I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Muh. Ilyas
Jenis kelamin
: Laki-Laki
Tanggal lahir
: 17/10/1964
No. RM
: 059295
Pekerjaan
: PNS
Ruang Perawatan
: Sandeq 401
Tanggal Masuk/Jam
: 02/05/2016
II. SUBJEKTIF
Anamnesis
: Autoanamnesis
Keluhan Utama
: Batuk
Anamnesis Terpimpin :
Dialami kurang lebih 3 bulan yang lalu, terus menerus, disertai lendir
berwarna kuning kehijauan dan tidak disertai darah. Batuk tidak dipengaruhi
oleh cuaca. Ada sesak napas yang dirasakan bersamaan dengan keluhan
utama, tidak terus menerus dan tidak dipengaruhi cuaca dan aktivitas. Nyeri
dada tidak ada. Demam dialami kurang lebih 2 minggu yang lalu, turun
dengan pemberian anti demam. Keringat malam ada, penurunan berat badan
kurang lebih 15 kg dalam 3 bulan terakhir. Saat ini pasien menjalani
pengobatan OAT bulan ke-3. Mual muntah tidak ada. Nyeri perut dan nyeri
ulu hati tidak ada. BAB lancar. BAK lancar dan tidak ada keluhan nyeri saat
berkemih.
Riwayat Hipertensi disangkal. Riwayat DM disangkal. Riwayat asma
disangkal. Riwayat konsumsi OAT ada (bulan ke-3).
Pasien merupakan seorang PNS, dengan 1 orang istri dan 2 orang anak,
dimana tidak ada yang memiliki riwayat penyakit yang sama dalam anggota
I.
keluarga.
Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal.
Imunisasi lengkap dan riwayat alergi (-)
Status Present
Status Vitalis :
T : 110/70 mmHg
N : 86 x/menit
P : 22 x/menit
S : 36,70C, axilla
II.
Pemeriksaan Fisis
Kepala :
Ekspresi
: Biasa
Simetris muka : Simetris kiri = kanan
Deformitas
: (-)
Rambut
: Hitam, lurus, sukar dicabut
Mata :
Eksoptalmus/Enoptalmus
: (-)
Gerakan
: Ke segala arah
Kelopak Mata
: Edema (-)
Konjungtiva
: Anemis (+)
Sklera
: Ikterus (-)
Kornea
: Jernih
Pupil
: Bulat isokor diameter 2,5 mm
Telinga
Pendengaran
Tophi
: (-)
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung :
Perdarahan
: (-)
Sekret
: (-)
Mulut:
Bibir
: Pucat (+), kering (-)
Lidah
: Kotor (-), tremor (-)
Tonsil
: T1 T1, hiperemis (-)
Faring
: Hiperemis (-)
Gigi geligi
: Caries dentis (-)
Gusi
: Hiperemis (-)
Leher :
Kelenjar getah bening
: Tidak ada pembesaran
Kelenjar gondok
: Tidak ada pembesaran
DVS
: R+2 cmH2O
Pembuluh darah
: Tidak ada kelainan
Kaku kuduk
: (-)
Tumor
: (-)
Dada :
Inspeksi :
Bentuk
: Simetris kiri = kanan, normochest
Pembuluh darah
: Bendungan vena sentral (-)
Sela iga
: Dalam batas normal
Paru
Palpasi
:
Fremitus raba
Nyeri tekan
Massa tumor
Perkusi
:
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar
Batas paru belakang kanan
Batas paru belakang kiri
Auskultasi
:
Bunyi pernapasan
Bunyi tambahan
: (-)
: (-)
: Sonor
: Sonor
: ICS VI dekstra anterior
: CV Th. IX dekstra
: CV Th. X sinistra
: Vesikuler kiri = kanan
: Rh + , Wh -/+ -
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Laboratorium:
Darah Rutin (19/04/2016)
Jenis Pemeriksaan
WBC
RBC
HGB
HCT
MCV
Hasil
6,4 . 103/uL
2,10 . 106/uL
8,7 g/dl
19,5 %
106,5 pl
Nilai rujukan
4 - 10 x 103/uL
46 x 106/uL
14 - 18 g/dL
40 54%
80 100 pl
MCH
MCHC
PLT
113,0 pg
106,1 g/dl
401 . 103/uL
27 32 pg
32 36 g/dl
150-400x103/uL
Hasil
Nilai Rujukan
SGOT
33 U/L
16 U/L
< 38 U/L
SGPT
< 41 U/L
MSCT-Scan Thorax
-
ASSESSMENT
5
IV.
