Anda di halaman 1dari 21

MODUL 15

EVALUASI KINERJA DAN MANAJER SDM PROFESIONAL

A. PENDEKATAN EVALUASI KINERJA DENGAN MANAJEMEN KINERJA


1. EVALUASI KINERJA
Kinerja SDM merupakan istilah yang berasal dari kata Job Performance
atau Actual Performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang
dicapai seseorang). Definisi kinerja karyawan yang dikemukakan Bambang
Kusriyanto (1991 : 3) adalah : perbandingan hasil yang dicapai dengan peran
serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam).
Faustino Cardosa Gomes (1995 : 195) mengemukakan definisi kinerja
karyawan sebagai : Ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering
dihubungkan dengan produktivitas. Selanjutnya, definisi kinerja karyawan
menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) bahwa kinerja karyawan
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu disimpulkan bahwa kinerja
SDM adalah prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun
kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan
tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Evaluasi kinerja atau penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan
Leon C. Mengginson (1981 : 310) dalam A.A. Anwar Prabu Mangkunegara (2000
: 69) adalah sebagai berikut : Penilaian prestasi kerja (performance appraisal)
adalah suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah
seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya. Selanjutnya Andrew E. Sikula (1981 : 2005) yang dikutif A.A. Anwar
Prabu Mangkunegara (2000 : 69) mengemukakan bahwa penilaian pegawai
merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang
dapat dikembangkan. Penilaian dalam proses penafsiran atau penentuan nilai,
kualitas atau status dari beberapa obyek orang ataupun sesuatu (barang).
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui
hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Di samping itu, juga untuk

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung


jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan
yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan
kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.
Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan
kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih
spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Agus Sunyoto
(1999 : 1) adalah :
1) Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja
2) Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka
termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya
berprestasi sama dengan pretasi yang terdahulu.
3) Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan
aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap
pekerjaan yang diembannya sekarang.
4) Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga
karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
5) Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan
kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui
rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
Kegunaan penilaian prestasi kerja (kinerja) karyawan adalah :
1) Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk
prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa.
2) Untuk mengukur sejauhmana seorang karyawan dapat menyelesaikan
pekerjaannya.
3) Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan dalam
perusahaan.
4) Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan keefektifan jadwal
kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, kondisi kerja dan
pengawasan.
5) Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi karyawan
yang berada di dalam organisasi.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

6) Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai


performance yang baik.
7) Sebagai alat untuk dapat melihat kekurangan atau kelemahan dan
meningkatkan kemampuan karyawan selanjutnya.
8) Sebagai kriteria menentukan, seleksi dan penempatan karyawan.
9) Sebagai

alat

untuk

memperbaiki

atau

mengembangkan

kecakapan

karyawan.
10) Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas (job
description).
Sasaran-sasaran dan evaluasi kinerja karyawan yang dikemukakan Agus
Sunyoto (1999 : 1) sebagai berikut :
1) Membuat analisis kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan
periodik, baik kinerja karyawan maupun kinerja organisasi.
2) Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para karyawan melalui audit
keterampilan

dan

pengetahuan

sehingga

dapat

mengembangkan

kemampuan dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan itu dapat


menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.
3) Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan
tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode
selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan baku
yang harus dicapai, sarana dan prasarana yang diperlukan untuk
meningkatkan kinerja karyawan.
4) Menemukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan kalau
mendasarkan hasil diskusi antara karyawan dengan pimpinannya itu untuk
menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem
promosi lainnya, seperti imbalan (yaitu reward system recommendation).
Evaluasi kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki mereka yang
tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi
berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya
dalam bidangnya. Untuk itu sangat tergantung dari para pelaksanaannya, yaitu
para karyawannya agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh
organisasi dalam corporate planningnya. Untuk itu pula, perhatian hendaknya
ditujukan kepada kinerja, suatu konsepsi atau wawasan bagaimana kita bekerja

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

agar mencapai yang terbaik. Hal ini berarti bahwa kita harus dapat memimpin
orang-orang dalam melaksanakan kegiatan dan organisasi. Jadi, fokusnya
adalah kepada kegiatan bagaimana usaha untuk selalu memperbaiki dan
meningkatkan

kinerja

dalam

melaksanakan

kegiatan

sehari-hari.

Untuk

mencapai itu perlu diubah cara bekerja sama dan bagaimana melihat atau
meninjau kinerja itu sendiri. Dengan demikian, pimpinan dan karyawan yang
bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan evaluasi kinerja harus pula
dievaluasi secara periodik.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar evaluasi kinerja
sebagai berikut :
1) Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap persoalan
yang timbul dalam pelaksanaan evaluasi kinerja. Jadi bukan semata-mata
menyelesaikan persoalan itu sendiri, namun pimpinan dan karyawan mampu
menyelesaikan persoalannya dengan baik setiap saat, setiap ada persoalan
baru. Jadi yang penting adalah kemampuannya.
2) Selalu didasarkan atas suatu pertemuan pendapat, misalnya dari hasil
diskusi antara karyawan dengan penyelia langsung, suatu diskusi yang
konstruktif untuk mencari jalan yang terbaik dalam meningkatkan mutu dan
baku yang tinggi.
3) Suatu proses manajemen yang alami, jangan merasa dan menimbulkan
kesan terpaksa, namun dimasukkan secara sadar ke dalam corporate
planning, dilakukan secara periodik, terarah dan terprogram, bukan kegiatan
yang hanya setahun sekali atau kegiatan yang dilakukan jika manajer ingat
saja.
2. MANAJEMEN KINERJA
Manajemen kinerja menurut Ahmad S. Ruky (2002 : 6) adalah suatu
bentuk usaha kegiatan atau program yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh
pimpinan organisasi atau perusahaan untuk mengarahkan dan mengendalikan
prestasi karyawan. Sedangkan Robert Bacal (2004) mendefinisikan bahwa
manajemen kinerja adalah suatu proses komunikasi yang terus menerus,
dilakukan dalam kerangka kerjasama antara seorang karyawan dan atasannya
langsung, yang melibatkan penetapan pengharapan dan pengertian tentang
fungsi kerja karyawan yang paling dasar, bagaimana pekerjaan karyawan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

