Anda di halaman 1dari 8

TUGAS ESAI BAHASA INDONESIA

KEEP THE BLUE FLAG FLYING HIGH

Oleh:
Sujudynaraja Muminin
I1A012034

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
BANJARMASIN
2015

KEEP THE BLUE FLAG FLYING HIGH


Flying high up in the sky
Well keep the blue flag flying high
From Stamford Bridge to Wembley
Well keep the blue flag flying high
Chant di atas tentunya sudah tidak asing lagi bagi para penggemar klub
sepak bola liga primer Inggris yaitu Chelsea Football Club. Chant tersebut
hanyalah sebagian dari beberapa lirik chant dari keseluruhannya. Namun, bagian
lirik tersebutlah yang menunjukkan betapa semangat dan besarnya dukungan para
fans maupun hooligan dari tim ini kepada para pemain yang sedang bertanding di
lapangan rumput hijau, tidak peduli tim kesayangannya bermain baik, buruk,
menang, kalah, kandang, tandang, siang, malam, cerah, dan hujan, mereka tetap
mengumandangkan dengan lantang nyanyian tersebut dari bangku penonton.
Mengapa orang-orang bisa menyukai klub sepak bola tertentu?
Sudah pasti ada sejumlah alasan tertentu. Alasan pertama adalah prestasi.
Masuk akal jika banyak orang suka dengan Barcelona, Bayern Munchen,
Juventus, Real Madrid, yang merupakan semifinalis Liga Champions musim lalu,
serta klub-klub lainnya yang musim kemarin menggapai peringkat tertinggi di liga
domestik masing-masing. Seperti Barcelona yang hingga di penghujung tahun
2015 ini sudah memperoleh 5 trofi di beberapa ajang bergengsi, dibanding sang
rival abadi Real Madrid yang tidak memperoleh satu pun karena penurunan
prestasi. Tapi, apakah cukup begitu saja? Jika benar demikian, mengapa harus

ada fans Manchester United dan Liverpool yang musim lalu tidak juara, atau AC
Milan dan Inter Milan yang terseok-seok cukup jauh di papan klasemen liga
domestik Italia? Pasti ada alasan lainnya. Begitu juga dengan diri saya sendiri
yang tetap mendukung Chelsea musim ini, walaupun sang juara bertahan liga
Inggris musim 2014/2015 dan peraih piala liga Capital One Cup (double winners
musim lalu) tersebut sekarang masih berjuang menghindari jurang degradasi.
Pemain bintang. Tentu saja, siapa yang tidak suka melihat cara bermain
Lionel Messi, Cristiano Ronaldo, Zlatan Ibrahimovic, Neymar, Luis Suarez,
Gareth Bale, Robert Lewandowski, Paul Pogba, atau the rising star Jamie Vardy?
Mereka adalah sederet bintang masing-masing klub papan atas yang paling
banyak digemari saat ini, yang jika menghibahkan seupil gajinya niscaya cukup
untuk kuliah sampai jenjang Strata 3. Kebintangan mereka, skill mereka dan tentu
saja ketampanan mereka bahkan telah menyihir mata para wanita untuk ngefans meskipun gagal paham arti offside. Jika kita jalan-jalan keliling di pusat
keramaian seperti mall pada akhir pekan, maka kita akan menemukan sejumlah
muda-mudi menggunakan jersey atas nama Ronaldo atau Messi dan yang lainnya,
mungkin mereka baru saja mencetak gol ke gawang lawan. Chelsea sendiri
tentunya memiliki banyak pemain bintang bahkan legenda tim yang patut
diidolakan, seperti Eden Hazard, John Terry, Oscar, Thibaut Courtois, Cesc
Fabregas, dan lainnya, tergantung selera masing-masing.
Kemampuan membeli dan menggaji pemain bintang tentu saja berkaitan
erat dengan kondisi finansial klub. Iya, kaya, menjadi salah satu alasan tersendiri
mengapa seseorang menyukai klub bola tertentu. Tidak mengherankan jika

beberapa tahun belakangan ini banyak yang tiba-tiba nge-fans(karbitan) dengan


Manchester City atau Paris Saint Germain (PSG), yang setelah dibeli konglomerat
alias raja minyak dari Arab, bisa mendapatkan tanda tangan kontrak sederet
pemain bintang sekaligus fans sepak bola yang muncul hanya pada saat tim
tersebut menang dan bersembunyi di saat timnya kalah, bahkan bisa berpindah
atau berganti klub favoritnya. Sangat masuk akal pula bila AS Monaco dan Anzhi
Makhachkala hanya berstatus hampir favorit karena tidak bisa mempertahankan
kekayaan dan pada akhirnya para pemain bintangnya berpindah klub. Klub kaya
dan pemain bintang masuk ke daftar alasan orang-orang kekinian menyukai klub
sepakbola. Chelsea memang dahulunya adalah sebuah tim semenjana yang tidak
diperhitungkan sama sekali, bahkan pernah bermain di kasta kedua liga Inggris.
Akan tetapi, setelah taipan asal Rusia bernama Roman Abramovich membeli
sebagian saham kepemilikan klub, nasib klub ini berubah 180 derajat menjadi
klub papan atas dunia. Hampir semua title bergengsi telah diraih tim yang saat ini
ditangani oleh manajer baru Guus Hiddink tersebut. Tidak bisa dipungkiri
memang kekayaan klub bisa membuat ketertarikan para penggemar bola. Akan
tetapi, saya sudah mengenal klub ini semenjak seorang Gianfranco Zola aktif
bermain sebagai pesepakbola profesional bagi Chelsea yang belum kaya.
Kita masih belum selesai. Kita masih menemui klub sepak bola yang tidak
juara beberapa musim terakhir, tidak kaya, dan hanya diperkuat pemain agak
bintang, tapi masih memiliki fanbase yang cukup besar. Sejarah. Sangat banyak
orang yang nge-fans dengan klub tertentu karena sejarah. AC Milan punya sejarah
cemerlang di Italia dan Eropa dengan sejumlah gelar masa lalu, tapi masih

memiliki fanbase Milanisti yang hebat. Liverpool apalagi. The Reds ini memiliki
segudang kitab sejarah yang suci dan berdebu, bahkan sebelum zaman televisi
berwarna dan canggih seperti sekarang. Meskipun selama lebih 17 tahun tidak
pernah juara liga Inggris lagi, tapi tetap saja berjibun orang yang
menjunjungnya. Youll never walk alone, begitu dendang pembesar hati mereka,
kendati yang sekarang tak besar-besar juga sih. Masih sering kalah. Padahal sudah
banyak membeli pemain agak bintang dan baru-baru ini mengganti pelatih
mereka dengan mengontrak seorang pelatih nyentrik dan kharismatik, Jurgen
Klopp.
Intinya terlalu banyak alasan seorang fans menyukai dan bahkan rela mati
untuk klub tertentu. Jika disurvei, niscaya setiap orang memiliki alasan masingmasing. Karena itu, saya mulai berpikir, sepertinya ini bukan tentang apa klubnya,
prestasi, kekayaan, pemain bintang, atau sederet alasan lainnya yang bisa dibuatbuat. Ini sepertinya adalah tentang siapa orangnya yang memutuskan untuk
menyukai klub tertentu.
Saya ingin mengatakan seperti ini sebenarnya, bahwa seseorang menyukai
sepak bola merupakan sebuah fenomena eksistensial dimana manusia dengan aktif
memposisikan dirinya sebagai subjek yang merdeka. Sebagai subjek yang
merdeka, manusia akan berpikir, memilih, menentukan, dan bertindak. Manusia
sebagai subjek dan klub sepak bola sebagai objeknya. Selanjutnya, mereka akan
membuat berbagai alasan untuk memerdekakan juga objek pilihannya.

Namun, di sisi lain kita bisa mempertimbangkan satu objek lainnya, yaitu
manusia yang lain. Teman sejawat, tetangga, orang tua, keluarga atau bahkan
musuh. Untuk melihat gambaran yang lebih jelas, manusia yang lain ini akan
diambil dari pecinta klub sepak bola rival. Umpamanya, Udin seorang Madridista
dan Anang pecinta Barcelona. Keduanya adalah subjek yang merdeka, dan kedua
klub sepak bola yang mereka dukung adalah objek. Akan tetapi, pada saat yang
sama, Anang adalah objek bagi Udin, begitu juga sebaliknya. Apa yang kita lihat
dalam relasi kedua subjek yang bisa berposisi objek ini? Seperti yang kita tahu,
mereka akan saling membanggakan klub masing-masing sembari merendahkan
klub lawan. Bullying lalu menjadi ritual wajibnya untuk dirayakan oleh satu
kepada yang lainnya apalagi ketika rival tersebut memetik hasil yang berbeda
signifikan.
Saya juga berpikir, ada hal lain di sini ternyata, hal yang lebih mendasar.
Jika ini memang bukan soal apa klubnya, melainkan siapa yang jadi fans-nya,
maka ini sebenarnya adalah soal hasrat. Iya, hasrat! Bukankah sudah menjadi
salah satu fitrah manusia untuk melambungkan hasrat bangga? Untuk memenuhi
hasrat ini, mereka akan melakukan apa saja. Memilih klub sepak bola tertentu
adalah peristiwa pemenuhan hasrat kebanggaan ini. Dalam rangka memenuhi
hasratnya, seorang fans akan selalu membanggakan catatan bagus klub
junjungannya di depan teman-temannya, kendati ia tahu benar bahwa setiap klub
sepak bola tidak semata memiliki catatan-catatan bagus namun sekaligus catatan
menyedihkan. Tentu, pada saat yang sama, fans akan menanggalkan catatancatatan dosa itu, bahkan dengan cara mati-matian yang irasional. Sikap ini sudah

pasti amat mudah dimengerti; karena intinya bukan di catatan-catatan itu, bukan
pada klub sepak bolanya, tapi pada upaya subjek untuk senantiasa memenuhi
hasrat membanggakan diri itu.
Hanya di Indonesia, penonton layar kaca, jersey KW, tapi bila klubnya
dihina, dia yang marah paling pertama.
Saya pernah membaca kutipan di atas. Nauzubillahi min zalik. Ironis
memang keadaan para suporter bola di Indonesia. Seorang fans layar kaca, jersey
KW, tapi bila klubnya dihina, dia yang marah paling pertama. Bahkan pernah
terjadi bentrok antara fanbase Juventus dan Real Madrid di Indonesia musim lalu
ketika partai semifinal Liga Champions selesai digelar. Demi apa? Cukup
sewajarnya sajalah kita dalam menjalani hasrat dari aktivitas hobi kita untuk
sekedar refreshing dari kehidupan. Misalkan hal tersebut diganti dengan agama.
Apakah suatu umat agama tertentu menjadi seseorang yang marah paling pertama
ketika agamanya dihina oleh umat lain? Saya rasa tidak akan demikian terjadi di
Indonesia. Karena masih banyak penganut agama yang mana yang original dan
yang KW.
Saya memang penggemar fanatik Chelsea, bahkan saya pun terkadang
melakukan hal-hal tersebut di atas. Wajar manusia terkadang khilaf. Akan tetapi
hal itu alangkah baiknya dijadikan bahan pembelajaran untuk kehidupan lebih
baiknya nanti. Saya bukan tidak menyukai sepak bola di Indonesia, tetapi hanya
kurang memilik hasrat untuk menjadi fans salah satunya. Bahkan ketika keadaan
sepak bola di Indonesia yang sedang kisruh ini pun, saya terkadang masih

menonton pertandingan yang ditayangkan di beberpa stasiun televisi swasta.


Apalagi ketika Tim Nasional Indonesia yang bermain, saya rela pergi keluar
rumah malam hari hanya untuk menyaksikan Timnas kesayangan kita semua ini
berlaga walaupun masih sering kalah. Saat ini juga saya masih mengikuti
(menonton TV) perkembangan sebuah turnamen yang diadakan dan disiarkan oleh
Net TV dalam rangka Hari Ulang Tahun Tentara Nasional Indonesia (HUT TNI)
yaitu Piala Jenderal Sudirman yang akan memulai babak 4 besar minggu depan.
Turnamen ini sangat layak untuk diapresiasi, khususnya untuk para fans sepak
bola di Indonesia yang sedang jenuh dengan kisruh politik dalam badan pengurus
sepak bola di negeri ini. Semoga keterpurukan dunia sepak bola di negeri tercinta
ini segera berakhir dan semoga taring macan Asia yang dulu sempat tajam akan
tajam kembali setajam-tajamnya hingga dunia.
Keep The Blue Flag Flying High
#KTBFFH

Anda mungkin juga menyukai