Oleh
Dwi Ayu Kusumawardani, S.Ked
I4A012075
Ida Ayu Pranita Dewi Sy, S.Ked
I4A012096
Febby Ariza R, S.Ked
I4A011074
Pembimbing
dr. H. Yulizar Darwis, Sp.KJ, MM.
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran UNLAM/RSUD ULIN
Banjarmasin
Maret, 2016
I.
IDENTITAS PASIEN
II.
Nama
Ny. M
Usia
29 tahun
Jenis Kelamin
Perempuan
Alamat
Pendidikan
SMP
Pekerjaan
Agama
Islam
Suku
Jawa
Bangsa
Indonesia
Status Perkawinan
Sudah Menikah
MRS Tanggal
10 Maret 2016
RIWAYAT PSIKIATRIK
-
Alloanamnesis dengan ibu, suami dan mertua pasien pada hari jumat, 11
Maret 2016, pukul 15.15 WITA di IGD RSUD Ulin Banjarmasin
A.
KELUHAN UTAMA
Nyeri kepala hebat disertai demam menyebabkan pasien berteriak-teriak
kesakitan.
KELUHAN TAMBAHAN
makanan dan terdapat nyeri perut di bagian ulu hati. Sejak nyeri kepala
hebat disertai demam ini pasien sulit diajak berkomunikasi karena
pembicaraan seringkali tidak relevan.
B.
RIWAYAT PENYAKIT
Alloanamnesis dengan Suami (Tn. Aan), Ibu Pasien (Ny. Jakiyem),
Mertua Pasien (Ny. Sumini):
Suami pasien menduga bahwa pasien seringkali memikirkan mengenai
rumah tangganya yang tak kunjung dikaruniai buah hati. Pasien dan suami
telah menikah selama 10 tahun (awal tahun 2006) dan telah mengusahakan
berbagai hal untuk mendapatkan buah hati, pasien memercayai tradisi suku
jawa karena pasien berasal dari suku jawa sehingga pasien menurut untuk
meminum jamu-jamu penyubur. Namun, usaha tersebut belum membuahkan
hasil, suami pasien menyadari bahwa sebagai seorang istri, pasien ingin
menjadi ibu dari anak-anak suami pasien.
Pasien memiliki kepribadian tertutup dan memilih untuk memendam
seluruh unek-unek pasien seorang diri, suami juga tidak begitu mengetahui
masalah pasien karena pasien tidak pernah membagi keluh kesahnya pada
suami maupun ibu pasien. Menurut teori kepribadian yang diungkapkan oleh
Sigmund Freud membagi beberapa komponen pembentuk kepribadian, di
antaranya Id, ego dan superego. Id sebagai dorongan-dorongan terhadap
pemuasan segera dan terletak di alam bawah sadar (unconscious level) dalam
hal ini ialah dorongan untuk memiliki keturunan di alam bawah sadar sebab
sadar akan kodratnya sebagai seorang istri, sedangkan ego yang menuntun Id
sesuai dengan realita (aturan, nilai atau norma di lingkungan sekitar), bila ego
yang
mana
dapat
mempengaruhi
regulasi
neuroimun
yang
ini menjalar dari bagian dahi, tengkuk atau leher bagian belakang hingga ke
seluruh kepala pasien, rasa sakitnya seperti tertusuk-tusuk benda tajam, nyeri
bertambah parah dengan adanya demam. Nyeri kepala tersebut muncul tanpa
mengenal waktu baik pagi, siang ataupun sore, nyeri kepala hebat ini
menyebabkan pasien tidak dapat beraktivitas dan menganggu tidur pasien.
Teriakan pasien berupa Mama, sakiiit, mama, sakiiit, terdengar hingga
rumah ibu pasien yang terletak berdampingan. Teriakan atau amukan pasien
berlangsung cukup lama, menurut suami pasien hal itu dapat berlangsung
sejak sore hari hingga keesokan paginya. Suami pasien menyatakan bahwa
persentase tidur pasien hanya 10% dalam 1 minggu, dan persentase terjaga
dari tidurnya ialah 90% dari 1 minggu belakangan ini (4 Maret 2016). Hal ini
membuat suami pasien tidak dapat meninggalkan pasien seorang diri sehingga
suami pasien memutuskan beristirahat dari pekerjaannya sementara waktu.
