HUKUM PERIZINAN
DOSEN PENGAMPU: SYAHRIZAL, S.H MH
PENGELOLALAAN PERIZINAN
LINGKUNGAN HIDUP
OLEH :
KELOMPOK IV
WAN MANTAZAKKA
SARIMAN HUTAJULU
SYUHADA
ADITYA PRATAMA
DODI BUANA SAPUTRA
CINDY DEWI PARAMITHA
CHRISTI YANDA S
M. ROFIQ Z.
NIM
NIM
NIM
NIM
NIM
NIM
NIM
NIM
1574201147
1574201378
1574201336
1574201141
1574201250
1574201381
1574201361
1574201300
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LANCANG KUNING
PEKANBARU 2016
Kata pengantar
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa yang telah memberikan
kesempatan dan semangat menulis makalah ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi
tugas mata kuliah Hukum Perizinan yang berjudul PENGELOLAAN PERIZINAN
LINGKUNGAN HIDUP.
Dalam makalah ini menyajikan pembahasan mengenai perizinan sebagai
produk otoritas dan monopoli pemerintah dengan berpegang teguh pada prinsip
kekuasaan atas semua sumber daya alam demi kepentingan hidup orang banyak.
Dengan adanya makalah ini diharapkan agar kita dapat memahami suatu
persetujuan penguasa dalam hal tertentu menyimpang dari ketentuan- ketentuan
larangan perundang undangan.
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan baik dari penjelasan materi dan penulisan. Namun penulis telah
berusaha keras untuk menyelesaikan tugas yang telah di bebankan kepada penulis dan
mencoba memberikan hasil yang semaksimal mungkin.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar................................................................................................ 1
Daftar Isi......................................................................................................... 2
BAB I
I PENDAHULUAN...................................................................................... 3
A. Latar Belakang............................................................................................... 3
BAB II
II PEMBAHASAN......................................................................................... 7
A. Penerapan Sistem Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup. 7
B. Persebrangan Konsep negara Hukum Kesejahteraan dan Hukum
Lingkungan dalam
BAB III
III PENUTUP.................................................................................................. 19
A. Kesimpulan...................................................................................................... 19
B. Saran................................................................................................................ 19
BAB IV
A. Daftar Pustaka ................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum seperti yang disimpulkan UUD 1945 yaitu
prinsip bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum tidak berdasarkan pada
kekuasaan, dan prinsip pemerintahan berdasarkan konstitusi, tidak bersifat
absolutisme. Negara hukum yamg di anut Indonesias sendiri adalah negara hukum
materiil atau disebut negara hukum modern/kesejahteraan dengan tujuan yang ingin
dicapai yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur baik spiritual maupun materil
berdasarkan pancasila. Dalam negara hukum pancasila, tujuan penyelenggaraan
pemerintahan lebih luas yakni berkewajiban turut serta dalam berbagai sektor
kehidupan dan penghidupan.
Dengan berlandaskan pada fungsi negara Indonesia yaitu fungsi keamanan, fungsi
kesejahteraan, fungsi pendidikan, dan fungsi mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan
dunia juga didukung oleh alinea keempat UUD 1945 dan pasal 1 ayat 3 UUD 1945
maka dapat diyakini bahwa sebagai negara hukum modern/ kesejahteraan negara
memiliki landasan kuat sehingga mampu mengatur dan menyelenggarakan mekanisme
pemerintahan, memberi kewenangan pemerintah untuk mengatur pengelolaan
lingkungan hidup secara adil serta pemerintah dapat membentuk dan melaksanakan
sistem perizinan lingkungan hidup termasuk sektor kehutanan, perkebunan, dan
pertambangan untuk mewujudkan kesejahtertaan rakyat.
Oleh karena itu perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut
dikembangkannya suatu sistem terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan
dan pengelolaaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan
konsekuen dari pusat sampai ke daerah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas adapun permasalahan dalam makalah ini
sebagai berikut :
- Bagaimana penerapan sistem perizinan terpadu dalam bidang lingkungan hidup?
- Bagaimana kondisi lingkungan sebagai akibat dari pembangunan?
