Anda di halaman 1dari 12

TUGAS MATA KULIAH

HUKUM PERIZINAN
DOSEN PENGAMPU: SYAHRIZAL, S.H MH

PENGELOLALAAN PERIZINAN
LINGKUNGAN HIDUP
OLEH :
KELOMPOK IV

WAN MANTAZAKKA
SARIMAN HUTAJULU
SYUHADA
ADITYA PRATAMA
DODI BUANA SAPUTRA
CINDY DEWI PARAMITHA
CHRISTI YANDA S
M. ROFIQ Z.

NIM
NIM
NIM
NIM
NIM
NIM
NIM
NIM

1574201147
1574201378
1574201336
1574201141
1574201250
1574201381
1574201361
1574201300

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU 2016

Kata pengantar
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesempatan dan semangat menulis makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Hukum Perizinan yang berjudul PENGELOLAAN PERIZINAN
LINGKUNGAN HIDUP.
Dalam makalah ini menyajikan pembahasan mengenai perizinan sebagai
produk otoritas dan monopoli pemerintah dengan berpegang teguh pada prinsip
kekuasaan atas semua sumber daya alam demi kepentingan hidup orang banyak.
Dengan adanya makalah ini diharapkan agar kita dapat memahami suatu
persetujuan penguasa dalam hal tertentu menyimpang dari ketentuan- ketentuan
larangan perundang undangan.
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan baik dari penjelasan materi dan penulisan. Namun penulis telah
berusaha keras untuk menyelesaikan tugas yang telah di bebankan kepada penulis dan
mencoba memberikan hasil yang semaksimal mungkin.

Pekanbaru, Agustus 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar................................................................................................ 1
Daftar Isi......................................................................................................... 2
BAB I
I PENDAHULUAN...................................................................................... 3
A. Latar Belakang............................................................................................... 3

BAB II
II PEMBAHASAN......................................................................................... 7
A. Penerapan Sistem Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup. 7
B. Persebrangan Konsep negara Hukum Kesejahteraan dan Hukum
Lingkungan dalam

Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan..8

C. Membangun Sistem Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup. 9

BAB III
III PENUTUP.................................................................................................. 19
A. Kesimpulan...................................................................................................... 19
B. Saran................................................................................................................ 19
BAB IV
A. Daftar Pustaka ................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum seperti yang disimpulkan UUD 1945 yaitu
prinsip bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan pada
kekuasaan, dan prinsip pemerintahan berdasarkan konstitusi, tidak bersifat
absolutisme. Negara hukum yamg di anut Indonesias sendiri adalah negara hukum
materiil atau disebut negara hukum modern/kesejahteraan dengan tujuan yang ingin
dicapai yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun materil
berdasarkan pancasila. Dalam negara hukum pancasila, tujuan penyelenggaraan
pemerintahan lebih luas yakni berkewajiban turut serta dalam berbagai sektor
kehidupan dan penghidupan.
Dengan berlandaskan pada fungsi negara Indonesia yaitu fungsi keamanan, fungsi
kesejahteraan, fungsi pendidikan, dan fungsi mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan
dunia juga didukung oleh alinea keempat UUD 1945 dan pasal 1 ayat 3 UUD 1945
maka dapat diyakini bahwa sebagai negara hukum modern/ kesejahteraan negara
memiliki landasan kuat sehingga mampu mengatur dan menyelenggarakan mekanisme
pemerintahan, memberi kewenangan pemerintah untuk mengatur pengelolaan
lingkungan hidup secara adil serta pemerintah dapat membentuk dan melaksanakan
sistem perizinan lingkungan hidup termasuk sektor kehutanan, perkebunan, dan
pertambangan untuk mewujudkan kesejahtertaan rakyat.
Oleh karena itu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut
dikembangkannya suatu sistem terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan
dan pengelolaaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan
konsekuen dari pusat sampai ke daerah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas adapun permasalahan dalam makalah ini
sebagai berikut :
- Bagaimana penerapan sistem perizinan terpadu dalam bidang lingkungan hidup?
- Bagaimana kondisi lingkungan sebagai akibat dari pembangunan?
- Faktor penyebab dan solusi ketidakterpaduan perizinan lingkungan hidup?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penerapan Sistem Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup
Menurut peraturan menteri dalam negeri nomor 20 tahun 2008 tentang
pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan perizinan terpadu di daerah. Izin
sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah yang merupakan bukti legalitas,
menyatakan sah atau diperbolehkan seseorang atau badan untuk melakukan usaha

