Anda di halaman 1dari 14

PAPER USAHATANI

TEORI KREDIT DAN ASURANSI PERTANIAN DI INDONESIA

Oleh:
RIZKI OKVIAN SARI
(140321100008)
Kelas Selasa

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2016

LATAR BELAKANG
Struktur perekonomian Indonesia yang merupakan negara agraris tidak
terlepas dari sektor pertanian. Hubungan antara sektor pertanian dengan
pembangunan nasional pada dasarnya merupakan hubungan yang saling timbal
balik. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat.
Sektor

pertanian

merupakan

sub

sektor

yang

sangat

strategis

kedudukannya dibandingkan dengan sub sektor lain. Hal itu dapat dilihat bahwa
dengan hasil sub sektor petanian sebagai pemasok utama kebutuhan hidup.
Sedangkan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat ditinjau
dari berbagai aspek antara lain seperti penyedia lapangan pekerjaan, bahan
baku industri, serta sumber pendapatan nasional (Heru et al, 2010).
Pembangunan

pertanian

memiliki

peran

yang

strategis

dalam

perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui


kontribusi yang nyata pada penyediaan bahan pangan, bahan baku industri,
pakan dan bioenergi; penyerap tenaga kerja; sumber devisa negara; sumber
pendapatan; serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah
lingkungan. Berbagai peran strategis pertanian yang dimaksud sejalan dengan
tujuan pembangunan perekonomian nasional yaitu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat

Indonesia,

mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi

kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta memelihara keseimbangan


sumberdaya alam dan lingkungan hidup (Imanina, 2013).
Secara teknis kegiatan usaha di sektor pertanian akan selalu dihadapkan
pada risiko ketidakpastian yang cukup tinggi. Risiko ketidakpastian tersebut
meliputi tingkat kegagalan panen yang disebabkan berbagai bencana alam,
seperti banjir, kekeringan, serta serangan hama dan penyakit karena perubahan
iklim global, disamping risiko ketidakpastian harga pasar. Ketidakpastian dan
tingginya risiko ini sangat memungkinkan petani beralih mengusahakan
komoditas lain yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dengan risiko kegagalan
yang lebih kecil. Jika hal ini dibiarkan lebih berlanjut, dikhawatirkan akan
berdampak terhadap stabilitas ketahanan pangan nasional, khususnya produksi
dan ketersediaan bahan pangan pokok beras.
Pada umumnya, petani menghadapi resiko dalam hal kegagalan panen
yang disebabkan oleh bencana atau serangan organisme perusak tanaman.

Oleh karena itu diperlukan sistem proteksi atau perhatian khusus untuk
meminimalkan resiko dalam berusaha tani yaitu berupa asuransi pertanian.
Kredit dan asuransi pertanian ditawarkan sebagai salah satu skema pendanaan
yang berkaitan dengan pembagian risiko dalam kegiatan usahatani. Asuransi
pertanian bukan istilah baru dalam sektor pertanian di banyak negara, khususnya
di negara maju yang telah menggunakan instrumen kebijakan kredit dan asuransi
untuk menjaga produksi pertanian dan melindungi petani. Kredit pertanian
diharapkan bisa menjadi solusi atas kesulitan petani karena kemampuan petani
beradaptasi terhadap perubahan iklim terkendala oleh terbatasnya modal.
Asuransi pertanian dianggap sangat penting karena dapat mengalihkan
resiko kegiatan berproduksi, sehingga petani tidak mengalami kerugian besar
yang ditanggung sendiri, tetapi mendapatkan kepastian penerimaan tunai,
meskipun tidak harus sama dengan biaya yang dikeluarkan saat melakukan
usahatani.
Keberadaan kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani untuk tujuan
produksi, pengeluaran hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan untuk
pertemuan sosial lainnya. Hal tersebut dikarenakan penguasaan lahan tergolong
sempit, upah yang mahal dan kesempatan kerja terbatas di luar musim tanam.
Sebagian besar petani tidak dapat memenuhi biaya hidupnya dari satu musim ke
musim lainnya tampa pinjaman. Kredit sudah menjadi bagian hidup dalam
ekonomi usahatani, bila kredit tidak tersedia tingkat produksi dan pendapatan
usahatani akan turun drastis (Heru et al. 2010).

