Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Kehamilan Resiko Tinggi
1.

Definisi
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang memiliki resiko

meninggalnya bayi, ibu atau melahirkan bayi yang cacat atau terjadi komplikasi
kehamilan, yang lebih besar dari resiko pada wanita normal umumnya. Penyebab
kehamilan risiko pada ibu hamil adalah karena kurangnya pengetahuan ibu
tentang kesehatan reproduksi, rendahnya status sosial ekonomi dan pendidikan
yang rendah. Pengetahuan ibu tentang tujuan atau manfaat pemeriksaan
kehamilan dapat memotivasinya untuk memeriksakan kehamilan secara rutin.
Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan hidup sehat
meliputi jenis makanan bergizi, menjaga kebersihan diri, serta pentingnya istirahat
cukup sehingga dapat mencegah timbulnya komplikasi dan tetap mempertahankan
derajat kesehatan yang sudah ada. Umur seseorang dapat mempengaruhi keadaan
kehamilannya. Bila wanita tersebut hamil pada masa reproduksi, kecil
kemungkinan untuk mengalami komplikasi di bandingkan wanita yang hamil
dibawah usia reproduksi ataupun diatas usia reproduksi (Rikadewi,2010).

2.
a.

Faktor Kehamilan Resiko Tinggi


Kehamilan pada usia di atas 35 tahun atau di bawah 18 tahun.
Usia ibu merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan dengan

kualitas kehamilan. Usia yang paling aman atau bisa dikatakan waktu reproduksi
sehat adalah antara umur 20 tahun sampai umur 30 tahun. Penyulit pada
kehamilan remaja salah satunya pre eklamsi lebih tinggi dibandingkan waktu
reproduksi sehat. Keadaan ini disebabkab belum matangnya alat reproduksi untuk
hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan
pertumbuhan janin (Manuaba, 1998).
b. Kehamilan pertama setelah 3 tahun atau lebih pernikahan
c. Kehamilan kelima atau lebih
Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan dan di bagi menjadi
beberapa istilah :
1)

Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan sebanyak satu kali.

2)

Multipara yaitu wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup


beberapa kali, di mana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.

3)

Grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih


dari lima kali.

d. Kehamilan dengan jarak antara di atas 5 tahun atau kurang dari 2 tahun.
Pada kehamilan dengan jarak < 3 tahun keadaan endometrium mengalami
perubahan, perubahan ini berkaitan dengan

persalinan sebelumnya yaitu

timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi plasenta.


Adanya kemunduran fungsi dan berkurangnya vaskularisasi pada daerah

endometrium pada bagian korpus uteri mengakibatkan daerah tersebut kurang


subur sehingga kehamilan dengan jarak < 3 tahun dapat menimbulkan kelainan
yang berhubungan dengan letak dan keadaan plasenta.
e.

Tinggi badan ibu kurang dari 145 cm dan ibu belum pernah melahirkan
bayi cukup bulan dan berat normal.
Wanita hamil yang mempunyai tinggi badan kurang dari 145 cm, memiliki

resiko tinggi mengalami persalinan secara premature, karena lebih mungkin


memiliki panggul yang sempit.
f. .

Kehamilan dengan penyakit (hipertensi, Diabetes, Tiroid, Jantung, Paru,

Ginjal, dan penyakit sistemik lainnya)


Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal atau
lupus, akan meningkatkan risiko terkena preeklamsia. Kehamilan dengan
hipertensi esensial atau hipertensi yag telah ada sebelum kehamilan dapat
berlangsung sampai aterm tanpa gejala mejadi pre eklamsi tidak murni. Penyakit
gula atau diabetes mellitus dapat menimbulkan pre eklamsi dan eklamsi begitu
pula penyakit ginjal karena dapat meingkatkan tekanan darah sehingga dapat
menyebabkan pre eklamsi.
g.

Kehamilan dengan keadaan tertentu ( Mioma uteri, kista ovarium)


Mioma uteri dapat mengganggu kehamilan dengan dampak berupa kelainan

letak bayidan plasenta,

terhalangnya

jalan lahir,

kelemahan

pada

saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak setelah melahirkan dan gangguan
pelepasan plasenta, bahkan bisa menyebabkan keguguran. Sebaliknya, kehamilan
juga bisa berdampak memperparah Mioma Uteri. Saat hamil, mioma uteri

cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor yang
menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu,
selama kehamilan, tangkai tumor bisa terputar.
h.