memberikan konstribusi pada sasaran organisasi, makna dalam arti konkret


untuk melakukan pekerjaan dengan baik, bagaimana prestasi kerja akan diukur,
rintangan yang mengganggu kinerja dan cara untuk meminimalkan atau
melenyapkan.
Manajemen kinerja merupakan proses perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan

dan

pengendalian

terhadap

pencapaian

kinerja

dan

dikomunikasikan secara terus menerus oleh pimpinan kepada karyawan, antara


karyawan dengan atasannya langsung.
Dengan asumsi membangun harapan :
1) Fungsi kerja esensial yang diharapkan dari para pegawai
2) Seberapa besar melakukan pekerjaan pegawai bagi pencapaian tujuan
organisasi
3) Apa arti konkret melakukan pekerjaan dengan baik
4) Bagaimana karyawan dan atasannya langsung bekerja sama untuk
mempertahankan, memperbaiki maupun mengembangkan kinerja karyawan
yang sudah ada sekarang
5) Bagaimana prestasi kerja akan diukur
6) Mengenai berbagai hambatan kinerja dan menyingkirkannya.
Tujuan pelaksanaan manajemen kinerja bagi pimpinan dan manajer
adalah :
1) Mengurangi keterlibatan dalam semua hal
2) Menghemat waktu, karena para pegawai dapat mengambil berbagai
keputusan sendiri dengan memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan
serta pemahaman yang diperlukan untuk mengambil keputusan yang benar.
3) Adanya kesatuan pendapat dan mengurangi kesalahpahaman diantara
pegawai tentang siapa yang mengerjakan dan siapa yang bertanggung
jawab.
4) Mengurangi frekuensi situasi dimana atasan tidak memiliki informasi pada
saat dibutuhkan.
5) Pegawai mampu memperbaiki kesalahannya dan mengidentifikasikan sebabsebab terjadinya kesalahan ataupun inefesiensi.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

Tujuan pelaksanaan manajemen kinerja bagi para pegawai adalah :


1) Membantu para pegawai untuk mengerti apa yang seharusnya mereka
kerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan
kewenangan dalam mengambil keputusan.
2) Memberikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengembangkan
keahlian dan kemampuan baru.
3) Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja dan kebutuhan sumber
daya yang memadai.
4) Pegawai memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaan dan
tanggung jawab kerja mereka.
Sistem Peringkat Penilaian Kinerja
1) Membantu organisasi dalam mengkoordinasikan pekerjaan unit-unit kerja
dan membantu menyesuaikan pekerjaan perorangan dengan tujuan yang
lebih besar.
2) Membantu

mengidentifikasikan

kendala-kendala

keberhasilan

yang

mengganggu produktivitas organisasi.


3) Memberikan cara mendokumentasikan dan mengkomunikasikan hal-hal yang
menyangkut kinerja sesuai dengan persyaratan hukum.
4) Memberikan informasi yang valid, yang dapat dipergunakan untuk penentuan
promosi mendiagnosis masalah-masalah yang menyingkirkan kendala
sukses perorangan.
5) Memberikan informasi yang tepat waktu kepada para manajer, sehingga
mereka dapat mencegah timbulnya masalah.
6) Membantu manajer mengkoordinasikan kerja para pegawai yang berada di
bawah tanggung jawabnya.
7) Memberikan umpan balik yang berkala dan berkesinambungan yang dapat
meningkatkan motivasi pegawai.
8) Mencegah terjadinya kesalahan dengan menjelaskan apa yang diharapkan
dari kerja dan menanamkan pemahaman serta tingkat kewenangan bersama.
9) Praktis dan sederhana pelaksanaannya.
10) Membutuhkan pekerjaan administrasi dan birokrasi yang minimal.
11) Memenuhi kebutuhan manajer, karyawan dan organisasi.
12) Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan cukup praktis.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

Keuntungan menggunakan sistem evaluasi kinerja sebagai berikut :


