I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama
: Tn. MR
2. Jenis kelamin
: Laki-laki
3. Umur
: 40 tahun
4. Agama
: Islam
5. Suku/Bangsa
: Makassar/Indonesia
6. Pekerjaan
: Swasta
7. Alamat
8. No. Register
: 774607
II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Nyeri pada mata kiri
Anamnesis Terpimpin : Dialami sejak pagi hari pukul 10.00 setelah mata terkena serbuk kayu
pada saat pasien sedang memanjat pohon. Pasien merasakan nyeri secara terus menerus, nyeri
tidak menjalar ke arah lain. Pasien juga mengeluhkan susah membuka mata beberapa saat
sebelum masuk rumah sakit dan mata menjadi silau ketika membuka mata terlalu lama.
Selain itu, pasien juga mengeluh merah pada mata sesaat setelah kejadian. Riwayat trauma
ada, air mata berlebih ada, kotoran mata berlebih ada, dan penurunan penglihatan ada. Pasien
tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya. Riwayat hipertensi disangkal.
Riwayat diabetes mellitus juga disangkal. Riwayat keluarga mengalami penyakit yang sama
tidak ada. Riwayat alergi makanan (-).Riwayat alergi obat (-). Pasien belum pernah berobat
untuk penyakit mata yang dideritanya sebelumnya.
III. STATUS GENERALIS
KU : Sakit sedang/ gizi baik/ compos mentis
Tanda Vital
: 86 x/menit
- Pernapasan
: 18x/menit
- Suhu
: 36,7oC
V. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Inspeksi
PEMERIKSAAN
Palpebra
Apparatus Lakrimalis
Silia
Konjungtiva
Bola mata
Mekanisme muscular
Palpasi
OD
Edema (-)
Hiperlakrimasi (-)
Sekret (-)
Hiperemis (-)
Normal
Normal ke segala arah
Kornea
Jernih
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, RC(+)
Jernih
OS
Edema (+)
Hiperlakrimasi (+)
Sekret (+)
Hiperemis (+)
Normal
Normal ke segala arah
Tampak
jernih
dengan
fluorescein (+)
Normal
Coklat, kripte (+)
Bulat, sentral, RC(+)
Jernih
Pemeriksaan
Tensi okuler
Nyeri tekan
Massa tumor
Glandula preaurikuler
OD
Tn
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada pembesaran
OS
Tn
Ada
Tidak ada
Tidak ada pembesaran
Tonometri
Tidak dilakukan pemeriksaan
Visus
VOD = 20/20
VOS = 20/70
Penyinaran Oblik
Pemeriksaan
Konjungtiva
Kornea
BMD
Iris
Pupil
Lensa
OD
Hiperemis (-)
Jernih
Normal
Coklat, Kripte (+)
Bulat, sentral, RC(+)
Jernih
OS
Hiperemis (+)
Jernih, dengan fluorescein (+)
Normal
Coklat, Kripte (+)
Bulat, sentral, RC (+),
Jernih
Slit Lamp
SLOD : Konjungtiva hiperemis (-), kornea jernih, BMD kesan normal, iris, coklat, kripte
(+), pupil bulat, sentral RC (+) , lensa jernih.
SLOS : Konjungtiva Kornea jernih dan tampak Fluorescein (+), BMD normal, iris
coklat, kripte (+), pupil bulat, sentral, RC (+), lensa jernih, hiperemis (+)
RESUME
Seorang laki-laki usia 40 tahun dating ke UGD RS. Wahidin Sudirohusodo dengan
keluhan nyeri pada mata kiri yang dialami sejak 11 jam yang lalu. Keluhan nyeri pada mata
kiri akibat terkena serbuk kayu pada saat pasien sedang memanjat pohon. Pasien merasakan
nyeri terus menerus hingga pasien menggosok matanya. Pasien juga mengeluhkan susah
membuka mata beberapa saat sebelum masuk rumah sakit dan mata menjadi silau ketika
membuka mata terlalu lama. Pasien juga mengeluhkan merah pada mata kirinya disertai air
mata berlebih ada, kotoran mata berlebih ada. Penurunan penglihatan ada.