Pasien akhirnya memeriksakan diri ke puskesmas terdekat dan dirujuk ke
RSJD Sambang Lihum pada hari kamis, 10 Maret 2016.
Stres psikososial lainnya berasal dari lingkungan sekitar pasien di mana
rumah pasien berada di samping rumah ibu pasien dan sedikit lebih jauh dari
rumah mertua pasien. Pasien seringkali berkunjung ke rumah orang tua
pasien, berbicara seperlunya dan tidak pernah menceritakan permasalahan
rumah tangga atau permasalahan lainnya. Sementara itu, mertua pasien atau
keluarga pihak suami pasien seringkali menanyakan perihal rumah tangga
pasien terutama berkaitan dengan kehadiran buah hati, namun, pasien enggan
membahas perihal rumah tangganya itu. Percekcokan di antara pasien dengan
suami diakui suami pasien dalam batas kewajaran, tetapi pasien tidak pernah
mengeluhkan hal-hal tersebut kepada orang tua atau keluarganya.
Sejak nyeri kepala hebat yang dibarengi dengan demam (6 Maret 2016)
menyebabkan pasien lebih sering berada di rumah. Pasien lebih memilih
untuk menyendiri karena merasa lebih tenang, jika pasien bersama-sama
dengan orang lain maka pasien merasa gelisah dan cenderung mengamuk.
Walau demikian, pasien tidak tampak melamun dan tidak mendengar
bisikan-bisikan ataupun melihat bayangan-bayangan tertentu. Pasien masih
dapat diajak berbicara, tetapi ide pikirannya melompat-lompat dari satu topik
ke topik lainnya yang tidak berhubungan sama sekali sehingga membutuhkan
kesabaran lebih banyak bila berbincang dengan pasien. Pasien juga
mengeluhkan adanya penurunan penglihatan atau mata kabur sehingga kedua
mata saling mendekat (konvergen). Keluarga mengeluhkan bahwa pasien
mengalami kesulitan untuk melakukan kegiatan makan, mandi dan mengurus
tubuhnya sendiri sehingga pasien harus dibantu makan dan merawat tubuhnya
oleh suami pasien semenjak sakit (6 Maret 2016).
Pasien dibawa berobat ke salah satu pelayanan kesehatan (puskesmas di
Bukit Baru) di dekat rumah pasien maka pasien dirujuk ke Rumah Sakit Jiwa
Daerah Sambang Lihum (RSJD Sambang Lihum) pada tanggal 10 Maret 2016
dan setelah dilakukan pemeriksaan, pasien tidak dirawat dan dilakukan
rujukan kembali ke RSUD Ulin Banjarmasin.
Pasien dan keluarga tiba di IGD pada pukul 01.00 WITA dini hari
karena menurut keterangan dalam surat rujukan menyatakan bahwa modalitas
pemeriksaan lebih lanjut tidak tersedia, seperti CT scan. Saat itu pasien
dicurigai menderita tumor otak dengan diagnosis banding berupa anuerisma
pembuluh darah otak karena adanya nyeri kepala hebat dan kecurigaan
peningkatan tekanan intrakranial, namun tidak dilakukan pemeriksaan
funduskopi dan karakteristik muntahan pasien didahului dengan mual
sehingga peningkatan tekanan intrakranial masih belum dapat dibuktikan.
Sepanjang perjalanan menuju IGD RSUD Ulin Banjarmasin di hari
jumat, 11 Maret 2016 dini hari, pasien gelisah dan berteriak-teriak, berbicara
terus menerus tanpa maksud yang jelas hingga tiba di IGD RSUD Ulin, pasien
diberi pertolongan pertama (tetesan lodomer, haloperidol berdasar keterangan
status IGD), kemudian pasien menjadi tenang. Menurut pengakuan suami
pasien, pasien diberikan beberapa obat selain infus RL, injeksi, tetesan serta
obat yang diminum oleh pasien (menurut status IGD, pasien mendapat terapi
clobazam), sejak itu suami pasien merasa bahwa pasien sulit diajak berbicara,
meskipun pasien terkadang mampu menjawab pertanyaan keluarga dengan
anggukan atau suara lirih, respon pasien sangat terbatas.