1) Mempermudah hubungan antara tujuan perorangan dan tujuan unit kerja
2) Mengurangi kemungkinan terjadinya ketidaksepakatan selama pertemuan
evaluasi berjalan sesuai proses perencanaan kinerja.
3) Lebih memungkinkan menempatkan manajer dan karyawan dipihak yang
sama, tidak seperti sistem penilaian maupun peringkat.
4) Dapat disalahgunakan atau digunakan sambil lalu saja oleh para manajer.
B. CIRI PIMPINAN / MANAJER SDM PROFESIONAL
Teori awal tentang sifat ini dapat ditelusuri kembali pada zaman Yunani Kuno
dan zaman Roma. Pada wktu itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan,
bukannya dibuat. Teori the Great Man menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan
sebagai pemimpin ia akan menjadi pemimpin apakah ia mempunyai sifat atau tidak
mempunyai sifat sebagai pemimpin. Contoh dalam sejarah ialah Napoleon. Ia
dikatakan mempunyai kemampuan alamiah sebagai pemimpin, yang dapat
menjadikannya sebagai pemimpin besar pada setiap situasi.
Teori great man barangkali dapat memberikan arti lebih realistik terhadap
pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku
pemikir psikologi. Adalah suatu kenyataan yang dapat diterima bahwa sifat-sifat
kepemimpinan itu tidak seluruhnya dilahirkan, tetapi dapat juga dicapai lewat suatu
pendidikan

dan

pengalaman.

Dengan

demikian

maka

perhatian

terhadap

kepemimpinan dialihkan kepada sifat-sifat umum yang dipunyai oleh pemimpin, tidak
lagi menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau dibuat. Oleh karena itu
sejumlah sifat-sifat seperti fisik, mental dan kepribadian menjadi pusat perhatian
untuk diteliti disekitar tahun-tahun 1930-1950-an. Hasil dari usaha penelitian yang
begitu besar pada umumnya dinilai tidak memuaskan. Dari beberapa hal sifat
kecerdasan kelihatannya selalu nampak pada setiap penelitian dengan suatu derajat
konsistensi yang tinggi. Suatu kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian
kepemimpinan tersebut diketahui, bahwa :

kecerdasan muncul pada 10 penelitian

inisiatif muncul pada 6 penelitian

keterbukaan dan perasaan humor muncul pada 5 penelitian

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

antusiasme, kejujuran, simpati dan kepercayaan pada diri sendiri, muncul pada 4
penelitian
Ketika

dikombinasikan

dengan

penelitian

tentang

sifat-sifat

fisik,

kesimpulannya ialah bahwa pemimpin-pemimpin itu hendaknya harus lebih besar


dan cerdas dibandingkan dengan yang dipimpin.
Manakala pendekatan sifat ini diterapkan pada kepemimpinan organisasi,
ternyata hasilnya menjadi gelap, karena banyak para manajer yang menolak.
Mereka beranggapan jika manajer mempunyai sifat-sifat pemimpin sebagaimana
yang disebutkan dalam hasil penelitian itu maka manajer tersebut dikatakan sebagai
manajer yang berhasil. Padahal keberhasilan manajer tidak selalu ditentukan oleh
sifat-sifat tersebut. Tidak ada korelasi sebab akibat dari sifat-sifat yang diamati dalam
penelitian dengan keberhasilan seorang manajer.
Menyadari hal seperti ini, bahwa tidak ada korelasi sebab akibat antara sifat
dan keberhasilan manajer, maka Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang
nampaknya mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi.
1) Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin
mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
dipimpin. Namun demikian, yang sangat menarik dari penelitian tersebut ialah
pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi
matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta mempunyai perhatian yang luas
terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan
dihargai.
3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif mempunyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha
mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.
4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau
mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak
kepadanya. Dalam istilah penelitian Universitas Ohio pemimpin itu mempunyai
perhatian dan selalu mengikuti istilah penemuan Michigan, pemimpin itu
berorientasi pada karyawan bukannya berorientasi pada produksi.
Apa yang disebutkan di atas merupakan salah satu daftar dari sekian daftar
sifat-sifat kepemimpinan organisasi yang amat penting. Nampaknya, pendekatan
sifat terhadap kepemimpinan sama halnya dengan teori-teori sifat tentang

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

kepribadian, yakni telah memberikan beberapa pandangan yang deskriptif tetapi


sedikit analitis atau sedikit mengandung nilai yang prediktif.
1. Manajemen Era Tahun 1990-an
Apa artinya mengelola era pada tahun 1990-an? Para manajer secara teratur
dibanjiri informasi tentang siapa mereka, siapa seharusnya mereka dan di atas
semuanya itu, apa hasil luar biasa yang harus mereka capai. Setelah berobsesi
fokus terhadap ancaman akan kompetisi, para pemimpin sekarang mulai
menggunakan berbagai ancaman eksternal terhadap para manajer mereka,
seharusnya mereka tidak dapat membuktikan diri untuk bersaing dalam kompetisi,
dan kepada mereka yang tidak mampu bersaing akan lebih baik disarankan untuk
berhenti.
Untuk melakukan ini, para konsultan dapat menyarankan untuk mengerjakan
penemuan dalam lingkungan perusahaan. Ini membutuhkan keikutsertaan para
pemimpin; ini berarti pengukuran iklim pekerjaan dalam organisasi, meminta
bawahan untuk mengevaluasi kompetensi-kompetensi pengaturan dari atasanatasan mereka dengan daftar pertanyaan yang sederhana dan jelas.
Mereka mungkin memilih untuk menyarankan penggunaan kisi-kisi evaluasi
yang mereka dapat gunakan untuk menganalisis kelakuan-kelakuan manajerial
selama periode enam bulan. Ini, bagaimanapun, tidak lebih banyak menggunakan
jika salah satunya tidak mengukur perkembangan dan jika para manajer tidak dapat
ikut serta dalam rencana pengembangan yang diatur dari evaluasi personal secara
jelas.
Pencarian koherensi yang lebih besar antara kepribadian manajer dan
lingkungan kerjanya membutuhkan informasi mengenai masing-masing akibat yang
dimiliki oleh yang lain.
Koherensi, pemurnian, dan konsistensi mungkin menyatakan tujuan-tujuan
perusahaan, tetapi sering kali para pemimpin hanya membayar jasa tepi kepada
mereka. Sebuah pendekatan yang dikehendaki untuk mengembangkan kompetensikompetensi manajerial tidak dapat dilaksanakan tanpa diagnosis tertentu, maupun
tanpa sebuah tujuan yang dibatasi, spesifik dan realistis. Ini berarti ;
a. jajaran pimpinan yang menunjukkan komitmen mereka;
b. para manajer yang diikutsertakan dalam proses yang memperhitungkan
lingkungan mereka;

