Bab 2
Bab 2
Definisi
Menurut Garko (2012), penyakit jantung koroner atau penyakit arteri koroner
adalah sebuah penyakit jantung di mana dinding endotel bagian dalam pada satu atau
lebih arteri koroner menjadi sempit baik sebagian ataupun total akibat akumulasi
kronis dari plak ateromatous yang mengurangi aliran darah yang kaya nutrisi dan
oksigen dari paru-paru ke otot jantung sehingga merusak struktur dan fungsi dari
jantung dan meningkatkan resiko dari berbagai kejadian pada jantung seperti nyeri
dada (contohnya angina pektoris) dan serangan jantung (infark miokard).
2.2. Etiologi
Penyebab tersering dari penyakit jantung koroner adalah deposit ateroma di
jaringan subintima pada arteri koroner besar dan sedang (aterosklerosis). Penyakit
jantung koroner juga dapat disebabkan spasme dari arteri koroner, vaskulitis (bisa
karena systemic lupus erythematosus (SLE) atau sifilis), dan penyakit-penyakit yang
mengenai arteri koroner, seperti emboli, diseksi, dan aneurisma, tetapi jarang
menyebabkan penyakit jantung koroner (Porter & Kaplan,2011).
Aterosklerosis adalah suatu proses kronis yang progresif dan tiba-tiba muncul
dengan karakteristik berupa penumpukan lemak, elemen fibrosa, dan molekul
inflamasi
pada
dinding
arteri
koroner.
Aterosklerosis
merupakan
proses
penyakit jantung koroner, sekitar 8,3% adalah laki-laki dan 6,1% adalah
perempuan. Diprediksi pada tahun 2030, sekitar 8 juta populasi Amerika
dewasa yang lain akan terdiagnosis penyakit jantung koroner. Jumlah ini
mencerminkan peningkatan prevalensi sebesar 16,6% dari prevalensi pada
tahun 2010.
Prevalensi penyakit jantung di Indonesia adalah 0,5% yang
terdiagnosis oleh dokter dan sekitar 1,5% bila jumlah yang terdiagnosis
ditambah dengan pasien yang memiliki gejala yang mirip dengan penyakit
jantung koroner. Di Sumatera Utara, prevalensi penyakit jantung koroner yang
terdiagnosis dokter adalah 0,5%, sedangkan yang terdiagnosis dokter pasien
dengan gejala mirip penyakit jantung koroner adalah 1,1% (Riskesdas,2013).
b. Insidensi
Pada tahun 2011, 785.000 populasi Amerika dewasa akan mendapat
serangan penyakit jantung koroner yang baru, dimana 470.000 populasi
Amerika dewasa akan mendapat pengalaman sebuah serangan jantung
berulang. Diperkirakan insidensi tiap tahun dari kasus baru serangan jantung
adalah 610.000 dengan 325.000 serangan berulang. Rata-rata umur pertama
kali mengalami serangan jantung adalah sekitar umur 64,5 tahun untuk lakilaki dan 70,3 tahun untuk perempuan (Roger, et al.,2012). Menurut Biro
Sensus Amerika Serikat (2004), perkiraan insidensi penyakit jantung koroner
di Indonesia adalah 1,05 juta kasus baru pada tahun 2004.
c. Mortalitas
Setiap 25 detik, seorang di Amerika akan mengalami pengalaman
kejadian yang berhubungan dengan koroner dan setiap menitnya, ada satu
orang yang akan mendapat pengalaman ke,jadian jantung yang fatal, biasanya
serangan jantung (Roger, et al.,2012).
Berdasarkan data WHO (2011), kematian akibat penyakit jantung
koroner di Indonesia mencapai 234 ribu atau 17,05% total kematian di
Indonesia. Angka kematian yang sesuai umur (age adjusted death rate) adalah
Baik pria maupun perempuan yang memiliki paling sedikit satu orang
tua yang memiliki penyakit jantung koroner beresiko 1,4 sampai 1,6
kali terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan orang
tanpa
orang
tua
yang
menderita
penyakit
jantung
koroner
memiliki
angka
obesitas
dan
diabetes
yang
tinggi
(AHA,2013).