PEMBAHASAN
1. Teori Kredit
Perkembangan kredit program pemerintah untuk sektor pertanian tidak
dapat

dipisahkan

dengan

program

intensifikasi

pertanian

dan program

peningkatan ekonomi pedesaan.Kredit petanian ini wajar untuk mendapatkan


perhatian khusus. Mengupas kredit pertanian inisebenarnya harus mencakup
aspek dari segi kehidupan rakyat, kebiasaan bercocok tanam yang sangat
terbatas, apa yang dibutuhkan, dan lain lain. Kredit ini temasuk kredit produktif
yang menghasilkan barang berupa bahan makanan, apalagi bahan pokok
kebutuhan penduduk.
Menurut Kasmir (2008) menyatakan bahwa kredit atau pembiayaan dapat
berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur dengan uang, misalnya bank
membiayai kredit untuk pembelian rumah atau mobil. Kemudian adanya
kesepakatan antara bank (kreditur) dengan nasabah penerima kredit (debitur),
bahwa mereka sepakat sesuai dengan perjanjian yang telah dibuatnya.Dalam
perjanjian kredit tercakup hak dan kewajiban masing-masing pajak.Termasuk
jangka waktu serta bunga yang ditetapkan bersama.Demikian pula dengan
maslah sangsi apabila si debitur ingkar janji terhadap perjanjian yang telah dibuat
bersama.
Menurut Kasmir (2008), dalam artian luas kredit diartikan sebagai
kepercayaan. Begitu pula dalam bahasa latin kredit berarti credere artinya
percaya. Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah ia percaya kepada si
penerima kredit bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan dikembalikan sesuai
perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan penerimaan
kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka
waktu.
Sedangkan menurut Darmawan (2008) mengungkapkan bahwa kredit
pada sektor pertanian ini pada umumnya adalah kredit program yang merupakan
kredit masal dan sering bersifat politis, kredit yang bersifat masal seringkali
memberikan beban berat kepada bank BUMN khususnya bank pemerintah yang
lebih dominan memberikan kredit pada sektor ini. Kredit program pada dasarnya
merupakan kredit bersubsidi yaitu pengenaan suku bunga biasanya berada
dibawah suku bunga komersial yang berlaku pada saat ini.

2. Jenis-Jenis Kredit Sektor Pertanian


Darmawanto (2008) memnyatakan bahwa ada beberapa jenis kredit pada
sektor pertanian yaitu sebagai berikut:
1. Kredit Usaha Tani
KUT merupakan kredit yang diberikan kepada para petani guna
mendukung peningkatan produksi pangan melalui pembiyaan usaha tani dalam
rangka intensifikasi padi, palawija, dan hortikultura. Kredit ini disalurkan melalui
Kelompok Tani, KUD maupun LSM yang telah direkomendasikan oleh dinasdinas terkait diluar perbankan. Kredit Usaha Tani (KUT) ini merupakan fasilitas
kredit berprioritas tinggi yang mengandung unsur subsidi.
Dalam perkembangannya bank penyalur KUT adalah bank umum yang
telah ditunjuk pemerintah (BRI, Bank Danamon, Bank Pembangunan Daerah).
Kredit ini bersifat masal, pemberian kredit ini disesuaikan dengan musim tanam
dan dalam jangka waktu hanya satu tahun.
Sedangkan menurut Heru et al, (2010) mengungkapkan bahwa kredit
usaha tani adalah kredit modal kerja yang disalurkan melalui koperasi/KUD dan
LSM, untuk membiayai usaha tani dalam intensifikasi tanaman padi, palawija dan
hortikultura. Kredit program ini dirancang untuk membantu petani yang belum
mampu membiayai usahatani sendiri. Sistem penyaluran kredit ini dirancang
sedemikian rupa agar dapat diakses secara mudah oleh petani, tanpa agunan
dan prosedur yang rumit. Komoditas hortikultura yang dimaksud adalah:
1. Tanaman buah-buahan: yaitu pisang, nanas, markisa, jeruk dan salak.
2. Tanaman sayur-sayuran: yaitu cabe merah, kentang, dan bawang merah.
3. Tanaman obat-obatan : yaitu jahe.
Sedangkan untuk tanaman hortikultura yang berupa markisa, jeruk, salak
diberikan dalam rangka pemeliharan tanaman yang sudah menghasilkan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kredit usahatani berpengaruh
terhadap produksi usahatani yaitu sebagai berikut:
1. Kredit Usaha Tani harus didukung oleh penyediaan sarana produksi.
2. Didukung oleh kondisi iklim yang normal dan tidak terjadi bencana
kekeringan atau banjir.
3. Tidak terjadi kelangkan pupuk dan tersedia dalam jumlah yang cukup, waktu
yang tepat dan terjangkau oleh petani.