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

c. para konsultan yang profesional dalam lapangan pelatihan dan pemberian saran.
Fenomena ini sangat dimengerti oleh para manajer SDM dan manajer
pelatihan. Menghadapi berbagai macam bentuk perlawanan, mereka berhasil
meyakinkan orang melalui keseluruhan struktur hierarki mereka untuk mengambil
refleksi secara mendalam mengenai cara perusahaan untuk menggerakkan sumber
daya terbaik mereka yaitu : kompetensi individual.
2. Tujuan Mengelola Motivasi Untuk Meningkatkan Kinerja
Mengelola motivasi untuk peningkatakan kinerja berhubungan dengan
penggunaan kekuasaan dan kepemimpinan, apa pun budaya dari suatu negara
ataupun organisasi tersebut. Proses ini memerlukan waktu karena ada perbedaan
diantara para manajer dan perbedaan kolektif antar organisasi.
Tujuannya mudah : yaitu mengajarkan para manajer bagaimana mengukur
hasil dari menangani tim mereka dan untuk mengubah cara kerja mereka apabila
diperlukan. Penyelesaian konflik, memfokuskan berbagai individu kepada satu tujuan
bersama, kepemimpinan dalam proyek dan mengubah kemampuan adaptif dan
kemampuan memengaruhi. Setiap aktivitas ini baik manajemen fungsional dan
manajemen operasional menanggung tanggung jawab untuk menangani sumber
daya manusia.
Untuk pengembangan manajemen didasarkan kepada empat faktor kunci
yang memengaruhi secara hebat kinerja di dalam organisasi :
a. sumber motivasi individual;
b. kemampuan yang diperlukan dalam pekerjaan;
c. gaya dari manajemen;
d. iklim di organisasi
a. Karakteristik Individu : Motivasi dan Kompetensi
Semua manajer akan menyadari perbedaan antara apa yang mendorong
mereka untuk bertindak dan apa yang memicu aksi dari rekan kerja.
Pengetahuan ini merupakan syarat dari setiap perubahan untuk mempromosikan
hasil.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

10

Sebuah metode yang memampukan organisasi untuk menerjemahkan


motivasi internal didasarkan pada temuan yang dikemukakan oleh David
McClelland.
1) Tiga motif sosial
Tiga motif sosial dapat ditentukan dan dievaluasi untuk setiap individu
yang mengondisikan sikap individu dan kompetensi. Kombinasi dari
keinginan untuk keberhasilan, hasrat untuk menjaga hubungan baik dengan
yang lain, atau hasrat untuk memengaruhi orang lain, lingkungan yang satu
akan menghasilkan perbedaan sikap profesional, tergantung pada tingkat
intensitas masing-masing.
Keinginan untuk sukses diekspresikan melalui :
a) kecondongan untuk mengambil risiko yang wajar;
b) hasrat untuk mengambil tanggung jawab sendirian untuk sebuah hasil,
yaitu yang tidak termasuk dalam proses dimana kesempatan mempunyai
peranan yang besar untuk dimainkan;
c) keperluan untuk mengetahui dengan cepat apakah kerja seseorang
sudah dikerjakan dengan benar atau tidak;
d) kecemasan permanen untuk peningkatan pribadi;
e) ketertarikan untuk inovasi dan efisiensi (bagaimana melakukan sesuatu
lebih baik, lebih cepat, berbeda).
Orang-orang tertentu lebih terpusat daripada orang lain dengan
kebutuhan untuk menciptakan, menjaga atau menciptakan kembali hubungan
pertemanan dengan orang lain. Ini membutuhkan hasil dalam :
a) penerimaan yang lebih besar terhadap faktor-faktor yang memengaruhi
hubungan pada saat kerja;
b) kemampuan

untuk

membangun

dan

membina

hubungan

yang

bersahabat;
c) ketakutan untuk kehilangan hubungan tersebut.
2) Keinginan untuk memengaruhi
Kekuatan kata-kata sering kali mempunyai konotasi negatif dalam
budaya Eropa kita. Bentuk ini kelihatan berhubungan secara kuat dengan ide
mengenai perselisihan dengan orang lain, dan memanggil kekuatan politik
untuk berpikir, yang mana sudah tidak lagi dihargai. Tetapi dalam konteks