- Faktor penyebab dan solusi ketidakterpaduan perizinan lingkungan hidup?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penerapan Sistem Perizinan Terpadu Bidang Lingkungan Hidup
Menurut peraturan menteri dalam negeri nomor 20 tahun 2008 tentang
pedoman organisasi dan tata kerja unit pelayanan perizinan terpadu di daerah. Izin
sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah yang merupakan bukti legalitas,
menyatakan sah atau diperbolehkan seseorang atau badan untuk melakukan usaha
atau kegiatan tertentu. Artinya pemberian izin yang dimaksud adalah tertulis berupa
dokumen dan bukan lisan. Pengelolaan lingkungan hidup hanya dapat berhasil
menunjang pembangunan berkelanjutan apabila administrasi pemerintahan berfungsi
secara efektif dan terpadu. Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan
menanggulangi pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan terpadu bidang
lingkungan hidup. Dewasa ini jenisw dan prosedur perizinan di Indonesia masih
beraneka ragam, rumit, dan sukar di telusuri, sehingga sering merupakan hambatan
bagi kegiatan dunia usaha. Jenis perizinan di Indonesia sedemikian banyaknya.
Namun, bukan berarti wewenang yang dimiliki oleh pemerintah/ daerah dapat
memberikan izin sebanyak- banyaknya tanpa mempertimbangkan aspek lain. Inilah
yang seringkali terjadi perbedaan pandangan antara pemerintah dengan kalangan
akademisi atau aktivis lingkungan. Pemerintah di satu sisi memandang, izin sebagai
instrumen peningkatan investasi untuk pertumbuhan ekonomi, oleh karena itu harus
dipermudah. Pertimbangan perlindungan fungsi lingkungan terabaikan. Di pihak lain,
kalangan aktivis lingkungan dan akademisi berpendirian, walaupun diakui izin
merupakan instrumen pembangunan namun lebih merupakan alat penertib agar
pengolaan lingkungan hidup berkesinambungan menuju pembangunan berkelanjutan.
Perizinan merupakan instumen pengolahan lingkungan hidup yang paling penting, yang
diberikan dalam bentuk 2 jenis izin ,yaitu izin yang diberikan.
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain. Sedangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup didefinisikan sebagai
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
yang meliputi perencanaan, pemanfatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan
dan penegakan hukum. Untuk melaksanakan hukum lingkungan, dibutuhkan tindakan
nyata pemerintah. Perizinan terpadu bidang lingkungan hidup merupakan bentuk
tindakan pemerintah dalam rangka melaksanakan hukum lingkungan. Perizinan wujud
penyelenggaraan wewenang pemerintah dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup. Aktivitas perizinan bidang lingkungan jelas akan menimbulkan
dampak negatif dan dampak positif terhadap lingkungan. Sistem perizian terpadu
lingkungan hidup seharusnya merupakan wujud nyata dari taat asas dan konsekuen
sebagai bentuk ketegasan sistem terpadu yang harus dilaksanakan dalam perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai upaya preventifdalam rangka pengendalian
dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara
maksimal instrumen pengawasan dan perizinan.
Mengenai substansi keterpaduan sistem perizinan lingkungan hidup. Prinsip
keterpaduan dibedakan atas pertama, keterpaduan jenis dan pelaksanaan pengaturan
perizinan. Kedua, keterpaduan dalam tata ruang berdasarkan corak atau karakteristik
sumber- sumber daya lingkungan. Ketiga, keterpaduan dan kewenangan.
1. Penerapan pada bidang kehutanan
Yaitu izin pemanfaatan hasil hutan kayu dari hutan kayu dari hutan alam. Perusahaan
pemegang izin melanggar pola- pola tradisional hak kepemilikan atau hak penggunaan
lahan. Kurangnya pengawasan dan akuntabilitas perusahaan berarti pengawasan
terhadap pengelolaan hutan sangat lemah. Menurut klasifikasi pemerintah, pada saat
ini hampir 30 persen dari konsensi hph telah di survei, masuk dalam kategori sudah
terdegradasi . kedua, izin pemanfaatan hasil hutan kayu hutan tanaman. Hutan
tanaman telah dipromosikan secara besar- besaran dan diberi subsidi sebagai suatu
cara untuk menyediakan pasokan kayu bagi industri pulp yang berkembang pesat di
Indonesia, tetapi cara ini telah merusak kualitas hutan alam.