Kehamilan dengan anemia ( Hb kurang dari 10,5 gr %)


Wanita hamil biasanya sering mengeluh sering letih, kepala pusing, sesak

nafas, wajah pucat dan berbagai macam keluhan lainnya. Semua keluhan tersebut
merupakan indikasi bahwa wanita hamil tersebut sedang menderita anemia pada
masa kehamilan. Penyakit terjadi akibat rendahnya kandungan hemoglobin dalam
tubuh semasa mengandung.Faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada
ibu hamil adalah kekurangan zat besi, infeksi, kekurangan asam folat dan kelainan
haemoglobin. Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi ibu dengan kadar
nilai hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu dan tiga, atau kadar nilai
hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester dua. Perbedaan nilai batas diatas
dihubungkan dengan kejadian hemodilusi.
B.

Anemia
1. Pengertian Anemia
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan
konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah. Definisi anemia yang
diterima secara umum adalah kadar Hb kurang dari 12,0 gram per 100
mililiter ( 12 gram / desiliter ) untuk wanita hamil. Anemia pada kehamilan
disebabkan kekurangan zat besi mencapai kurang lebih 95 %. ( Varney, Helen
2004 Hal 623 ). Seorang wanita hamil yang memiliki Hb kurang dari 10 g /
100 ml barulah disebut menderita anemia dalam kehamilan ( Wiknjosastro.
2007 hal.450 )

Kadar Hb kurang dari 10 gr / dl, disebut anemia sedang jika Hb 7-8 gr / dl,
disebut anemia berat, atau bila kurang dari 6 gr / dl,disebut anemia grafis.
Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal 12 15 gr/dL dan hematokrit 35
sampai 54 % (dr.H.M.A. Ashari, Sp.OG.(K), 2002 Hal 29).
2. Pencegahan dan Penanganan
2.1 Pencegahan Anemia
Menghindari terjadinya anemia sebaiknya ibu hamil melakukan
pemeriksaan sebelum hamil sehingga dapat diketahui data dasar kesehatan
ibu tersebut, dalam

pemeriksaan kesehatan

disertai pemeriksaan

laboratorium termasuk pemeriksaan tinja sehingga diketahui adanya


infeksi parasit. ( Manuaba. I. B. G 1998, Hal 32 ).
2.1.1 Penanganan pada Anemia
Penanganan pada Anemia sebagai berikut :
2.2.1

Anemia Ringan

Kehamilan dengan kadar Hb 11 gr/dL - 10 gr/dL masih dianggap


ringan sehingga hanya perlu diberikan kombinasi 60 ml/hari zat besi
dan 500 mg asam folat peroral sekali sehari (Arisman. 2004, hal 150151)
2.2.2 Anemia Sedang
Kehamilan dengan kadar Hb 9 gr/dL masih dianggap sedang.
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per ons 600 mg/hari
sampai 1000mg/hari seperti sulfat ferosus atau glukosa ferosu
(Winkjosastro. 2007 hal 452).

2.2.3

Anemia Berat

Kehamilan dengan kadar Hb < 9 gr/dL sudah dianggap berat.


Pemberian preparat besi 60 mg dan asam folat 400 ug, 6 bulan selama
hamil, dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan ( Arisman. 2004,
hal 153 )

C.

Sel Darah Merah (Eritrosit)

1.

Morfologi Eritrosit
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari

Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel).
Sel darah merah berupa cakram kecil bikonkaf, cekung pada kedua sisinya,
sehingga terlihat seperti dua buah bulan sabit yang bertolak belakang dari sisi
samping dengan diameter sekitar 7 mikron. Warna merah sel darah merah sendiri
berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Eritrosit
terdiri dari hemoglobin, sebuah metalloprotein kompleks yang mengandung
gugus heme, dimana dalam golongan heme tersebut, atom besi akan tersambung
secara temporer dengan molekul oksigen (O2) di paru-paru dan insang, dan
kemudian molekul oksigen ini akan di lepas ke seluruh tubuh. Oksigen dapat
secara mudah berdifusi lewat membran sel darah merah. Hemoglobin di eritrosit
juga membawa beberapa produk buangan seperti CO2 dari jaringan-jaringan di
seluruh tubuh.
2.