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

11

kompetensi, keinginan untuk memengaruhi dan untuk menjadi berkuasa


dimanifestasikan melalui :
a) hasrat untuk membuat orang lain terkesan melalui perbuatan dan katakata;
b) usaha untuk memengaruhi orang lain untuk meningkatkan prestis
(kekuatan personal) atau untuk kebaikan bersama (kekuatan bersama);
c) peduli terhadap reputasi seseorang;
d) kapasitas secara spontan untuk menawarkan dukungan dan saran.
3. Kebutuhan Kompetensi Pekerjaan : Para Manajer
Kebutuhan

kompetensi

dari

peran

yang

para

manajer

ditentukan

menggunakan metodologi yang dideskripsikan secara rinci dalam sub bab


sebelumnya yaitu pada sub bab seleksi dan perekrutan. Tujuan dari proses tersebut
adalah untuk mengidentifikasi kompetensi-kompetensi tersebut yang penting bagi
kinerja sebuah regu kerja.
a. Gaya Manajerial
Terdapat cukup banyak jumlah literatur mengenai gaya manajerial dan
diadaptasi untuk berbagai lingkungan. Disini akan membahas kekuatan pada
masyarakat yang telah maju, dimana kekuasaan dapat didefinisikan sebagai
sebuah hubungan dan proses, dan menyorot fakta bahwa hubungan
kekuasaan tidak hanya spesifik, tetapi juga saling menguntungkan. Kekuasaan
meliputi beberapa negosiasi antara para supervisor dengan para bawahannya.
Pendekatan disini berfokus pada pengaruh dari hubungan dan proses.
Di dalam metode MMPI, deskripsi dari enam gaya manajemen terfokus
pada berbagai komponen peranan yang membentuk manajemen :
1) mendengarkan;
2) menentukan tujuan dan target yang digunakan untuk mengukur kinerja;
3) mengelaborasi rencana tindakan dan memimpin proyek;
4) memberi pengarahan kepada regu;
5) memberitahu setiap orang tentang pekerjaannya;
6) mengevaluasi hasil;
7) menyediakan tenaga pembantu dengan kesempatan bertumbuh;
8) membangun hubungan interpersonal.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

12

Manajer modern mungkin suka pada ide bahwa seorang manajer yang
baik

harus

mengadaptasi

gaya

manajemennya

kepada

masing-masing

asistennya. Ini berarti bahwa para manajer dibutuhkan untuk mengidentifikasi


masing-masing anggota regunya ketika menemukan serangkaian targetnya,
melindungi iklim kerja yang baik dan melaksanakan strategi yang ditentukan oleh
jajaran pimpinan.
1) Gaya memaksa
Sikap umum dari gaya ini mungkin disingkat sebagai Karakteristik sikap :
a) Tipe perilaku
(1) Berikan pengarahan atau permintaan dan jangan mengambil
keinginan asisten sebagai hitungan
(2) Awasi dari dekat, hargai laporan yang mendetail
(3) Bertujuan pada penanganan keahlian yang mutlak
(4) Terlihat membuat evaluasi yang negatif
(5) Mengancam memberikan sanksi untuk memberikan tekanan pada
asisten untuk mencapai hasil
b) Kapan gaya ini terbukti efektif ?
(1) Untuk mengatasi krisis dan situasi darurat
(2) Ketika penyimpangan kecil dari norma sepertinya membuat masalah
hebat
c) Kapan gaya ini terbukti tidak efektif ?
(1) Dalam jangka panjang; mempromosikan kapasifan, pemberontakan
dan berbagai sikap menghindari.
(2) Dengan asisten dari siapa kapasitas inisiatif dan inovatif dibutuhkan.
2) Gaya otoriter
Sikap umum dalam gaya ini adalah Saya keras tetapi adil.
a) Karakteristik sikap
(1) Berilah pengarahan yang jelas dalam sikap yang diplomatif
(2) Ambillah keputusan-keputusan dari mereka sendiri
(3) Dengarkan ide-ide dan opini-opini dari para asisten
(4) Gambarkan alasan dari keputusan-keputusan sebaik tujuan dari
arahan-arahan yang mereka komunikasikan
(5) Pengaruhi dengan menunjuk pekerja pembantu dimana minat mereka
berada sebaik organisasi tersebut

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

13

(6) Awasi pekerjaan tanpa perhatian berlebih pada rincian


(7) Miliki kemampuan untuk memberikan hal-hal positif sebagaimana
evaluasi-evaluasi negatif
b) Kapan gaya ini terbukti efektif ?
(1) Ketika pekerjaan membutuhkan pengerahan dan target yang tepat
(yang sering kali menjadi kasus)
(2) Ketika manajer disetujui oleh bawahannya, dan ketika keahlian
mereka diakui oleh organisasi
c) Kapan gaya ini terbukti tidak efektif ?
(1) Ketika seorang manajer lupa untuk mempromosikan pertumbuhan
diantara para pembantunya, yang terlihat membatasi inisiatif.
(2) Ketika keahlian manajer dipertanyakan dalam suatu organisasi
3) Gaya pertalian hubungan
Sikap umum dari gaya ini adalah semua keinginan akan berjalan baik
selama saya melindungi iklim kerja yang baik.
a) Karakter sikap
(1) Jangan berusaha memberikan pengarahan yang jelas dan tepat
(2) Tertariklah pada kondisi kerja secara materil dan psikologis untuk
memastikan kebaikan para pekerja pembantu
(3) Hindari konflik sebanyak mungkin
(4) Terlihatlah lebih percaya pada karakteristik-karakteristik individu
daripada hasil nyatanya untuk mengevaluasi asisten
(5) Berusahalah untuk menjadi tetap populer
(6) Miliki kesulitan dalam memberikan evaluasi yang negatif
b) Kapan gaya ini terbukti efektif ?
(1) Ketika pekerjaan relatif mudah dan para pekerjan mahir dalam
pekerjaan mereka
(2) Ketika seseorang jatuh, pertolongan personal dibutuhkan
(3) Ketika koordinasi orang-orang dan regunya dibutuhkan
(4) Dalam sebuah lingkungan dimana iklim kerja yang baik merupakan
hal penting