b. Faktor resiko utama yang dapat dimodifikasi, terdiri darah :
1) Merokok
Rokok mengandung zat kimia, seperti nikotin, karbon
monoksida, ammonia, formaldehida, tar, dan lain-lain. Bahan aktif
utamanya adalah nikotin (efek akut) dan tars (efek kronis). Efek
nikotin pada sistem kardiovaskuler adalah efek simpatomimetik,
seperti menyebabkan takikardi, kontraksi ventrikuler di luar sistol,
meningkatkan noradrenalin dalam plasma, tekanan darah, cardiac
output, dan konsumsi oksigen sehingga menyebabkan penyempitan
aterosklerotik, penempelan platelet, dan menurunkan HDL. LDL
menjadi lebih mudah memasuki dinding arteri yang berperan dalam
patogenesis penyakit jantung koroner (Yathish, et al.,2011). Merokok
juga meningkatkan oksidasi dari LDL dan meningkatkan berbagai
faktor resko lain, yaitu hiperlipidemia, hipertensi, dan diabetes melitus
(Kelley,2009). Banyak efek merokok yang sinergis sehingga
meningkatkan faktor resiko penyakit jantung, seperti trombosis,
disfungsi endotel, aterosklerosis, gangguan hemodinamik, dan
menyebabkan resistensi insulin (Prasad, et al.,2009). Merokok, bahkan
beberapa batang per hari, akan meningkatkan resiko menderita
dalam
jumlah
banyak,
kolesterol
akan
aktivitas
antiinflamasi,
antioksidan
(McGrowder,
et
perlindungan
tubuh
terhadap
penyakit
kardiovaskuler
dari
komponen
LDL
adalah
lipoprotein-associated
dengan
level
HDL kolesterol
juga
berpeluang
faktor resiko yang lain bahkan memperparah faktor resiko yang sudah
ada. Berat badan berlebih akan meningkatkan kerja jantung karena
meningkatkan jumlah tahanan perifer total sehingga tekanan darah
menjadi tinggi (NHLBI,2011) dan menyebabkan penebalan dinding
ventrikel tanpa pelebaran ruangan ventrikel sehingga terjadi
peningkatan massa pada ventrikel terutama ventrikel kiri (Artham, et
al.,2009). Selain meningkatkan tekanan darah, obesitas dapat
meningkatkan level kolesterol dan trigliserida, serta menurunkan HDL
(NHLBI,2011). Peningkatan 10 kg berat badan akan meningkatkan
tekanan sistol sebesar 3 mmHg dan tekanan diastol sebesar 2,5 mmHg
(Artham, et al.,2009) dan setiap peningkatan IMT sebesar 4 kg/m2
meningkatkan resiko terkena penyakit jantung iskemik sebesar 26%
(Nordestgaard, et al.,2012). Dengan menurunkan berat badan sebesar
10%, akan menurunkan resiko penyakit jantung (NHLBI,2011).
6) Diabetes melitus
Kadar gula darah yang tinggi akan menyebabkan peningkatan
pembentukan
plak
ateromatous
pada
arteri
(NHLBI,2011).
(UDP)
N-acetyl
glucosamine
yang
diperkirakan
berkonstribusi
dalam
pembentukan
aterosklerosis
meningkatkan
(NHLBI,2011).
resiko
penyakit
jantung
koroner
2.5. Klasifikasi
Menurut Braunwald (2001), PJK memiliki beberapa klasifikasi sebagai
berikut:
1. Angina Pektoris Stabil Angina pektoris stabil adalah keadaan yang
ditandai oleh adanya suatu ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai
nyeri) di dada atau lengan yang sulit dilokalisasi dan dalam, berhubungan
dengan aktivitas fisik atau stres emosional dan menghilang dalam 5-15
menit dengan istirahat dan atau dengan obat nitrogliserin sublingual
(Yusnidar, 2007). Angina pektoris stabil adalah rasa nyeri yang timbul
karena iskemia miokardium yang merupakan hasil dari ketidakseimbangan
antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen miokard. Iskemia miokard
dapat disebabkan oleh stenosis arteri koroner, spasme arteri koroner dan
berkurangnya kapasitas oksigen di dalam darah (Aladdini, 2011).
2. Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (atau jenis ekuivalen
ketidaknyamanan iskemik) dengan sekurang-kurangnya satu dari tiga hal
berikut; a. Timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya
berakhir setelah lebih dari 20 menit (jika tidak diberikan nitrogliserin). b.
Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan merupakan
onset baru (dalam 1 bulan). c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah
berat, bertambah lama, atau lebih sering dari sebelumnya). Pasien dengan
ketidaknyamanan iskemik dapat datang dengan atau tanpa elevasi segmen
ST pada EKG (yusnidar, 2007).
Istilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu dan
dimaksudkan untuk menandakan keadaan antara infark miokard dan kondisi
lebih kronis dari pada angina stabil. Angina tidak stabil merupakan bagian
dari sindrom koroner akut, dimana tidak ada pelepasan enzim dan biomarker
nekrosis miokard. Angina dari sindrom koroner akut (SKA) cenderung merasa
lebih parah dari angina stabil, dan biasanya tidak berkurang dengan istirahat
beberapa menit atau bahkan dengan tablet nitrogliserin sublingual. SKA
menyebabkan iskemia yang mengancam kelangsungan hidup otot jantung.
Kadang-kadang obstruksi menyebabkan SKA hanya berlangsung selama
waktu yang singkat dan tidak ada nekrosis jantung yang terjadi, SKA
memiliki dua dua bentuk gambaran EKG yantu:
1. Infak Otot Jantung tanpa ST Elevasi (Non STEMI) Non STEMI
merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak, erosi
dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen. Pada non STEMI, trombus yang terbentuk
biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh pada lumen arteri
koroner. Non STEMI memiliki gambaran klinis dan patofisiologi yang
mirip dengan angina tidak stabil, sehingga penatalaksanaan keduanya
tidak berbeda. Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika pasien dengan
manifestasi klinis angina tidak stabil menunjukkan bukti adanya
nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung.
2. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI) STEMI
umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya (Kasma, 2011).
2.6. Patogenesis
Penyebab utama penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis (Porter &
Kaplan,2011). Aterosklerosis merupakan penyakit inflamasi kronis yang kompleks
yang ditandai dengan remodeling dan penyempitan arteri koroner yang menyuplai
oksigen ke jantung (Sayols-Baixeras, et al.,2014). Aterosklerosis melibatkan
pembentukan plak yang terdiri dari sejumlah lipoprotein, matriks ekstraseluler
2.7.
Gejala Klinis
Gejala PJK yang biasanya timbul adalah:
1. Dada terasa sakit, terasa tertimpa beban, terjepit, diperas, terbakar dan
tercekik. Nyeri terasa di bagian tengah dada, menjalar ke lengan kiri, leher,
bahkan menembus ke punggung. Nyeri dada merupakan keluhan yang paling
sering dirasakan oleh penderita PJK.
2. Sesak nafas
3. Takikardi
4. Jantung berdebar-debar
5. Cemas
6. Gelisah
7. Pusing kepala yang berkepanjangan
8. Sekujur tubuhnya terasa terbakar tanpa sebab yang jelas
9. Keringat dingin
10. Lemah
11. Pingsan
12. Bertambah berat dengan aktivitas
2.8. Diagnosis
A.Riwayat/Anamnesis
Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat, tepat dan
didasarkan pada tiga kriteria, yaitu: gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran
EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada
atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien
dengan SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut:
1. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial
2. Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir
B.Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus
dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari NSTEMI seperti: hipertensi tak
terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat, kardiomiopati hipertropik
dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Keadaan disfungsi ventrikel kiri
(hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk. Adanya
bruit di karotis atau penyakit vaskuler perifer menunjukkan bahwa pasien
memiliki kemungkinan penderita PJK (Depkes, 2006).
EKG
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis
dari EKG adalah : 1. Depresi segmen ST > 0,05 mV 2. Inversi gelombang T,
ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang simetris di sandapan
prekordial. Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB)
dan aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika
ditemukan adanya perubahan segmen ST, namun EKG yang normal pun
tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12
sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini
dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut dengan berbagai ciri dan
katagori: 1. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau
tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu
nyeri, tidak dijumpai gelombang Q 2. Infark miokard non-Q: depresi segmen
b.
(Kulick, 2014).
c. Latihan tes stres jantung (treadmill). Treadmill merupakan pemeriksaan
penunjang yang standar dan banyak digunakan untuk mendiagnosa PJK,
ketika melakukan treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan darah
terus-menerus dipantau, jika arteri koroner mengalami penyumbatan pada
saat melakukan latihan maka ditemukan segmen depresi ST pada hasil
rekaman (Kulick, 2014).
d. Ekokardiogram Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk
menghasilkan gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan
f.
Coronary
angiogram/CT
Angiografi
Koroner
adalah
dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda.
Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian,
infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari. Kadar serum
creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting dari
nekrosis miokard, risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segment elevasi
ST namun mengalami peningkatan nilai CKMB (Depkes, 2006).
2.9. Tatalaksana