewasa akan keluar dari cangkang pupa (Achmadi, 2011).
d. Dewasa
Nyamuk dewasa yang baru keluar dari pupa akan beristirahat dalam waktu
singkat untuk mengeringkan sayap dan badan sebelum terbang. Nyamuk jantan
akan muncul sekitar satu hari sebelum kemunculan nyamuk betina. Nyamuk jantan
akan menetap di dekat tempat perindukan, makan dari sari buah tumbuhan dan
kawin dengan nyamuk betina yang muncul kemudian. Setelah kemunculan,
nyamuk betina akan makan sari buah tumbuhan dan kawin. Setelah kawin nyamuk
betina akan menghisap darah untuk memproduksi telur (Achmadi, 2011).

15

4.

Tempat Berkembang Biak (Breeding Place)


Aedes aegypti hidup di daerah pemukiman dan berkembang biak pada

genangan air bersih buatan manusia (man made breeding place). Adapun tempat
perindukannya dibedakan menjadi tempat perindukan sementara, tempat perindukan
permanen, dan alamiah. Tempat perindukan sementara antara lain yaitu kaleng bekas,
ban bekas, talang air, vas bunga, dan barang-barang yang dapat menampung air
bersih. Tempat perindukan permanen ialah tempat yang merupakan penampungan air
untuk keperluan rumah tangga seperti bak mandi, gentong air, bak penampung air
hujan, dan reservoir air. Sedangkan tempat perindukan alamiah berupa genangan air
yang terdapat pada lubang-lubang pohon (Chahaya (2003) dalam Ishartadiati (2012)).

5.

Perilaku Mencari Makan


Aedes aegypti bersifat diurnal yaitu aktif pada pagi dan siang hari..Nyamuk

yang menghisap darah hanyalah nyamuk betina. Hal tersebut dikarenakan nyamuk
betina membutuhkan protein untuk pembentukan telur setelah kawin. Nyamuk Aedes
aegypti betina memiliki kebiasaan menghisap darah pada pagi dan sore hari yaitu
antara pukul 08.00 hingga 12.00 dan 15.00 hingga 17.00. Jenis darah yang disukai
oleh nyamuk ini ialah darah manusia (Soegijanto (2006) dalam Sekar Sari (2010)).
Setelah menghisap darah, nyamuk betina akan mencari tempat beristirahat
yang aman untuk mengubah darah menjadi telur. Nyamuk betina biasanya beristirahat
di tempat-tempat dengan vegetasi yang padat, lubang-lubang pohon, kandang hewan,
atau bebatuan selama 2 hingga 4 hari hingga telur berkembang secara utuh. Setelah

16

itu nyamuk betina akan terbang dari tempat peristirahatannya pada sore atau malam
hari untuk mencari tempat untuk meletakkan telur. Kemudian nyamuk betina akan
menghisap darah lagi untuk mengulang siklus (Achmadi, 2011).

B.

Bioinsektisida
Bioinsektisida merupakan jenis insektisida baru yang memanfaatkan

organisme atau turunannya seperti tumbuhan transgenik, rekombinan Baculovirus,


gabungan racun dari protein dan lemak yang ramah lingkungan dan merupakan suatu
alternatif baru untuk menggantikan bahan kimia konvensional (Windley et.al, 2012).
Sedangkan menurut Georgis (1996), bioinsektisida adalah suatu produk yang
dihasilkan secara alami oleh organisme seperti jamur dan baculovirus; produk yang
dihasilkan oleh serangga seperti feromon; dan produk yang dihasilkan oleh tumbuhan
seperti azadirachtin atau neem.
Tujuan

dari

pengembangan

bioinsektisida

adalah

untuk

membantu

menanggulangi permasalahan lingkungan terkait dengan persistensi, penggunaan


insektisida kimia yang semakin marak, dan menyediakan cara pengendalian baru
terhadap serangga hama yang resisten terhadap insektisida. Selain itu, bioinsektisida
memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan program pengendalian hama saat
ini, dengan menunjukkan hubungan yang sinergis dengan teknik pengendalian hama
terpadu yang sudah ada (Nauen et.al (2002) dalam Windley et.al (2012)).

17

1.

Bioinsektisida Nabati
Bioinsektisida nabati merupakan bioinsektisida yang berasal dari tumbuh-

tumbuhan yang memiliki sifat insektisida sehingga mampu membunuh atau menolak
serangga hama. Penggunaan bioinsektisida hayati tumbuhan merupakan salah satu
alternatif pilihan. Secara alamiah nenek moyang telah mengembangkan bioinsektisida
nabati dengan menggunakan tumbuhan yang ada di lingkungan pemukiman. Nenek
moyang memakai bioinsektisida nabati atas dasar kebutuhan praktis dan disiapkan
secara tradisional. Tradisi ini akhirnya hilang karena desakan teknologi yang tidak
ramah lingkungan (Asmaliyah, 2005).
Kearifan nenek moyang bermula dari kebiasaan menggunakan bahan jamu
(empon-empon), tumbuhan bahan racun (gadung, ubi kayu hijau), tumbuhan
berkemampuan spesifik (mengandung rasa gatal, pahit, bau spesifik, tidak disukai
hewan/serangga atau tumbuhan lain berkemampuan khusus terhadap hama (biji
srikaya, biji sirsak, biji mindi, biji dan daun mimba, dan lain-lain). Bahan tumbuhan
dijamin aman bagi lingkungan karena cepat terurai di tanah dan tidak membahayakan
hewan, manusia dan serangga non-target (Margino et.al, (2002); Asmaliyah (2005)).
Beberapa bioinsektisida nabati yang sudah diaplikasikan pada aras petani,
penelitian laboratorium, dan lapangan, diantaranya mimba (Azadirachtaindica),
mindi (Melia azedarach), sirsak (Annona muricata), tembakau (Nicotianatabacum),
jarak (Ricinus communis), bawang putih (Alliun sativum), Lombok (Capsicum
fructescens), piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium), dan melakuka (Melaleuca
bracteata). Sebagian besar bioinsektisida ini dimanfaatkan terhadap hama pada

18

tanaman pertanian, sedangkan pada tanaman kehutanan masih terbatas (Kardinan,


2001).

2.

Cara Kerja Bioinsektisida


Menurut Kardinan (2001), senyawa aktif yang terdapat dalam tumbuhan

dapat digunakan sebagai bioinsektisida. Adapun senyawa aktif dalam bioinsektisida


nabati tersebut dapat bersifat sebagai racun kontak, penghambat makan (anti feedant),
penolak (repellent), penghambat pertumbuhan serangga (insect growth inhibitor).
1. Penghambat Pertumbuhan (Insect Growth Regulators)
Efek dari senyawa penghambat pertumbuhan terjadi dalam beberapa tahap.
Pertama, molekul-molekul penghambat pertumbuhan menghambat metamorfosis,
dengan kata lain, molekul tersebut mencegah metamorfosis pada saat yang tepat.
Molekul lain memaksa serangga untuk bermetamorfosis lebih awal sehingga
pemilihan tempat untuk bermetamorfosis tidak sesuai untuk serangga tersebut.
Selanjutnya, beberapa molekul lainnya mempengaruhi hormon yang digunakan
untuk bermetamorfosis sehingga serangga serangga akan mengalami malformasi
yaitu steril, atau mati (Kardinan, 2001).
2. Penghambat makan (Feeding deterrents)
Penghambat makan merupakan salah satu bentuk pemanfaatan turunan dari
tumbuhan yang digunakan untuk manajemen serangga hama. Penghambat makan
adalah senyawa yang menyebabkan serangga tidak mau makan hingga

19

mati.Senyawa yang memiliki sifat seperti ini adalah terpenes dan senyawa yang
umumnya diisolasi dari tumbuhan obat dari Afrika dan India (Kardinan, 2001).
3. Penolak (Repellent)
Penggunaan tanaman sebagai penolak serangga sudah lama diketahui
namun tidak pernah mendapat perhatian khusus untuk dilakukan pengembangan
lebih lanjut. Penggunaan tanaman sebagai repellent umumnya menggunakan
tanaman dengan bau yang tidak enak atau memiliki efek iritan seperti bawang
putih dan cabai. Contoh pemanfaatan kedua tanaman tersebut ialah penggunaan
kedua tanaman tersebut oleh masyarakat Guatemala dan Costa Rika untuk
melapisi kontainer dengan bubuk bawang putih dari serangan kumbang penggerek
dan juga untuk menghalau tikus. Selain itu juga pemanfaatan adas (Foniculum
vulgare), rue (Ruta graveolens) dan eucalyptus (Eucaliptus globolus)

untuk

menolak ngengat pakaian (Kardinan, 2001).


4. Pengecoh (Confusants)
Senyawa kimia dalam tumbuhan adalah tanda bagi serangga untuk
menemukan sumber makanan mereka. Seperti pada kupu-kupu raja, dimana
makanan yang dihasilkan oleh tumbuhan mengandung racun yang tinggi bagi
organisme lain namun justru menarik kupu-kupu tersebut karena racunnya.
Karakteristik inilah yang digunakan dalam integrated pest management (IPM)
untuk membuat perangkap dan menyemprotkannya dengan menambahkan
tumbuhan tertentu yang lebih menarik bagi serangga atau tumbuhan yang sama
tetapi berasal dari area yang jauh sehingga serangga akan memiliki banyak

20

sumber rangsangan sehingga tidak dapat merusak tumbuhan. Pilihan lainnya yaitu
membuat perangkap yang mengandung ekstrak tumbuhan sehingga serangga akan
hinggap pada perangkap tersebut (Kardinan, 2001).

C.

Famili Annonaceae
Annonaceae atau famili apel susu adalah salah satu famili besar dari sebagian

besar tumbuhan tropis dan semak yang terdiri dari lebih dari 2300 jenis. Beberapa
spesies tertentu digunakan secara tradisional sebagai obat cacing dan untuk anti kutu
yang merupakan insektisida yang diperoleh dari ekstrak ranting Asimina triloba
Dunal dan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L.) dan sirsak (A. muricata L.)
(Rupprecht et.al (1990); McLaughlin et.al (1997) dalam Isman (2005).
McLaughlin dan rekannya secara khusus telah mengisolasi lebih dari 100
asetogenin dengan panjang gugus C-32 atau C-34 dan mengandung asam lemak 2propanol. Zat kimia ini secara khusus ditemukan pada Annonaceae tidak hanya
sebagai insektisida, tetapi juga berpotensi sebagai anti-tumor. Asetogenin adalah
racun mitokondria, mencegah produksi energi seluler dengan cara serupa dengan
rotenone yang dikenal sebagai insektisida botani dan racun ikan (McLaughlin et.al
(1997) dalam Isman (2005)).
Pendekatan lain terhadap pemanfaatan zat kimia alami ini adalah penggunaan
ekstrak biji srikaya dan sirsak oleh negara-negara berkembang sebagai pelindung
hasil panen. Sebagai contoh, kedua spesies ini secara luas ditanam di bagian timur

21

Indonesia sebagai buah yang dapat dimakan; sedangkan bijinya dimanfaatkan sebagai
insektisida dengan biaya yang minimal (Isman, 2005).

1.

Annona squamosa L.
Srikaya merupakan tanaman pendatang yang berasal dari Amerika Latin yaitu

Peru. Buah ini ditemukan oleh para pelaut pengelana dari Eropa. Oleh pelaut Inggris
tanaman ini dinamai sugar apple atau custard apple, yang berarti berasa seperti
puding yang berbentuk seperti apel (Pinto et.al, 2005).
Di Indonesia, srikaya telah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda dengan
nama buah nona sri.Srikaya yang tersebar di Indonesia saat ini adalah srikaya lokal
dan srikaya yang berasal dari luar negeri yang telah lama beradaptasi.

2.

Nama Tumbuhan

Nama ilmiah

: Annona squamosa L.

Nama Local

: Arab (gishta); Bengali (ata); Creole (cachiman); Beldana


(kannelappel); Inggris (sweet sop,custard apple,sugar apple); Filipina
(atis); Perancis (cachiman canelle,pomme de cannelle,attier); Jerman
(Rahm-Annone, Rahmapfel, Zimtapfel, Ssack); India (sitaphal,
ata, sharifa);Indonesia (srikaya, atis); Italia (pomo canella); Jawa
(sirkaja);Khmer (tiep baay,tiep srk); Laos (Sino-Tibetan) (khib);
Malaysia (nona srikaya,sri kaya,buah nona); Cina (fan-li-chi);
Portugis (atta,fructa doconde); Sansekerta (sitaphal); Spanyol

22

(cdanongo, chirimoya, fructodoconde, ann, anona blanca, pinha,


saramuya,anona); Swahili (mtomoko, mtopetope); Thailand (lanang
,makkhiap ,noina); Urdu (sharifa); Vietnam (na,mang c ta) (Orwa
et.al, 2009).
Nama

Daerah

Delima

bintang

(Aceh);

Seraikaya

(Lampung);

Srikaya

(Minangkabau); Srikaya (Sunda); Srikaya (Jawa Tengah); Sarkaya


(Madura); Srikaya (Dayak); Garaso (Bima); Ata (Timor); Sirikaya
(Gorontalo); Atis (Manado); Sirikaya (Bugis); Sirikaya (Makasar);
Atisi (Halmahera); Atis (Ternate); dan Atis (Tidore) (Setiawati et.al,
2008).

3.

Taksonomi
Klasifikasi srikaya (Annona squamosa L) menurut Setiawati et.al (2008) adalah

sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Bangsa

: Ranunculales

Suku

: Annonaceae

Marga

: Annona

Jenis

: Annona squamosa L.

23

4.