TB Paru on treatment
Community Acquired Pneumonia
Anemia Megaloblastik DD/ Anemia Penyakit Kronis
Hipoalbuminemia
PLANNING
Pengobatan:
1. Rifampicin 600mg/3 kali seminggu/oral
2. INH 400 mg/3 kali seminggu/oral
3. Ceftriaxone 2 gr/24 jam/IV
4. Paracetamol 500 mg/8 jam/oral (bila demam)
5. Neurodex 1 tab/24 jam/oral
6. Diet tinggi protein
7. Transfusi albumin 25% 1 botol/hari
V.
Rencana Pemeriksaan :
1. Foto Thoraks PA
2. Analisa darah tepi
PROGNOSIS
Ad Functionam
: Bonam
Ad Sanationam
: Bonam
Ad Vitam
: Bonam
RESUME
Seorang laki-laki berusia 40 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan batuk
darah yang dialami kurang lebih 1 bula lalu. Keluhan dirasakan memberat 2 minggu
terakhir dan pernah mengalai batuk darah kurang lebih 50 cc di RS Dadi ketika
dirawat disana sebelum akhirnya pasien pulang paksa. Keluhan disertai dengan sesak,
keringat malam hari, penurunan berat badan yang dirasakan turun sebanyak 2 kg
selama 2 bulan Pusing ada, mual muntah tidak ada, penurunan nafsu makan ada,
BAB belum selam 1 minggu, BAK lancar.
6
Riwayat menggunakan OAT 3 tahun lalu dan dinyatakan sembuh oleh dokter.
Kemudian kembali muncul gejala yang sama 1 bulan lalu. Riwayat terakhir OAT
hanya diminum selama 2 minggu. Riwayat HT tidak ada, DM tidak diketahui.
Riwayat keluarga mengalami batuk darah ada, yaitu orang tua pasien.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan : Tanda vital: Tekanan darah 110/80
mmHg, nadi 90 per menit, pernapasan 24x per menit, suhu axilla 37,8C. pada
pemeriksaan thoraks didapatkan ronkhi di seluruh lapangan pandang paru. Foto
thoraks memperlihatkan kesan KP dupleks lama aktif.
Berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan maka diagnosis pasien ini adalah TB paru kasus relaps
TUBERKULOSIS PARU
I.
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronis yang sangat lama dikenal pada
manusia, dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang
padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra toraks yang
khas pada TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman
neolitikum, begitu juga penemuan dari mumi dan ukiran di dinding piramid di Mesir
kuno pada tahun 2000-4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi
phthisis yang diangkat dari bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru
ini.1
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman
TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya).2 Mycobacterium Tuberculosis yang
menyerang paru disebut juga tuberkulosis paru. Bila menyerang organ selain paru
(kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus, ginjal) disebut tuberkulosis ekstra paru.3
II. EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit yang telah lama dikenal dan
sampai saat ini masih menjadi penyebab utama kematian di dunia. 4 WHO
menyatakan Tuberkulosis paru menyerang sepertiga dari 1,9 miliar penduduk dunia
dewasa ini.3 Setiap tahun terdapat 8 juta kasus baru penderita tuberkulosis paru, dan
angka kematian tuberkulosis paru 3 juta orang setiap tahunnya. 3 1% dari penduduk
dunia akan terinfeksi tuberkulosis paru setiap tahun. 3 Satu orang memiliki potensi
menularkan 10 hingga 15 orang dalam 1 tahun. 3 Pada tahun 1993 WHO juga
menyatakan bahwa TB sebagai Global health emergenncy.1
Prevalensi TB di Indonesia dan negara-negara sedang berkembang lainnya
cukup tinggi.4Indonesia adalah negeri dengan pevalensi TB ke-3 tertinggidi dunia
setelah cina dan india.1 Pada tahun 1998 diperkirakan TB di cina, india dan indonesia
berturut turut 1.828.000, 1.414.000, 591.000 kasus.1Pada tahun 2006, kasus baru di
Indonesia berjumlah >600.000 dan sebagian besar diderita oleh masyarakat yang
berada dalamusia produktif (1555 tahun).3 Angka kematian karena infeksi TB
berjumlah sekitar 300 orang per hari dan terjadi >100.000 kematian per tahun.Hal
tersebut merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan
infeksi ini.3 Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB dimasyarakat
adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif.4
Sekitar 75% penderita tuberkulosis paru adalah kelompok usia produktif
secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang penderita tuberkulosis
parudewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan, hal
tersebutberakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 2030%. Jikameninggal akibat penyakit tuberkulosis paru, maka akan kehilangan
pendapatannyasekitar 15 tahun, selain merugikan secara ekonomis, tuberkulosis paru
juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial bahkan kadang dikucilkan oleh
masyarakat.3
III. ETIOLOGI
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium
tuberculosis berbentuk batang, berukuran panjang 1-4mikron dan tebal 0,3-0,6
mikron, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh
karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur
lama dalam beberapa tahun.3
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan, arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan asam
(asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam dan tahan terhadap gangguan
kimia dan fisik. Kuman ini dapat hidup dalam suasana udara kering maupun dalam
keadaan dingin. Hal ini dapat terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari
sifat dorman ini kuman dapat bangkit dan menjadi tuberkulosis aktif kembali.1
Sifat kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigen. Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.1
IV. PATOGENESIS
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB.Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh
mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB
dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada
sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman
9
imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan
segera dimusnahkan. 1,5
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 1,5
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi.Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di
paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui
bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe
hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan
membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan
ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkejuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB
endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat menimbulkan obstruksi
komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis,
yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi. 1,5
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar
ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh
tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai
penyakit sistemik. 1,5
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
11
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi
pertumbuhannya. 1,5
Di
dalam
koloni
yang
sempat
terbentuk
dan
kemudian
dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus
SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB
ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya
meningitis, TB tulang, dan lain-lain. 1,5
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini
dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang
disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah
terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB
yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi
karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita. 1,5
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari
gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed).
Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang
secara histologi merupakan granuloma.1
12
Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim)
paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.2
14
kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau
keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru
dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:2
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, makadicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.
Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
15
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
VI.
GEJALA KLINIS
Adapun keluhan yang sering didapat pada pasien tuberkulosis paru yaitu
batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih. Gejala tambahan yang
mungkin menyertai adalah batuk darah, sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan
lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise),
berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan dan demam/meriang lebih dari sebulan.1
16
tergantung dari daya tahan tubuh seseorang. Dan berat ringanya infeki
tuberkulosis.1
Batuk/batuk darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk darah dapat terjadi
karena iritasi bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk produk
radang. Sifat batuk dimulai dari betuk kering/non produktif kemudian setelah
timbul peradangan menjadi batuk produktif. Keadaan selanjutnya adalah batuk
VII.PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan fisis yang pertama kali ditemukan terhadap keadaan umum
pasien yang ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, badan
kurus dan berat badan menurun.1
Tempat kelainan lesi yang paling dicurigai adalah bagian apeks paru.Bila
dicurigai infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi
suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara ronki kasar, basah dan nyaring
tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat cavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara
hipersonor atau timpani dan auskultasi memberikan suara amforik.1
Pada tuberkulosis yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan
atrofi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi menciut dan
menarik isi mediastenum atau paru yang lainya. Paru yang sehat menjadi lebih
hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih setengah dari jaringan paru-
17
paru akan terjadi pengecilan daerah aliran darah dan selanjutnya meningkatkan
tekanan arteri pulmonal (hipertensi pulmonal), diikuti terjadinya kor pulmonal dan
gagal jantung kanan.1
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang
sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak.
Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.1
Pemeriksaan Radiologi
Radiografi merupakan alat yang penting untuk diagnosa dan evaluasi
tuberkulosis. Pada saat ini pemeriksaan radiologi dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis.1,10
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya diapeks paru (segment apikal lobus atas
atau segment apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya tumor paru pada
endobronkial).1
Lesi primer yang telah menyembuh dapat meninggalkan nodul perifer kecil
yang dapat mengalami kalsifikasi bertahun-tahun. Kompleks ghon membentuk nodul
perifer yang berkalsifikasi bersama dengan kelenjar limfe yang mengalami
kalsifikasi.5
Pada awalnya penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,
gambaran radiologi berupa bercak bercak seperti berawan dengan batas batas yang
tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat seperti
bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma.1
Pada cavitas bayangannya berupa cincin yang berdinding tipis. Bila terjadi
fibrosis maka bayanganya bergaris garis. Pada calsivikasi bayanganya tampak
sebagai bercak bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat sebagai
fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus
atau satu bagian paru. Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak
halus yang umumnya terebar merata pada seluruh lapangan paru.1
18
Pada satu foto dada sering ditemukan bermacam macam bayangan sekaligus
(pada tuberkulois yang sudah lanjut) sperti infiltrat, garis garis fibrotik, kalsifikasi,
kavitas maupun atelektasis dan emfisema.1
19
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, maka pemeriksaan dahak
ulangi dengan SPS lagi. Apabila fasilitas memungkinkan maka dapat dilakukan
pemeriksaan biakan. Bila tiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan
antibiotik spektrum luas (misal: kotrimoksasol atau amoksisillin) selama 1 2
minggu, bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan
tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
Kalau hasil SPS positif, maka didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA
positif.