Dari pemeriksaan oftalmologi, didapatkan pada inspeksi mata kiri : palpebral edema (+),
hiperlakrimasi (+), secret (+), kornea tampak jernih dengan Fluorescein (+). Pemeriksaan
visus didapatkan, VOD: 20/20 , VOS: 20/70 .
Pada pemeriksaan slit lamp pada mata kiri didapatkan didapatkan konjungtiva
hiperemis (+), kornea tampak jernih dengan Fluoreseince (+), BMD kesan normal, iris coklat,
kripte (+),pupil bulat, sentral RC (+) , lensa jernih.
VI. DIAGNOSIS
Oculus Sinistra Keratitis
VII. PENATALAKSANAAN
Rencana pemeriksaan KOH
- LFX 1tts/4jam/os
- Tobro 1tts/4jam/os
- Reepitel 1tts/4jam/os
VIII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam
: Bonam
Quo ad Sanationam
: Bonam
IX. DISKUSI
Pada penderita dari anamnesa dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan pandangan
mata merah dan pedih pada mata sebelah kanan sejak 11jam yang lalu, pasien merasa nyeri
dan silau pada mata kirinya serta pasien juga mengeluh mata kirinya sering berair namun
tidak terdapat kotoran pada mata. Pasien juga mengeluh mata susah terbuka
(blepharospasme). Riwayat demam pusing ,mual dan muntah disangkal oleh pasien. Dari
anamnesis menunjukkan bahwa pasien mengalami suatu infeksi didaerah mata bagian kiri
dengan keluhan penurunan visus (kabur), mata merah, silau (fotofobia), berair. Dari gejala
yang timbul tersebut menunjukkan diagnosis mengarah ke diagnosis keratitis.
Karena kornea memiliki banyak serabut nyeri, kebanyakan lesi kornea, superfisisalis
maupun dalam (benda asing kornea, abrasi kornea, phlyctenule, keratitis interstisisal),
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit ini diperhebat oleh gesekan palpebra
(terutama palpebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Karena kornea
berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan cahaya, lesi kornea umunya agak
mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat.2
Fotofobia pada penyakit kornea adalah akibat kontraksi iris beradang yang sakit.
Dilatasi pembuluh iris adalah fenomena reflek yang disebabkan iritasi pada ujung saraf
kornea. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan penyakit kornea, minimal. Meskipun berair
mata dan fotofobia umunya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak terdapat tahi mata
kecuali pada ulkus bakteri purulen.2
Pada pemeriksaan visus didapatkan VOD = (20/20), VOS = 20/70, pemeriksaan mata
sebelah kiri ditemukan hiperemi pada perikorneal. Dari hasil pemeriksaan status lokalis ini
tidak didapatkan adanya kelainan visus pada pasien secara objektif tetapi secara subjektif
pasien merasakan adanya penurunan daya penglihatan pada mata kanannya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya lakrimasi sebagai kompensasi mata untuk
membersihkan benda asing pada kornea. Hiperemis pada konjungtiva akibat peradangan pada
kornea dan sekitarnya yang menyebabkan kongesti pada pembuluh darah. Dari hasil tes
flourosens didapatkan adanya lesi pada daerah central dan paracentral menunjukkan adanya
cedera pada lapisan-lapisan kornea. Faktor prediposisi terjadianya keratitis pada pasien ini
dapat didahului akibat trauma yaitu masuknya benda asing ke mata kemudian mata sering
digosok-gosok sehingga dapat menimbulkan abrasi pada permukaan kornea. Keadaan ini
dapat mempermudah masuknya kuman bakteri, virus atau jamur agen penyebab keratitis.
Untuk penyebab pasti dibutuhkan pemeriksaan kultur untuk menentukan terapi dan prognosis
dari penyakit ini.
