BIOLOGI TERAPAN
Pengaruh perbedaan jumlah larutan EM4 (Efective Mickroorganism)
terhadap kecepatan pembuatan pupuk kompos
berbahan baku sampah dedaunan
Disusun Oleh :
Kelompok III
Firda Putri Darojati
13312241013
Ema Nurkhasanah
13312241022
Maya Nurohmawati
13312241033
13312241078
Adnan Faruliansyah
13312244007
HALAMAN PENGESAHAN:
BIOLOGI TERAPAN
FAKULTAS MIPA, UNY
Oleh:
Kelompok III
Yogyakarta, 11 Januari 2016
Anggota Kelompok:
Nama
Firda Putri Darojati
Ema Nurkhasanah
Maya Nurohmawati
Rachmad Aji Wijaya
Adnan Faruliansyah
NIM
13312241013
13312241022
13312241033
13312241078
13312244007
Tanda tangan
(
(
(
(
(
)
)
)
)
)
Mengetahui,
Dosen
(Ekosari R. M,Pd)
A. JUDUL
Pengaruh perbedaan jumlah larutan EM4 (Efective Mickroorganism) terhadap
kecepatan pembuatan pupuk kompos berbahan baku sampah dedaunan
B. TUJUAN
1. Untuk mengetahui jumlah larutan EM4 yang paling baik untuk mempercepat
proses pembuatan kompos.
2. Untuk mengetahui cara pembuatan kompos berbahan baku sampah dedaunan.
C. LATAR BELAKANG
Sampah adalah bahan padat buangan dari kegiatan rumah tangga, pasar,
perkantoran, ruamh penginapan, hotel, rumah makan, industri, atau aktivitas manusia
lainnya. Sampah merupakan hasil sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak
terpakai (Nurhidayat, 2006). Sampah juga merupakan bagian terintim dari diri
manusia yang hingga saat ini masalahnya selalu menarik untuk dibicarakan tetapi
menakutkan untuk dijamah. Berawal dari keberadaan sampah tersebut maka estetika
akan berkurang nilainya jika sampah dibiarkan ada dimana-mana. Semua riset
mengatakan bahwa pertambahan jumlah sampah sama dengan pertambahan jumlah
penduduk sehingga, semakin banyak penduduk yang menghuni bumi maka jumlah
sampah juga akan semakin bertambah (Ritapunto, 2009).
Kesadaran masyarakat tentang hidup bersih dan teratur perlu terus
ditumbuhkan, salah satunya dalam penanganan sampah dari skala rumah tangga
karena sampah juga merupakan bagian dari perilaku hidup bersih dan sehat. Untuk
mengubah kebiasaan membuang sampah menjadi mengelola sampah perlu upaya
yang dimulai secara individual di setiap rumah (Atmojo, 2007).Untuk menjaga
lingkungan bersih bebas dari sampah salah satu solusinya mengubah kebiasaan
membuang sampah untuk mengolah sampah menjadi kompos dimulai dari sampah
rumah tangga (Andriyeni, 2009). Karena sebagiansampah yang dihasilkan
merupakan sampah organik (sampah basah), yaitu mencapai 60-70% dari total
volume sampah, yang berasal dari dapur dan halaman. Sampah organik ini, jika
pengelolaannya tidak secara benar maka akan memberikan bau busuk (H2S dan FeS)
dan akan menjadi sumber lalat, bahkan dapat menjadi sumber lebih dari 25 jenis
penyakit (Atmojo, 2007).
Sampah organik yang masih mentah, apabila diberikan secara langsung ke
dalam tanah, justru akan berdampak menurunkan ketersediaan hara tanah,
disebabkan sampah organik langsung akan disantap oleh mikroba. Populasi mikroba
yang tinggi, justru akan memerlukan hara untuk tumbuh dan berkembang, dan hara
tadi diambil dari tanah yang seyogyanya digunakan oleh tanaman, sehingga mikroba
dan tanaman saling bersaing merebutkan hara yang ada. Berdasarkan keadaan
tersebut, justru akan terjadi gejala kekurangan hara nitrogen (N) yang sering
ditunjukan oleh daun berwarna kekuning-kuningan (clorosis) (Atmojo, 2007).