Kalau hasil SPS tetap negatif, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis tuberkulosis paru.
1) Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, di diagnosis sebagai
penderita tuberkulosis paru BTA negatif rontgen positi
2) Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, penderita tersebut
bukan tuberkulosis paru.
IX. PENGOBATAN
Obat yang digunakan untuk tuberkulosis digolongkan atas 2 kelompok yaitu
kelompok obat lini pertama dan obat lini kedua. Kelompok obat lini pertama yaitu
isoniazid, rimfapisin, etambutol, pirazinamid dan streptomisin, memperlihatkan
efektifitas yang tinggi dengan toksisitasi yang dapat diterima. Sedangkan antibiotik
lini kedua yang digunakan yaitu antibiotik dengan golongan florokuinolon
(siprofloksasin,
ofloksasin,
levoofloksasin),
sikloerin,
etionamid,
amikasin,
20
21
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
22
2HRZE / 4 H3R3
2HRZE / 4 HR
2HRZE / 6 HE
Kategori 2:
Kategori 3:
2HRZ / 4H3R3
2 HRZ / 4 HR
2HRZ / 6 HE
23
b) Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan
Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z),dan Etambutol (E) setiap hari. Setelah
itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga
kali dalam seminggu. Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan
setelah penderita selesai menelan obat.
Obat ini diberikan untuk :
24
Satu paket kombipak kategori 2 berisi 156 blister harian yang terdiri dari 90
blister HRZE untuk tahap intensif dan 66 blister HRE untuk tahap lanjutan masingmasing dikemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar disamping
itudisediakan 30 vial streptomicin @ 1,5 gr dan pelengkap pengobatan (60 spoit dan
aquadest) untuk tahap intensif.
c) Kategori-3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ)
diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
25
Satu paket kombipak kategori 3 berisi 114 blister harian yang terdiri dari 60
blister HRZ untuk tahap intensif dan 54 bliter HR untuk tahap lanjutan masing
masing di kemas dalam dos kecil dan disatukan dalam 1 dos besar
d) OAT Sisipan ( HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan
kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil
pemeriksaan dahak masih BTA positif diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari
selama 1 bulan.
Tablet yang mengandung 4 macam obat dikenal sebagai tablet 4FDC. Setiap
tabletmengandung:
75 mg Isoniasid (INH)
150 mg Rifampisin.
400 mg Pirazinamid
275 mg Etambutol.
26
Tablet ini digunakan untuk pengobatan setiap hari dalam tahap intensif dan untuk
sisipan.
Jumlah tablet yang digunakan disesuaikan dengan berat badan penderita.
27
28
29
Sisipan : 1HRZE
-
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis Paru. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta:
Balai penerbit FKUI. 2009; p. 2230- 39.
2. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2 Cetakan pertama. Jakarta
3. Ruswanto B.Analisis spasial sebaran kasus Tuberkulosis paru ditinjau dari
faktor Lingkungan dalam dan luar rumahDi kabupaten pekalongan.2010.
Available
forhttp://eprints.undip.ac.id/23875/1/BAMBANG_RUSWANTO.pdf.
26/05/2013).
4. Hudoyo
A.
Jurnal
Tuberkulosis
Indonesia.
forhttp://ppti.info/ArsipPPTI/PPTI-Jurnal-Maret-2012.pdf
2012.
(Cited
Available
7.
Cited
26/05/2013.
5. Daniel, M. Thomas. 1999. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu penyakit dalam
Edisi 13 Volume 2. Jakarta : EGC : 799-808
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2002. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 8. Jakarta.
7. Istiantoro YH, Setiabudy R. Tuberkulostatik dan Leprostatik. Farmakologi
dan Terapi. Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011; p. 613- 32
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004.Petunjuk Penggunaan Obat
Anti Tuberkulosis Fixed Dose Combination(OAT-FDC). Edisi 1. Jakarta.
31