Terapi yang diberikan yaitu pemberian antibiotik, antiinflamasi dan reepitalisasi.
Pasien juga dianjurkan menggunakan pelindung mata (kaca mata hitam) untuk melindungi
dari exposure dari luar seperti debu dan sinar ultraviolet. Pada pasien diberikan obat tetes
mata LFX sebagai antibiotic dan merupakan antibiotik golongan kuinolon yang digunakan
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder dan terjadinya infeksi berat.menghilangkan
gejala-gejala infeksi pada mata. C.Tobro diberikan sebagai obat anti inflamasi yang bertujuan
untuk mengurangkan reaksi inflamasi supaya lebih cepat sembuh dan mencegah terjadinya
jaringan parut dan menghilangkan rasa silau pada penglihatan pasien, dan C.Reepitel untuk
membantu proses perbaikan atau reepitelisasi dari lapisan kornea yang mengalami abrasi.
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI & HISTOLOGI
Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya, dan
lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan Kornea merupakan salah satu media
refrakta dengan diameter 11,5 mm, tebal + 1 mm (0,54 0,65 mm) dan dengan kekuatan bias
43 dioptri. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri
pembiasan sinar masuk kornea dilakukan oleh kornea. Kornea terdiri dari 5 lapisan yaitu : 2,6
1
Epitel
Epitel kornea berasal dari ektoderm permukaan dan memiliki ketebalaan 50 pm,
terdiri atas 5 lapis sel epitel bertanduk yang saling tumpang tindih satu lapis sel basal,
sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal terlihat mitosis sel, dan sel muds ini
terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal di sampingya dan sel poligonal di
depannya melalui desmosom dan makula okluden dan ikatan ini menghambat
pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal
menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan
akan mengakibatkan erosi rekuren.
Membran bowman terletak di bawah membran basal epitel komea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
3.
Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya.
Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan di bagian perifer serat
kolagen ini bercabang dan terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah
trauma.
4.
Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma. Bersifat sangat
elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
5.
Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm. Endotel
melekat spada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden
A
B
Gambar 1. (A) Anatomi mata (B). Lapisan Kornea
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf ke V. Saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbul Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4
FISIOLOGI
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya yang uniform, avaskuler dan
deturgenes. Deturgenes, atau keadaan dehidrasi relative jaringan kornea dipertahankan oleh
pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih
penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi dan cidera kimiawi atau fisik, pada
endotel jauh lebih berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan
edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat stroma kornea yang akan menghilang bila sel-sel epitel itu
telah beregenerasi.2
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam
kornea. Namun sekali ini cedera, stroma yang avaskuler dan membrane bowman mudah
terkena infeksi oleh berbagai macam mikroorganisme, seperti bakteri, amuba, dan jamur.
Streptococcus pneumonia (pneumokokkus) adalah bakteri pathogen kornea sejati; pathogen
lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (mis; defisiensi imun) agar
dapat menimbulkan infeksi.2
Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan menurut lapisan
kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau bowman
dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang
mengenai lapisan stroma.4
ETIOLOGI
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya:
1
Virus
Bakteri
Jamur
Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari atau sunlamps. Hubungan ke sumber
cahaya yang kuat lainnya seperti pengelasan busur
Mata kering yang disebabkan oleh kelopak mata robek atau tidak cukupnya
pembentukan air mata
Reaksi terhadap obat tetes mata, kosmetik, polusi, atau partikel udara seperti debu,
serbuk sari, jamur, atau ragi
PATOFISIOLOGI
Mata yang kaya akan pembuluh darah dapat dipandang sebagai pertahanan
imunologik yang alamiah. Pada proses radang, mula-mula pembuluh darah mengalami
dilatasi, kemudian terjadi kebocoran serum dan elemen darah yang meningkat dan masuk ke
dalam ruang ekstraseluler. Elemen-elemen darah makrofag, leukosit polimorf nuklear,
limfosit, protein C-reaktif imunoglobulin pada permukaan jaringan yang utuh membentuk
garis pertahanan yang pertama. Karena tidak mengandung vaskularisasi, mekanisme kornea
dimodifikasi oleh pengenalan antigen yang lemah. Keadaan ini dapat berubah, kalau di
kornea terjadi vaskularisasi. Rangsangan untuk vaskularisasi timbul oleh adanya jaringan
nekrosis yang dapat dipengaruhi adanya toksin, protease atau mikroorganisme. Secara normal
kornea yang avaskuler tidak mempunyai pembuluh limfe. Bila terjadi vaskularisasi terjadi
juga pertumbuhan pembuluh limfe dilapisi sel.