Sifat eritrosit
Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat berubah ubah,

sifat ini memungkinkan sel tersebut masuk ke mikrosirkulasi kapiler tanpa

kerusakan. Apabila sel darah merah sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel
tersebut tidak dapat bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi (Handayani,
dkk. 2008).
Sel darah merah (eritrosit) biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan
jumlah haemoglobin yang terdapat dalam sel seperti berikut ini:
1. Normositik, sel yang ukurannya normal.
2. Normokromik, sel dengan jumlah haemoglobin yang normal.
3. Mikrositik, sel yang ukurannya terlalu kecil.
4. Makrositik, sel yang ukurannya terlalu besar.
5. Hipokromik, sel yang jumlah haemoglobin terlalu sedikit.
6. Hiperkromik, sel yang jumlah haemoglobin terlalu banyak.
D.

Kelainan Bentuk Eritrosit


Ada beberapa kelainan morfologi eritrosit antara lain:
1. Anisositosis (abnormalitas ukuran eritrosit).
Contoh mikrosit (eritrosit lebih kecil dari normal) pada kasus anemia
defisiensi besi dan makrosit (eritrosit lebih besar dari normal) pada
kasus anemia defisiensi asam folat.
2. Poikilositosis (bentuk eritrosit ada yang tidak bundar)
Contohnya adalah kondisi hemoglobin patologik dan beberapa jenis
anemia.

3. Polikromasi
Terdapat beberapa eritrosit dengan warna kebiruan di antara eritrosit
normal yang berwarna merah. Polikromasi menunjukkan adanya
eritrosit yang masih muda.
4. Hipokrom
Memiliki bagian pucat di tengah eritrosit meluas. Keadaan ini
menunjukkan rendahnya kadar hemoglobin
5. Sferosit
Eritrosit mendekati bentuk bola, contoh kasus ini adalah anemia
hemolitik.
Bentuk sel darah merah memberikan petunjuk bermanfaat dalam
mendiagnosis

abnormalitas

membran

yang

diwariskan,

anemia

hemolitik dan hemoglobinopatis (Tambayong, 1999)


E.

Pengaruh Morfologi Eritrosit Pada Ibu Hamil Resiko Tinggi


Ibu hamil resiko tinggi memiliki beberapa resiko, diantaranya adalah

anemia. Anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi


hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan
atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan
kehamilan, pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin
pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11g/dl atau
lebih. Atas alasan tersebut, anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl
pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua
(Suheimi, 2007).

Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel


tubuh tidak cukup mendapat pasokan oksigen. Wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko
kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka
kematian perinatal meningkat. Di samping itu, perdarahan antepartum dan
postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering
berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan
darah.
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan
hingga

terjadinya

gangguan

kelangsungan

kehamilan

abortus,

partus

imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama,


perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan
terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI rendah), dan gangguan pada
janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain)

F. Kerangka Teori
Ibu Ibu
hamil
hamil risti

D.
Usia kehamilan
1. Trimester 1 (0-12
minggu)
2. Trimester 2 (12-24
minggu)
3. Trimester 3 (24-40
minggu)

Pemeriksaan Hemoglobin

Kadar hemoglobin pada bumil :


11-10 gr/dL = anemia ringan
9 gr/dL = anemia sedang
<9 gr/dL = anemia berat

Apusan darah tepi

Faktor resiko
(komplikasi anemia)
Warna Eritrosit :
1. Normokromik
2. Hiperkromik
3. Hipokromik

Kelainan bentuk eritrosit :


1. Tearsdropcell
2. Targetcell
3. Ovalosit

Ukuran eritrosit :
1. Normositik
2. Makrositik
3. Mikrositik
4.

G. Kerangka Konsep

Variabel Bebas :

Variabel terikat :

Ibu hamil resiko tinggi

Gambaran warna dan bentuk eritrosit

Anda mungkin juga menyukai