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

14

c) Kapan gaya ini terbukti tidak efektif ?


(1) Ketika para pekerja memberikan hasil yang buruk
(2) Ketika situasi kritis atau darurat memerlukan arahan yang jelas
(pengalaman kita membuktikan bahwa gabungan gaya sering
menimbulkan kekerasan ketika ada kesulitan yang timbul, karena
ketakutan manajer pada ketidakmampuan untuk menjadi ketua dalam
segala situasi)
4) Gaya demokratis
Perilaku yang umum dari gaya ini adalah saya mendengarkan pendapatmu
saya merangkumnya dalam sebuah laporan.
a) Gaya yang khas
(1) Memimpin sebuah tim dengan kekuatan bekerja
(2) Mengikutsertakan bawahan dalam pembuatan keputusan
(3) Memilih untuk percaya pada pembangunan konsensus
(4) Mengatur keikutsertaan rapat
(5) Mengharapkan

pencapaian

target,

tetapi

tidak

menanyakan

kelanjutannya secara berkala


(6) Memberikan evaluasi negatif, hanya dalam situasi yang ekstrem
b) Kapan gaya ini terbukti efektif ?
(1) Ketika tim memiliki kompetensi dan membagi informasi dengan
manajer
(2) Ketika pekerjaan membutuhkan koordinasi yang baik
c) Kapan gaya ini terbukti tidak efektif ?
(1) Pada saat rapat tidak ada kebebasan
(2) Ketika para pekerja mengharapkan berakhirnya pengawasan
5) Gaya pengaturan langkah
Perilaku yang umum dalam gaya ini, lakukan seperti yang saya sebutkan
dan semuanya akan berjalan dengan baik
a) Karakteristik sifat
(1) Memimpin dengan menggunakan contoh yang mereka ketahui
(2) Menyusun target yang tinggi yang berhubungan dengan kriteria
seseorang.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

15

(3) Memiliki kesulitan mendelegasikan tugas karena perasaan bahwa


mereka

dapat

melakukan

sesuatu

lebih

baik

daripada

para

pembantunya
b) Kapan gaya ini terbukti efektif ?
(1) Ketika bawahan memiliki motivasi dan kompetensi yang besar dan
tidak membutuhkan koordinasi yang terlalu banyak
(2) Ketika kontribusi seorang ahli atau individu hars diatur
c) Kapan gaya ini terbukti tidak efektif ?
(1) Ketika manajer bergantung pada pekerjaannya dan pekerjaan
menjadi membutuhkan delegasi yang terperinci
(2) Ketika semangat tim dan perkembangan diri pekerja sangat
dibutuhkan
6) Gaya pengawasan
Perilaku yang umum pada gaya ini adalah saya yakin kamu dapat berhasil.
a) Karakteristik sifat
(1) Secara aktif membantu pekerjaannya dan menunjukkan kepada
mereka bagaimana mencapai hasil yang baik
(2) Memerhatikan adanya peluang untuk membangun pekerjaannya dan
membantu mereka untuk bertumbuh
(3) Mendorong para pekerja untuk membuat target yang akan dicapai
dan untuk membuat rencana kerjanya
(4) Menyelidiki bagaimana menggunakan kompetensi para pekerja
dengan baik
b) Kapan gaya ini terbukti efektif ?
(1) Pada saat manajer menunjukkan kinerja yang berubah-ubah dan
mengevaluasi pencapaian target yang dilakukan oleh para pekerja
(2) Ketika regu ditentukan, ambillah inisiatif dan bersiaplah untuk maju
secara profesional
c) Kapan gaya ini terbukti tidak efektif ?
(1) Ketika keahlian para manajer tidak cukup
(2) Ketika para pekerja tidak cukup kompeten dan membutuhkan
pengarahan yang lebih kuat.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