Alam memiliki andil besar dalam pengolahan sampah secara otomatis
terutama sampah organik. Akan tetapi kerja keras alam dalam pengolahan sampah
secara natural sangat tidak berimbang dibanding berjuta ton volume sampah yang
diproduksi. Selain itu sampah tidak selalu harus dibuang karena dengan sedikit
kreatifitas dan kerja keras manusia, sampah yang tidak layak pakai dapat berubah
menjadi barang kaya manfaat. Beragam jenis sampah, terutama sampah organik
dapat dengan mudah dan sederhana diaplikasikan menjadi bahan olahan (Andriyeni,
2009).
Berdasarkan hal tersebut, kelompok kami akan menjelasakan dan
mempraktekan cara pengolahan sampah organik yang berasal dari rumah tangga
khususnya berbahan dasar sampah sayur. Pada kegiatan ini, kelompok kami akan
mengambil judul Pengaruh perbedaan jumlah EM4 terhadap kecepatan pembuatan
kompos berbahan baku sampah dedaunan. Dengan adanya pengolahan ini diharap
dapat membantu mengurangi sampah yang ada di lingkungan.
D. KAJIAN PUSTAKA
1. Definisi Kompos, Komposting dan Sampah
a. Kompos
Kompos adalah hasil penguraian parsial dari campuran bahan-bahan
organic yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam
mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobic atau
anaerobic.
Menurut Soetedjo (2002), kompos merupakan zat akhir suatu proses
fermentasi, tumpukan sampah atau tanaman maupun bangkai binatang.
Sesuai dengan humifikasi fermentes suatu pemupukan, dirincikan oleh hasil
bagi C/N yang menurun. Perkembangan mikrobia memerlukan waktu agar
tercapai suatu keadaan fermentasi yang optimal. Pada kegiatan mempercepat
proses dipakai aktifator, baik dalam jumlah sedikit maupun banyak. Aktifator
yang digunakan misalnya kotoran hewan.
b. Komposting
Komposting adalah adalah hasil dekomposisi sampah organic yang
tidak dapat diuraikan lagi (stabil). Komposting adalah proses dimana bahan
organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikrobamikroba yang memanfaatkan bahan organic sebagai sumber energi. Membuat
kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos
dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan
yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan
penambahan
aktivator
pengomposan.
Komposting
merupakan
upaya
Jenis sampah yang ada di sekitar manusia cukup beraneka ragam, ada
yang berupa sampah rumah tangga, sampah industri, sampah pasar, sampah
rumah sakit, sampah pertanian, sampah perkebunan, sampah peternakan, sampah
institusi/kantor/sekolah, dan sebagainya.
Berdasarkan bahan asalnya, sampah dibedakan menjadi (Nurhidayat dan
Purwendro 2006) :
a. Sampah Organik
Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan bahan
hayati yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable.
Sampah ini dengan mudah dapat diuraikan melalui proses alami. Sampah
rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah
organik, misalnya sampah dari dapur, sisa sisa makanan, pembungkus
(selain kertas, karet dan plastik), tepung , sayuran, kulit buah, daun dan
ranting.
b. Sampah Anorganik
Sampah anorganik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan- bahan
nonhayati, baik berupa produk sintetik maupun hasil proses teknologi
pengolahan bahan tambang. Sampah anorganik dibedakan menjadi : sampah
logam dan produk produk olahannya, sampah plastik, sampah kertas,
sampah kaca dan keramik, sampah detergen. Sebagian besar anorganik tidak
dapat
diurai
oleh
alam/mikroorganisme
secara
keseluruhan
Aerob
Anaerob
Pemakaian energi
Pemakai energi
Penghasil energi
Produk akhir
Humus,CO2,H2O
Lumpur,CO2,CH4
Mencapai 50 %
Mencapai 50 %
Waktu pengomposan
20-30 hari
20-40 hari
Tujuan Primer
Reduksi volume
Produk energi
Tujuan Sekunder
Produk kompos
1.