Reaksi imunologik di kornea dan konjungtiva kadang-kadang disertai dengan
kegiatan imunologik dalam nodus limfe yang masuk limbus (kornea perifer) dan sklera yang
letaknya berdekatan dapat ikut terkait dalam sindrom iskhemik kornea perifer, suatu kelainan
yang jarang terjadi, tetapi merupakan kelainan yang serius. Patofisiologi keadaan ini tidak
jelas, Antigen cenderung ditahan oleh komponen polisakarida di membrana basalis. Dengan
demikian antigen dilepas dari kornea yang avaskuler, dan dalam waktu lama akan
menghasilkan akumulasi sel-sel yang memiliki kompetensi imunologik di limbus. Sel-sel ini
bergerak ke arah sumber antigen di kornea dan dapat menimbulkan reaksi imun di tepi
kornea. Sindrom iskhemik dapat dimulai oleh berbagai stimuli. Bahwa pada proses
imunologik secara histologik terdapat sel plasma, terutama di konjungtiva yang berdekatan
dengan ulkus. Penemuan sel plasma merupakan petunjuk adanya proses imunologik. Pada
keratitis herpetika yang khronik dan disertai dengan neo-vaskularisasi akan timbul limfosit
yang sensitif terhadap jaringan kornea.
KLASIFIKASI
Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal. Berdasarkan lapisan yang terkena,
keratitis dibagi menjadi:
1
Keratitis Marginal
Keratitis Interstisial
Keratitis Bakteri
Keratitis Jamur
Keratitis Virus
Keratitis Herpetik
a
Keratitis Alergi
a
Keratokonjungtivitis
Keratokonjungtivitis epidemic
Keratitis fasikularis
Keratokonjungtivitis vernal
Keratitis Numularis
Keratitis Disciformis
Keratitis Filamentosa
Keratitis Dendritik
Keratitis Pungtata
bila diwarnai fluoresein. Sedangkan keratitis pungtata subepitel adalah keratitis yang
terkumpul di daerah membran Bowman.
Keratitis pungtata
B Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar dengan limbus. Penyakit
infeksi lokal konjungtiva dapat menyebabkan keratitis kataral atau keratitis marginal ini.
Keratitis marginal kataral biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya
blefarokonjungtivitis.
Keratitis Marginal
C Keratitis Interstitial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana masuknya pembuluh darah ke
dalam kornea dan dapat menyebabkan hilangnya transparansi kornea. Keratitis interstitial
dapat berlanjut menjadi kebutaan. Sifilis adalah penyebab paling sering dari keratitis
interstitial.
Keratitis Interstitial
Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya, yaitu :
A Keratitis Bakteri
1
Faktor Risiko
Setiap faktor atau agen yang menciptakan kerusakan pada epitel kornea adalah
potensi penyebab atau faktor risiko bakteri keratitis, beberapa faktor risiko terjadinya
keratitis bakteri diantaranya:
Trauma
Etiologi
Manifestasi Klinis
Pasien keratitis biasanya mengeluh mata merah, berair, nyeri pada mata yang
terinfeksi, penglihatan silau, adanya sekret dan penglihatan menjadi kabur. Pada
pemeriksaan bola mata eksternal ditemukan hiperemis perikornea, blefarospasme,
edema kornea, infiltrasi kornea.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus kornea dan bagian
tepinya dengan menggunakan spatula steril kemudian ditanam di media cokelat,
darah dan agar Sabouraud, kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram.
Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada perbaikan secara klinis
dengan menggunakan blade kornea bila ditemukan infiltrat dalam di stroma.
Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil menunggu hasil kultur bakteri.
Berikut tabel pengobatan inisial antibiotik yang dapat diberikan:
Etiologi
Keratitis jamur dapat disebabkan oleh:
a
Jamur ragi (yeast) yaitu jamur uniseluler dengan pseudohifa dan tunas : Candida
albicans, Cryptococcus sp, Rodotolura sp.
Jamur difasik. Pada jaringan hidup membentuk ragi sedang media pembiakan
membentuk miselium : Blastomices sp, Coccidiodidies sp, Histoplastoma sp,
Sporothrix sp.
Patologi
Hifa jamur cenderung masuk stroma secara paralel ke lamella kornea. Mungkin ada
nekrosis koagulatif stroma kornea yang meluas dengan edema serat kolagen dan
keratosit. Reaksi inflamasi yang menyertai kurang terlihat daripada keratitis
bakterialis. Abses cincin steril mungkin ada yang terpisah pusat ulkus. Mikroabses
yang multipel dapat mengelilingi lesi utama. Hifa berpotensi masuk ke membran
descemet yang intak dan menyebar ke kamera okuli anterior.
3
Manifestasi Klinis
Reaksi peradangan yang berat pada kornea yang timbul karena infeksi jamur dalam
bentuk mikotoksin, enzim-enzim proteolitik, dan antigen jamur yang larut. Agen-agen
ini dapat menyebabkan nekrosis pada lamella kornea, peradangan akut , respon
antigenik dengan formasi cincin imun, hipopion, dan uveitis yang berat.
Ulkus kornea yang disebabkan oleh jamur berfilamen dapat menunjukkan infiltrasi
abu-abu sampai putih dengan permukaan kasar, dan bagian kornea yang tidak
meradang tampak elevasi keatas. Lesi satelit yang timbul terpisah dengan lesi utama
dan berhubungan dengan mikroabses stroma. Plak endotel dapat terlihat paralel
terhadap ulkus. Cincin imun dapat mengelilingi lesi utama, yang merupakan reaksi
antara antigen jamur dan respon antibodi tubuh. Sebagai tambahan, hipopion dan
sekret yang purulen dapat juga timbul. Reaksi injeksi konjungtiva dan kamera okuli
anterior dapat cukup parah. Untuk menegakkan diagnosis klinik dapat dipakai
pedoman berikut :
Lesi satelit
Tepi ulkus sedikit menonjol dan kering, tepi yang ireguler dan tonjolan seperti
hifa di bawah endotel utuh
Plak endotel
Pemeriksaan Penunjang
Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff atau
Methenamine Silver.
Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
C Keratitis Virus
1
Etiologi
Herpes Simpleks Virus (HSV) merupakan salah satu infeksi virus tersering pada
kornea. Virus herpes simpleks menempati manusia sebagai host, merupakan parasit
intraselular obligat, dapat ditemukan pada mukosa, rongga hidung, rongga mulut,
vagina dan mata. Penularan dapat terjadi melalui kontak dengan cairan dan jaringan
mata, rongga hidung, mulut, alat kelamin yang mengandung virus.
Patofisiologi
Patofisiologi keratitis herpes simpleks dibagi dalam 2 bentuk :
Pada stromal : terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang
yaitu reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam stroma. Sel radang
ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak virus tetapi juga akan merusak
stroma di sekitarnya.
Manifestasi Klinis
Pasien dengan HSV keratitis mengeluh nyeri, fotofobia, penglihatan kabur, mata
berair, mata merah, tajam penglihatan turun terutama jika bagian pusat yang terkena.