4. Harga sarana produksi stabil, sehingga tidak mengurangi kemampuan daya


beli petani terhadap pupuk. Adanya kemudahan KUT benar-benar harus
diikuti oleh penerapan teknologi.

Menurut Heru et al (2010) menyatakan bahwa terdapat mamnfaat-manfaat


yang diberikan oleh Kredit Usaha Tani yakni:

1. Membebaskan petani dari praktek-praktek ijon dan rentenir, karena dengan


adanya kredit usahatani maka pelaku usaha tidak perlu meminjam kerentenir
yang mana dapat merugikan petani. Kerugian tersebut terjadi karena jika
pelaku usaha tidak mampu membayar lunas uang pinjaman dari rentenir
maka, bunga yang diterima oleh petani akan bertumpuk-tumpuk bahakn
petani tersebut akan merasa kesulitan untuk keluar dari jeratan hutang dari
rentenir tersebut.
2. Meningkatkan produksi hasil pertanian yang selanjutnya dapat memperkuat
ketahanan pangan nasional. Karena melihat kondisi pertanian Indonesia
yang keterbatasan dalam modal sehingga dengan adanya kredit maka
usahatani dapat ditingkatkan dari sebelumnya.
3. Menyerap Tenaga Kerja

Menurut Heru et al (2010) terdapat kendala dalam penggunaan Kredit Usaha


Tani yaitu sebagai berikut:

1. Pencairan Kredit Usaha Tani yang terlambat.


2. Moral hazard yang berasal dari mereka yang bukan petani murni tetapi
mereka yang tadinya berasal dari kontraktor atau pelaku-pelaku yang secara
sengaja masuk mendirikan koperasi atau LSM dengan tujuan untuk
memanfaatkan KUT atau Kredit Usaha Tani
3. Petani belum paham tentang kredit
4. Petani belum tahu tentang haknya terhadap kredit
5. Petani tidak mampu menolak saprodi yang tidak sesuai.
6. Petani tidak mampu menolak pestisida, insektisida dan zat pengatur tumbuh
yang sudah dipaket.
2. Kredit Kepada Koperasi (KKOP)
Kredit KKOP ini bertujuan untuk mengembangkan koperasi dibidang
agribisnis terutama untuk pengadaan distribusi pangan serta pembiayaan pasca
panen kepada koperasi. Kredit Kepada Koperasi (KKOP) adalah kredit investasi
dan atau modal dalam rangka pembiayaan usaha agribisnis, yaitu semua
kegiatan yang terkait dengan pengadaan dan penyaluran (distribusi) sarana

produksi pertanian, budidaya pertanian, pengolahan hasil pertanian dan


pemasaran hasil pertanian antara lain sebagai berikut :
a. Pengadaan padi, palawija, cengkeh, pupuk dan hortikultura,
b. Distribusi beras, gula pasir, minyak goreng dan kedelai
c. Usaha agribisnis lainnya yang secara langsung mendukung kelancaran usaha
anggota koperasi.
3. Program Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai (PKUK-DAS)
Kredit Usaha Kecil Daerah Aliran Sungai selanjutnya disebut PKUK-DAS
adalah kredit investasi yang digunakan untuk biaya pensertifikatan tanah dan
atau modal kerja yang diberikan oleh Bank pelaksana kepada petani dan
peternak di daerah aliran sungai. Kredit ini merupakan program pemerintah
melalui Departemen Kehutanan bekerja sama dengan bank pelaksana dan
instansi terkait lainnya. Kredit ini bersifat masal, pemberian kredit ini disesuaikan
dengan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) atas rekomendasi dari
dinas teknis.
4. Kredit Ketahanan Pangan (KKP)
Kredit ketahanan pangan yang selanjutnya disebut KKP adalah kredit
investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank pelaksana kepada
petani, peternak, nelayan dan petani ikan, kelompok (tani, ternak,nelayan dan
petani ikan) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi
kayu, dan ubi jalar, pengembangan budidaya tanaman tebu, peternak sapi
potong, ayam buras dan itik, usaha penangkapan dan budidaya ikan, serta
kepada koperasi dalam rangka pengadaan pangan berupa gabah, jagung dan
kedelai.
2. Sumber Kredit Pertanian di Tingkat Desa
Keberadaan sumber kredit sangat penting dalam pengembangan produksi
padi terutama untuk petani berlahan sempit dan petani tidak berlahan. Kredit
digunakan baik untuk tujuan produksi, kegiatan ekonomi lainnya dan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga. Lembaga yang menyediakan kredit di
tingkat desa, berdasarkan organisasinya dapat dikelompokan ke dalam tiga
bagian, yaitu:
1. Lembaga kredit informal terdiri atas Bank keliling dikenal dengan nama lokal
Bank jongkok, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, pedagang sarana
produksi dan penggilingan padi