Selanjutnya pasien menjalani beberapa pemeriksaan fisik maupun
penunjang, seperti pemeriksaan CT scan karena pasien mengeluhkan nyeri
kepala hebat dan adanya nyeri di bagian tengkuk atau leher belakang membuat
pasien dilakukan pemeriksaan meningeal sign, dari hasil pemeriksaan kaku
kuduk didapatkan tahanan saat bagian leher didekatkan ke arah dada pasien.
Pasien dikonsultasikan ke bagian neurologi pada hari Jumat tanggal 11 Maret
2016, pukul 11.00 WITA dengan hasil CT scan dalam batas normal dan
suspect meningitis.
Autoanamnesis:
Ketika ditanya nama, pasien tidak menjawab, saat ditanya sedang di
mana dan di sekelilingnya siapa, pasien menjawab dengan gumaman tanpa
arti yang dapat dipahami, saat pasien ditanya dengan menghitung jari
pemeriksa, pasien tidak menjawab. Ketika ditanya sakit apa, pasien hanya
diam saja. Saat ditanya pasien ada melihat bayangan ataupun suara-suara
bisikan, pasien tidak ada menjawab sama sekali dan hanya bergumam tidak
jelas. Pasien juga terus menatap ke langit-langit rumah sakit dengan
pandangan kosong serta melotot, mata pasien mengalami strabismus dan
cenderung mendekat (konvergen). Pasien tampak gelisah walau tidak
berteriak-teriak, ditandai dari kaki dan tangan pasien tampak bergerak terus
menerus namun tidak merespon pertanyaan pemeriksa.
C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Di awal pernikahan pasien tepatnya 10 tahun yang lalu atau di awal tahun
2006 silam, pasien sempat dirawat di rumah sakit karena penyakit maag yang
dideritanya, suami pasien tidak mengingat secara jelas obat yang dikonsumsi
pasien karena suami pasien memercayakan pengobatan terbaik istrinya
kepada dokter. Setelah itu pasien tidak pernah mengalami sakit serius, pasien
hanya mengeluhkan nyeri perut hebat pada tanggal 4 Maret 2016, dari hasil
pemeriksaan pasien didiagnosis menderita maag dan diharuskan rawat inap di
Rumah Sakit Suaka Insan. Nyeri perut terasa di bagian ulu hati tanpa
penjalaran ke bagian dada atau punggung kiri. Lalu, sejak 4 Maret 2016 itu
pasien mulai mengeluhkan mual-mual sehingga sulit mengonsumsi makanan,
mual diakhiri dengan muntah berupa cairan tanpa darah.
D.
1. Riwayat Perinatal
Pada saat masa kehamilan ibu pasien periksa ke bidan secara rutin dan
mendapatkan imunisasi tetanus, pasien lahir di Purbalingga, 23 Oktober
1986 ditolong oleh dukun beranak secara normal. Bayi dan ibu sehat saat
persalinan, bayi langsung menangis
2. Riwayat Masa Bayi ( 0-1,5 tahun) = Trust vs Mistrust
Anak diberi ASI hingga usia 2 tahun, saat anak menangis ibu pasien
langsung mengelus dan memanjakan anaknya, dan langsung diberi ASI,
pada umur 6 bulan pasien diberi MPASI berupa bubur dan makan dengan
baik, tidak pilih-pilih makanan dan pasien memiliki kualitas tidur yang
baik.
3. Riwayat Masa Kanak-Kanak (1,5-3 tahun ) = Autonomy vs Shame,
Doubt
Riwayat tumbuh kembang anak baik, seperti anak seusianya. Anak mulai
bisa berjalan umur 18 bulan, selain belajar berjalan pada usia tersebut,
pasien juga sudah mulai belajar untuk makan sendiri. Pasien juga mulai
berbicara dengan beragam kosa kata pada umur 2-3 tahun. Di umur 2
tahun tersebut pasien juga mulai diajarkan toilet training. Saat pasien
bartanya-tanya dengan orangtuanya mengenai keingintahuannya, orangtua
selalu menjawabnya dengan baik. Pada saat pasien aktif bergerak sesuai
kemauannya, orang tua pasien selalu mengawasinya dan siap menangkap
saat pasien hendak jatuh. Pasien bukan orang yang takut pada orang lain,
saat ingin digendong atau didekati oleh orang yang tidak ia kenal
sebelumnya, pasien bersedia. Pasien dekat dengan ibu dan ayahnya, karena
10
sewaktu pasien masih kecil tidak pernah mendapat perlakuan yang tidak
enak baginya, apabila melakukan kesalahan, pasien hanya ditegur dan
diminta untuk tidak mengulanginya lagi, pasien tidak dipukul.