atau kegiatan tertentu. Artinya pemberian izin yang dimaksud adalah tertulis berupa
dokumen dan bukan lisan. Pengelolaan lingkungan hidup hanya dapat berhasil
menunjang pembangunan berkelanjutan apabila administrasi pemerintahan berfungsi
secara efektif dan terpadu. Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan terpadu bidang
lingkungan hidup. Dewasa ini jenisw dan prosedur perizinan di Indonesia masih
beraneka ragam, rumit, dan sukar di telusuri, sehingga sering merupakan hambatan
bagi kegiatan dunia usaha. Jenis perizinan di Indonesia sedemikian banyaknya.
Namun, bukan berarti wewenang yang dimiliki oleh pemerintah/ daerah dapat
memberikan izin sebanyak- banyaknya tanpa mempertimbangkan aspek lain. Inilah
yang seringkali terjadi perbedaan pandangan antara pemerintah dengan kalangan
akademisi atau aktivis lingkungan. Pemerintah di satu sisi memandang, izin sebagai
instrumen peningkatan investasi untuk pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu harus
dipermudah. Pertimbangan perlindungan fungsi lingkungan terabaikan. Di pihak lain,
kalangan aktivis lingkungan dan akademisi berpendirian, walaupun diakui izin
merupakan instrumen pembangunan namun lebih merupakan alat penertib agar
pengolaan lingkungan hidup berkesinambungan menuju pembangunan berkelanjutan.
Perizinan merupakan instumen pengolahan lingkungan hidup yang paling penting, yang
diberikan dalam bentuk 2 jenis izin ,yaitu izin yang diberikan.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain. Sedangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didefinisikan sebagai
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan
dan penegakan hukum. Untuk melaksanakan hukum lingkungan, dibutuhkan tindakan
nyata pemerintah. Perizinan terpadu bidang lingkungan hidup merupakan bentuk
tindakan pemerintah dalam rangka melaksanakan hukum lingkungan. Perizinan wujud
penyelenggaraan wewenang pemerintah dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Aktivitas perizinan bidang lingkungan jelas akan menimbulkan
dampak negatif dan dampak positif terhadap lingkungan. Sistem perizian terpadu
lingkungan hidup seharusnya merupakan wujud nyata dari taat asas dan konsekuen
sebagai bentuk ketegasan sistem terpadu yang harus dilaksanakan dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya preventifdalam rangka pengendalian
dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara
maksimal instrumen pengawasan dan perizinan.
Mengenai substansi keterpaduan sistem perizinan lingkungan hidup. Prinsip
keterpaduan dibedakan atas pertama, keterpaduan jenis dan pelaksanaan pengaturan
perizinan. Kedua, keterpaduan dalam tata ruang berdasarkan corak atau karakteristik
sumber- sumber daya lingkungan. Ketiga, keterpaduan dan kewenangan.
1. Penerapan pada bidang kehutanan
Yaitu izin pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan kayu dari hutan alam. Perusahaan
pemegang izin melanggar pola- pola tradisional hak kepemilikan atau hak penggunaan
lahan. Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan
terhadap pengelolaan hutan sangat lemah. Menurut klasifikasi pemerintah, pada saat