Infeksi primer herpes simpleks pada mata biasanya berupa konjungtivitis folikularis
akut disertai blefaritis vesikuler yang ulseratif, serta pembengkakan kelenjar limfe
regional. Kebanyakan penderita juga disertai keratitis epitelial dan dapat mengenai
stroma tetapi jarang. Pada dasarnya infeksi primer ini dapat sembuh sendiri, akan
tetapi pada keadaan tertentu di mana daya tahan tubuh sangat lemah akan menjadi
parah dan menyerang stroma.
Pemeriksaan Penunjang
Usapan epitel dengan Giemsa multinuklear noda dapat menunjukkan sel-sel raksasa,
yang dihasilkan dari perpaduan dari sel-sel epitel kornea yang terinfeksi dan virus
intranuclear inklusi.
Terapi
Debridement
Terapi Obat
IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam larutan 1% dan
diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap 4 jam)
Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam bentuk salep
Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU, diberikan 1% setiap 4 jam
Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap 4 jam.
Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat, khususnya pada
orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes mata dan kulit agresif.
Terapi Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan
pasien yang mempunyai parut kornea yang berat, namun hendaknya dilakukan
beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif.
D Keratitis Alergi
1
Etiologi
Reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata, biasanya penderita sering
menunjukkan gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan.
Manifestasi Klinis
Bentuk palpebra: cobble stone (pertumbuhan papil yang besar), diliputi sekret
mukoid.
Gatal
Fotofobia
Terapi
Kompres dingin
Obat vasokonstriktor
Keratitis Numularis
Keratitis Numularis ditandai dengan adanya deposit-deposit kornea yang
membentuk daerah-daerah sirkular dengan tepi jelas dan dikelilingi halo yang kurang
padat. Keratitis ini berjalan lambat dan sering unilateral. Infiltrat terletak dilapisan sub
epitel, yaitu dibawah membrana bowman pada lapisan superfisial dai stroma sehingga
pada tes flouresens akan didapatkan hasil negatif. Organisme penyebabnya diduga
virus yang masuk ke dalam epitel melalui luka kecil setelah terjadinya trauma ringan
pada mata. Replikasi virus pada sel epitel diikuti penyebaran toksin pada stroma
kornea menimbulkan infiltrat yang khas berbentuk bulat seperti mata uang.
b Keratitis Disciformis
Keratitis disciformis ditandai adanya kekeruhan kornea seperti cakram yang
bundar atau lonjong. Biasanya merupakan keratitis profunda superfisial, terjadi akibat
reaksi alergi imunologi terhadap infeksi virus herpes simplek.
c
Keratitis Filamentosa
Keratitis filamentosa ditandai dengan adanya bahan mukoid berbentuk filamen
pemfigoid okular, pemakaian lensa kontak, edema kornea, diabetes melitus, dan
pemakaian antihistamin.
d Keratitis Dendritik
Keratitis dendritik merupakan keratitis superfisial yang membentuk garis
infiltrat pada permukaan kornea yang kemudian membentuk cabang. Bentuk dendrit
terjadi akibat pengrusakan aktif sel epitel kornea oleh virus herpes simplek disertai
dengan terlepasnya sel di atas lesi.
e
Keratitis Pungtata
Keratitis pungtata ditandai dengan adanya infiltrat di membrana bowman
Gangguan refraksi
Ulkus kornea
Perforasi kornea
Glaukoma sekunder
PROGNOSIS
Keratitis dapat sembuh dengan baik jika ditangani dengan tepat dan jika tidak diobati
dengan baik dapat menimbulkan ulkus yang akan menjadi sikatriks dan dapat
mengakibatkan hilang penglihatan selamanya.
Prognosis visual tergantung pada beberapa faktor, tergantung dari:
Virulensi organisme
DAFTAR PUSTAKA
1
Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum, Edisi 17. 2010. Widya Medika Jakarta