4. Riwayat Masa Presekolah (3-6 tahun) = Initiative vs Guilt
Pada fase ini pasien lebih dekat dengan ibunya, ibu pasien merupakan
seorang petani yang setiap paginya harus pergi ke sawah sehingga setiap
pagi pukul 06.00-17.00 pasien diasuh oleh neneknya. Namun, terkadang
pasien diajak ke sawah oleh ibunya, saat ibu bekerja atau beraktivitas
pasien selalu mencoba mengikuti kegiatan ibunya di ladang tetapi pasien
tidak diperbolehkan untuk ikut membantu ibunya di ladang. Pasien mulai
masuk TK umur 5 tahun saat awal masuk, pasien sering menangis apabila
ditinggal oleh ibunya, tetapi tangisan itu mampu berhenti saat pasien
diajak oleh gurunya bermain bersama teman-teman sekelasnya walaupun
perlu waktu yang agak lama untuk menenangkannya. Pasien juga merasa
kasih sayang orang tuanya terbagi ke kakak-kakak dan adik bungsunya
karena jarak mereka yang berdekatan yaitu jarak antar saudara 2-3
tahunan.
5. Riwayat Masa Sekolah (6-12 tahun) = Industry vs Inferiority
Pasien mulai duduk di bangku SD umur 7 tahun, saat duduk di bangku SD
pasien termasuk siswa yang pintar dan mendapatkan rangking di kelasnya,
pasien tidak pernah tinggal kelas. Saat SD pasien lebih senang berteman
dengan permpuan. Di saat masa-masa ini pasien senang apabila membuat
kerajinan tangan seperti membuat bunga dari kertas, membuat anyaman,
dan membuat boneka dari kain perca. Setiap kali pasien membuat
11
12
Pada tahun awal tahun 2008 pasien sempat ikut bekerja dengan
tetangganya, ia membantu tetangganya bertani, namun tidak berapa lama
tiga bulan kemudian pasien berhenti bekerja dengan tetangganya dan
akhirnya disuruh ikut membantu mengambil getah karet di belakang
rumahnya, getah karet tersebut milik kakak iparnya, dalam pekerjaannya
pasien sering dimarahi karena selalu salah dalam menyelesaikan tugasnya
mengambil getah karet. Pernikahan pasien berjalan sebagaimana mestinya,
dari awal pernikahannya pasien menjadi pribadi yang tertutup, pasien
jarang menceritakan masalah maupun beban pikirannya kepada suaminya
dan lebih memendam masalah itu sendiri. Pada pertengahan 2014 pasien
pernah masuk rumah sakit karena harus menjalani operasi ovarium
sebelah kanan, sehingga sekarang ia hanya memiliki 1 ovarium saja di
sebelah kiri, dari riwayat operasi itulah pasien semakin sering diam dan
menyendiri, terkadang ia bilang kepada suaminya bahwa ia ingin
mempunyai anak agar kodratnya sebagai wanita terpenuhi. Oleh karena
itulah pasien disarankan minum jamu-jamu penyubur oleh mertua dan
orangtuanya, tetapi buah hati belum juga didapatkan hingga usia
pernikahan yang ke 10 tahun di awal tahun 2016 ini. Pasien sering
menangis apabila teringat tentang buah hati terlebih setelah ia
menjalankan operasi tersebut pasien menjalankan operasi tersebut pasien
semakin pesimistis untuk memiliki buah hati, suami pasien sudah
memberikan nasihat bahwa ada waktunya Yang Maha Kuasa menitipikan
buah hati, tetapi pasien tidak tahan dengan pertanyaan yang selalu
13
mencecar pasien yaitu kapan punya anak, sudah lama menikah tapi belum
dikaruniai anak dari keluarga suaminya.
8. Riwayat Pendidikan
Pasien menjalani pendidikan sampai tingkat SMP kelas 3.
9. Riwayat pekerjaan
Pasien pernah bekerja di kebun karet sebelum mengalami sakit.