ini hampir 30 persen dari konsensi hph telah di survei, masuk dalam kategori sudah
terdegradasi . kedua, izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman. Hutan
tanaman telah dipromosikan secara besar- besaran dan diberi subsidi sebagai suatu
cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di
Indonesia, tetapi cara ini telah merusak kualitas hutan alam.
2. Penerapan bidang perkebunan
Pembangunan bidang perkebunan selama 30 tahun terakhir merupakan faktor utama
penyebab deporestasi, tetapi sulit menyajikan data definitif mengenai luas hutan yang
telah dikonversi menjadi perkebunan. Setiap departemen berlomba menerbitkan
perizinan, tak peduli tumpang tindih dengan izin lain tanpa mempertimbangkan konflik
antar sektor. Proyek skala besar dioperasikan tanpa hitungan daya dukung lingkungan,
hitungan resiko bencana, apalagi hitungan pemulihan kawasan dan penghuninya.
Berdasarkan uu no 18 tahun 2004 tentang perkebunan, perkebunan diharuskan
dikembangkan diatas lahan hutan yang sudah secara resmi ditentukan untuk konversi
untuk pemanfaatan hutan lainnya. Dalam praktiknya, ada 2 faktor penting yang
melemahkan landasan hukum ini. Pertama, sebagian besar hutan konversi di Indonesia
terdapat di kawasan Indonesia Timur yang relatif belum berkembang, tetapi sebagian
besar perusahaan lebih suka mengembangkannya dibagian barat, yang lebih dekat
dengan tenaga kerja, infrastruktur pengolahan, dan pasar. Kedua, pembangunan
perkebunan diatas lahan hutan dua kali lebih menarik, karena setelah memperoleh izin
pemanfaatan kayu(ipk) sebuah perusahaan dapat menebang habis kawasan tersebut
dan menjual kayunya kepada industri pengolahan kayu. Hal ini merupakan keuntungan
tambahan, diatas keuntungan yang diharapkan dari panen kelapa sawit pada masa
mendatang. Pada beberapa kasus, pemilik perkjebunan adalah juga pengusaha
konsensi hph, sehingga penjualan kayu tebangan tersebut merupakan transfer
sederhana dari suatu perusahaan ke perusahaan lain dalam kelompok usaha yang
sama, dengan harga tentu saja paling rendah. Tampaknya beberapa perusahaan hanya
mengejar izin konversi untuk memperoleh keuntungan dari kayu yang didapat dari
pembukaan hutan
3. Penerapan pada bidang petambangan
Pada prakteknya, pertambangan di Indonesia menimbulkan berbagai dampak negatif.
Pertama, pertambangan menciptakan bencana lingkungan. Sebagian besar operasi
pertambangan dilakukan secara terbuka ketika suatu wilatyah sudah dibuka untuk
pertambangan, maka kerusakan yang terjadi di wilayah tersebut tidak dapat dituliskan
kembali hampir semua operasi pertambangan melakukan pembuangan limbah secara
langsung kesungai, lembah dan laut. Kedua, pertambangan kurang meningkatkan
community development operasi perusahaan pertambangan belum sepenuhnya belum
melibatkan masyarakat sekitar hutan. Perusahaan pertambangan sebagian besar
tenaga kerjanya didatangkan dari luar masyarakat sekitar hutan. Ketiga, pertambangan

merusqaksumber- sumber kehidupan masyarakat. Wilayah operasi pertambangan yang


seringkali tumpang tindih dengan wilayah hutan serta wilayah hidup masyarakat adat
dan lokal telah menimbulkan konflik atas hak kelola dan hak kuasa masyarakat
setempat. Kelompok masyarakat harus terusir dan kehilanagan sumber kehidupannnya
baik akibat tanah yang dirampas maupun akibat yang tercemar dan rusaknya
lingkungan akibat limbah operasi pertambangan. Keempat, pertamabangan memicu
terjadinya pelanggaran HAM. Pada banyak operasi pertambangan di Indonesia, aparat
keamanan

dan

militer

seringkali

menjadi

pendukung

pengamanan

operasi

pertambangan. Ketika perusahaan petambangan pertama kali datang ke suatu lokasi,


kerap terjadi pengusiran dan kekkerasan terhadap warga masyarakat setempat. Uraian
tersebut menunjukkan, bahwa akibat ketidakterpaduan sistem perizinan bidang
lingkungan hidup, pertama, tumpang tindih keputusan izin antar sektor lingkungan
hidup. Suatu kawasan yang telah dicadangkan untuk kawasan perkebunan, ternyata
dibenani izin pemanfaatan oleh kementerian kehutanan. Izin usaha pertambangan
tumpang tindih dengan izin pemanfaatan hutan, kedua, izin lingkungan yang
seharusnya menjadi instrumen pencegahan bagi pencemaran atau kerusakan
lingkungan hidup, justru tidaqk berfungsi. Ketiga, koordinasi kelembagaan antar sektor
lingkungan hidup sulit dilaksanakan padahal koordinasi merupakan sarana penting bagi
pemerintah daqlam rangka pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan. Tanpa
koordinasi yang baik, bisa dipastikan pelayanan publik perizinan seperti bidanf
lingkungan hidup tidak akan terpadu. keempat, perizinan lingkunagn hidup yang tidak
terpadu, pada akhirnya merusak lingkungan hidup. Hal ini semakin menyulitkqan
pencapaian pembangunan berkelanjutan di indonesia. Walaupun sistem perizinan
sudah relatif baik dalam uu-PPLH, sayangnya pengaturan bidang- bidang lingkungan
tidak mendukung keterpaduan tersebut. Inilah yang menjadi penyebab kelaqnjutan tidak
efektifnya uu-PLH dalam praktiknya. Selain itu, sistem perizinan bidang lingkungan
hidup perlu didukung pula dengan keterpaduan dalampraktik, sehingga sistem tersebut
dapat mencapai keseimbangaqn kepentingan ekonomi, lingkungan, dan sosial.
B.