16

b. Motivasi Personal dan Gaya Manajemen


Sekarang ini hubungan dibutuhkan untuk membangun antara gaya
manajemen dan motivasi. Apa yang dominan dari gaya manajemen dalam
manajer ini, siapa, seperti yang sekarang kita tahu, motivasi yang kuat diperoleh
dari pencapaian atau kekuatan?, jawabannya dia memberi diagnosis dari gaya
manajemen yang berbeda dari bawahannya.
Jarak persepsi dipertimbangkan. Manajer melihat dirinya sebagai
seseorang yang memiliki wewenang, memiliki pertalian, demokrasi dan pengajar,
dimana bawahan melihatnya sebagai seseorang yang memiliki wewenang kuat,
pembuat keputusan, dan demokrasi. Persepsi mereka, bagaimanapun, akan
sesuai dengan motivasi profil seorang manajer (pencapaian dan kekuatan).
Jarak antara hasil yang diciptakan tim yang dicapai pemimpin akan dilihat
secara hati-hati. Sebagai tim yang memiliki kompeten yang tinggi, kemungkinan
adanya investigasi bertumbuh dengan cepat sesuai dengan arahan pengajar
dalam pekerjaan, dimana memerlukan perkembangan pekerjaan, tanggung
jawab yang baru, dan sebagainya. Pada akhirnya, manajer dari departemen dan
para anggota timnya menguraikan perubahan proyek yang terfokus pada :
1) delegasi tanggung jawab yang pasti seperti gambaran luar dari tim dalam
organisasi;
2) perkembangan aktivitas dari pekerjaan yang sedang dijalani oleh anggota
tim;
3) komunikasi manajemen dengan unit lain dalam organisasi;
4) pelatihan untuk dua bawahan;
5) modifikasi target dari proyek.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

17

SDM PROFESIONAL
Keberhasilan organisasi atau perusahaan dalam menciptakan atau melahirkan
SDM yang berbasis kompetensi, tentunya sekaligus melahirkan SDM yang profesional.
1. Menjadikan Profesional Sebagai Budaya
a. Pengertian Profesional
Profesional berasal dari akar kata professional, yang jika ditilik dalam
kamus Webster dijelaskan sebagai : learned vocation, atau Vocation that
requires learning rather tahn work with the hands,
1) Di dalam pemecahan masalah, seorang yang profesional melakukan
pendekatan secara ilmiah, yakni objektif logik, sistematik, metodik
(menggunakan metode) dan dapat dibuktikan (berulang-ulang dengan hasil
yang sama/reliable).
2) Karena berdasarkan ilmu (ilmiah), maka profesi maupun sikap profesional,
dapat dipelajari. Dibalik kemampuan profesi tadi, pelaku lebih banyak
memanfaatkan hasil pembelajaran daripada keterampilan tangan. Dibalik
penguasaan

kemampuan

profesi

tadi

ada

teori

(ilmiah)

yang

dimaksudkan

untuk

melatarbelakanginya.
3) Dengan

demikian,

menggambarkan

dengan

sikap

bagaimana

profesional

seseorang

di

dalam

memecahkan

permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan-nya (occupation), ia


menggunakan pendekatan, perumusan masalah, mencari latar belakang
teoritis dari permasalahan yang dihadapinya, meneliti faktor eksternal internal
yang memengaruhi/dipengaruhi oleh masalah yang timbul, mengajukan
beberapa

hipotesis

pemecahan

masalah,

mengembangkan

metode

pembuktian hipotesis sampai kepada kesimpulan pemecahan masalah


secara sistematik dan metodik. Ini berlaku dan mendarah daging dalam tiap
pendekatan

yang

dilakukan

oleh

seorang

profesional

di

dalam

menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam pekerjaan/profesinya.


Dari pendekatan melalui batasan dan sikap profesional di atas,
dapat dirumuskan bahwa seseorang dapat disebut sebagai profesional
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Memiliki Knowledge yang diperlukan oleh profesi tersebut
b) Memiliki Skill yang diperlukan
c) Senantiasa bersikap profesional sebagaimana digambarkan di atas.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

18

b. Bagaimana Terbentuknya Sikap Profesional


Sebelum dikemukakan bagaimana terbentuknya sikap profesional, ada
satu fenomena yang perlu dikenali, yaitu kebanggaan akan profesi (yang
disandangnya). Di dalam psikologi sosial, kebanggaan akan profesi yang
dimilikinya, biasa disebut sebagai positivity. Seseorang dapat dikatakan
memiliki positivity yang tinggi sebagai seorang Dokter, misalnya apabila ia
memiliki kebanggaan, kepercayaan diri yang tinggi di dalam menjalankan
profesinya sebagai seorang Dokter.
Persoalan berikutnya, bagaimana proses terbentuknya positivity ini.
Pertama, arah minat seseorang akan memegang peran yang sangat penting.
Arah

minat

ini

sudah

(kepribadian/predisposisi)

mulai
yang

terbentuk

dimiliki

sejak

berdasarkan
mudanya,

potensi-potensi
yang

kemudian

berinteraksi dengan pengaruh lingkungan, pendidikan keluarga, norma-norma


pergaulan, sampai kemudian terbentuknya tokoh identifikasi yang dijadikan
panutan olehnya, dan seterusnya sampai terbentuk apa kita kenal sebagai citacita. Kalau seseorang berhasil mencapai cita-citanya, maka hampir pasti ia
memiliki positivity yang tinggi menjalani profesi yang dicita-citakannya tersebut.
Kedua, bagaimana apresiasi dari masyarakat pada umumnya, dan lebih
spesifik lagi bagaimana apresiasi lingkungan masyarakat dimana ia dibesarkan
terhadap profesi yang dipilihnya tadi, akan sangat mewarnai pilihan-pilihannya.
Apresiasi ini bisa berbentuk, peran penting yang diberikan oleh masyarakat
(dalam kasus masyarakat kita mungkin oleh pemerintah/instansi pemerintah),
bisa dalam bentuk bagaimana masyarakat menghargai profesi tadi melalui
sistem kompensasi (pendapatan) yang diberikan masyarakat, bisa juga
kompensasi tadi diberikan dalam bentuk kebanggaan dan patriotisme
kebangsaan.
c. Cara-cara Menuju Profesionalisme
Pengalaman masa lalu, bagaimana Gubernur Provinsi DKI Jakarta pada
tahun 70-an, mencoba menegakkan sopan santun bermasyarakat atau dengan
kata lain, bagaimana pemerintah daerah mencoba menegakkan disiplin
bermasyarakat di kota Jakarta. Pada beberapa tahun pertama, di sepanjang
jalan protokol di Jakarta dibangun pagar pembatas, agar masyarakat tidak
menyeberang jalan di sembarang tempat. Dibangun halte bus dan jembatan