2. Lembaga kredit formal terdiri atas Koperasi Unit Desa (KUD), Bank
Perkreditan Rakyat (BPR), BRI Unit Desa dan lembaga pegadaian
3. Kredit program pemerintah terdiri atas Usaha Pelayanan Kredit Desa (UPKD)
dana APBD dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dana APBN.
Lembaga kredit yang sudah lama terbentuk adalah lembaga informal,
lembaga ini tidak dibangun oleh pemerintah tetapi berdiri sendiri sejalan dengan
tumbuhnya permintaan dari petani. Adanya aspek kepercayaan, kredit diberikan
kepada para petani yang dipercaya melakukan pembayaran cukup lancar
menjadi pertimbangan dalam pemberian kredit. Suku bunga lembaga informal
sangat tinggi, yaitu Bank kelililing (80%), pedagang hasil dan pelepas uang
(60%) dan kios saprotan serta penggilingan padi (24%) per tahun.
Pada tahun 2002, kisaran nilai kredit yang disalurkan lembaga kredit
informal antara Rp.1,5 juta sampai Rp.10 juta dengan jumlah peminjam antara
15 sampai 25 orang. Untuk mempercepat pembangunan ekonomi pedesaan dan
menghindari masyarakat, terutama petani yang terjerumus ke dalam jeratan
lembaga kredit informal seperti rentenir, maka pemerintah memfasilitasi
pembangunan lembaga kredit formal. Lembaga kredit formal menyediakan suku
bunga rendah, yaitu berturut-turut KUD didirikan pada tahun 1977, BPR tahun
1988, BRI Unit Desa tahun 1996 dan lembaga pegadaian yang didirikan pada
tahun 2001 (Darmawanto, 2010).
3. Asuransi Pertanian
Asuransi pertanian adalah mekanisme finansial yang akan membantu
mengelola kerugian pertanian akibat bencana alam atau iklim yang tidak
mendukung diluar kemampuan petani untuk mengendalikanya. Manajemen risiko
dibidang pertanian adalah masalah yang sangat penting dalam investasi dan
keputusan finansial petani. Program asuransi sangat bergantung pada rasio
cost/benefit bagi petani, pengusaha pertanian dan penyedia jasa asuransi dan
yang tidak kalah pentingnya adalah asuransi yang diberikan didasarkan pada
pertimbangan apakah biaya asuransi tersebut cukup efektif dalam menanggung
sebuah risiko.
Secara umum tujuan asuransi untuk sektor pertanian adalah untuk
memberikan proteksi atau penggantian terhadap risiko gagal panen akibat
serangan hama, penyakit, ataupun bencana alam. Asuransi pertanian ini
diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi para pihak baik itu petani itu

sendiri baik menyangkut tingkat produksi bahkan sampai pada perbaikan situasi
ekonomi maupun perusahaan penyedia jasa asuransi.
Manfaat Asuransi Pertanian
1. Asuransi pertanian akan melindungi petani dari kerugian secara
finansial karena kegagalan panen melalui fungsi tanggunggan
kerugian.
2. Asuransi pertanian akan meningkatkan posisi tawar petani terhadap
kredit pertanian. Hal ini karena asuransi pertanian menjamin
perlindungan dari kegagalan panen maka petani peserta asuransi
mendapat rasio kredit yang lebih baik jika asuransi termasuk
didalamnya.
3.

Skim

asuransi

pertanian

di

samping

meningkatkan

stabilitas

pendapatan petani dengan menanggung kerugian mereka dari


kerusakan tanaman juga merupakan kebijakan yang positif dalam
meningkatkan produktivitas dengan mencegah dan membatasi
pengaruh bencana alam, khususnya hama dan penyakit.
4. Asuransi pertanian memberikan kontribusi terhadap stabilitas ekonomi
yang lebih baik akibat dampak dari kerusakan tanaman dalam ruang
dan waktu.
Prinsip-prinsip Asuransi Pertanian
1. Risk spreading dan risk pooling, dimana risk spreading berarti bahwa
individu-individu petani berbagi resiko yang sama dengan lembaga
penyedia asuransi dan risk pooling berarti bahwa individu-individu
petani yang mempunyai resiko berbeda menggabungkan resikonya
kedalam satu wadah bersama (common pool).
2.

Insurable risks, resiko harus layak secara ekonomis untuk


diasuransikan

3. Rational for buying insurance, artinya membeli asuransi harus rasional


secara ekonomi.
4. Studi Kasus:
Liputan6.com,

Jakarta

- Menteri

Pertanian

(Mentan)

Amran

Sulaiman

menyatakan bahwa eksistensi petani harus jadi perhatian dalam rangka


merealisasikan kedaulatan pangan nasional. Salah satunya upaya pemerintah

untuk

mendorong

peningkatan

kesejahteraan

petani

yaitu

dengan

adanya Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).


Amran mengungkapkan, daya saing petani padi yang lemah akibat
banyaknya ancaman dan risiko seperti perubahan iklim yang menyebabkan
banjir, kekeringan, dan serangan hama. Maka itu, AUTP diharapkan mampu
mencegah ancaman dan risiko agar daya saing usaha petani padi menjadi
semakin baik.
Dia menjelaskan, perlindungan petani merupakan amanat yang tertuang
dalam Undang Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani, khususnya pelaksanaan strategi perlindungan petani
melalui asuransi pertanian sebagai strategi ketujuh.
Asuransi pertanian tersebut selaras dengan Program Nawacita Jokowi-JK
dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis
pertanian untuk mencapai kedaulatan pangan."Petani yang mengasuransikan
tanaman padinya akan mencegah ketergantungan mereka terhadap tengkulak.
Dengan itu, kesejahteraan bisa tercapai dan produktivitas pertanian mudah
terwujud," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (22/9/2016).
Program AUTP telah diterapkan dalam skala nasional bertajuk Perluasan
Pilot Project AUTP yang dimulai 13 Oktober 2015 melalui perjanjian kerja sama
antara Kementerian Pertanian (Kementan) dengan PT Asuransi Jasa Indonesia
(Persero)."AUTP diharapkan mampu melindungi petani dari risiko kerugian nilai
ekonomi usaha tani padi akibat gagal panen, sehingga petani memiliki modal
kerja untuk pertanaman berikutnya. Ganti rugi keuangan bagi petani itu juga bisa
digunakan untuk menggenjot produksi pertanian," kata dia.
Secara teknis, ganti rugi AUTP diberikan kepada peserta yang umur
padinya sudah melewati 10 hari, intensitas kerusakan mencapai lebih dari 75
persen dan luas kerusakan mencapai lebih dari 75 persen pada setiap luas petak
alami. Sedangkan besarnya ganti rugi Rp 6 juta per hektar per musim tanam.
Jika luas lahan yang diasuransikan kurang atau lebih dari satu hektar,
maka besarnya ganti rugi dihitung secara proporsional. Premi asuransi per
hektar sebesar Rp180 ribu dengan catatan bahwa jika luas lahan yang
diasuransikan kurang atau lebih dari satu hektar maka besarnya premi dihitung
secara proporsional.
Kementerian Pertanian (Kementan) juga memberikan bantuan subsidi
premi secara khusus sebesar 80 persen dari premi keseluruhan, sehingga premi