Ciri-ciri Tanaman
Annona squamosa adalah tumbuhan kecil dengan tinggi 3-7 meter, kulit

pohon tipis, percabangan tidak beraturan, kulit kayu berwarna cokelat muda dengan
lentisel dan kulit kayu bagian dalam berwarna kuning cerah dan sedikit pahit, daun
tunggal, bertangkai kaku, letaknya berseling. Helai daun berbentuk lanset atau
lonjong lanset dengan panjang 6-17 x 3-6 cm, ujung dan pangkal daun runcing, dasar
lengkung, tepi rata, berwarna hijau pucat pada kedua permukaannya, sedikit berambut
atau gundul. Rasanya pahit dan sedikit dingin. Panjang tangkai 0,4-2,2 cm (Orwa
et.al, 2009).
Bunga bergerombol pendek menyamping dengan panjang sekitar 2,5 cm,
dengan jumlah 2-4 kuntum berwarna kuning kehijauan yang saling berhadapan pada
tangkai kecil panjang berambut dengan panjang 2 cm, tumbuh pada ujung tangkai
atau ketiak daun. Daun bunga bagian luar berwarna hijau, ungu pada bagian bawah,
membujur dengan panjang 1,6-2,5 cm, lebar 0,6-0,75 cm. Daun bunga bagian dalam
sedikit lebih kecil atau sama besar. Terdapat banyak serbuk sari, bergerombol putih,
panjang kurang dari 1,6 cm, putik berwarna hijau muda. Tiap putik membentuk
semacam benjolan, panjang putik 1,3-1,9 cm dan lebar 0,6-1,3 cm yang tumbuh
menajdi kelompok-kelompok buah (Orwa et.al, 2009).
Buah majemuk berbentuk bola atau kerucut menyerupai jantung, permukaan
berbenjol-benjol, warna hijau berbintik putih, penampang 5-10 cm, menggantung
pada tangkai yang cukup tebal. Jika masak, anak buah akan memisahkan diri satu

24

dengan yang lain, berwarna hijau kebiruan. Daging buah berwarna putih kekuningan
dan terasa manis. Biji membujur di setiap karpel, berwarna coklat tua hingga hitam
dengan panjang 1,3-1,6 cm (Orwa et.al, 2009).

5.

Daerah Distribusi dan Habitat


Tanaman srikaya (Annona

squamosa) tumbuh di dataran rendah sampai

ketinggian 1000 m dari permukaan laut, terutama tanah-tanah berpasir sampai tanahtanah lempung berpasir dengan system drainase yang baik pada pH 5,5 - 7,4.
Tumbuhan ini menyukai iklim panas, tidak terlalu dingin atau banyak hujan.
Tanaman ini tumbuh baik pada berbagai kondisi tanah yang tergenang dan
beradaptasi baik terhadap iklim lembab dan panas. Tanaman ini tahan kekeringan dan
akan tumbuh subur bila mendapat pengairan yang cukup. Di Jawa, tanaman ini
ditanam sebagai tanaman buah (Sastrahidayat et.al (1991); George et.al (1992) dalam
Setiawati et.al (2008)).

6.

Kandungan Kimia
Tanaman

srikaya

mengandung

squamosin,

asimisin,

aterospermidin,

lanuginosin, alkaloid tipe asporfin (anonain) dan bisbenziltetrahidroisokinolin


(retikulin). Selain itu, pada organ-organ tumbuhan ditemukan senyawa sianogen
(Taylor dan Francis (1999); Petasai (1986) dalam Riata dan Anindyajati (2012)).

25

Pada pulpa buah yang telah dimasak ditemukan mengandung sitrulin, asam
aminobutirat, ornitin, dan arginin. Sedangkan pada biji terkandung senyawa
poliketida dan suatu senyawa turunan bistetreahidrofuran; asetogenin (skuamosin C,
D, anonain, anonasin A, anonin I, IV, VI, VIII, IX, XVI, skuamostatin A, bulatasin,
bulatasinon, skuamon, neoanonin B, neo desasetilurarisin, neo retikulasin A,
skuamosten A, asimisin, sanonasin, anonastatin, neoanonin), diterpen, dan saponin.
Isolasi dari biji didapati sekitar 30 jenis asetogenin seperti coumarinoligan,
annotemoyin-1, annotemoyin-2, cholesterol, danglukopiranosida yang bersifat
antimikobial dan sitotoksik (Anonim (2011) dalam Riata dan Anindyajati (2012)).
Zat asetogenin seperti annonin atau annonasin, bulatasin, bulatasinon,
skuamosin, asimisin, dan annonastatin merupakan kandungan kimia yang terpenting
yang terdapat pada biji. Zat-zat tersebut memiliki efek toksik ketika dimakan oleh
serangga dan dapat menghambat pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi
serangga. Sitotoksik anonin dapat menyebabkan 70% kematian Aedes aegypti dengan
konsentrasi 10 ppm. Hal tersebut terjadi karena zat anonin bekerja dengan
menghambat pernapasan Aedes aegypti (Londershausen et al. (1991) dalam Pinto
et.al (2005)).
Sedangkan senyawa asetogenin lainnya, seperti asimisin dan squamosin
bekerja dengan cara menghambat respirasi sel pada transpor elektron di dalam
mitokondria sehingga menyebabkan habisnya cadangan energi (Zafra-Paolo et.al
(1996) dalam Febrianni (2011)).

26

Senyawa asetogenin lainnya seperti asimisin efektif terhadap serangga hama


seperti A. aegypti, A. vittatum, A. gossypii, Colliphora vicina, Epilachna varivertis,
Tetranychus urticae, dan nematoda Caenohrbiditis elegans. Senyawa tersebut
diketahui memiliki 256 isomer dimana bulatasin ialah komponen yang paling toksik.
Bulatasin dapat menyebabkan 80% kematian A.aegypti, A. gossypii dan Diabrotica
undecimpunctata dengan konsentrasi 1, 10, atau 24 ppm secara berturut-turut. Isomer
lain yang juga memiliki sifat toksik yang tinggi ialah bulatasinon. Beberapa isomer
dari asetogenin tersebut bisa digunakan sebagai repelent (Li et.al (1990); Herndanez
dan Angel (1997) dalam Kulsum (1998)).
Selain itu, pada biji juga ditemukan asetogenin seperti skuamosinin A,
skuamosin B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N; skuamostatin B, asam lemak, asam
amino, dan protein. Komposisi asam lemak penyusun minyak lemak biji srikaya
terdiri dari metal palmitat, metal stearat, metil linoleat (Riata dan Anindyajati, 2012).
Pada daun terdapat kandungan senyawa alkaloid tetrahidroisokuinolin,
p-hidroksibenzil-6-7-dihidroksi-1,2,3,4-tetrahidroisokinolin

(dimetilkoklaurin

higenamin). Bunga mengandung asam kaur-1,6-ene-1,9-oat sebagai komponen aktif.


Akarnya mengandung senyawa flavonoid, borneol, kamfer, terpen, alkaloid anonain,
saponin, tannin, dan polifenol, kulit kayu mengandung flavonoid, borneol, kamfer,
terpen, dan alkaloid anonain (Riata dan Anindyajati, 2012).

27

7.

Efektitivas Insektisida
Wardhana et.al (2004) mengemukakan bahwa biji srikaya mengandung

squamosin dan annonain yang merupakan golongan asetogenin. Dimana kedua


senyawa tersebut berpengaruh terhadap saluran cerna larva serta dapat menghambat
pertumbuhan larva lalat Chrysoma bezziana.
Penggunaan ekstrak biji srikaya sangat nyata mempengaruhi aktivitas makan
ulat krop kubis. Konsentrasi tertinggi (15 cc/l) nyata mengurangi selera makan
serangga uji. Penurunan aktivitas makan serangga uji terlihat pada peningkatan
konsentrasi ekstrak dari 3-15 cc/l persentase penurunannya sebesar 91,99-97,87
persen. Dimana hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak
menyebabkan kondisi tubuh ulat semakin lemah dan berakibat turunnya nafsu makan
(Herminanto, et.al, 2004).
Biji srikaya bersifat efek racun kontak yang efektif terhadap larva B.
microplus pada konsentrasi 5% (ekstrak air); 0,50% (ekstrak metanol) dan 0,75%
(ekstrak heksana). Ekstrak metanol biji srikaya (tanpa kulit) mempunyai nilai
konsentrasi letal lebih rendah dan waktu letal yang lebih pendek daripada ekstrak
heksana (Wardhana et. al. 2005).
Formulasi campuran ekstrak Piper retrofractum dan Annona squamosa serta
campuran ekstrak Aglaia odorata dan Annona squamosa menunjukkan efikasi yang
tinggi dan lebih efektif dibandingkan deltamethrin. Diantara kedua formulasi tersebut
campuran Piper retrofractum dan Annona squamosa 0,1% lebih efektif terhadap
larva P.xylostella daripada larva C. pavonana, sedangkan campuran ekstrak Aglaia

28

odorata dan Annona squamosa 0,1% menunjukkan efektivitas yang sama terhadap
terhadap larva P.xylostella dan

larva C. pavonana. Pengujian dengan kedua

formulasi tersebut menunjukkan hasil yang signifikan dalam mengurangi kerusakan


pada kubis dibandingkan dengan penggunaan deltametrin. Selain itu pengujian
dengan formulasi campuran Piper retrofractum dan Annona squamosa 0,1% dapat
meningkatkan produksi hasil panen kubis (Dadang et.al, 2009).
Dari suatu studi yang dilakukan untuk mengetahui efektivitas potensi
insektisida ekstrak biji srikaya (Annona squamosal L.) terhadap larva dan kumbang
Tribolium castaneum dewasa dari strain Raj, CR 1, FSS II, dan CTC-12, diketahui
bahwa ekstrak biji srikaya dalam pelarut spirtus memiliki toksisitas paling tinggi
terhadap strain Raj (LD50 = 0,03g cm-2) dibandingkan dan toksisitas terendah yaitu
pada pelarut methanol terhadap strain FSS II (LD50 = 15,697g cm-2). Begitu pula
dengan hasil pengujian terhadap kumbang Tribolium castaneum dewasa, ekstrak biji
srikaya dengan pelarut spirtus memiliki tingkat toksisitas tertinggi terhadap strain
CTC-12 sementara toksisitas terendah yaitu pada pelarut aseton terhadap strain CR1.
(Khalequzzaman dan Sultana, 2006).
Hasil pengujian dari ekstrak etanol dari biji Annona squamosa dan Annona
muricata terhadap Spodoptera litura, diketahui bahwa ekstrak etanol biji Annona
squamosa 20 kali lebih efektif dibandingkan ekstrak etanol biji Annona muricata.
(Leatemia dan Isman, 2004).
Menurut Londerhausen et al.(1991) dalam Kulsum (1998), terdapat tiga
senyawa yang cukup aktif dalam biji srikaya yaitu annonin I (squamosin), annonin

29

III, dan annonin IV. Annonin I lebih efektif dibandingkan dengan annonin lainnya.
Gejala yang dapat dilihat setelah aplikasi terhadap serangga uji adalah serangga
berkurang keaktifannya.

D.
1.

Uji Toksisitas
Lethal Concentration 50 (LC50)
LC50 (Median Lethal Concentration) yaitu konsentrasi yang menyebabkan

kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan
perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50 48 jam, LC50 96
jam sampai waktu hidup hewan uji (Dhahiyat dan Djuangsih (1997) dalam Rossiana
(2006)) .
Uji toksisitas dibedakan dalam beberapa klasifikasi. Klasifikasi menurut
waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term bioassay), jangka menengah
(intermediate bioassay) dan uji hayati jangka panjang (long term bioassay).
Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, yaitu uji
hayati statik (static bioassay), pergantian larutan (renewal biossay), mengalir (flow
trough bioassay). Klasifikasi menurut maksud dan tujuan penelitian adalah
pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan
toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan organisme uji. Adapun untuk mengetahui
nilai LC50 digunakan uji statik. Dalam penentuan nilai LC50 terbagi dalam dua tahapan
penelitian yaitu (Rossiana, 2006):

30

Uji Pendahuluan. Untuk menentukan batas kritis konsentrasi yaitu konsentrasi


yang dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati 50% dan kematian
terkecil mendekati 50%.

Uji Lanjutan. Setelah diketahui batas kritis, selanjutnya ditentukan konsentrasi


akut berdasarkan seri logaritma konsentrasi yang dimodifikasi (Rochini et. al.
(1982) dalam Rossiana (2006)).

2.

Knockdown Time 90 (KT90)


Knockdown Time 90 (KT90) atau waktu jatuh 90 ialah waktu yang dibutuhkan

untuk dapat menyebabkan hingga 90% kejatuhan pada hewan uji (Komisi Pestisida,
2012).
Berdasarkan kriteria efikasi oleh Komisi Pestisida, suatu formulasi akan
dinyatakan efektif apabila Knockdown Time 90 (KT90) paling lama 30 menit untuk
formulasi waterbase.

E.

Uji Efikasi Insektisida


Uji efikasi merupakan suatu proses pengujian obat atau bahan kimia untuk

mengetahui manfaatnya terhadap kesehatan dengan menggunakan placebo atau


hewan uji yang diujikan dalam kondisi yang ideal seperti uji coba klinik yang
dikontrol dengan ketat (Thaul, 2012).

31

Uji efikasi insektisida adalah suatu pengujian kekuatan atau daya bunuh
insektisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor secara kimiawi terhadap
nyamuk maupun larva atau jentik (Kustiamah, 2010).
Kriteria efikasi insektisida yang dilakukan di laboratorium ditentukan
berdasarkan persentase kelumpuhan dan kematian serangga uji pada periode waktu
tertentu. Koreksi angka kelumpuhan dan kematian dilakukan apabila angka
kelumpuhan dan kematian pada kelompok kontrol berkisar antara 5%-15%. Yaitu
dengan menggunakan rumus Abbott (Komisi Pestisida, 2012) :
()

A1 = 100 100%
Keterangan :
A1 = angka kematian/kejatuhan setelah dikoreksi
A = angka kematian/kejatuhan pada perlakuan
C = angka kematian/kejatuhan pada kontrol
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi daya atau kekuatan insektisida
antara lain (Dadang, 2006) :
a. Intrinsik
Faktor intrinsik yaitu faktor yang berasal dari dalam insektisida itu sendiri yaitu
kandungan senyawa, organisme sasaran, dosis, konsentrasi, dan formulasi.
b. Aplikasi
Faktor aplikasi antara lain alat aplikasi, waktu aplikasi, cara aplikasi, cara
pencampuran, dan cara penyimpanan.
c. Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik antara lain sinar matahari, suhu, hujan, dan angin.

32

F.

Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan komponen-komponen dari

suatu bahan dimana komponen yang diinginkan akan larut ke dalam pelarut yang
dipakai sedangkan komponen yang tidak larut akan tertinggal didalam bahan. Hasil
ekstraksi (simplisia) yang diperoleh bergantung pada kandungan ekstrak yang
terdapat pada bahan tersebut dan jenis pelarut yang digunakan. Hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan pelarut adalah selektivitas, kapasitas, kemudahan
pelarut tersebut untuk diuapkan. Dalam proses ekstraksi terdapat suatu prinsip
kelarutan yang harus diperhatikan yaitu like dissolve like. Prinsip tersebumaksud
dari prinsip tersebut ialah (1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian
juga sebaliknya pelarut nonpolar akan melarutkan senyawa non-polar, (2) pelarut
organik akan melarutkan senyawa organik (Khopkar (1990) dalam Yunita (2004)).
Metode ekstraksi yang umum untuk mengekstrak bahan insektisida botani
ialah ekstraksi dengan pelarut dan distilasi uap

(penyulingan) dengan metode

sokhlet. Tujuan metode ekstraksi ini adalah mengeluarkan bahan yang diinginkan dari
sel-sel yang terkandung dalam bahan dengan proses difusi. Hasil ekstraksi yang
diperoleh dari proses ini dipengaruhi oleh suhu, pH, ukuran bahan yang akan
diekstraksi dan gerakan pelarut yang terjadi di sekitarnya (Darwiati (2009).
Keanekaragaman senyawa yang dapat diekstraksi biasanya membutuhkan
serangkaian ekstraksi yang hasilnya memberikan ciri awal komposisinya. Adapun
hal-hal yang mempengaruhi kandungan zat ekstraktif dalam tanaman diantaranya

33

adalah umur, tempat tumbuh, genetik, jenis pelarut yang digunakan dan kecepatan
pertumbuhan (Fengel dan Wegener (1995) dalam Darwiati (2009)).

G.

Integrated Vector Management


Integrated Vector Management (IVM) atau pengendalian vektor terpadu

adalah proses pengambilan keputusan yang rasional untuk optimisasi penggunaan


segala sumber daya dalam pengendalian vektor. Tujuan dari pendekatan IVM ialah
untuk berkontribusi dalam pencapaian tujuan global dalam pengendalian penyakit
akibat vektor dengan membuat pengendalian vektor yang lebih efisien, ekonomis,
ramah lingkungan dan berkelanjutan. Penggunaan IVM membantu program
pengendalian vektor untuk menemukan dan menggunakan lebih banyak temuan
lapangan untuk meningkatkan intervensi yang tepat dan bekerja sama dengan sektor
kesehatan dan sektor lain seperti rumah tangga dan masyarakat (WHO, 2012).
Konsep pengendalian vektor terpadu serupa dengan konsep pengendalian
hama terpadu yaitu dengan mengintegrasikan cara-cara pengendalian yang potensial
secara efektif, ekonomis dan ekologis untuk menekan populasi serangga vektor pada
aras yang dapat ditoleransi. Konsep pengendalian tersebut dapat diterapkan pada jenis
serangga vektor penyakit lain selain Ae. Aegypti dan Ae. Abopictus yang berhubungan
dengan penyakit tular vektor pada manusia (Oka (1995) dalam Supartha, 2008).
Di Amerika, cara pengendalian terpadu vektor tersebut dikonsepkan tidak
hanya untuk vektor DBD yang ditularkan oleh Ae. Aegypti tetapi juga untuk
pengendalian populasi vektor penyakit lain seperti tikus, jenis nyamuk lain dan juga

34

lalat dengan pertimbangan matang melalui fisik, kimia dan hayati (Lloyd (2003)
dalam Supatha (2008)).
Prinsip dasar IVM adalah surveilans epidemiologi dan entomologis,
manajemen lingkungan sehat, kajian bioekologi serangga vektor, sosialisasi dan
program aksi kesehatan lintas instansi, partisipasi aktif masyarakat. Prinsip tersebut
juga menyangkut usaha mencari dan menyusun cara-cara alternatif yang kompatibel
dan efektif mengendalikan vektor dan penyakit (Supartha, 2008).
Pendekatan IVM menyediakan beragam alternatif biologis yang dapat
digunakan sebagai pengganti bahan kimia antara lain pengendalian biologis,
biopestisida, botanikal, semi-kimia, dan organisme transgenik. Dari beberapa jenis
pengendalian tersebut, metode pengendalian biologis dan biopestisida ataupun
botanikal adalah metode yang paling sering digunakan sebagai pengganti penggunaan
pestisida kimia (SP-IPM, 2006).

H.

Pola Air Tanah


Proses alami yang berpengaruh terhadap perjalanan pestisida dalam tanah

dapat dikelompokkan antara lain luas penyerapan, pencucian, penguapan, degradasi


dan penyerapan oleh tanaman. Banyak senyawa pestisida terserap oleh tanaman atau
partikel tanah liat dan material organik pada tanah. Tetapi sebagian senyawa pestisida
yang tidak terserap akan menguap melalui permukaan daun, partikel tanah, dan
kelembaban tanah. Penurunan senyawa pestisida di dalam tanah disebabkan oleh
adanya proses metabolit oleh mikroba dan/atau proses kimia yang secara cepat

35

memecah senyawa pestisida menjadi komponen-komponen kecil seperti amonia dan


kabon dioksida (UNEP, 2003).
Proses pelemahan senyawa pestisida pada tanah seperti penyerapan,
penguapan dan degradasi sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah. Daerah yang
memiliki kontur tanah liat dan bahan organik serta populasi mikroba aktif dengan
kadar tinggi lebih cepat mengurai residu pestisida dibandingkan dengan jenis tanah
lainnya. Meskipun jumlah residu pestisida di tanah dapat berkurang akibat proses
degradasi, namun sebagian residu tersebut dapat bergerak masuk ke dalam
permukaan air tanah (UNEP, 2003).
Sistem air tanah merupakan sistem yang dinamis dimana air tanah secara terus
menerus bergerak turun secara perlahan dari daerah yang terisi penuh yaitu daerah
dengan permukaan yang lebih tinggi ke daerah dengan air tanah yang lebih sedikit
seperti dataran rendah. Pada sistem akuifer yang lebih besar, dibutuhkan waktu
puluhan hingga ratusan tahun agar air bisa melewati lapisan subterania dalam siklus
hidrologi. Sedangkan pada lapisan batuan kapur kecepatan pergerakan air dapat
mencapai hingga beberapa km/jam (UNEP, 2003).
Karakteristik hidrolik beberapa jenis akuifer, khususnya bentuk patahan,
aliran air, serta daya serap tanah dapat menaikkan kecepatan pergerakan pestisida dari
permukaan tanah untuk masuk ke dalam zona air tanah dangkal. Evaluasi potensi
pencemaran pestisida pada air tanah tergantung pada banyaknya senyawa pestisida
yang mengalami pencucian ke dalam air tanah. Konsentrasi dan waktu yang
dibutuhkan oleh residu pestisida untuk dapat memasuki permukaan air tanah

36

tergantung pada jumlah residu, jenis senyawa pestisida, kondisi cuaca saat
pengaplikasian dan frekuensi aplikasi, afinitas karbon organik, bentuk molekul dan
struktur pestisida, mobilitas dan persistensi senyawa dan kondisi hidrogeologis
(UNEP (2003), Lapworth et. al (2006)).

37

I.

Kerangka Teori

Ekstrak Biji Srikaya

Aplikasi spraying pada


Aedes aegypti

Racun kontak

Anti feedant

Inaktivasi Aedes
aegypti

Mengurangi
aktivitas makan
Ades aegypti

Fumigant

Menghambat
respirasi sel pada
mitokondria Aedes
aegypti

Lethal
Aedes aegypti

KT90 dan LC50


Ae. aegypti

Bagan 2.1 Kerangka Teori


(Londershausen et.al (1991) dan Prijono (1994) dalam Wardhana et. al (2004);
Kardinan, 2001)

BAB III
ALUR PENELITIAN, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

A.

Alur Penelitian
Telur Aedes aegypti

Breeding Aedes aegypti


Larva
(2-8 hari)

Pupa
(2-3 hari)

Telur
(1-2 hari)

Ae. aegypti
dewasa
(2-5 hari)
10 ekor Aedes aegypti dewasa dimasukkan ke tiap kotak perlakuan hingga berusia 2-5 hari
dengan diberi makan larutan gula

Aplikasi spraying terhadap Aedes aegypti

Konsentrasi
0%

Konsentrasi
10 %

Konsentrasi
15 %

Konsentrasi
20 %

Konsentrasi
25 %

Observasi & analisis Aedes aegypti yang jatuh setiap 10 menit selama 60 menit

Observasi & Analisis Aedes aegypti yang mati pada jam ke-1 hingga jam ke-6 dan jam ke-24

Analisis efikasi KT90 dan LC50

B.

Definisi Operasional

TABEL 3.1
DEFINISI OPERASIONAL

No.

1.

Variabel

Ekstrak biji
Annona
squamosa

Definisi Operasional
Sediaan yang diperoleh dari biji
Annona squamosa yang telah
diekstraksi
dengan
metode
distilasi uap dan diencerkan
dengan pelarut heksana hingga
didapat
konsentrasi
yang

Cara Ukur

Alat Ukur

2.

Aedes aegypti

Skala
Ukur

1. 0 %
Pengukuran
persentase
pelarut dan
ekstrak biji
srikaya

2. 10 %
Gelas ukur
dan
Makropipet

3. 15 %
4. 20 %

Ordinal

5. 25 %
Dalam perbandingan

diinginkan.
Aedes aegypti dewasa berusia 2-5
hari yang dipelihara dari telur dan
diberi makan larutan gula.

Hasil Ukur

volume/volume (v/v)
Observasi

Lup

Ekor

Rasio

40

3.

Lethal
Concentration
50 (LC50)

Konsentrasi yang diturunkan


yang
dapat
menyebabkan
kematian 50% dari populasi
organisme.
(07/Permentan/Sr.140/2/2007)

4.

Waktu yang dibutuhkan untuk


Knockdown
dapat menyebabkan hingga 90%
Time 90 (KT90) kejatuhan dari hewan uji (Komisi
Pestisida, 2012)

5.

Jumlah Ae. Aegypti yang mati


setelah diberi perlakuan dari
berbagai konsentrasi ekstrak biji
srikaya

Mortalitas Ae.
Aegypti

Analisa
Statistik

Probit
Analysis

Probit

SPSS 16.0

Observasi

Stopwatch
dan Lembar
Pengamatan

Observasi

Lembar
pengamatan

Volume/volume

Ratio

Menit

Rasio

Ekor

Rasio

C.

Hipotesis
1.

Ekstrak biji srikaya (Annona squamosa) berpotensi sebagai bioinsektisida


dalam upaya Integrated Vector Management terhadap Aedes aegypti.

2.

Ekstrak biji srikaya (Annona squamosa) berpotensi sebagai bioinsektisida


terhadap Aedes aegypti berdasarkan nilai LC50 pada uji efikasi.

3.

Ekstrak biji srikaya (Annona squamosa) berpotensi sebagai bioinsektisida


terhadap Aedes aegypti berdasarkan nilai KT90 pada uji efikasi

42

BAB IV
METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni (true experiment)

dengan rancangan post test dengan kelompok kontrol (post test only control group
design). Desain penelitian ini dipilih karena tidak dilakukan pretest terhadap sampel
sebelum perlakuan. Sampel yang digunakan pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol dianggap sama sebelum mendapat perlakuan. Penelitian dengan
cara ini memungkinkan peneliti untuk melakukan pengukuran pengaruh perlakuan
(intervensi) pada kelompok eksperimen yang satu dengan cara membandingkannya
dengan kelompok eksperimen yang lain dan kelompok control (Imron dan Munif,
2010).

B.

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Laboratorium Pangan

Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Desember 2013.

43

C.

Populasi dan Sampel

1.

Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah Aedes aegypti dewasa steril. Nyamuk

dewasa didapat dengan memelihara telur Aedes aegypti yang diperoleh dari
Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran Hewan
IPB. Larva akan diberi fish food sebagai makanan hingga berubah menjadi Aedes
aegypti dewasa.

2.

Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Aedes aegypti dewasa yang berusia 2-5

hari masa hidup nyamuk berdasarkan kriteria WHO. Jumlah sampel yang digunakan
ialah masing-masing 10 ekor nyamuk untuk masing-masing pengujian (WHO,2006).
Dimana jumlah replikasi pengujian sebanyak empat kali (Komisi Pestisida, 2012).
Dengan begitu jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini ialah 10 x 5 x 4 =
200 ekor nyamuk.

Kriteria Inklusi
1. Aedes aegypti dewasa
2. Berumur 2-5 hari
3. Nyamuk kenyang larutan gula sebelum diberi perlakuan

Kriteria Eksklusi
1. Nyamuk mati sebelum perlakuan

44

2. Nyamuk berumur >5 hari

D.

Alat dan Bahan

1.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

Neraca analitik

Pipet

Gelas ukur

Beaker glass

Blender atau juicer

Batang pengaduk

Vacuum rotary evaporator

Kertas label

Alumunium foil

Kawat kasa

Kain kasa

Kertas saring

Baskom

Labu ukur

Alat semprot tangan (hand sprayer)

Stopwatch

45

2.

Gelas pemeliharaan

Lembar pengamatan

Kotak perlakuan berukuran 20 cm x 20 cm x 20 cm

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

Pelarut heksana. Jenis pelarut ini dipilih berdasarkan sifat dari senyawa
aktif biji srikaya yang akan digunakan dalam penelitian ini. Sifat senyawa
aktif biji srikaya yang digunakan dalam penelitian ini merupakan senyawa
polar yang terlarut dalam lemak pada biji srikaya. Selain itu, heksana juga
cukup aman dan memiliki titik didih yang relatif rendah dibandingkan
pelarut lain sehingga menghemat waktu ekstraksi. Oleh karena itu
digunakan heksana yang merupakan pelarut non polar untuk melarutkan
senyawa aktif pada biji srikaya.

Biji srikaya (Annona squamosa L) yang diperoleh dari buah srikaya yang
telah matang. Biji yang digunakan memiliki kulit biji berwarna coklat tua
hingga kehitaman yang mengkilat.