2. Penerapan bidang perkebunan
Pembangunan bidang perkebunan selama 30 tahun terakhir merupakan faktor utama
penyebab deporestasi, tetapi sulit menyajikan data definitif mengenai luas hutan yang
telah dikonversi menjadi perkebunan. Setiap departemen berlomba menerbitkan
perizinan, tak peduli tumpang tindih dengan izin lain tanpa mempertimbangkan konflik
antar sektor. Proyek skala besar dioperasikan tanpa hitungan daya dukung lingkungan,
hitungan resiko bencana, apalagi hitungan pemulihan kawasan dan penghuninya.
Berdasarkan uu no 18 tahun 2004 tentang perkebunan, perkebunan diharuskan
dikembangkan diatas lahan hutan yang sudah secara resmi ditentukan untuk konversi
untuk pemanfaatan hutan lainnya. Dalam praktiknya, ada 2 faktor penting yang
melemahkan landasan hukum ini. Pertama, sebagian besar hutan konversi di Indonesia
terdapat di kawasan Indonesia Timur yang relatif belum berkembang, tetapi sebagian
besar perusahaan lebih suka mengembangkannya dibagian barat, yang lebih dekat
dengan tenaga kerja, infrastruktur pengolahan, dan pasar. Kedua, pembangunan
perkebunan diatas lahan hutan dua kali lebih menarik, karena setelah memperoleh izin
pemanfaatan kayu(ipk) sebuah perusahaan dapat menebang habis kawasan tersebut
dan menjual kayunya kepada industri pengolahan kayu. Hal ini merupakan keuntungan
tambahan, diatas keuntungan yang diharapkan dari panen kelapa sawit pada masa
mendatang. Pada beberapa kasus, pemilik perkjebunan adalah juga pengusaha
konsensi hph, sehingga penjualan kayu tebangan tersebut merupakan transfer
sederhana dari suatu perusahaan ke perusahaan lain dalam kelompok usaha yang
sama, dengan harga tentu saja paling rendah. Tampaknya beberapa perusahaan hanya
mengejar izin konversi untuk memperoleh keuntungan dari kayu yang didapat dari
pembukaan hutan
3. Penerapan pada bidang petambangan
Pada prakteknya, pertambangan di Indonesia menimbulkan berbagai dampak negatif.
Pertama, pertambangan menciptakan bencana lingkungan. Sebagian besar operasi
pertambangan dilakukan secara terbuka ketika suatu wilatyah sudah dibuka untuk
pertambangan, maka kerusakan yang terjadi di wilayah tersebut tidak dapat dituliskan
kembali hampir semua operasi pertambangan melakukan pembuangan limbah secara
langsung kesungai, lembah dan laut. Kedua, pertambangan kurang meningkatkan
community development operasi perusahaan pertambangan belum sepenuhnya belum
melibatkan masyarakat sekitar hutan. Perusahaan pertambangan sebagian besar
tenaga kerjanya didatangkan dari luar masyarakat sekitar hutan. Ketiga, pertambangan
dan
militer
seringkali
menjadi
pendukung
pengamanan
operasi
Persebrangan
Konsep
negara
Hukum
Kesejahteraan
dan
Hukum
2. Izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4) dapat dibatalkan
apabila.
lingkungan
hidup
yang
semakin
menurun
telah
mengancam
sorotan
dunia
yaitu
pemanasan
global
yang
semakin
meningkat
serta
dibutuhkan
suatu
organisasi
dengan
portofolio
menetapkan,
menjalankan tugas dan kewenangannya kelak dibutuhkan juga pendanaan baik dari
APBN dan APBD.
BAB IV
Daftar Pustaka
Hardjasoemantri, Koesnadi. 2006. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta:Gadjah Mada
University.
Silalahi, Daud. 1996. Hukum Lingkungan. Bandung:Alumni.
Erwin, Muhammad. 2008. Hukum Lingkungan. Bandung:PT Refika Aditama.
Siahaan, N.H.T. 2009. Hukum Lingkungan. Jakarta:Pancuran Alam.
Helmi. 2012. Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Jakarta:Sinar Grafika.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara RI Tahun 2009, No. 144.
Sekretariat Negara. Jakarta.