asuransi yang dibayar oleh petani hanya Rp 36 ribu. Dari catatan Kementan,
dalam kurun waktu kurang dari setahun, lahan petani yang daftar program AUTP
dengan pola subsidi sudah sebanyak 500 ribu hektar sawah. Sementara petani
yang telah ikut program ini sudah sebanyak satu juta di 22 provinsi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian
Kementan, Sumardjo Gatot Irianto mengatakan, hingga 2015 telah dilakukan uji
coba sebanyak lima kali musim tanam total seluas 3.703,84 hektar yang rata-rata
laju pertumbuhan relatif 203,76 persen dengan pengalaman tiga kali minus dan
dua kali surplus.
Realisasi pada 2015, penerapan AUTP pada lahan seluas 233.499,55
hektar dengan premi Rp 42.029 miliar, total klaim mencapai Rp 21,7 miliar.
Sedangkan pada Agustus 2016, seluas 307.217,25 hektar lahan dengan total
premi Rp 55,29 miliar dan total klaim Rp 7,8 miliar.
"Tugas di lapangan tidak pernah mudah, terlebih lokasi lahan persawahan
sebagian besar di remote area dan asuransi merupakan hal baru di kalangan
petani. Dibutuhkan tekad, perjuangan dan endurance dari segenap yang terlibat.
Tapi ini kerja untuk rakyat," tegas dia.
Peran

serta

pemerintah

daerah

(Pemda)

sangat

vital

dalam

mengkoordinasikan segenap instansi demi teraksesnya program ini oleh para


petani. Oleh karena itu, sosialisasi pun perlu banyak dilakukan di berbagai
daerah-daerah.
"Asuransi bukan santunan. Ekspektasinya supaya tertata basis data
benar,

cara

budidaya

mereka

(petani)

sudah

terkontrol,

ada term

of

reference. Pola asuransi ini juga melatih para petani melaksanakan kegiatan
pertanian yang baik dan berorganisasi, menata perilaku petani dalam budidaya
dan berorganisasi," tandas dia.
Komentar:
Program AUTP yang dicanangkan pemerintah ini sudah tepat dilakukan di
Indonesia. Meskipun saat ini program ini belum berjalan secara optimal di
Indonesia, yang disebabkan karena kurangnya informasi di tingkat pertanian
terkait adanya asuransi pertanian.
Sebaiknya pemerintah perlu mewajibkan setiap petani untuk mengikuti
program AUTP untuk meminimalisir kerugian akibat gagal panen oleh petani.
Pemerintah harus lebih gencar dalam mensosialisasikan program AUTP kepada
para petani, terutama petani yang ada di pedesaan. Karena petani dipedesaan

memiliki keterbatasan dipermodalan dalam melaksanakan usahatani. sehingga


dengan adanya asuransi pertanian dapat membantu petani (pelaku usaha) agar
tetap melakukan usahatani meskipun pernah mengalami kegagalan.

KESIMPULAN
Asuransi pertanian dianggap sangat penting karena dapat mengalihkan
resiko kegiatan berproduksi, sehingga petani tidak mengalami kerugian besar
yang ditanggung sendiri, tetapi mendapatkan kepastian penerimaan tunai,
meskipun tidak harus sama dengan biaya yang dikeluarkan saat melakukan
usahatani.
Keberadaan kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani untuk tujuan
produksi, pengeluaran hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan untuk
pertemuan sosial lainnya. Hal tersebut dikarenakan penguasaan lahan tergolong
sempit, upah yang mahal dan kesempatan kerja terbatas di luar musim tanam.
Namun saat ini asuransi pertanian di Indonesia belum berjalan secara
optimal, karena masih minimnya informasi terkait adanya asuransi untuk sektor
pertanian.

DAFTAR PUSTAKA

http://bisnis.liputan6.com/read/2608504/asuransi-mampu-dorong-kesejahteraanpetani#. Diakses pada 14 Desember 2016.


Darmawan. 2008. " Pengembangan Kredit Sektor Pertanian (Tinjauan Pada Pt.
Bank

Pembangunan

Daerah

Jawa

Tengah)".

TESIS.

Universitas

Diponegoro. Semarang.
Eka, Imanina. 2013. " Jurnal Implikasi Kredit Pertanian Terhadap Pendapatan
Petani (Studi Kasus: Program Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi Pada
Petani Tebu Di Kabupaten Malang)". Jurnal Ilmiah. Jurusan Ilmu Ekonomi .
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis. Universitas Brawijaya.
Heru et al. 2010. Modul Usahatani. Jurusan Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian.
Universitas Brawijaya.
Kasmir. 2008. Dasar-Dasar Perbankan. Edisi Pertama. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.
Kasmir. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Raja Grafindo Persada:
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai