Ini adalah kali kedua kami berkunjung ke mari. Pada kunjungan pertama, kami harus putar
haluan karena datang tepat di akhir minggu dan suasana cafe sedang ramai-ramainya.
Sesuai namanya, cafe ini berpusat pada sebuah pohon rambutan tua yang disulap menjadi sebuah
rumah pohon, rumah yang dulunya dibuat sebagai tempat bermain cucu-cucu dari ayah si
pengelola cafe. Saat ini rumah pohon terbagi ke dua lantai yang jadi tempat bersantap para
pengunjung; lantai pertama menggunakan AC, sedangkan lantai kedua menggunakan kipas angin
dan AC alam sebagai sarana penyejuknya.
Dekorasi lantai dua Cafe Rumah Pohon, terlihat batang pohon rambutan yang menjadi pusat
dari cafe ini
Selain di dalam, kursi-kursi dan meja-meja juga tersedia di sekeliling rumah pohon. Ada yang
beratapkan kayu, dan ada yang beratapkan ranting pohon alami yang masih hidup. Sehingga
apabila hujan turun, mereka yang nongkrong di bawah ranting pohon mau tidak mau harus
pindah apabila tidak ingin berbasah-basahan.
Peralatan makan di cafe rumah pohon, mayoritas terdiri atas piring dan gelas kaleng
Ketika sedang menunggu pesanan datang, beruntungnya, kami bertemu dengan si pemilik tempat
dan sempat ngobrol panjang lebar. Elisa Farah Pane namanya, akrab dipanggil Lisa. Beliau
adalah salah seorang perempuan bersemangat dengan tutur pelan, ramah, namun tegas di setiap
kata demi kata. Kepada kami perempuan berhijab ini menyampaikan kalau cafenya resmi berusia
tiga bulan hari ini (Kamis, 20 Oktober 2016).
Arsiknya sengaja kami buat arsik ayam bukan arsik ikan, biar yang makan gak repot misahin
tulang ikannya, kata perempuan berdarah Batak Australia ini.