Air suling atau aquadest

Aedes aegypti dewasa berusia 2-5 hari yang diperoleh dari hasil rearing.

Kapas

Fish food

46

Gula pasir

E. Alur Penelitian
1.

Pemeliharaan Aedes aegypti


Nyamuk dewasa diperoleh dengan memelihara telur Aedes aegypti yang

diperoleh dari Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan Fakultas


Kedokteran Hewan IPB. Adapun proses pemeliharaannya ialah sebagai berikut :
1. Masukkan telur Aedes aegypti yang diperoleh dari Laboratorium Parasitologi
dan Entomologi Kesehatan FKH IPB ke dalam toples berisi air suling.
2. Atur suhu dan kelembaban ruangan. Yaitu pada suhu berkisar antara 25
32oC dengan kelembaban 70-90% (Komisi Pestisida, 2012).
3. Setelah 3 hari, ganti air dalam toples pemeliharaan dengan air suling yang
baru dan beri fish food sebagai makanan larva. Kemudian tutup dengan kain
kasa (Aradilla, 2010; Sekar Sari, 2010).
4. Dilakukan pemelihaan larva selama 3-5 hari dengan memberi makan fish food
setiap hari.
5. Dilakukan pemantauan terhadap masing-masing gelas pemeliharaan yang
berisi larva untuk memastikan bahwa tidak ada larva yang mati hingga
berubah menjadi pupa.
6. Setelah 3 hari, kemudian pisahkan larva yang telah berubah menjadi pupa ke
dalam gelas plastik dan tutup kembali dengan kain kasa.

47

7. Setelah pupa berubah menjadi nyamuk dewasa, nyamuk dipindahkan ke


dalam kotak perlakuan dan dipelihara hingga berusia 2-5 hari dengan diberi
makan larutan gula (Sekar Sari, 2010).

Dimasukkan telur Aedes aegypti ke dalam nampan berisi air bersih

Atur suhu dan kelembaban ruangan. Yaitu pada suhu berkisar antara
25 32oC dengan kelembaban 70%-90%

Setelah 3 hari, dipindahkan masing-masing 10 ekor larva Aedes aegypti ke dalam 20 buah
gelas pemeliharaan yang berisi air bersih dan beri fish food sebagai makanan larva.
Kemudian tutup dengan kain kasa.

Dilakukan pemelihaan larva selama 3-5 hari dengan memberi makan fish food setiap hari.

Dilakukan pemantauan terhadap masing-masing gelas pemeliharaan yang berisi larva


untuk memastikan bahwa tidak ada larva yang mati hingga berubah menjadi pupa

Setelah 3 hari, dipisahkan larva yang telah berubah menjadi pupa ke dalam gelas
pemeliharaan dan tutup kembali dengan kain kasa.

Dipindahkan nyamuk ke dalam kotak perlakuan dan dipelihara hingga berusia 2-5 hari
dengan diberi makan larutan gula
Bagan 4.1 Alur Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti

48

2.

Ekstraksi Biji Srikaya


Biji srikaya diperoleh dari tanaman srikaya yang tumbuh di Kecamatan

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan Kelurahan Pisangan, Ciputat. Kedua daerah
tersebut banyak ditumbuhi tanaman srikaya sehingga dipilih sebagai daerah untuk
mendapatkan biji srikaya.
Adapun biji srikaya yang digunakan ialah biji yang tua, ditandai dengan
warna kulit biji yang hitam mengkilat. Biji srikaya yang didapat dikering-anginkan
dengan sinar matahari. Setelah benar-benar kering, biji srikaya digiling halus hingga
berbentuk serbuk kering.
Selanjutnya dilakukan pembuatan ekstrak biji srikaya dengan menggunakan
pelarut heksana. Pembuatan ekstrak heksana biji srikaya dilakukan dengan
mencampurkan sebanyak 643 g serbuk biji srikaya dan 1000 ml heksana.
Kemudian diaduk menggunakan orbital shaker selama 24 jam. Campuran
serbuk biji srikaya dan heksana disaring sehingga diperoleh supernatan. Ampasnya
dicampur 600 ml heksana dan diaduk selama 1 jam. Larutan tersebut disaring lagi dan
ditampung ke dalam labu Erlenmeyer bercampur dengan hasil saringan pertama
(Prijono (1994) dalam Wardhana et.al (2004)).
Selanjutnya supernatan yang telah didapat dipindahkan kedalam labu
evaporator dan diuapkan dengan suhu 60C. Proses ekstraksi dihentikan setelah
semua senyawa heksana menguap dan didapat ekstrak biji srikaya berupa larutan
kental berwarna kuning.

49

Setelah didapat larutan induk ekstrak biji srikaya, kemudian dilakukan


pengenceran menggunakan heksana. Ekstrak dicampur dengan heksana hingga
diperoleh volume 100 ml yang dibuat dengan perbandingan v/v (volume per volume)
yang dinyatakan dalam persen.

50

643gr Biji Srikaya (A. Squamosa. L)

Dikering-anginkan di bawah sinar matahari

Diblender hingga halus

Diekstraksi dengan 1000 mL heksana

Disaring dengan kertas saring

6b

6a
Supernatan
7

Ampas hasil penyaringan dicampur


dengan 600 mL heksana
Disaring kembali dengan kertas saring

8
Dicampur kembali dalam labu
erlenmeyer
9

Di uapkan dengan vacuum rotary evaporator


10

11

Konsentrasi
0%

Ekstrak biji Srikaya

Pengenceran dengan pelarut heksana

Konsentrasi
10 %

Konsentrasi
15 %

Konsentrasi
20 %

Konsentrasi
25 %

Bagan 4.2.Diagram Alir Ekstraksi Biji Srikaya


(Wardhana et.al, (2004); Sekar Sari (2010); Aradilla (2010); Kempraj & Bhat (2011))

51

3.
a.

Pengujian
Pembagian Kelompok
Setelah didapatkan larutan ekstrak biji srikaya dari proses ekstraksi,

selanjutnya dilakukan pengelompokan terhadap Aedes aegypti yang diuji. Sebanyak


200 ekor Aedes aegypti dewasa berusia 2-5 hari dibagi menjadi 5 kelompok yang
terdiri dari 10 ekor untuk masing-masing konsentrasi uji dengan empat kali replikasi.
Adapun mekanisme pembagiannya ialah sebagai berikut :

R1

0%
(Kontrol)

10%

15%

20%

25%

R2

0%
(Kontrol)

10%

15%

20%

25%

R3

0%
(Kontrol)

10%

15%

20%

25%

R4

0%
(Kontrol)

10%

15%

20%

25%

Keterangan :
R1 : Replikasi ke-1
R2 : Replikasi ke-2

52

R3 : Replikasi ke-3
R4 : Replikasi ke-4
Konsentrasi 0% (kontrol)

: pelarut heksana 100 ml

Konsentrasi 10%

: 10 ml ekstrak biji srikaya + 90 ml pelarut heksana

Konsentrasi 15%

: 15 ml ekstrak biji srikaya + 85 ml pelarut heksana

Konsentrasi 20%

: 20 ml ekstrak biji srikaya + 80 ml pelarut heksana

Konsentrasi 25%

: 25 ml ekstrak biji srikaya + 75 ml pelarut heksana

b.

Uji Pendahuluan
Setelah dilakukan pembuatan larutan ekstrak biji srikaya, selanjutnya

dilakukan uji pendahuluan. Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan batas kritis
konsentrasi yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian terbesar mendekati
50% dan kematian terkecil mendekati 50%. Uji pendahuluan dilakukan dengan satu
kali pengulangan pada empat kelompok yang mendapat perlakuan dan satu kontrol.
Adapun uji pendahuluan dilakukan dengan cara :

Mengisi kotak perlakuan yang terbuat dari kawat kasa berukuran 20 cm x 20


cm x 20 cm dengan masing-masing 10 ekor nyamuk dewasa yang berusia
antara 2-5 hari dari gelas pemeliharaan dan diberi makan larutan gula 10%.

Menyemprotkan berbagai konsentrasi ekstrak biji srikaya dengan konsentrasi


0; 10% ; 15%; 20%; dan 25% yang diperoleh dari hasil pengenceran pada tiap
kotak perlakuan pada setiap sisi kotak perlakuan.

53

Diamati jumlah nyamuk yang jatuh setiap 10 menit hingga menit ke-60
(WHO (2009); Komisi Pestisida (2012)).

Diamati dan dihitung jumlah nyamuk yang mati pada jam ke-1 hingga jam ke6 dan jam ke-24.

Diisi masing-masing kotak perlakuan yang terbuat dari kawat kasa berukuran 10
cm x 20cm x 20 cm dengan 10 ekor Aedes aegypti dewasa yang berusia antara 2-5
hari dari gelas pemeliharaan dan diberi makan larutan gula.

Aplikasi spraying ekstrak biji srikaya

Konsentrasi

Konsentrasi

Konsentrasi

Konsentrasi

Konsentrasi

0 ml

10 %

15 %

20%

25%

Dilakukan pengamatan dan dihitung jumlah nyamuk yang jatuh setiap 10 menit
selama 60 menit

Observasi dan analisis jumlah nyamuk yang mati pada jam ke-1 hingga jam ke-6
dan pada jam ke-24

Bagan 4.3. Diagram Alir Uji Pendahuluan

54

c. Uji Efikasi
Setelah diketahui batas kritis, selanjutnya ditentukan konsentrasi akut
berdasarkan seri logaritma konsentrasi yang dimodifikasi. Uji efikasi dilakukan
dengan cara menguji berbagai konsentrasi ekstrak biji srikaya yang didapat dari hasil
uji pendahuluan. Adapun cara yang dilakukan pada uji efikasi sama dengan yang
dilakukan pada uji pendahuluan yaitu :

10 ekor Aedes aegypti dewasa berusia antara 2-5 hari dimasukkan ke dalam
masing-masing kotak perlakuan dan diberi makan larutan gula.

Dilakukan spraying berbagai konsentrasi ekstrak biji srikaya yang diperoleh


dari hasil uji pendahuluan pada kotak perlakuan yang telah berisi nyamuk.

Dilakukan pengamatan setiap 10 menit selama 60 menit setelah perlakuan


dengan mengamati dan menghitung jumlah nyamuk yang jatuh. (WHO, 2009)

Kemudian nyamuk dipindahkan dari ruang uji ke ruangan dengan suhu 25-32o
C dengan kelembaban 70-90% dan diberi makan larutan gula .

Pengamatan dilanjutkan dengan mengamati jumlah nyamuk yang mati pada


jam pertama hingga jam ke-enam dan jam ke-24.

Dilakukan replikasi sebanyak 4 kali untuk masing-masing konsentrasi.

Apabila angka kejatuhan/kematian pada kelompok kontrol 5-15% dilakukan


pengkoreksian dengan menggunakan rumus Abbott untuk mengkoreksi angka
kejatuhan/kematian pada kelompok kontrol (Komisi Pestisida, 2012) :
()

A1 = 100 100 %

55

Keterangan :
A1 = angka kejatuhan/kematian setelah dikoreksi
A = angka kejatuhan/kematian pada perlakuan
C = angka kejatuhan/kematian pada control

Diisi masing-masing kotak perlakuan dengan 10 ekor Aedes aegypti dewasa yang
berusia antara 2-5 hari dari kotak pemeliharaan dan diberi makan larutan gula.

Aplikasi spraying ekstrak biji srikaya berdasarkan hasil uji pendahuluan

Konsentrasi
0%

Konsentrasi
10 %

Konsentrasi
15 %

Konsentrasi
20 %

Konsentrasi
25 %

Observasi dan analisa jumlah nyamuk yang jatuh tiap 10 menit selama 60 menit

Observasi dan analisa jumlah nyamuk yang mati pada jam pertama hingga keenam dan
pada jam ke-24

Dilakukan replikasi sebanyak 4 kali

Dilakukan koreksi persentase kejatuhan/kematian nyamuk bila


kejatuhan/kematian pada kontrol 5-15% menggunakan rumus Abbot
Bagan 4.4. Diagram Alir Uji Efikasi

56

F.
1.

Pengumpulan Data
Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah data yang dikumpulkan dengan

menghitung jumlah nyamuk yang jatuh dan mati pada kotak perlakuan. Penghitungan
jumlah nyamuk yang jatuh dilakukan setiap 10 menit selama 60 menit untuk
mengetahui Knockdown Time 90 (KT90) berdasarkan hasil uji efikasi. Sedangkan
penghitungan jumlah nyamuk yang mati dilakukan dengan mengamati dan
menghitung jumlah nyamuk yang mati pada jam pertama hingga keenam dan pada
jam ke-24 setelah perlakuan. Selanjutnya data-data tersebut dicatat dalam lembar data
berbentuk tabel.

2.

Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini berupa jurnal-jurnal, skripsi,

tesis,

maupun hasil prosiding dan seminar. Selain itu data sekunder tersebut juga diperoleh
dari buku-buku, buletin, laporan Riset Kesehatan Dasar, serta Profil Kesehatan baik
Nasional maupun Provinsi dan data-data statistik lainnya.

G.

Analisa dan Pengolahan Data


Hasil analisa data dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik. Adapun analisa dan pengolahan data ini menggunakan analisa probit pada
program statistik komputer (SPSS 16.0 for Windows).

57

Analisa data jumlah kematian nyamuk dilakukan menggunakan analisa analitik


(uji statistik) dengan metode analisa probit menggunakan software SPSS 16.0.
Analisa probit digunakan untuk mengetahui harga LC50 dari ekstrak biji srikaya yang
dipaparkan pada Aedes aegypti melalui uji efikasi untuk mengetahui efek toksisitas
ekstrak biji srikaya. Selanjutnya dilakukan uji korelasi dan regresi untuk mengetahui
hubungan antara konsentrasi dengan probit.
Sedangkan data angka kejatuhan nyamuk dihitung berdasarkan kriteria efikasi
Knockdown Time 90% (KT90). Formulasi dinyatakan efektif apabila KT90 paling lama
30 menit untuk formulasi water based (Komisi Pestisida, 2012).

58

BAB V
HASIL PENELITIAN

A.