2.
3.
4.
Macam sampah
Persen N
Rasio C/N
Kotoran Hewan
Sapi
1,7
18,0
Kuda
2,3
25,0
Babi
3,75
20,0
Ayam
6,3
15,0
Lumpur
Lumpur aktif terdigesti 1,88
15,7
Lumpur aktif segar
5,6
6,3
Sampah Halaman
Daun segar
0,5-1,0
40,0-80,0
Rumput
2,15
20,1
Kertas
Kertas koran
0,05
983
Kertas campuran
0,25
173
Sumber : Winarko & Darjati,2003
Tabel 3 Perkiraan Komposisi C/N dari Berbagai Bahan Organik
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Bahan
Rumput Potong
Rumput Liar
Daun
Kertas
Sampah Berat
Sampah Makanan
Serbuk Gergaji/kayu
C/N rasio
Kelembaban
(berat/berat)
(%)
20
19
60
170
35
15
450
85
85
40
10
80
80
15
C/100
gr.bahan
basah(gram)
6
6
24
86
8
8
34
N/100
gr.bahan
basah
(gram)
0,3
0,3
0,4
0,2
0,2
0,5
0,08
8.
Kotoran
Ayam(non
feses
9. Feses ayam
10. Jerami
11. Kotoran Lembu
12. Urine Manusia
450
30
10
30
25
100
10
36
12
50
20
4,3
2,5
0,4
1,7
0,9 (/100 ml)
Ideal
25-35:1
45 62 % berat
> 10%
bervariasi
1000 lbs/cu yd
6.5 8.0
54 -60oC
5. Kematangan Kompos
Stabilitas dan kematangan kompos adalah beberapa istilah yang sering
dipergunakan untuk menentukan kualitas kompos. Stabil merujuk pada kondisi
kompos yang sudah tidak lagi mengalami dekomposisi dan hara tanaman secara
perlahan (slow release) dikeluarkan ke dalam tanah. Stabilitas sangat penting
untuk menentukan potensi ketersediaan hara di dalam tanah atau media tumbuh
lainnya. Kematangan adalah tingkat kesempurnaan proses pengomposan. Pada
kompos yang telah matang, bahan organik mentah telah terdekomposisi
membentuk produk yang stabil.
Untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan
uji dilaboratorium ataupun pengamatan sederhana di lapangan. Berikut ini
disampaikan cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos
(Isroi, 2008).
a. Dicium atau dibaui
Jika proses pembuatan kompos berjalan dengan normal, maka tidak
boleh menghasilkan bau yang menyengat (bau busuk). Walaupun demikian
dalam pembuatan kompos tidak akan terbebas sama sekali dari adanya bau.
Dengan memanfaatkan indra penciuman, dapat dijadikan sebagai alat untuk
mendeteksi permasalahan yang terjadi selama proses pembuatan kompos.
Sebagai gambaran, jika tercium bau amonia, patut diduga campuran bahan
kompos kelebihan bahan yang mengandung unsur Nitrogen (ratio C/N terlalu
rendah). Untuk mengatasinya tambahkanlah bahan-bahan yang mengandung
C/N tinggi, misalnya berupa:
1)
2)
3)
4)
Potongan jerami
Potongan kayu
Serbuk gergaji
Potongan kertas koran dan atau karton dan lain-lain
Jika tercium bau busuk, mungkin campuran kompos terlalu banyak
mengandung air. Apabila ini terjadi, lakukanlah pembalikan. Kompos yang
sudah matang berbau seperti tanah dan harum. Apabila kompos tercium bau
yang tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerobik dan menghasilkan
senyawa-senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Apabila
kompos masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos belum
matang.
b. Warna kompos
6. Manfaat Kompos
Kompos ibarat multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan
meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos
memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik
tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan
kandungan air tanah. Aktifitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman
akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktifitas mikroba ini membantu
tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang
dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktifitas mikroba tanah juga diketahui
dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang
dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman
yang dipupuk dengan pupuk kimia, misalnya hasil panen lebih tahan disimpan,
lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek
yakni sebagai berikut (Isroi, 2008) :
a. Aspek Ekonomi
1) Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2) Mengurangi volume/ukuran limbah
3) Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
b. Aspek Lingkungan
1) Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2) Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
c. Aspek bagi tanah/tanaman
1) Meningkatkan kesuburan tanah
2) Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3) Meningkatkan kapasitas serap air tanah
4) Meningkatkan aktifitas mikroba tanah
5) Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6) Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7) Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8) Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah
Pada dasarnya kompos dapat meningkatkan kesuburan kimia dan fisik
tanah yang selanjutnya akan meningkatkan produksi tanaman. Pada tanaman
hortikultura (buah-buahan, tanaman hias, dan sayuran) atau tanaman yang
sifatnya perishable ini hampir tidak mungkin ditanam tanpa kompos. Demikian
juga di bidang perkebunan, penggunaan kompos terbukti dapat meningkatkan
produksi tanaman. Di bidang kehutanan, tanaman akan tumbuh lebih baik dengan
kompos. Sementara itu, pada perikanan, umur pemeliharaan ikan berkurang dan
pada tambak, umur pemeliharaan 7 bulan menjadi 5-6 bulan.
Kompos membuat rasa buah-buahan dan sayuran lebih enak, lebih harum
dan lebih masif. Hal inilah yang mendorong perkembangan tanaman organik,
selain lebih sehat dan aman karena tidak menggunakan pestisida dan pupuk
kimia rasanya lebih baik, lebih getas, dan harum. Penggunaan kompos sebagai
pupuk organik saja akan menghasilkan produktivitas yang terbatas. Penggunaan
pupuk buatan saja (urea, SP, MOP, NPK) juga akan memberikan produktivitas
yang terbatas. Namun, jika keduanya digunakan saling melengkapi, akan terjadi
sinergi positif. Produktivitas jauh lebih tinggi dari pada penggunaan jenis pupuk
tersebut secara masing-masing.
Sampah organik secara alami akan mengalami peruraian oleh berbagai
jenis mikroba, binatang yang hidup di tanah, enzim dan jamur. Proses peruraian
ini memerlukan kondisi tertentu, yaitu suhu, udara dan kelembaban. Makin cocok
kondisinya, makin cepat pembentukan kompos, dalam 46 minggu sudah jadi.
Apabila sampah organik ditimbun saja, baru berbulan-bulan kemudian menjadi
kompos. Dalam proses pengomposan akan timbul panas karena aktifitas mikroba.
Ini pertanda mikroba mengunyah bahan organik dan merubahnya menjadi
kompos. Suhu optimal untk pengomposan dan harus dipertahankan adalah 45 0650C. Jika terlalu panas harus dibolak-balik, setidak-tidaknya setiap 7 hari (Nia,
Tanpa Tahun).
7. EM4
Larutan effective microorganisms 4 yang disingkat EM 4 ditemukan pertama
kalioleh Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang. Kurang lebih 80
genus
memproses bahan limbah menjadi kompos dengan proses yang lebih cepat dibandingkan
dengan pengolahan limbah secara tradisional.
Menyiapkan alat dan bahan untuk membuat kompos, yaitu sayuran sisa yang
sudah hampir membusuk.
Memotong sampah organik (10kg) yang telah dipilah atau dicacah kecilkecil (ukuran 1-2 cm).
Semakin lama, kompos akan menjadi kering dan gembur dan siap
digunakan
Hari
Sabtu,
5/12/2015
Indikator
Bau
Warna
Penyusutan
2.
Minggu,
6/12/2015
Bau
Warna
Penyusutan
3.
Selasa,
8/12/2015
Bau
Warna
Penyusutan
4.
Kamis,
Bau
10/12/2015
Warna
Penyusutan
5.
6.