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

19

penyeberangan dilengkapi dengan pagar pembatas tersebut di atas. Setelah


cukup lama enforcement dilakukan, mulai dicoba mencabut pagar-pagar
pembatas tadi, tetapi sebagai gantinya ditempatkanlah polisi-polisi pada tempattempat strategis untuk mendidik masyarakat menaati tata tertib yang diinginkan.
2. Peran Pemimpin dalam Membangun Budaya Organisasi
Konsep kepemimpinan telah berpuluh-puluh tahun diteliti oleh ratusan ahli,
melalui berbagai metode, berfokus pada berbagai elemen kepemimpinan, dengan
berbagai sudut pandang. Tentunya hasil yang diperoleh juga beragam. Salah satu
temuan yang paling konsisten diantara ratusan penelitian tersebut adalah bahwa
satu gaya/tipe kepemimpinan tidak dapat diterapkan secara terus menerus,
melainkan bergantung pada : situasi, tugas yang diemban, dan karakteristik dari
para bawahan yang dipimpinnya.
a. Fase Pendirian : Pemimpin Sebagai Penggerak Organisasi
b. Fase Pembentukan : Pemimpin Sebagai Pencipta Budaya
c. Fase Pemeliharaan : Pemimpin Sebagai Pemelihara Budaya
d. Fase Perubahan : Pemimpin Sebagai Agen Perubahan
3. Langkah-langkah Modifikasi Budaya Perusahaan
a. Jika budaya perusahaan belum diformalkan, gali nilai-nilai yang telah ada
b. Seleksi nilai-nilai yang perlu dipelihara atau diperkuat, buang yang tidak sesuai
dengan tujuan perusahaan
c. Tambahkan nilai-nilai yang dibutuhkan perusahaan
d. Tuangkan dalam key-words
e. Susun strategi implementasinya
f.

Lakukan sosialisasi

g. Lakukan evaluasi dan kontrol


h. Jaga kelangsungan budaya baru orang tertentu yang ditunjuk tersebut
i.

Integrasikan dalam Performance Appraisal

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

20

4. Strategi Meraih Sukses dalam Perusahaan


Menetapkan tujuan atau melakukan goal setting penting artinya bagi para
manajer dan pemimpin. Jika anda berhasil meraih sukses dengan menetapkan
tujuan terlebih dulu, sehingga akan berlanjut dengan penetapan tujuan berikutnya.
Berikut ini dapat dikemukakan kiat-kiat bagaimana menetapkan tujuan secara praktis
dan efektif.
a. Kenali Diri dan Nilailah Kualitas Diri Sendiri
Memahami siapa diri kita adalah sangat penting dalam rangka penetapan tujuan.
Buatlah daftar mengenai kemampuan, minat dan bakat kita, dan juga kenalilah
sifat diri kita yang khas.
b. Tentukan Tujuan Hidup Anda serta Nilai Kehidupan yang Anda Inginkan
Jika kita telah tahu, kira-kira apa yang sungguh-sungguh diinginkan dalam hidup
ini, maka dalam menetapkan tujuan tidaklah sulit. Karena ini akan senantiasa
mengarahkan kita untuk melakukan hal-hal secara benar sesuai murni.
c. Kembangkan Visi
Mulailah memvisualisasi kan hasil dari tujuan yang ingin dicapai. Kuncinya
adalah imajinasi dan kreativitas.
d. Tetapkan Tujuan secara Objektif dan Dapat Diukur
Tujuan harus realistis, meskipun bisa saja penuh tantangan. Pastikan bahwa
meskipun cita-cita kita setinggi langit, namun hal tersebut masih sebatas
kemampuan yang bisa diukur.
e. Kembangkan Rencana Pribadi yang Strategis
Fokuskan pada proses menuju tujuan yang ingin dicapai. Buat daftar mengenai
sumber daya yang dibutuhkan. Catat setiap proses yang terjadi. Dengan
membuat rencana secara cermat, kita akan sangat terbentu.
f.

Pelihara Motivasi Diri secara Konsisten


Kita harus selalu memiliki sikap yang positif. Belajarlah untuk merayakan setiap
keberhasilan yang berhasil diraih.

g. Disiplinkan Diri
Kontrol diri, fokuskan pada tujuan, dan atur kehidupan dalam kerangka disiplin.
Kembangkan sistem manajemen waktu yang ketat dan patuhlah pada sistem itu.

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR-UMB

Ryani Dhyan Parashakti, SE, MM

PERENCANAAN SDM

21

Anda mungkin juga menyukai