Pengaruh Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Terhadap Angka


Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti
Hasil penelitian diperoleh dari data yang didapat dari observasi dan analisis

terhadap jumlah Aedes aegypti yang jatuh dan mati setelah dilakukan aplikasi
penyemprotan dengan menggunakan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L).
Sebelum dilakukan aplikasi penyemprotan, dilakukan standardisasi pada
Aedes aegypti yang akan digunakan dalam pengujian. Standardisasi dilakukan dengan
menghomogenkan morfologi, ukuran, dan kondisi Aedes aegypti. Standardisasi
dilakukan untuk menghindari terjadinya bias pada penelitian. Yaitu berupa kejatuhan
dan mortalitas Aedes aegypti yang bukan disebabkan oleh adanya perlakuan.
Aplikasi penyemprotan dilakukan terhadap 10 ekor Aedes aegypti dewasa
berusia 2-5 hari untuk masing-masing perlakuan dengan konsentrasi 0% (kontrol),
10%, 15%, 20%, dan 25% yang diperoleh berdasarkan hasil uji pendahuluan. Adapun
konsentrasi dibuat dengan mencampurkan ekstrak dengan pelarut hingga volume 100
ml dengan perbandingan volume/volume (v/v).
Kemudian dilakukan observasi dan analisis jumlah Aedes aegypti yang jatuh
setelah aplikasi penyemprotan setiap 10 menit selama 60 menit untuk mengetahui
nilai knockdown time 90 (KT90). Dilanjutkan dengan menghitung jumlah Aedes

59

aegypti yang mati pada jam ke-1 hingga jam ke enam dan dilanjutkan pada jam ke24. Jam ke-24 merupakan tenor (rentang) waktu pengamatan mortalitas Aedes aegypti
yang terjadi mulai jam ke-7 hingga jam ke-24. Dimana penghitungan data mortalitas
yang terjadi selama rentang waktu tersebut dimasukkan ke dalam data mortalitas pada
jam ke-24 untuk analisa nilai lethal concentration 50 (LC50) (WHO, 2009).
Selanjutnya dilakukan 4 kali replikasi pada masing-masing konsentrasi. Adapun hasil
penelitian adalah sebagai berikut.

1.

Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada Konsentrasi 0%


(Kontrol)
Data hasil pengamatan terhadap angka kejatuhan dan mortalitas Aedes aegypti

setelah dilakukan penyemprotan dengan konsentrasi 0% menggunakan larutan


heksana pada kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.1. Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti setelah Penyemprotan Ekstrak
Biji Srikaya (Annona squamosa L) pada Konsentrasi 0% (Kontrol)
Angka kejatuhan Aedes aegypti pada konsentrasi 0%
Replikasi

Waktu Pengamatan (menit)

Jumlah

Persentase
(%)

Menit

Menit

Menit

Menit

Menit

Menit

ke-10

ke-20

ke-30

ke-40

ke-50

ke-60

0%

II

0%

III

0%

IV

0%

0%

Rata-rata

60

Tabel 5.2 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji
Srikaya (Annona squamosa L) Pada Konsentrasi 0% (Kontrol)
Mortalitas Aedes aegypti Pada Konsentrasi 0%
Waktu Pengamatan

Replikasi

Jumlah

Persentase
(%)

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

ke-1

ke-2

ke-3

ke-4

ke-5

ke-6

ke-24

0%

II

0%

III

0%

IV

0%

0%

Rata-rata

Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 5.1 dan 5.2 diatas, diketahui bahwa
penyemprotan dengan konsentrasi 0% (kelompok kontrol) menggunakan larutan
heksana tidak menyebabkan kejatuhan maupun mortalitas pada Aedes aegypti. Hal
tersebut dapat dilihat dari tidak adanya nyamuk yang jatuh ataupun mati selama
waktu pengamatan yaitu setiap 10 menit hingga 60 menit serta pada waktu
pengamatan hingga 24 jam dengan 4 kali Replikasi.

2.

Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada Konsentrasi 10%


Data hasil pengamatan angka kejatuhan dan mortalitas nyamuk Aedes aegypti

setelah dilakukan penyemprotan dengan larutan ekstrak biji srikaya (Annona


squamosa L) pada konsentrasi 10% ialah sebagai berikut.

61

Tabel 5.3 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak
Biji Srikaya (Annona squamosa L) Pada Konsentrasi 10%
Angka Kejatuhan Aedes aegypti Pada
Konsentrasi 10%
Replikasi

Waktu Pengamatan

Jumlah

Persentase
(%)

Menit

Menit

Menit

Menit

Menit

Menit

ke-10

ke-20

ke-30

ke-40

ke-50

ke-60

40%

II

50%

III

50%

IV

40%

4,5

45%

Rata-rata

Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 5.3 diatas, diketahui bahwa
penyemprotan larutan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) dengan konsentrasi
10% dapat menyebabkan kejatuhan dengan persentase rata-rata hingga 45%. Angka
kejatuhan terbanyak yaitu 5 ekor Aedes aegypti terjadi pada replikasi ke-2 dan ke-3.
Sementara pada replikasi ke-1 dan ke-4 terdapat 4 ekor Aedes aegypti yang jatuh.
Adapun jumlah kejatuhan terbanyak terjadi pada menit ke-10 yaitu sebanyak 4 ekor
Aedes aegypti yang terjadi pada replikasi ke-3.

62

Tabel 5.4 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji
Srikaya (Annona squamosa L) Pada Konsentrasi 10%
Mortalitas Aedes aegypti Pada Konsentrasi 10%
Waktu Pengamatan

Replikasi

Jumlah

Persentase

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

ke-1

ke-2

ke-3

ke-4

ke-5

ke-6

ke-24

30%

II

20%

III

20%

IV

30%

2,5

25%

Rata-rata

Sedangkan berdasarkan tabel 5.4 rata-rata jumlah nyamuk yang mati setelah
penyemprotan larutan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) pada konsentrasi
10% ialah sebanyak 25%. Dengan mortalitas terbanyak yaitu 3 ekor pada replikasi
ke-1 dan ke-4. Sementara, mortalitas pada Replikasi ke-2 dan ke-3 ialah sebanyak 2
ekor. Adapun mortalitas terbanyak terjadi pada jam ke-24 dengan jumlah mortalitas
sebanyak 3 ekor Aedes aegypti.

3.

(%)

Jam

Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada Konsentrasi 15%


Data hasil pengamatan angka kejatuhan dan mortalitas nyamuk Aedes aegypti

setelah dilakukan penyemprotan dengan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L)


pada konsentrasi 15% dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

63

Tabel 5.5 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak
Biji Srikaya (Annona squamosa L) Pada Konsentrasi 15%
Angka Kejatuhan Aedes aegypti Pada
Konsentrasi 15%
Replikasi

Waktu Pengamatan

Jumlah

Persentase
(%)

Menit

Menit

Menit

Menit

Menit

Menit

ke-10

ke-20

ke-30

ke-40

ke-50

ke-60

60%

II

40%

III

60%

IV

60%

5,5

55%

Rata-rata

Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 5.5 diatas, diketahui bahwa
penyemprotan larutan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) dengan konsentrasi
15% dapat menyebabkan kejatuhan nyamuk Aedes aegypti dengan persentase ratarata sebesar 55%. Angka kejatuhan terbanyak 6 ekor terjadi pada replikasi ke-1, ke-3,
dan ke-4. Sementara angka kejatuhan terkecil terjadi pada replikasi ke-2. Adapun
jumlah kejatuhan terbanyak terjadi pada menit ke-10 dengan jumlah kejatuhan
terbanyak yaitu 5 ekor Aedes aegypti.

64

Tabel 5.6 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji
Srikaya (Annona squamosa L) Pada Konsentrasi 15%
Mortalitas Aedes aegypti Pada Konsentrasi 15%
Waktu Pengamatan

Replikasi

Jumlah

Persentase
(%)

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

ke-1

ke-2

ke-3

ke-4

ke-5

ke-6

ke-24

40%

II

50%

III

40%

IV

50%

4,5

45%

Rata-rata

Sedangkan berdasarkan tabel 5.6. persentase rata-rata mortalitas Aedes


aegypti setelah penyemprotan larutan ekstrak biji srikaya dengan konsentrasi 15%
yaitu sebesar 45%. Adapun jumlah mortalitas terbanyak terjadi pada replikasi ke-2
dan ke-5 dengan jumlah mortalitas masing-masing sebanyak 5 ekor. Sedangkan
jumlah mortalitas terkecil terjadi pada replikasi ke-1 dan ke-3 dengan jumlah
mortalitas masing-masing sebanyak 4 ekor Aedes aegypti. Mortalitas terbanyak
terjadi pada jam ke-24 dengan jumlah mortalitas sebanyak 3 ekor Aedes aegypti

4.

Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada Konsentrasi 20%


Data hasil pengamatan angka kejatuhan dan mortalitas nyamuk Aedes aegypti

setelah dilakukan penyemprotan dengan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L)


pada konsentrasi 20% ialah sebagai berikut.

65

Tabel 5.7 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak
Biji Srikaya (Annona squamosa L) Pada Konsentrasi 20%
Angka Kejatuhan Aedes aegypti Pada
Konsentrasi 20%
Replikasi

Persenta

Waktu Pengamatan

Jumlah

se
(%)

Menit

Menit

Menit

Menit

Menit

Menit

ke-10

ke-20

ke-30

ke-40

ke-50

ke-60

70%

II

60%

III

70%

IV

70%

6,5

65%

Rata-rata

Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 5.7 diatas, diketahui bahwa
penyemprotan larutan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) dengan konsentrasi
20% dapat menyebabkan kejatuhan Aedes aegypti dengan persentase rata-rata sebesar
65%. Dengan kejatuhan terbanyak hingga 7 ekor yaitu pada replikasi ke-1, ke-3, dan
ke-4. Sementara pada replikasi ke-2 hanya terdapat 6 ekor Aedes aegypti yang jatuh
setelah penyemprotan. Angka kejatuhan terbanyak terjadi pada menit ke-10 yaitu
dengan kejatuhan terbanyak sebesar 4 ekor Aedes aegypti yaitu pada replikasi ke-1,
ke-3, dan ke-4.

66

Tabel 5.8 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji
Srikaya (Annona squamosa L) Pada Konsentrasi 20%
Mortalitas Aedes aegypti Pada Konsentrasi 20%
Waktu Pengamatan

Replikasi

Jumlah

Persentase
(%)

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

ke-1

ke-2

ke-3

ke-4

ke-5

ke-6

ke-24

70%

II

80%

III

60%

IV

70%

70%

Rata-rata

Sementara berdasarkan tabel 5.8 persentase rata-rata mortalitas Aedes aegypti


terbanyak setelah penyemprotan larutan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L)
pada konsentrasi 20% ialah sebesar 70%. Mortalitas terbanyak terjadi pada replikasi
ke-2 yaitu sebanyak 8 ekor Aedes aegypti. Sedangkan mortalitas terkecil terjadi pada
replikasi ke-3 dengan jumlah mortalitas sebanyak 6 ekor. Adapun waktu mortalitas
terbesar terjadi pada jam ke-24 dengan jumlah mortalitas sebanyak 6 ekor Aedes
aegypti yang terjadi pada replikasi ke-2.

5.

Angka Kejatuhan dan Mortalitas Aedes aegypti pada Konsentrasi 25%


Data hasil pengamatan angka kejatuhan dan mortalitas nyamuk Aedes aegypti

setelah penyemprotan larutan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) dengan


konsentrasi 25% dapat dilihat pada tabel berikut.

67

Tabel 5.9 Data Angka Kejatuhan Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak
Biji Srikaya (Annona squamosa L) Pada Konsentrasi 25%
Angka Kejatuhan Aedes aegypti Pada
Konsentrasi 25%
Replikasi

Waktu Pengamatan

Jumlah

Persentase
(%)

Menit

Menit

Menit

Menit

Menit

Menit

ke-10

ke-20

ke-30

ke-40

ke-50

ke-60

90%

II

90%

III

10

100%

IV

90%

9,25

92,5%

Rata-rata

Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 5.9 diatas, diketahui bahwa
persentase rata-rata kejatuhan Aedes aegypti setelah penyemprotan larutan ekstrak biji
srikaya (Annona squamosa L) dengan konsentrasi 25% ialah sebesar 92,5%. Dengan
kejatuhan terbanyak yaitu 10 ekor yang terjadi pada replikasi ke-3. Sementara
kejatuhan Aedes aegypti pada replikasi ke-1, ke-2, dan ke-4 yaitu sebanyak 9 ekor.
Adapun jumlah kejatuhan terbanyak terjadi pada menit ke-10 dengan kejatuhan
terbesar sebanyak 7 ekor yaitu pada replikasi ke-2.

68

Tabel 5.10 Data Mortalitas Aedes aegypti Setelah Penyemprotan Ekstrak Biji
Srikaya (Annona squamosa L) Pada Konsentrasi 25%
Mortalitas Aedes aegypti pada konsentrasi 25%
Waktu Pengamatan

Replikasi

Jumlah

Persentase
(%)

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

Jam

ke-1

ke-2

ke-3

ke-4

ke-5

ke-6

ke-24

10

100%

II

90%

III

80%

IV

10

100%

9,25

92,5%

Rata-rata

Berdasarkan tabel 5.10 diatas persentase rata-rata angka mortalitas Aedes


aegypti setelah penyemprotan larutan ekstrak biji srikaya dengan konsentrasi 25%
ialah sebesar 92,5%. Mortalitas terbanyak terjadi pada replikasi ke-1 dan ke-4 dengan
jumlah mortalitas sebanyak 10 ekor. Sementara jumlah mortalitas terkecil terjadi pada
replikasi ke-3 yaitu sebanyak 8 ekor. Adapun waktu mortalitas terbesar terjadi pada
jam ke-24 dengan jumlah mortalitas terbanyak yaitu 8 ekor pada replikasi ke-4.

B.

Nilai KT90 dan LC50 Annona squamosa L


Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui knockdown time 90 (KT90) dari Aedes

aegypti setelah terpapar ekstrak biji srikaya (Annona squamosa) yaitu 30 menit pada
konsentrasi 25%. Sedangkan, hasil analisis probit nilai LC50 dari ekstrak biji srikaya
(Annona squamosa L) yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti yaitu sebesar 14,71%

69

atau 14,71ml/100ml. Dari analisis korelasi dan regresi linier terhadap hubungan
antara konsentrasi dan probit diperoleh nilai P = 0.003. Adapun grafik hubungan

Probit

antara konsentrasi dengan probit ialah sebagai berikut :

y = -0,052 + 0.037x

1,00
0,90
0,80
0,70
0,60
0,50
0,40
0,30
0,20
0,10
0,00

R2 = 0.982

LC50

0%

5%

10%

15%

20%

25%

Konsentrasi (%)
Grafik 5.1 Persamaan Garis Regresi LC50

30%

70

BAB VI
PEMBAHASAN

A.

Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yaitu :


1. Kotak perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini hanya berukuran 20 cm
x 20 cm x 20 sedangkan dalam kehidupan sehari-hari area kontak antara
insektisida dengan Aedes aegypti lebih luas. Sehingga potensi dari ekstrak biji
akan menurun bila srikaya diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari di
ruangan yang terbuka dan area yang lebih luas .
2. Adanya kemungkinan terserapnya insektisida sintetis oleh tanaman srikaya
yang digunakan dalam penelitian akibat pola air tanah. Sehingga diduga ada
pengaruh dari insektisida yang terserap oleh tanaman srikaya terhadap
efektivitas ekstrak biji srikaya yang diperoleh dari penelitian ini.

B.

Pengaruh Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Terhadap Angka


Kejatuhan Aedes aegypti
Hasil penelitian diperoleh dari pemaparan ekstrak biji srikaya (Annona

squamosa L) dengan berbagai konsentrasi yang berbeda untuk mengetahui potensinya


sebagai bioinsektisida terhadap vektor demam berdarah dengue yaitu Aedes aegypti.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan 5 konsentrasi yang berbeda yaitu 0%

71

(kontrol), 10%, 15%, 20%, dan 25% dengan 4 kali pengulangan menunjukkan hasil
yang berbeda-beda terhadap angka kejatuhan Aedes aegypti.
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa penyemprotan pada konsentrasi 0%
(kontrol) dengan menggunakan heksana tidak terdapat nyamuk yang jatuh pada 60
menit setelah paparan. Hal tersebut menunjukkan bahwa larutan heksana tanpa
campuran ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) tidak berpengaruh terhadap
Aedes aegypti sehingga tidak menyebabkan kejatuhan.
Dari tabel 5.3; 5.5; 5.7; dan 5.9 diketahui bahwa adanya peningkatan
konsentrasi ekstrak biji srikaya yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti sejalan
dengan angka kejatuhan nyamuk. Semakin tinggi konsentrasi, semakin banyak
nyamuk yang jatuh. Hal tersebut terbukti dari hasil pengamatan angka kejatuhan
nyamuk selama 60 menit setelah pemaparan. Angka kejatuhan Aedes aegypti mulai
terjadi pada konsentrasi 10%

dengan persentase rata-rata sebesar 45%. Angka

kejatuhan meningkat pada konsentrasi 15%. Yaitu dengan rata-rata persentase


kejatuhan sebesar 55%. Pada konsentrasi 20% angka kejatuhan naik hingga sebesar
65%. Begitu juga pada konsentrasi 25% angka kejatuhan Aedes aegypti naik hingga
92,5%.
Cochran (1994) dalam Astari dan Ahmad (2005) menyatakan bahwa efek
kejatuhan akan terjadi segera setelah terjadinya paparan. Semakin lama waktu yang
dibutuhkan oleh serangga untuk jatuh setelah paparan dapat menunjukkan kurangnya
efektivitas dari insektisida yang dipaparkan atau mungkin terjadi resistensi serangga
terhadap insektisida tersebut.

72

Berdasarkan hasil pengamatan nilai Knockdown Time 90 (KT90) terpenuhi pada


konsentrasi 25% dengan waktu jatuh 30 menit. Dimana pada konsentrasi tersebut,
terdapat angka kejatuhan Aedes aegypti hingga sebesar 90% atau 9 ekor hingga waktu
30 menit. Berdasarkan kriteria efikasi, suatu formulasi dapat dinyatakan efektif
apabila knockdown time 90 (KT90) paling lama 30 menit (Komisi Pestisida, 2012).
Meskipun knockdown time 90 terpenuhi pada waktu 30 menit setelah paparan,
namun berdasarkan tabel hasil pengamatan diketahui bahwa angka kejatuhan Aedes
aegypti terbanyak terjadi pada menit ke-10 hingga menit ke-30 dan semakin menurun
hingga menit ke-60.
Hal tersebut mungkin terjadi karena adanya perbedaan mekanisme metabolik
dalam tubuh Aedes aegypti dalam mensintesis komponen zat aktif dari ekstrak biji
srikaya yang dipaparkan atau terjadi perubahan Aedes aegypti terhadap lingkungan
yang menyebabkan terjadinya imunitas dalam tubuh Aedes aegypti (Marcombe et. al,
2012).
Selain itu, hal tersebut juga dapat terjadi karena adanya efek dari komponen zat
aktif dalam ekstrak biji srikaya. Welling (1977) menyatakan bahwa efek dari
komponen insektisida dipengaruhi oleh kuantitas komponen toksik yang bergantung
pada sifat komponen tersebut terhadap organisme sasaran dan juga konsentrasi
paparan yang berhubungan dengan waktu. Tetapi lebih lanjut, Welling menyatakan
bahwa hubungan antara konsentrasi dengan waktu tidak hanya dijelaskan melalui
mekanisme pada proses intoksikasi tetapi juga interaksi yang terjadi dalam proses
intoksikasi insektisida tersebut.

73

C.

Pengaruh Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Terhadap Mortalitas


Aedes aegypti
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui bahwa penyemprotan pada konsentrasi 0%

(kontrol) dengan menggunakan heksana tidak terdapat nyamuk yang mati pada jam
pertama setelah paparan maupun hingga jam ke-24. Hal tersebut menunjukkan bahwa
larutan heksana tanpa campuran ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L) tidak
berpengaruh terhadap Aedes aegypti. Sehingga tidak menyebabkan kematian. Oleh
karena itu, tidak perlu dilakukan koreksi mortalitas pada kelompok kontrol dengan
rumus Abbot.
Berdasarkan hasil pengamatan pada tabel 5.4; 5.6; 5.8; dan 5.10 diketahui data
mortalitas Aedes aegypti pada waktu pengamatan hingga 24 jam setelah paparan.
Mortalitas Aedes aegypti terjadi pada konsentrasi 10% yaitu dengan persentase ratarata kematian sebesar 25%. Pada konsentrasi 15% terjadi peningkatan mortalitas
Aedes aegypti hingga mendekati 50% yaitu dengan persentase rata-rata sebesar 45%.
Pada konsentrasi 20%, mortalitas Aedes aegypti naik menjadi 70% dan terus
meningkat hingga konsentrasi 25% dengan persentase rata-rata 92,5%. Dimana hal
tersebut menunjukkan bahwa angka kematian tertinggi terjadi pada konsentrasi 25%.
Adapun waktu kematian Aedes aegypti terbanyak terjadi pada jam ke-24 bila
dibandingkan dengan jumlah Aedes aegypti yang mati pada jam ke-1 hingga jam ke6.
Pada grafik 5.1 diketahui

bahwa berdasarkan analisis probit,

nilai LC 50

(Lethal Concentration 50) larutan ekstrak biji srikaya yang dipaparkan terhadap

74

Aedes aegypti yaitu sebesar 14,71 ml/100 ml (14,71%). Hal tersebut menunjukkan
bahwa konsentrasi terendah dari larutan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa L)
yang dapat membunuh hingga 50% Aedes aegypti ialah sebesar 14,71 ml/100 ml
pada waktu pengamatan 24 jam setelah paparan. Hasil analisis regresi dan korelasi
konsentrasi terhadap probit didapat nilai p = 0.003 (p < 0.05) dengan nilai R2 = 0.982.
Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang nyata antara konsentrasi
ekstrak biji srikaya dengan probabilitas kematian Aedes aegypti. Semakin tinggi
konsentrasi ekstrak biji srikaya yang dipaparkan, semakin tinggi pula probabilitas
kematian Aedes aegypti.
Berdasarkan Paramita et.al (2010) potensi ekstrak biji srikaya akan semakin
meningkat seiring dengan dengan lamanya waktu paparan dan peningkatan
konsentrasi. Hal tersebut disebabkan karena zat asetogenin dari biji srikaya bersifat
sebagi racun kontak. Dimana semakin lama waktu paparan, semakin banyak pula
senyawa asetogenin yang masuk ke dalam tubuh Aedes aegypti melalui kontak fisik
setelah terjadi paparan ekstrak biji srikaya. Sehingga efek asetogenin terhadap
nyamuk semakin besar.
Prijono (1994) dalam Wardhana et.al (2005) menyatakan bahwa penyerapan
insektisida racun kontak sebagian besar terjadi pada kutikula. Senyawa aktif akan
berpenetrasi ke dalam tubuh serangga melalui bagian yang dilapisi oleh kutikula yang
tipis, seperti selaput antar ruas, selaput persendian pada pangkal embelan dan
kemoreseptor pada tarsus. Annonain dan squamosin yang terdapat dalam ekstrak biji

75

srikaya diduga mampu berdifusi dari lapisan kutikula yang tipis hingga menyebar ke
seluruh tubuh Aedes aegypti melalui aliran hemolimfa.
Pada hasil observasi memperlihatkan bahwa setelah paparan larutan ekstrak biji
srikaya (Annona squamosa L), terjadi perubahan perilaku Aedes aegypti. Setelah
terjatuh ke dasar kotak perlakuan akibat adanya paparan, gerakan Aedes aegypti
terlihat lemah, melambat, lebih diam, dan malas bergerak. Selain itu nyamuk terlihat
malas menghampiri pakan berupa air gula yang diberikan setelah 1 jam pengamatan.
Setelah 1 jam pengamatan setelah paparan terjadi peningkatan jumlah Aedes
aegypti yang mati dan terus meningkat hingga waktu pengamatan 24 jam setelah
paparan. Hal tersebut disebabkan karena adanya kontak antara Aedes aegypti dengan
residu dari ekstrak biji srikaya yang menempel pada kotak perlakuan. Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya bahwa semakin lama waktu paparan, semakin banyak
pula senyawa asetogenin yang masuk ke dalam tubuh Aedes aegypti melalui kontak
fisik. Dimana hal tersebut terjadi melalui kontak fisik antara tubuh Aedes aegypti
dengan permukaan kotak perlakuan yang mengandung residu dari ekstrak biji srikaya.
Adanya peningkatan konsentrasi larutan ekstrak biji srikaya yang dipaparkan
menyebabkan lebih banyak Aedes aegypti yang jatuh dan mati. Karena peningkatan
konsentrasi larutan akan meningkatkan kandungan kimia yang bersifat toksik bagi
Aedes aegypti. Sehingga akan menggangu proses fisiologis Aedes aegypti dan
menyebabkan nyamuk berkurang aktivitas makan dan keaktifannya hingga akhirnya
mati.

76

Biji srikaya banyak mengandung senyawa asetogenin seperti annonin atau


annonasin, bulatasin, bulatasinon, squamosin, asimisin, dan annonastatin. Dimana
zat-zat tersebut memiliki efek toksik ketika dimakan oleh serangga. Kandungan
squamosin pada biji srikaya dapat mempengaruhi perilaku serangga dan dapat
menghambat aktivitas makan serangga pada konsentrasi yang tinggi (Londershausen
(1991), Manuwoto et.al (1994) dalam Wardhana et.al (2004)).
Senyawa asetogenin memiliki cara kerja yang sama dengan cara kerja senyawa
rotenon (pyrethrins) yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut yang bersifat
sitotoksik dan dengan menyerang respirasi sel serangga (Nurlela (2010) dalam
Paramita et.al (2010)). Cara kerja insektisida dengan efek racun perut atau
penghambat makan yang dipaparkan pada serangga ialah melalui mesenteron
(salaruran cerna bagian tengah). Insektisida akan terserap dalam dinding mesenteron
yang tersusun atas sel-sel epitelium yang terdiri atas senyawa lipida dan protein dan
bersifat lipofilik (Prijono (1988) dalam Wardhana et. al (2004)),
Biji srikaya memiliki kandungan lemak yang cukup tinggi yaitu 42-45%.
Senyawa aktif yang terkandung dalam daging biji srikaya yang larut dalam lemak
akan mudah terserap oleh sel-sel epitelium pada dinding mesenteron sehingga
menyebabkan kematian sel epitelium pada mesenteron (Kardinan (2000) dalam
Wardhana et.al (2004)).
Dalam penelitian ini ekstrak biji srikaya yang dihasilkan berupa larutan lemak
berwarna kuning yang kemudian dilarutkan dengan pelarut heksana. Pelarut heksana

77

merupakan senyawa non polar yang mampu melarutkan lemak dan senyawa-senyawa
lipofilik lainnya dalam suatu bahan atau organisme (Wardhana et.al, 2004).
Oleh karena itu, ekstrak biji srikaya yang dihasilkan pada penelitian ini diduga
memiliki efek racun perut (antifeedant) terhadap Aedes aegypti. Paparan ekstrak biji
srikaya dengan pelarut heksana akan terserap ke dalam mesenteron dan merusak selsel epitelium yang bersifat lipofilik. Akibat adanya kematian sel pada pada
mesenteron menyebabkan terhambatnya aktivitas makan Aedes aegypti. Sehingga
nyamuk menjadi malas makan hingga akhirnya mati karena kekurangan energi.
Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Herminanto et.al
(2004) bahwa penggunaan ekstrak biji srikaya dapat mempengaruhi aktivitas makan
ulat krop kubis. Dimana terjadi penurunan aktivitas makan pada ulat krop sebesar
91,99%- 97,87% saat peningkatan konsentrasi ekstrak dari 3-15cc/l. Hal tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak menyebabkan kondisi
kondisi tubuh ulat semakin lemah dan berakibat turunnya nafsu makan.
Kandungan annonain dan squamosin bersifat sitotoksik dan neurotoksik.
Senyawa tersebut dapat menimbulkan kematian sel apabila masuk ke dalam tubuh.
Saat masuk ke dalam tubuh, senyawa tersebut akan menghalangi ikatan enzim NADH
dengan sitokrom c-reduktase dan sitokrom komplek sub unit I yang berada dalam
mitokondria serangga. Akibatnya pernapasan sel terhenti dan mengakibatkan
kematian pada serangga (Londershausen et.al (1991) dalam Wardhana et.al (2004)).