7.
penyusutan
Bau khas EM4
menghilang
penyusutan
Bau khas EM4
menghilang
Warna
Dedaunan
mulai
berwarna
coklat, daun
layu-layu
Dedaunan
berwarna coklat,
daun layu, daun
hijau tidak ada
Penyusutan
Belum terjadi
penyusutan
Belum terjadi
penyusutan
Warna
Dedaunan
mulai
berwarna
coklat, daun
layu-layu
Dedaunan
berwarna coklat,
daun layu, daun
hijau tidak ada
Penyusutan
Belum terjadi
penyusutan
Mulai terjadi
penyusutan
Dedaunan
mulai
berwarna
coklat, daun
layu-layu
Belum terjadi
penyusutan
Dedaunan
berwarna coklat,
daun layu, daun
hijau tidak ada
Sabtu,
Bau
12/12/2015
Minggu,
Bau
14/12/2015
Selasa,
Bau
16/12/2015
Warna
Penyusutan
Mulai terjadi
penyusutan
penyusutan
Bau khas
EM4
menghilang
Dedaunan
berwarna
coklat, daun
layu, daun
hijau tidak
ada.terdapat
beberapa daun
pecah (kecil)
Mulai terjadi
penyusutan
sampah
Bau khas
EM4
menghilang
hamper
seperti bau
kompos
Dedaunan
mulai
berwarna
kecoklatan
hamper
gelap/hitam
Penyusutan
sampah
semakin
terlihat, dilihat
dari potongan
daun yang
semakin
menghilang
Bau khas
EM4
menghilang
Bakal kompos
berwarna
pucat dan
berwarna
coklat gelap
Penyusutan
sampah
semakin
terlihat, dilihat
dari potongan
daun yang
semakin
menghilang
G. PEMBAHASAN
Pada kegiatan praktikum Biologi Terapan terkait pembuatan kompos,
kelompok kami mengambil judul Pengaruh perbedaan jumlah larutan EM4 (Efective
Mickroorganism) terhadap kecepatan pembuatan pupuk kompos berbahan baku
sampah dedaunan. Kegiatan ini dilakukan secara mandiri, pada hari Sabtu 5
Desember 2015 hingga 16 Desember 2015. Praktikum ini dilakukan dalam waktu 12
hari hingga diperoleh produk akhir berupa kompos. Praktikum ini dilakukan di salah
satu rumah praktikan yakni saudara Adnan Faruliansyah di Bantul.
Adapaun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini berupa
ember/keranjang palstik, pisau atau cutter, dan sarung tangan. Kemudian bahan yang
digunakan yakni dedaunan hijau (dapat berupa daun singkong, kedebog pisang,
rumput dll). Kemudian Larutan EM4. Pada larutan ini jumlah EM4 yang digunakan
berbeda-beda yakni 5 ml, 10 ml dan15ml dengan mencampurkannya bersama 250 ml
air bersih.
Pada praktikum ini variable terikat yang kami pilih adalah kecepatan proses
pembuatan kompos berbahan baku sampah dedaunan. Kemudian variable bebasnya
Jumlah Larutan EM4 (5 ml; 10 ml; 15 ml dengan campuran air 250 ml). sedangkan
variable yang dibuat sama atu variable kontrolnya adalah banyaknya sampah daun
yang digunakan yakni 10 kg untuk setiap sampel, sekam, gula pasir, tanah, ember
atau trash bag.
Langkah pertama yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah menyiapkan alat
dan bahan yang digunakan. Kemudian memotong sampah organic atau dedaunan tadi
menjadi cacahan kecil-kecil kira-kira berukuran 1-2 cm. Kemudian memasukkan
kedalam ember/keranjang plastic bahan sampah yang telah dicacah. Selanjutnya
melubangi bagian bawah ember/keranjang plastic sebagai tempat keluarnya air lindi.