10. Riwayat perkawinan
Pasien menikah pertama kali pada umur 19 tahun tepatnya pada tahun
E.
2006.
RIWAYAT KELUARGA
Pasien merupakan anak keempat dari 5 bersaudara. Ayah dan ibu
pasien tinggal di samping rumah pasien. Saat ini pasien tinggal bersama
suami saja karena belum dikaruniai buah hati. Hubungan dengan saudarasaudaranya cukup baik. Dalam keluarga pasien, tidak ada yang
mengalami gangguan jiwa. Ibu pasien menderita asma sehingga bila
terdapat stres atau pemikiran yang mengkhawatirkan maka asma ibu
pasien akan kambuh dengan riwayat pengobatan tidak dilakukan secara
rutin. Dalam psikopatologi, ibu pasien melibatkan gejala somatik yang
dominan, sehingga stres yang diterima akan dikonversi menjadi serangan
asma. Ayah pasien diketahui tidak memiliki penyakit-penyakit berat
lainnya seperti penyakit jantung, ginjal dan lain sebagainya.
14
Keterangan:
Laki-laki
:
Perempuan :
Penderita
:
Meninggal :
Tidak ada riwayat gangguan jiwa (retardasi mental) dalam keluarga.
F.
15
selalu didesak untuk punya buah hati maka pasien mengusulkan kepada
suaminya untuk punya rumah sendiri saja. Saat ini pasien tinggal berdua
dengan suaminya, sejak tinggal berdua dengan suaminya, pasien lebih sering
diam dan menyendiri dan pasien sering mengutarakan kalau pasien ingin
sekali mempunyai anak dari pernikahannya tersebut.
G. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA
Sebelumnya pasien menyadari bahwa dirinya sakit, tetapi setelah berobat
ia tidak ingin meminum obatnya karena terasa mual. Pasien juga menganggap
bahwa sakitnya ialah sakit pada umumnya dan tidak perlu berobat hingga
kondisi kesehatan pasien benar-benar memburuk. Tilikan pasien ini berada di
derajat 5 karena pasien menyadari akan sakitnya namun tidak berinisiatif
melakukan perubahan untuk mengobat sakit tersebut dan pasien akan
memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan, tetapi tidak meminum obat yang
telah diberikan oleh tenaga kesehatan.
III. STATUS MENTAL
A. DESKRIPSI UMUM
1.
Penampilan
Pasien wanita, berusia 29 tahun, berperawakan gemuk (endomorfik),
kulit sawo matang, rambut berwarna hitam. Pasien tampak terawatt
dan berpenampilan sesuai usia pasien. Pasien memakai daster
bermotif bunga dan berwarna merah muda, bagian bawah pasien
ditutupi dengan sarung bermotif batik dan berwarna jingga, terkesan
terawat dan sesuai usia. Pasien berbaring di bed pemeriksaan dan
dilapisi oleh alas tidur yang dibawa keluarga, berwarna biru dan
16
untuk dievaluasi.
Kesadaran
Berkabut karena pasien memiliki perubahan kesadaran yakni pasien
tidak mampu berpikir jernih dan berespon secara memadai terhadap
situasi
sekitarnya.
Pasien
seringkali
tampak
bingung,
sulit
memusatkan perhatian.
3.
Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Hipoaktif
4.
Pembicaraan
Lambat, kacau, inkoheren
5.
Sikap terhadap Pemeriksa
Tidak Kooperatif
6.
Kontak Psikis
Kontak ada, tidak wajar, dan tidak dapat dipertahankan.
17
B. KEADAAN
AFEKTIF, EKSPRESI
AFEKTIF KESERASIAN
SERTA EMPATI
1. Afek (mood)
2. Ekspresi afektif
a. Stabilitas
kooperatif,
: Hipothym
: Kesakitan
: Sulit dievaluasi karena pasien tidak
sehingga
ketetapan
dalam
bereaksi
saat
Kesadaran
Orientasi
a.
b.
c.
d.
Waktu
Tempat
Orang
Situasi
: Berkabut
: sulit dievaluasi
: sulit dievaluasi
: sulit dievaluasi
: sulit dievaluasi
3. Konsentrasi : sulit dievaluasi
4.