78

D.

Potensi Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Sebagai Bioinsektisida


dalam upaya Integrated Vector Management
Integrated Vector Management (IVM) atau pengendalian vektor terpadu

merupakan konsep pengendalian vektor dengan mengintegrasikan cara-cara yang


potensial secara efektif, ekonomis, dan ekologis untuk menekan populasi serangga
vektor pada aras yang dapat ditoleransi. Salah satu prinsip dalam IVM ialah usaha
mencari dan menyusun cara-cara alternatif yang kompatibel dan efektif dalam
mengendalikan vektor dan penyakit (Oka (1995) dalam Supartha (2008)).
Salah satu pendekatan IVM ialah penggunaan alternatif biologis yang dapat
digunakan sebagai pengganti bahan kimia. Dimana metode yang paling sering
digunakan ialah metode pengendalian biologis dan bioinsektisida atau botanikal (SPIPM, 2006).
Srikaya merupakan salah satu jenis tanaman yang memiliki potensi untuk
digunakan sebagai insektisda nabati. Biji srikaya mengandung senyawa kimia
golongan asetogenin yang terdiri atas squamosin dan asimisin yang memiliki efek
racun perut bagi serangga. Selain itu senyawa asetogenin yang terdapat dalam biji
srikaya juga memiliki sifat yang mirip dengan senyawa rotenon yaitu menghambat
produksi energi dalam mitokondria baik pada serangga maupun mamalia
(Herminanto et. al (2004); Isman (2006)).
Berdasarkan hasil penelitian ini, biji srikaya diketahui berpotensi sebagai
bioinsektisida dan memenuhi syarat sebagai insektisida yang baik. Hal tersebut

79

diketahui berdasarkan nilai lethal concentration 50 (LC50) dan knockdown time 90


(KT90) yang didapat dari penelitian ini.
Adapun nilai LC50 yang diperoleh dalam penelitian ini ialah sebesar 14,71 %
atau 14,71ml/100ml dan nilai KT90 sebesar 30 menit yang tercapai pada konsentrasi
25%. Nilai LC50 tersebut menunjukkan bahwa kandungan 14,71 ml ekstrak biji
srikaya yang terkandung dalam 100 ml larutan ekstrak biji srikaya merupakan batas
konsentrasi minimum yang dibutuhkan untuk dapat membunuh hingga 50% Aedes
aegypti. Sedangkan nilai KT90 menunjukkan bahwa ekstrak biji srikaya dengan
konsentrasi 25% merupakan konsentrasi minimum yang dibutuhkan untuk
menjatuhkan hingga 90% Aedes aegypti dalam waktu 30 menit.
Meskipun konsentrasi dan waktu yang dibutuhkan oleh ekstrak biji srikaya
untuk menjatuhkan dan membunuh Aedes aegypti lebih besar dan lebih lama
dibandingkan dengan insektisida sintetis, namun penggunaan ekstrak biji srikaya
sebagai bioinsektisida lebih aman dan ekologis dibandingkan dengan insektisida
sintetis. Hal tersebut dikarenakan sifat ekstrak biji srikaya yang spesifik, yaitu hanya
membunuh organisme sasaran. Terbukti pada saat penelitian tidak ditemukan
serangga lain yang terdapat di sekitar area uji yaitu semut dan lalat yang mati akibat
terkena paparan dari ekstrak biji srikaya yang dipaparkan terhadap Aedes aegypti
pada kotak perlakuan.
Selain itu,. bahan aktif ekstrak biji srikaya yang berasal dari alam membuat
penggunaan ekstrak biji srikaya sebagai bioinsektisida lebih mudah terdegradasi oleh
alam dan tidak meninggalkan residu yang dapat terakumulasi pada air, tumbuhan, dan

80

hewan lain. Sehingga penggunaan ekstrak biji srikaya sebagai bioinsektisida aman
bagi manusia dan lingkungan.
Berbeda dengan penggunaan ekstrak biji srikaya sebagai bioinsektisida,
penggunaan insektisida sintetis dalam mengendalikan serangga vektor termasuk
Aedes aegypti dinilai lebih banyak merugikan. Meskipun insektisida sintetis memiliki
daya bunuh yang cepat, namun insektisida sintetis berbahaya bagi manusia dan
lingkungan. Hal tersebut dikarenakan insektisida sintetis dapat meninggalkan residu
yang akan terakumulasi dalam air, bahan makanan, susu, dan lain-lain yang dapat
membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, insektisida sintetis sukar terdegradasi
oleh alam dan butuh waktu bertahun-tahun untuk dapat terurai oleh alam serta dapat
menyebabkan terjadinya resistensi vektor (Sharma et.al, 2011).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa konsep IVM ialah dengan
mengintegrasikan cara-cara yang potensial secara efektif, ekonomis, dan ekologis
untuk menekan serangga vektor. Oleh karena itu ekstrak biji srikaya dapat dijadikan
sebagai salah satu alternatif dalam pengendalian vektor terpadu (IVM) termasuk
Aedes aegypti yang merupakan vektor DBD.
Hal tersebut dikarenakan biji srikaya cara penggunaan biji srikaya yang mudah
serta mudah dilarutkan dengan pelarut, murah dan mudah didapat, tidak mempunyai
bau yang menyengat, tidak mudah terbakar, dan mempunyai daya bunuh yang besar,
aman, selektif, tidak mencemari lingkungan, dan residunya relatif pendek (Paramita
(2010); Herminanto et.al (2004)).

81

Selain itu, insektisida dari ekstrak biji srikaya juga memiliki nilai ekonomis dan
dapat disimpan lama tanpa mengalami penurunan aktivitas insektisida. Hal tersebut
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh A.K. Satria dan Prasetyowati (2012) yang
menyatakan bahwa ekstrak biji srikaya disimpan dengan rentang waktu yang berbeda
yaitu 0, 1, 2, dan 3 minggu tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap
mortalitas larva Culex quinquefasciatus.

82

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Ekstrak biji srikaya terbukti berpotensi sebagai bioinsektisida dalam upaya
integrated vector management terhadap Aedes aegypti berdasarkan nilai
LC50 dan KT90 serta sesuai dengan konsep IVM yaitu efektif, ekonomis,
dan ekologis.
2. Nilai lethal concentration 50 (LC50) dari ekstrak biji srikaya yang
dipaparkan

terhadap

Aedes

aegypti

yaitu

sebesar

14,71%

atau

14,71ml/100ml.
3. Knockdown Time 90 (KT90) dari ekstrak biji srikaya yang dipaparkan
terhadap Aedes aegypti ialah 30 menit yang terjadi pada konsentrasi 25%.

B.

Saran
1. Bagi Dinas Kesehatan
Perlunya dukungan dan sosialisasi dari dinas kesehatan terhadap masyarakat
terkait dengan potensi ekstrak biji srikaya sebagai bioinsektisida yang
ramah lingkungan dan ekonomis sebagai pengganti insektisida sintetis.

83

2. Bagi Peneliti Lain

Perlunya penelitian lebih lanjut terkait penggunaan ekstrak biji srikaya


sebagai bioinsektisida terhadap Aedes aegypti pada area yang lebih
luas.

Perlunya penelitian lebih lanjut terkait dengan pemisahan senyawa


aktif dari ekstrak biji srikaya untuk digunakan sebagai bioinsektisida
terhadap Aedes aegypti

84

DAFTAR PUSTAKA

A.K. Satria, W dan Heni Prasetyowati. 2012. Daya Larvasida Ekstrak Biji Srikaya
(Annona squamosa) Dengan Rentang Waktu Penyimpanan Yang Berbeda
Terhadap Larva Culex quinquefasciatus. Jurnal Aspirator 4 (1) : 21-26.
Achmadi, Umar Fahmi. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta :
Rajawali Press
Aradilla, A. Shikka. 2009. Uji Efektivitas Larvasida Ekstrak Etanol Daun Mimba
(Azadirachta indica) Terhadap Larva Aedes aegypti. Semarang : Skripsi
Universitas Diponegoro.
Arnason, JT, M Abou-Zaid, JT Romeo [eds.]. 2005. Recent Advances in
Phytochemistry, Volume 39:

Chemical Ecology and Phytochemistry of

Forests and Forest Ecosystems : Elsevier.


Asmaliyah. 2005. Prospek Pemanfaatan Bioinsektisida Sebagai Alternatif Dalam
Pengendalian Hama Pada Hutan Tanaman.Makalah Penunjang pada Seminar
Hasil-Hasil Penelitian Optimalisasi Peran IPTEK dalam Mendukung
Peningkatan Produktivitas Hutan dan Lahan. Jambi, 22 Desember 2005
Assefa, Tigist. 2011. Evaluation Of The Larvicidal Effects Of Annona squamosa And
Tagetes minuta Essential Oils And Crude Extracts Against Anopheles

85

Mosquito Larvae Under Laboratory And Semi Field Condition. Tesis.Addis


Ababa University.
Astari, S dan Intan Ahmad. 2005. Insecticide Resistance And Effect Of Piperonyl
Butoxide As A Synergist In Three Strains Of Aedes aegypti (Linn.) (Diptera :
Cullicidae) Against Insecticides Permethrin, Cypermethrin, And D-Allethrin.
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol.33 No. 22 : 73-79
Dadang, Eva Dwi Fitriasari, dan Djoko Prijono. 2009. Effectiveness Of Two Botanical
Insecticide Formulations To Two Major Cabbage Insect Pests On Field
Application. J. ISSAAS Vol. 15, No. 1: 42-51
Dadang. 2006. Pengenalan Pestisida dan Teknik Aplikasi. Workshop Hama dan
Penyakit Tanaman Jarak (Jatropha curcas Linn.) : Potensi Kerusakan dan
Teknik Pengendaliannya. IPB : Bogor
Darwiati, Wida. 2009. Uji Efikasi Ekstrak Tanaman Suren (Toona sinensis Merr)
Sebagai Insektisida Nabati Dalam Pengendalian Hama Daun (Eurema Spp.
Dan Spodoptera litura F.). Skripsi Institut Pertanian Bogor.
DepKes RI. 2004. Perilaku Dan Siklus Nyamuk Aedes Aegypti Sangat Penting
Diketahui Dalam Melakukan Kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk
Termasuk Pemantauan Jentik Berkala. Buletin Harian (Newsletter) Tim
Penanggulangan DBD Departemen Kesehatan RI. Edisi Rabu, 10 Maret 2004.
Febrianni, Astri. 2011. Aktivitas Insektisida Ekstrak Biji Annona squamosa, Minyak
Atsiri Daun Cinnamomum multiflorum, Ekstrak Daun Tephrosia vogelii, Dan

86

Campuran

Ketiganya

Terhadap

Larva

Plutella

xylostella

(L.)

(Lepidoptera:Yponomeutidae). Skripsi Institut Pertanian Bogor.


Fitriani, Fifit. 2004. Pengaruh Ekstrak Daun Legundi (Vitex trifolia L.) Dalam
Konsentrasi Yang Sangat Rendah Terhadap Perkembangan Stadium
Pradewasa Nyamuk Culex quinquefasciatus.Skripsi.Institut Pertanian Bogor.
Georgis, Roman. 2006. Present And Prospects Of Biological Insecticides. Cornell
Community Conference on Biological Control. 11-13 April 1996. Diunduh
dari

http://www.web.entomology.cornell.edu/shelton/cornell-biocontrol-

conf/talks/georgis.html pada tanggal 26 Februari 2014.


Herminanto, Wiharsi, dan Topo Sumarsono. 2004. Potensi Ekstrak Biji Srikaya
(Annona squamosa L.) Untuk Mengendalikan Ulat Krop Kubis Crocidolomia
Pavonana F. Jurnal Agrosains 6 (1): 31-35
Imron, M dan Amrul Munif. 2010. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan. CV.
Sagung Seto : Jakarta
Intaranongpai, J.et.al. 2006. Anti Head-Lice Effect of Annona Squamosa Seed.Vol. 37
No.3. May 2006
Iriyanto, Muhammad. 2009. Uji Efektivitas Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosal
L.) Terhadap Mortalitas Kutu Kepala (Pediculus humanus var.) Secara In
Vitro. Skripsi .Universitas Muhammadiyah Malang.
Ishartadiati. K. 2012. Aedes aegypti Sebagai Vektor Demam Berdarah Dengue.
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

87

Isman, Murray B. 2005. Tropical Forest As Sources Of Natural Insecticides. Recent


Advances In Phytochemistry, Vol. 39. Elsevier. 2005
Kardinan, A. 2001. Mengenal Lebih Dekat Tanaman Pengusir dan Pembasmi
Nyamuk. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Kempraj, V. dan S.K. Bhat. 2011. Acute dan Reproductive Toxicity of Annona
squamosal to Aedes albopictus. Pesticide Chemistry dan Physiology Vol. 100
: 82-86
Khalequzzaman, M dan S. Sultana. 2006.Insecticidal Activity of Annona Squamosa L.
Seed Extracts Against The Red Flour Beetle, Tribolium Castaneum (Herbst).
J. Bio-Sci. No. 14: 107-112
Kiswanti, Enifia Dwi. 2009. Pemanfaatan Karagenan Yang Ditambahkan Minyak
Sereh

Wangi

Pada

Formula

Gel

Penolak

Nyamuk

Culex

quinquefasciatus.Skripsi.Institut Pertanian Bogor.


Komisi Pestisida.. 2012. Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah Tangga
Dan Pengendalian Vektor. Direktorat Pupuk Dan Pestisida Direktorat
Jenderal Prasarana Dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian.
Kulsum, Y.U. 1998. Kajian Daya Insektiisda Biji Sirsak (Annona muricata L.) Dan
Srikaya (Annona squamosa L) Terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais
Motschulsky. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Kustiamah, Eka. 2010. Uji Efikasi Larutan Ekstrak Tembakau (Nicotiana tabacum
L.) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegyti Instar II dan IV).Diunduh dari
http://ekadesu.blogspot.com/2010/04/abstrak.html, tanggal 27 April 2013.