Selanjutnya untuk mempercepat pengomposan, menambahkan bio-activator berupa
larutan EM4 (Effective microorganism). Larutan EM4 yang digunakan sebanyak 5
ml untuk Sampel A, 10 ml untuk sampel B dan 15 ml untuk sampel C yang
kemudian dicampurkan atau dilarutkan pada 250 ml air bersih. Larutan tersebut
dimasukkan pada ember-ember yang berisi sampah dedaunan. Kemudian mengamati
keadaan kompos setiap 2 hari sekali selama 12 hari. Setelah 12 hari, kompos matang
dikeluarkan dari wadah komposter berupa ember. Kemudian disimpan ditempat
teduh agar kompos tidak terkena sinar matahari secara langsung.
Kompos
didiamkan hingga menjadi kering. Semakin lama kompos akan kering dan menjadi
gembur sehingga siap digunakan.
Kompos merupakan zat akhir suatu proses fermentasi, tumpukan sampah atau
tanaman maupun bangkai binatang (Soetedjo,2002). Kompos dibuat melalui proses
pengomposan. Pengomposan merupakan degradasi biokimia bahan organic menjadi
humus. Bentuk sederhana pengomposan dilakukan secara anaerobic yang sering
menimbulkan gas seperti indol, skatol, dan merkaptan pada suhu rendah. Proses
pengomposansecara anaerobic membutuhkan oksigen yang cukup dan tidak
menghasilkan gas yang berbahaya seperti pada anaerobic (Gumbira E, 1992)
Berikut ini hasil pengamatan kompos yang dilakukan praktikan:
Praktikan mengamati tiga hal dari proses pembuatan kompos dari dedaunan,
yakni berdasarkan bau, warna dan tingkat penyusutan sampah. Pada hari pertama
yakni Sabtu, 5 Desember 2015 dan hari kedua Minggu, 6 Desember 2015 pada
sampel A,B dan C belum ada perbedaan baik bau, warna maupun penyusutannya.
Bau pada ketiga sampel masih bau khas EM4. Kemudian warna dedaunan masih
hijau segar. Dan belum terjadi adanya penyusutan sampah.
Pada hari keempat, Selasa 8 Desember 2015. Pada Sampel A,B maupun C bau
khas dari EM4 mulai pudar. Dimana pada sampel A dedaunan masih hijau segar,
kemudian pada sampel B dan C dedaunan mulai layu kecoklatan namun masih ada
beberapa daun yang hijau. Dari ketiga sampel belum terjadi penyusutan bobot
sampah yang akan dibuat kompos.
Kemudian pada hari keenam 10 Desember 2015, pada ketiga sampel baik A,B
maupun C bu khas EM4 pudar. Kemudian pada sampel A dan B dedaunan sedikit
layu berwarna kecoklatan tetapi masih ada beberapa daun yang berwarna hijau.
Selanjutnya pada sampel C dedaunan mulai layu dan berwarna kecoklatan. Daun
berwarna hijau sudah tidak ditemukan.
Pada hari kedelapan, 14 Desember 2015 baik pada sampel A,B maupun C bau
EM4 sudah tidak tercium lagi. Pada sampel A dan B dedaunan mulai coklat dan layu.
Sedangkan pada sampel C dedaunan berwarna coklat, daun layu, dan daun mulai
pecah kecil-kecil. Kemudian penyusutan mulai terlihat pada Sampel C.
Pada hari kesepuluh, 16 Desember 2015 baik pada sampel A,B atau C bau EM4
sudah tidak tercium lagi dan sampel C mulai tercium sedikit bau kompos. Pada
sampel A dan B dedaunan berwarna coklat. Sampel C dedaunan berwarna coklat
gelap hamper hitam. Kemudian pada Sampel A belum terjadi penyusutan. Sampel B
mulai terjadi penyusutan dan sampel C penyusutan semakin terlihat dari potonganpotongan daun yang sudah hancur.
Kemudian pada hari keduabelas 16 Desember 2015 pada ketiga sampel bau EM4
sudah tidak tercium lagi. Pada sampel A dan B terlihat daun semakin berwarna
coklat. Kemudian pada sampel C daun sudah hamper menjadi bakal kompos
berwarna pucat dan berwarna coklat mendekati hitam gelap. Penyusutan sampah
paling terlihat pada sampel C.
Berdasarkan hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan praktikan,
sampah yang paling cepat menjadi kompos pada Sampel C dimana dengan larutan
EM4 sebanyak 15 ml. Berdasarkan literature (Suriawiria,2002) menyatakan bahwa
larutan EM4 berfungsi menguraikan bahan organic tanpa menimbulkan panas tinggi
karena mikroorganisme anaerob akan berkeja dengan kekuatan enzim sehingga
bahan-bahan organic seperti sampah akan mudah dipecah menjadi kandungan yang
lebih kecil sehingga cepat terbentuk kompos baru. Berdasarkan hasil percobaan
sampel A mengalami penyusutan sebesar 0,25 kg. pada sampel B sebesar 0,27kg dan
sampel C sebesar 0,73kg. berdasarkan literature, penyusutan iasanya sebesar 30-40%
dari berat awal.
Proses pengomposan akan segera berlansung setelah bahan-bahan mentah
dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap,
yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen
dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi dan akan segera dimanfaatkan oleh
mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian
pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di
atas 50 - 70 C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif
o
pada kondisi ini adalah mikroba Termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu
tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif.
Mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan
bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah
terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini
terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus.
Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa
bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 40% dari volume/bobot awal bahan.
Berikut ini gambaran proses pengomposan menurut (Rynk, 1992):
sampah. Larutan EM4 akan mempercepat proses pengomposan berbahan dasar sampah. Hal
ini disebabkan karena kerja bakteri pada larutan EM4 yang aktif dan efektif. Menurut
(Nurhayatti, 2005) menyatakan bahwa Penggunaan EM4 dalam pengomposan limbah akan
mempengaruhi kecepatan pengomposan. Hal tersebut dapat dilihat dari lama perlakuan
pengomposan meningkatkan kandungan N,P,K,Mg dll. Larutan tersebut mampu menurunkan
suhu dan menurunkan pH.
Kompos yang baik akan memiliki ciri-ciri antara lain memiliki bau seperti tanah dan
harum. Apabila kompos tercium bau yang tidak sedap berarti terjadi fermentasi anaerob dan
menghasilkan senyawa berbau yang mungkin berbahaya. Selain itu, kompos yang baik akan
terasa lunak ketika dihancurkan. Warna kompos biasanya coklat kehitam-hitaman. Apabila
kompos masih berwarna hijau berarti kompos belum dalam keadaan matang. Biasanya
terjadi penyusuan volume kompos seiring dengan kematangan kompos. Besarnya
penyusutan bergantung pada karakteristik bahan mentah dan tingkat kematangan kompos.
Berdasarkan literature, penyusutan kompos berkisar dari 20-40%.
H. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang dilakukan praktikan dapat ditarik kesimpulan sebgai berikut:
1. Kompos yang paling cepat jadi, pada pemberian larutan EM4 sebanyak 15 ml
dengan pengenceran sebanyak 250 ml air.
I. DAFTAR PUSTAKA
Djuarnani N, Kristian, Budi SS. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. Depok: Agro Media
Pustaka.
Indriani YH. 2004. Membuat Kompos Secara Kilat. Jakarta: Penebar Swadaya
Suriawiria U. 2002. Pupuk Organik Kompos Dari Sampah. Bandung: Humaniora Utama
Press.
Sutanto R. 2002. Pertanian Organik. Yogyakarta: Kanisius.
Nurhidayat
Rintapunto
Andriyani
Atmojo (dilator belakang)
Firda aku bahasnya sebisaku yaa. Tolong dikoreksi . nek kurang opo bilang aku
fir. Aku belum bias ngaitin ke fermentasinya fir. Kamu tambahi yaa.
Terimakasih
Oh iya fir, maf metodenya aku ubah soalnya kata putri arum pake seperti
laporan biasa bukan pakai pendahuluan. Maafkan daku