Daya Ingat :
a. Segera
: sulit dievaluasi
b. Jangka pendek
: sulit dievaluasi
c. Jangka panjang
: sulit dievaluasi
5.
Intelegensi dan Pengetahuan Umum : sulit dievaluasi
6.
Pikiran abstrak
: sulit dievaluasi
7.
Kemampuan menolong diri sendiri : tidak baik (pasien diperintah
dulu baru mau melakukan sesuatu seperti mandi, makan)
D. GANGGUAN PERSEPSI
1.
Halusinasi
: sulit dievaluasi
18
2.
Bentuk pikir
Autisme
senyum sendiri .
Arus pikir
b.
c.
3.
a.
b.
a.Produktivitas
: tidak spontan
Kontinuitas
: jawaban lambat dan seringkali tidak jelas
Hendaya berbahasa
: sulit dievaluasi
Isi Pikir
Preokupasi
: sulit dievaluasi
Waham
: sulit dievaluasi
F. PENGENDALIAN IMPULS
Terganggu
G. DAYA NILAI
1. Daya nilai sosial : sulit dievaluasi
2. Uji Daya nilai
: sulit dievaluasi
3. Penilaian Realita : terganggu (hal ini berarti pasien tidak mampu
mengenali kenyataan di sekelilingnya, dapat dinilai dari bicara pasien
terdengar kacau, perilaku pasien juga lebih senang menyendiri, atensi
19
Keadaan umum
Kesadaran
Gizi
Tanda vital
5. Kepala:
a. Mata : palpebra tidak edema, konjungtiva anemis (-/-), sklera
tidak ikterik, pupil anisokor kanan>kiri, refleks cahaya (+/+)
b. Telinga : bentuk normal, sekret tidak ada, serumen minimal,
terdapat penurunan pendengaran
c. Hidung : bentuk normal, tidak ada epistaksis, tidak ada tumor,
kotoran hidung minimal, terdapat kumis tipis.
d. Mulut: bentuk normal dan simetris, mukosa bibir tidak kering dan
tidak pucat, pembengkakan gusi tidak ada dan tidak mudah
berdarah, lidah tidak tremor.
20
: sulit dievaluasi
II (Opticus)
: Reflek
Pupil:
Respon
Cahaya
: Ptosis
(-/-),
Pupil
>3mm/3mm,
kanan/kiri
Respon
Cahaya
: Strabismus
(+),
diplopia
sulit
dievaluasi
V (Trigeminus)
21
VI (Abdusens)
VII (Fasialis)
VIII (Vestibulokoklearis)
XII (Hipoglosus)
Gejala rangsang meningeal
: Normal
Refleks patologis
: Tidak ada
C. HASIL LABORATORIUM
Gran%
: 71,1% Nilai rujukan 50.0-70.0
Limfosit%
: 19,8% Nilai rujukan 25.0-40.0
Gran#
: 7,10 ribu/ul Nilai rujukan 2.50-7.00
SGPT
: 49 U/l Nilai rujukan 0-45
Ureum
: 125.0 mmol/l Nilai rujukan 135-146
Natrium
: 3,3 mmol/l Nilai rujukan 3.4-5.4
Klorida
: 93,5 mmol/l Nilai rujukan 95-100
V.
22
VI.
dipertahankan.
Afek (mood): Hipothym
Keserasian: Inappropriate
Orientasi: waktu/tempat/orang/situasi: sulit dievaluasi
Daya ingat: sulit dievaluasi
Halusinasi: tidak ada
Penilaian realita: terganggu
EVALUASI MULTIAKSIAL
1. Aksis I
diperkuat dengan adanya tahanan pada leher/kaku kuduk, nyeri kepala dan
hiperpireksia, dibuktikan dengan kultur dari cairan serebrospinal)
H00-H59 Penyakit mata dan adneksa (pupil kiri >3mm,
kanan 3 mm dan paresis nervus VI)
4. Aksis IV
5. Aksis V
VII.
DAFTAR MASALAH
1. ORGANOBIOLOGIK
24
3. SOSIAL/KELUARGA
Pasien lebih menutup diri dan kurang bersosialisasi dengan keluarga atau
orang sekitar.
VII.