88

Lapworth, DJ. et. al. 2006. Pesticides In Groundwater: Some Observations On


Temporal And Spatial Trends. Water and Environment Journal 20 (2) : 55-64
Leatemia, J.A. dan M.B. Isman. 2004. Insecticidal Activity Of Crude Seed Extracts
of Annona Spp., Lansium Domesticum and Sdanoricum Koetjape Against
Lepidopteran Larvae. Phytoparasitica Vol. 32, No.1: 30-37
Ludyahantoro,A. dan Tukiran. 2012. Formulasi Bioinsektisida Dari Ekstrak
Kloroform Batang Tumbuhan Bakau Hitam (Rhizophora mucronata
Lamk.).UNESA Journal of Chemistry.Volume 1.No.1 Mei 2012.
Marcombe, S. et. al.2012. Insecticide Resictance In The Dengue Vector Aedes aegypti
From

Martinique

Distribution,

Mechanism,

And

Relations

With

Environmental Factors. Plus ONE 7 (2)


Margino, S. et.al. 2002. Antifungi Penghambat Fusarium oxysporum f.sp. cubense
Yang Disintesis Oleh Fungi Endofit. Gama Sains. Vol 4 (2) : 112-120
Nur, Isnaeni. 2006. Ketahanan Dan Pengaruh Fitotoksisitas Campuran Ekstrak Piper
Retrofractum & Annona Squamosa Pada Pengujian Semi Lapang. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor.
Nurvirli, Yevi. 2010. Status Kerentanan Nyamuk Culex quinquefasciatus Dari
Berbagai Daerah Terhadap Insektisida D-Aletrin MC. Skripsi Institut
Pertanian Bogor.
Orwa et al.2009. Annona squamosa L. Agroforestry Database 4.0
Pandey, Neha dan Dushyant Barve. Phytochemical and Pharmacological Review
on Annona squamosa

Linn.

International

Journal of Research in

89

Pharmaceutical And Biomedical Sciences. Vol. 2, No. 4 Oktober - Desember


2011
Paramita, M.A, Agustin I, dan R. Setyohadi. 2010. Uji Potensi Ekstrak Biji Srikaya
(Annona squamosa L) Sebagai Bioinsektisida Terhadap Kecoak (Blattaria)
Dengan Metode Racun Kontak. Tugas Akhir. Universitas Brawijaya.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 374/MenKes/Per/III/2010.
Tentang Pengendalian Vektor.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 07/Permentan/Sr.140/2/2007. Tentang Syarat
Dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida
Pinto, A. C. de Q. et.al. 2005. Annona Species. International Centre for Underutilised
Crops, University of Southampton.
Profil Kesehatan Indonesia 2009. Kementerian Kesehatan Tahun 2010.
Protocols For Uniform Evaluation of Insecticides For Use In Vector Kontrol. Indian
Council of Medical Research : India
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan RI. Filariasis di
Indonesia. 2010.. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 1, Juli 2010.
Rahayu, Misti. et.al. 2010. Studi Kohort Kejadian Penyakit Demam Berdarah
Dengue. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 26 No. 4 : 163-170.
Riata, Rita dan Anindyajati. 2012. Srikaya : Annona squamosa L. Diakses dari
http://.www.crc.farmasi.ugm.ac.id, pada tanggal 12 April 2012.

90

Rossiana, Nia. 2006. Uji Toksisitas Limbah Cair Tahu Sumedang Terhadap
Reproduksi Daphnia carinata King. Laporan Penelitian Universitas
Padjajaran.
Sastrosiswojo, Sudarwohadi. 2002. Kajian Sosial Ekonomi dan Budaya Penggunaan
Biopestisida Di Indonesia. Kumpulan Makalah Lokakarya Keanekaragaman
Hayati Untuk Perlindungan Tanaman, Yogyakarta 7 Agustus 2002.
Sekar Sari, W.D. 2010. Efektifitas Ekstrak Daun Babdanotan (Ageratum conyzoides
L) Terhadap Mortalitas Nyamuk Aedes aegypti.Skripsi. Universitas Sumatera
Utara.
Setiawati, Wiwin, et.al. 2008. Tumbuhan Bahan Pestisida Nabati dan Cara
Pembuatannya untuk Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan
(OPT). Prima Tani. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Setyowati, E.A. 2013. Biologi Nyamuk Aedes eegypti Sebagai Vektor Demam
Berdarah Dengue. Universitas Jenderal Soedirman.
Sharma et.al. 2011. Bioprospection of Some Plants for Management of Aedes aegypti
L. Current Botany Vol. 2 No.4 : 44-47
Soegijanto, S. 2006. Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia.
Airlanggga : Surabaya.
SP-IPM. 2006. Integrated Pest Mmanagement Research Brief No.4 : Biological
Alternatifs to Harmful Chemical Pesticides. Republik of Benin.

91

Sudrajat et.al. 2011. Bioprospeksi Sirih Hutan (Piper aduncum L) Sebagai Sumber
Bahan Baku Obat Larvasida Nyamuk Aedes aegypti L Vektor Virus Dengue.
Universitas Mulawarman.
Sundari, Sri. dan Tri Wulandari. 2005. Efikasi Fase Air Ekstrak Biji Srikaya (Annona
squamosa, L) Sebagai Larvasida Terhadap Larva Nyamuk Aedes Aegypti..
Jurnal Kedokteran Yarsi 13(1): 56-60
Supartha, I. Wayan. 2008. Pengendalian Terpadu Vektor Virus Demam Berdarah
Dengue, Aedes aegypti (Linn.) dan Aedes albopictus (Skuse) (Diptera :
Culicidae).Dies Natalis Universitas Udayana, 2008.
Thaul, Susan. 2012. How FDA Approves Drugs and Regulates Their Safety and
Effectiveness. Congressional Research Service Report. Diunduh dari
http://www.crs.gov pada tanggal 5 Mei 2013.
UNEP. 2003. Groundwater And Its Susceptibility To Degradation : A Global
Assessment Of The Problem And Options For Management.
Urrahaman, Zhiyya. 2010. Gambaran Konsep Diri Penderita Filariasis Limfatik
(Elephantiasis) Di Kota Tangerang Selatan.Skripsi.Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wardhana et.al. 2005. Efektifitas Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) Dengan
Pelarut Air, Metanol Dan Heksan Terhadap Mortalitas Larva Caplak
Boophilus microplus Secara In Vitro. JITV Vol. 10 No. 2 : 134-142

92

Wardhana, et.al. 2004. Uji Efikasi Ekstrak Heksana Daging Biji Srikaya (Annona
squamosal L.) Terhadap Pertumbuhan Larva Lalat Chrysomya bezziana
secara In Vitro.J ITV Vol. 9. No.4 : 272-280
Weinzierl, R., T. Henn, P. G. Koehler dan C. L. Tucker. 2005. Microbial Insecticides.
Entomology and Nematology Department, Florida Cooperative Extension
Service, Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida
Welling, W. 1977. Dynamic Aspects of Insect-Insecticide Interactions. Annual
Review of Entomology. Vol. 22 : 53-78
WHO. 2006. Guidelines For Testing Mosquito Adulticides for Indoor Residual
Spraying and Treatment of Mosquito Nets. Kontrol of Neglected Tropical
Diseases WHO Pesticide Evaluation Scheme : Switzerland
WHO. 2009. Guidelines For Efficacy Testing Of Household Insecticide Products :
Mosquito Coils, Vaporizer Mats, Liquid Vaporizers, Ambient Emanators, And
Aerosols. Control Of Neglected Tropical Diseases WHO Pesticide Evaluation
Scheme : Switzerland
WHO. 2012. Handbook for Integrated Vector Management. WHO : Department of
Control of Neglected Tropical Diseases
WHO/SEARO.1998. Comprehensive Guidelines For Prevention And Control Of
Dengue And Dengue Haemorrhagic Fever. WHO Regional Publication
SEARO No.29

93

Windley, Monique J. , Volker Herzig, Sawomir A. Dziemborowicz, Margaret C.


Hardy, Glenn F. King, and Graham M. Nicholson. 2012,Spider-Venom
Peptides as Bioinsecticides. Jurnal Toxins. 4 : 191-227
Yunita, F.C. 2004. Ekstraksi Daging Biji Picung (Pangium edule Reinw) dan Uji
Toksisitas Terhadap Artemia salina Leach. Skripsi Institut Pertanian Bogor.
Yustiana, Ulfa. 2004. Preferensi Nyamuk Culex quinquefasciatus Terhadap Berbagai
Air Media Penetasan.Skripsi.Universitas Diponegoro Semarang.

LAMPIRAN

HASIL ANALISA DATA

Hasil Analisis Probit LC50 Ekstrak Biji Srikaya (Annona squamosa L) terhadap Aedes
aegypti

Data Information
N of Cases
Valid
Rejected

4
2

Missing
LOG Transform Cannot be
Done
Number of Responses >
Number of Subjects
Control Group

0
0
1

Convergence Information
Number of
Iterations
PROBIT

Optimal
Solution Found
5 Yes

Parameter Estimates
95% Confidence Interval
Parameter
PROBIT

konsentrasi
Intercept

Estimate

Std. Error

Sig.

Lower Bound

Upper Bound

4.898

.782

6.265

.000

3.366

6.430

-5.719

.949

-6.027

.000

-6.668

-4.770

a. PROBIT model: PROBIT(p) = Intercept + BX (Covariates X are transformed using the base 10,000
logarithm.)
Chi-Square Tests
Chi-Square
PROBIT

Pearson Goodness-of-Fit
Test

2.638

dfa

Sig.
2

.267b

a. Statistics based on individual cases differ from statistics based on aggregated


cases.
b. Since the significance level is greater than ,150, no heterogeneity factor is
used in the calculation of confidence limits.

Cell Counts and Residuals

Number

konsentrasi

Number of
Subjects

Observed
Responses

Expected
Responses

Probabili
ty

Residual

PROBIT 1

1.000

40

10

8.232

1.768

.206

1.176

40

18

20.661

-2.661

.517

1.301

40

28

29.730

-1.730

.743

1.398

40

37

34.814

2.186

.870

Confidence Limits

95% Confidence Limits for konsentrasi


Probabi
lity
Estimate
PROBIT

Lower
Bound

Upper Bound

95% Confidence Limits for log(konsentrasi)a

Estimate

Lower
Bound

Upper Bound

0.01

4.928

2.840

6.619

.693

.453

.821

0.02

5.602

3.416

7.310

.748

.534

.864

0.03

6.076

3.841

7.786

.784

.584

.891

0.04

6.460

4.194

8.166

.810

.623

.912

0.05

6.789

4.504

8.489

.832

.654

.929

0.06

7.083

4.786

8.776

.850

.680

.943

0.07

7.351

5.048

9.035

.866

.703

.956

0.08

7.599

5.294

9.275

.881

.724

.967

0.09

7.832

5.527

9.498

.894

.743

.978

0.1

8.053

5.751

9.710

.906

.760

.987

0.15

9.037

6.774

10.643

.956

.831

1.027

0.2

9.904

7.706

11.462

.996

.887

1.059

0.25

10.713

8.598

12.228

1.030

.934

1.087

0.3

11.496

9.473

12.976

1.061

.977

1.113

0.35

12.273

10.348

13.732

1.089

1.015

1.138

0.4

13.059

11.232

14.518

1.116

1.050

1.162

0.45

13.867

12.129

15.357

1.142

1.084

1.186

0.5

14.710

13.044

16.278

1.168

1.115

1.212

0.55

15.606

13.980

17.314

1.193

1.146

1.238

0.6

16.571

14.940

18.507

1.219

1.174

1.267

0.65

17.632

15.935

19.910

1.246

1.202

1.299

0.7

18.823

16.986

21.591

1.275

1.230

1.334

0.75

20.199

18.130

23.654

1.305

1.258

1.374

0.8

21.850

19.429

26.273

1.339

1.288

1.420

0.85

23.946

20.996

29.785

1.379

1.322

1.474

0.9

26.870

23.080

34.983

1.429

1.363

1.544

0.91

27.629

23.605

36.381

1.441

1.373

1.561

0.92

28.477

24.186

37.968

1.454

1.384

1.579

0.93

29.439

24.839

39.799

1.469

1.395

1.600

0.94

30.553

25.585

41.953

1.485

1.408

1.623

0.95

31.875

26.460

44.559

1.503

1.423

1.649

0.96

33.501

27.521

47.837

1.525

1.440

1.680

0.97

35.614

28.877

52.211

1.552

1.461

1.718

0.98

38.630

30.775

58.667

1.587

1.488

1.768

0.99

43.912

34.005

70.540

1.643

1.532

1.848

a. Logarithm base = 10.

Hasil Uji Korelasi dan Regresi LC50

Correlations
probability
probability

Pearson Correlation

konsentasi
.982**

Sig. (2-tailed)
konsentasi

.003

Pearson Correlation

**

.982

Sig. (2-tailed)

.003

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


Variables Entered/Removedb
Model
1

Variables
Entered
konsentasi

Variables
Removed

Method
. Enter

a. All requested variables entered.


b. Dependent Variable: probability
Model Summary
Model

R
.982a

R Square

Adjusted R
Square

.965

Std. Error of the


Estimate

.953

.078461

a. Predictors: (Constant), konsentasi


ANOVAb
Model
1

Sum of Squares

df

Mean Square

Regression

.509

.509

Residual

.018

.006

Total

.527

a. Predictors: (Constant), konsentasi


b. Dependent Variable: probability

F
82.654

Sig.
.003a

Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1

Std. Error

(Constant)

-.052

.067

konsentasi

.037

.004

a. Dependent Variable: probability

Standardized
Coefficients
Beta

t
.982

Sig.
-.775

.495

9.091

.003

DOKUMENTASI PENELITIAN

Srikaya (Annona squamosa L)

Biji Srikaya

Proses Ekstraksi

Ekstrak Biji Srikaya

Aspirator

Kotak Pemeliharaan

Alat Semprot Tangan (hand sprayer)

Kotak Perlakuan

Anda mungkin juga menyukai