Persebrangan

Konsep

negara

Hukum

Kesejahteraan

dan

Hukum

Lingkungan dalam Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan


1. Negara hukum adalah negara yang menempatkan kekuasaan hukum sebagai dasar
kekuasaannya dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya
dilakukan dibawah kekuasaan hukum. Hukum menjadi instrumen pengendalian
kehidupan bernegara. Kompleksitas berbagai persoalan menyangkut kebutuhan rakyat,
hubungan antara rakyat dengan penyelenggara negara, dan munculnya urusan- urusan
mengharuskan adanya campur tangan aktif penyelenggara negara mendorong lahirnya
paham negara hukum materiil berikut akan dikemukakan tentang negara hukum materiil
atau juga dengan negara hukum kesejahteraan.

2. hakikat negara hukum kesejahteraan


Konsep welfare state atau social service state, yaitu adanya pengakuan dan
perlindungan terhadap hak- hak asasi manusia, pemerintah terlibat secara aktif dalam
penyelenggaraan tugas- tugas dalam rangka penyelenggaraan kesejahteraan umum,
lalu adanya pembatasan kekuasaan dalam perangkat penyelenggaraan tugas- tugas
pemerintahan, yakni melalui hukum administrasi negara, selanjutnya jika terdapat
perselisihan antar perangkat pemerintahan dengan warga negara, maka diselesaikan
peradilan yang bebas dan tidak memihak.
3. Negara hukum kesejahteraan dan hukum lingkungan
Hukum lingkungan mencakup berbagai bidang hukum. Diantara bidang- bidang
tersebut, materi hukum lingkungan sebagian besar memang termasuk dalam lingkup
hukum administrasi. Hal ini disebabkan bidang yang diatur, yakini lingkugan hidup
menyangkut kepentingan umum. Di Indonesia, urusan mengenai kepentingan umum
menyangkut tentang hubungan antara negara dengan warga negara. Menurut N.H.T
Siahaan, hukum lingkungan diperlukan sebagai alat pergaulan sosial dalam masalah
lingkungan yang mengandung manfaat sebagai pengatur interaksi manusia dengan
lingkungan supaya tercapai keteraturan dan ketertiban (social order). Kemudian
dikemukakan beberapa hal penting pertama, hukum lingkungan menjadi dasar dan
pedoman segala pengelolaan lingkungan. Keseluruhan aspek- aspek yang diatur oleh
hukum lingkungan guna tercapainya keberlanjutan lingkungan bagi kesejahteraan
manusia. Kedua, kekuasaan pengelolaan di tangan negara. Ketiga, mengatur interaksi
lingkungan dan interaksi manusia dengan manusia. Keempat, keserasian sebagi asas
pengelolaan lingkungan. Kelima, berasaskan keberlanjutan. Hukum lingkungan yang
substansi pengaturannya sebagian besar pada bidang hukum publik dalam hal ini
hukum administrasi, sejalan dengan konsepsi negara hukum kesejahteraan. Hukum
lingkungan demikian, bertujuan untuk mencapai keadilan dalqam pengelolaan menfaat
lingkungan- lingkungan hidup.
4. Makna perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus seimbang antara
kepentingan peningkatan ekonomi dengan kepentingan melestarikan lingkungan.
Selama ini, kedua hal tersebut seolah- olah terpisah satu sama lain. Pemerintah dan
kalangaqn swasta dipandang sebagai pihak yang lebih mengutamakan kepentingan
ekonomi dibandingkan kepentingan pelestarian lingkungan. Sementara pihak lain,
terutama para penggiat lingkungan memandang pelestarian lingkungan merupakan
aspek utama yang harus diperhatikan.