PROGNOSIS
Diagnosis penyakit
: dubia ad malam
Perjalanan penyakit
: dubia ad malam
Ciri kepribadian
: dubia ad malam
Stressor psikososial
: dubia ad malam
Riwayat herediter
: dubia ad bonam
: dubia ad malam
Pola keluarga
: dubia ad bonam
Pendidikan
: dubia ad malam
Aktivitas pekerjaan
: dubia ad bonam
Ekonomi
: dubia ad malam
Lingkungan sosial
: dubia ad malam
Organobiologik
: dubia ad malam
Pengobatan psikiatrik
: dubia ad bonam
Ketaatan berobat
: dubia ad malam
Kesimpulan
: dubia ad malam
25
VIII.
RENCANA TERAPI
o Medika mentosa :
Lodomer drop 2x10 tetes
Ranitidin Inj 1 ampul 2 ml (50 mg)
Clobazam 2 x 10 mg
Cefotaxim inj 3 ampul (40 mg/ml, 2 g/6 jam max. 12 g/hari)
o Psikoterapi dianjurkan edukasi kepada penderita dan keluarganya serta
bimbingan terutama untuk mewaspadai setiap gejala penyakit yang
dicurigai menyebabkan penurunan kesadaran, seperti demam tinggi
berhari-hari, nyeri kepala hebat, muntah tanpa didahului mual dan
sifatnya menyembur, kejang, selain itu pasien dan keluarga perlu
diedukasi untuk meningkatkan kesadaran berobat sedini mungkin serta
mematuhi perintah dokter untuk meneruskan pengobatan.
o Religius : selama perawatan pasien diajak berkomunikasi untuk
mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taala karena hanya
Allah yang mampu memberi kesehatan itu kembali, setelah sembuh
dari sakitnya dapat dilanjutkan dengan bimbingan / ceramah agama,
shalat berjamaah dan pengajian.
o Rehabilitasi: Sesuai dengan bakat dan minat penderita.
o Monitoring efek samping obat.
IX.
DISKUSI
Berdasarkan hasil anamnesis (alloanamnesis dan autoanamnesis)
serta pemeriksaan status mental menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria
diagnosis dari PPDGJ III, akibat meningoensefalitis pada penderita ini dan
26
terhadap
otak
merupakan
akibat
sekunder
dari
27
kepribadian
dalam
kehidupan
di
kemudian hari
7. Faktor-faktor psikososial yang dapat menjelaskan tingkah laku
abnormal dan menurunnya fungsi intelektual tidak ada
(misalnya depresi setelah kehilangan orang yang dicintai)
Dalam PPDGJ-III, pedoman diagnostik gangguan mental lainnya akibat
kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik yaitu:
28
Sindrom otak organik adalah gangguan jiwa yang psikotik atau non
psikotik yang di sebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan
fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah,
terutama
penyakit-penyakit
yang
menyerang
bagian
otak
(meningoensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, tumor otak dan lainlain) atau diluar otak (misalnya tifus, toxemia kehamilan, intoxikasi,
malaria cerebral dan sebagainya). Bila bagian otak yang terganggu itu
luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja, tidak
tergantung pada penyakit yang menyebabkannya. Bila hanya bagian otak
dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokalisasi inilah yang
menentukan
gejala
penyakit
utama
yang
otak
atau
sindrom
otak
organik
itu
dan
bukan
29
Zollinger-
30
31
mental sangat terganggu, edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan
Deksametason 0,15 mg/ kgBB/ 6 jam/ IV selama 4 hari dan diberikan 20
menit sebelum pemberian antibiotik. Penanganan peningkatan TIK :
meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur, cairan hiperosmoler :
manitol atau glisero, hiperventilasi untuk mempertahankan pC02 antara
27-30 mmHg
Psikoterapi dianjurkan edukasi kepada penderita dan keluarganya
serta bimbingan terutama untuk mewaspadai setiap gejala penyakit yang
dicurigai menyebabkan penurunan kesadaran, seperti demam tinggi
berhari-hari, nyeri kepala hebat, muntah tanpa didahului mual dan
menyembur, kejang dan meningkatkan kesadaran penderita untuk berobat
sedini mungkin serta mematuhi perintah dokter meneruskan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan Ringkasan dari
PPDGJ-III.
2. Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi 1997.
3. Maramis WF. Catatan ilmu kedokteran jiwa. Surabaya: Jakarta University
Press, 2004.
32
33