C. Membangun Sistem Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup


Perizinan lingkungan adalah sarana yuridis administrasi untuk mencegah dan
menanggulangi (pengendalian) pencemaran lingkungan. Jenis dan prosedur perizinan
lingkungan masih beraneka ragam, rumit dan sukar ditelusuri, sehingga menjadi
hambatan bagi kegiatan dunia industri. Izin sebagai sarana hukum merupakan suatu
persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemegang ijin
dilarang melakukan tindakan menyimpanng dari ketentuan-ketentuan tersebut dan juga
sebagai instrument yang paling penting.
Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan pemohon melakukan tindakantindakan spesifik yang sebenarnya dilarang. Dengan kata lain izin adalah suatu
perkenaan dari suatu larangan. Melalui perizinan, seorang warga negara diberikan
suatu perkenaan untuk melakukan sesuatu aktivitas yang semestinya dilarang, ini
berarti, yang esensial dari perijinan adalah larangan suatu tindakan, kecuali
diperkenakan dengan izin. Dengan demikian, ketentuan-ketentuan perizinan mutlak
dicantumkan keluasan perkenaan yang dapat diteliti batas-batasnya bagi setiap
kegiatan. Mengenai Perizinian diatur didalam Pasal 36, 37, 38, 39, 40, dan 41 Undang
Undang No. 32 Tahun 2009
Pasal 36
1. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib
memiliki izin lingkungan.
2. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
atau rekomendasi UKL-UPL.
3. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mencantumkan
persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL.
4. Izin lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai
dengan kewenangannya.
Pasal 37
1.

Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya wajib


menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi
dengan amdal atau UKL-UPL.

2. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan
apabila.

3. persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum,


keliruan, penyalah gunaan, serta ketidak benaran dan atau pemalsuan data,
dokumen, dan informasi penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana
tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL
4. kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan
oleh penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan.
Pasal 38
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat(2), izin lingkungan dapat
dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara.
Pasal 39
1. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
mengumumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan.
2. Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara yang
mudah diketahui oleh masyarakat.
Pasal 40
1. Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.
2. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.
3. Dalam hal usaha dan/atau kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab
usaha dan / atau kegiatan wajib memperbarui izin lingkungan.
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut mengenai izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 sampai
dengan Pasal 40 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kualitas

lingkungan

hidup

yang

semakin

menurun

telah

mengancam

kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu

dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan


konsisten oleh semua pemangku kepentingan, salah satu problematika yang tengah
menjadi

sorotan

dunia

yaitu

pemanasan

global

yang

semakin

meningkat

mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan


hidup. Dan saat kita berbicara mengenai problematika lingkungan maka tidak dapat
terlepas dari upaya preventif yang dilakukan oleh pejabat administrasi dalam hal ini
berupa perizinan sebagai instrumen pencegahan kerusakan dan atau pencemaran
lingkungan hidup hakikatnya merupakan pengendalian aktivitas pengelolaan lingkungan
hidup. Oleh karena itu pengaturan dan penyelenggaraan perizinan lingkungan harus
didasarkan norma keterpaduan. Di sisi lain disaat pemerintah Indonesia sedang giatgiatnya menggali berbagai sumber daya alam yang melimpah di atas bumi Indonesia,
dunia internasional mengecam tindakan tersebut. Hal ini bukannya tanpa alasan karena
penggalian sumber daya alam di Indonesia dapat menimbulkan dampak yang buruk
bagi perkembangan lingkungan hidup Indonesia. Namun, di satu sisi pihak pemerintah
Indonesia membutuhkan berbagai sumber daya alam untuk menghidupi negaranya.
Dengan kelemahan disana sini yang disebabkan oleh adanya ego sektoral masingmasing kementerian namun harus didasarkan Undang- undang, orientasi pemberian
izin adalah pendapat atau pemasukan sebesar- besarnya kas negara sehingga
mengabaikan faktor kelestarian lingkungan hidup dan kondisi sosial masyarakat,
adanya tumpang tindih izin yang dibarikan dan terakhir lemahnya koordinasi dan
penegakan hukum.
Saran
Pembenahan dan konsistensi pemerintah dalam menjalankan dan menerapkan suatu
sistem dianggap perlu dalam mengupayakan lingkungan hidup yang layak untuk
generasi ke depan, kemudian yang dibebankan oleh pemerintah yaitu lembagalembaga yang mempunyai beban kerja mestinya melakukan koordinasi pelaksanaan
kebijakan,

serta

dibutuhkan

suatu

organisasi

melaksanakan dan mengawasi kebijakan untuk

dengan

portofolio

menetapkan,

kepentingan konservasi. Dalam

menjalankan tugas dan kewenangannya kelak dibutuhkan juga pendanaan baik dari
APBN dan APBD.

BAB IV
Daftar Pustaka
Hardjasoemantri, Koesnadi. 2006. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta:Gadjah Mada
University.
Silalahi, Daud. 1996. Hukum Lingkungan. Bandung:Alumni.
Erwin, Muhammad. 2008. Hukum Lingkungan. Bandung:PT Refika Aditama.
Siahaan, N.H.T. 2009. Hukum Lingkungan. Jakarta:Pancuran Alam.
Helmi. 2012. Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Jakarta:Sinar Grafika.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No. 144.
Sekretariat Negara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai