Kelompok 1 :
Rahma Dhania Prima
(2014310089)
(2014310092)
Ridha Mahardikaning .N
(2014310105)
(2014310114)
Abdul Ghofur
(2014310362)
(2014310618)
Anisah Sumardi
(2014310680)
Uci Arisyanti
(2014310694)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan produksi yang mengelola sumber-sumber
ekonomi untuk menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan dan dapat memuaskan kebutuhan masyarakat. Maka dengan
didirikannya sebuah perusahaan tujuannya bukanlah untuk mengalami kebangkrutan
melainkan berorientasi untuk kelangsungan usahanya dimasa yang akan datang sebagai
prinsip utama dari mendirikan perusahaan, yaitu untuk dapat melakukan usahanya secara
terus menerus (Going Concern). Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk
mengevaluasi dan mempertahankan kinerja keuangan agar perusahaan terhindar dari
kegagalan usaha. Kegagalan usaha sendiri merupakan sesuatu yang sebenarnya bisa
diprediksi dengan menggunakan berbagai pendekatan teori ilmu keuangan.
Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan agar perusahaan tetap bertahan yaitu
dengan menginterprestasikan atau menganalisa keuangan yang bertujuan untuk mengetahui
keadaan dan perkembangan keuangan dari tahun ke tahun pada perusahaan yang
bersangkutan.
Analisa rasio keuangan merupakan langkah pertama yang dirancang oleh perusahaan
untuk memperlihatkan hubungan antara perkiraan-perkiraan laporan keuangan dengan
menggunakan alat analisis yang berupa rasio keuangan yang dapat memberi gambaran
kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan keuangan atau posisi keuangan,
terutama apabila dibandingkan dengan angka-angka pembanding yang digunakan sebagai
standar rasio keuangan. Dengan menganalisis rasio keuangannya lebih lanjut maka
perusahaan tersebut dapat mengetahui keefektifan perusahaan dalam mengelola sumber daya
yang dimiliki, sehingga perusahaan dapat menyiapkan perencanaan keuangan perusahaan di
masa mendatang dengan lebih baik lagi.
Mengetahui kondisi kesehatan perusahaan juga sangat penting dilakukan oleh investor,
bankers, maupun kreditor dalam mengambil keputusan-keputusan investasi dan kreditnya,
mereka ini berkepentingan terhadap prospek keuntungan dimasa mendatang perkembangan
perusahaan dan untuk mengetahui jaminan investasi serta kondisi kerja. Dari hasil analisis
laporan keuangan tersebut, investor, bankers, dan kreditor akan dapat menentukan langkahlangkah yang ditempuh.
Sejak dulu, telah ada beberapa peneliti yang mengembangkan model prediksi yang
mencoba membantu investor dan kreditur serta banker dalam memilih perusahaan tempat
menaruh dana supaya tidak terjebak dalam masalah financial distress. Model-model tersebut
antara lain dikemukakan 3 oleh Altman (1968), Springate (1978), dan Zmijewski (1983).
Dimana penelitian terhadap model-model prediksi tersebut dilakukan dengan menggunakan
sampel perusahaan di barat. Di Indonesia sendiri penelitian mengenai model prediksi tersebut
sudah dilakukan oleh beberapa orang diantaranya Mila Fatmawati (2010) yang
membandingkan metode Zmijewski, Altman Z-score, Springate sebagai prediktor delisting
terbaik, hasilnya zmijewski merupakan model prediktor delisting terbaik. Penelitian juga
dilakukan oleh Rismawati (2012) yang membandingkan antara Altman, Springate, Ohlson
dan Zmijewski sebagai model prediksi yang paling sesuai untuk memprediksi financial
distress pada perusahaan manufaktur, dimana hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model
prediksi Zmijewski merupakan model yang paling sesuai diterapkan untuk perusahaan
manufaktur di Indonesia.
BAB II
TEORI
Model prediksi ini dapat juga dimasukan sebagai bagian dari bidang analisa laporan
keuangan karena salah satu tujuan dari analisa laporan keuangan itu adalah meramalkan
kondisi keuangan perusahaan dimasa yang akan datang. Dalam rumus atau model ini bahkan
banyak digunakan angka-angka laporan keuangan dan rasio-rasio keuangan.
Dalam prediksi keuangan kita mengenal beberapa model antara lain:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Linear Programming.
Delphi Forcasting.
Time Series Forcasting (trend).
Break Even Analisys.
Just In Time (JIT).
Economic Order Quantity (EOQ).
Salah satu metode yang sering digunakan dalam menganalisis keuangan adalah teknik
Break Even Analysis atau Cost Volume Profit Analysis. Metode ini mencoba mencari dan
meganalisa perilaku hubungan antara besarnya biaya besarnya volume dalam unit dan rupiah,
dan laba. Dari angka hasil analisa ini dapat diketahui volume yang diperlukan untuk
mencapai tingkat laba tertentu, berapa volume untuk mencapai titik pulang pokok, dan
informasi lainya yang dibutuhkan.
5. JUST IN TIME MODEL (JIT)
Upaya untuk meningkatkan produktifitas dan menekan pemborosan dan ketidakefesienan lainya adalah JIT Model. Model ini menunjukan bahwa konsep cost management
yang lama sudah ketinggalan zaman dan perlu diubah. Model ini sudah banyak diminati oleh
para pengusaha akhir-akhir ini sehingga dikenal sebagai golden ring of manufacturing
efficiency. Menurut Johanson (1990) dalam artikel Management Accounting dengan judul
Preparing For Accounting System Changes, bahwa konsep JIT adalah merupakan model/
filosofi yang mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Penekanan pada prinsip visibility sehingga dengan demikian setiap masalah yang
memerlukan perbaikan menjadi jelas dan dianggap sebagai kesempatan/ atau peluang.
2. Output selalu disesuaikan dengan permintaan sehingga kegiatan produksi harus
disesuakan dengan upaya menyeimbangkan keduanya.
3. JIT menghendaki kesederhanaan / kemudahan bukan kerumitan.
4. Pendekatan yang dilakukan bersifat holistick atau global. Konsep harus diterima secara
umum dan melibatkan semua pihak serta sumber perusahaan yang dimiliki.
5. JIT menganut konsep perbaikan terus-menerus. JIT merupakan filosofi perusahaan dalam
beroperasi yang hakikatnya berupaya menghilngkan pemborosan. Dengan konsep JIT
maka setiap resources seperti peralatan, bahan, alat, fungsi tenaga kerja digunakan secara
minimal dan yang digunakan hanya yang benar-benar diperlukan untuk menambah nilai
produk.
JIT bukan merupakan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Beberapa unsur yang selalu dianut dalam konsep JIT ini adalah:
1. Sikap Awareness/Education
Setiap orang harus mencoba memperbaiki keadaan walaupun pada mulanya salah
namun harus terus dicoba sehingga merupakan proses pendidikan bagi personel.
Mencoba dan salah lebih bagus dari pada tidak dicoba sama sekali.
2. House-
Keeping
Setiap orang harus bertanggung jawab pada setiap peralatan atau harta perusahaan
baik yang dibawah pengawasan maupun yang diluarnya.
3. Quality Improvement
Kualitas harus terus ditingkatkan untuk menuju zero defects (tidak ada kerusakan).
Kapan saja ditemukan kesalahan operator harus segera menyetop operasi dan
langsung melakukan koreksi.
4. Uniform Plant Load (UPL)
Artinya jika kita menjual harian maka produksi harus harian pula. Produksi sesuai
demand, tidak perlu ada persediaan.
5. Redesign Process Flow
Untuk memenuhi konsep UPL diatas maka kegiatan produksi harus didesain
sedemikian rupa sehingga seluruh peralatan digunakan untuk memproduksikan
barang secara group bukan per departemen.
6. Set up Reduction
Dengan melakukan redesign maka dapat saja terjadi peralatan yang dimiliki
dikurangi sehingga produk benar-benar sesuai kebutuhan.
7. Supplier Net Work
Jaringan permasalahan harus dapat diatur sedemikian rupa sehingga barang yang
dibutuhkan datang pada saat yang tepat, barang hanya diterima pada saat diperlukan.
Dengan menjalankan konsep JIT maka peralatan yang diperlukan hanya 1 unit,
jangka waktu antara kegiatan tidak lowong, kerusakan tidak ada, waktu berhenti
tidak ada, operasi mesin seimbang dengan baik, work in process (WIP) berada dalam
jumlah minimum dan alat-alat tidak pernah berhenti percuma.
6. ECONOMIC ORDER QUANTITY
Model ini dapat memberikan angka berapa order pembelian sehingga kita mendapatkan
biaya yang optimal. Model ini akan memberikan angka berapa pesanan sebaiknya dilakukan
untuk sekali pesanaan sehingga kita mencapai titik optimum biaya yang paling efisien.
Untuk mengetahui pembelian atau pesanan bahan:
EOQ =
2 OA
C
= Carrying Cost. Biaya yang diperlukan oleh perusahaan dalam 1 tahun untuk per
unit. Biaya Asuransi biaya penyimpanan.
2. Model untuk meramalkan kebangkrutan suatu perusahaan yang di buat oleh Altman
disebut Altmans Bankruptcy Prediktion Model. Model ini popular juga disebut 2score.
3. Bernstein dan Maksy merumuskan model untuk meramalkan Net Cash Flow From
Operating yang disebut Bernstein and Maksys Net Cash Flow Next Year Predication
Model.
4. Model untuk memulai perusahaan yang akan diambil alih (take over). Model ini
dibuat oleh Ahmed Belkaoui sehingga disebut Belkaouis Take Over Prediktion
Model.
1. Belkaouis Bond Rating Prediction Model
Fungsi Diskriminan:
Fungsi diskriminan ini dapat digunakan untuk menjelaskan dan atau meramalkan
peringkat obligasi di pasar modal.
Prosedur klasifikasi:
Metode klasifikasi secara sederhana mencakup penggunaan fungsi diskriminan atas data
yang baru.
2. Altmans Bankruptcy Prediction Mode (Z-Score)
3. Bernstein and Maksys NCFO (Net Cash Flow Operation) Prediction Model
4. Belkaouis Takeover Model
BAB II
PEMBAHASAN
X2
= Laba yang ditahan terhadap total harta (Retained Earnings to Total Assets).
X3
= Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta (Earnings Before Interest
and Taxes to Total Assets).
X4
= Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari hutang (Market Value Equity to Book
Value of Total Debt).
X5
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk untuk periode tahun 2005 mempunyai nilai ZScore
sebesar 1,8815 sehinga, perusahaan tersebut berdasarkan analisis kebangkrutan metode
altman z-score diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey area atau daerah kelabu. Faktor
yang paling mempengaruhi dalam pengkalsifikasian ini adalah X2 hal tersebut dikarenakan
faktor tersebut mempunyai nilai nol, yang dikarenakan tidak adanya laba ditahan atau
retained earning pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk untuk periode tahun 2006 mempunyai nilai ZScore
sebesar 2,0747 sehingga perusahaan tersebut diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey
area atau daerah kelabu. Penurunan pada nilai Z-score pada tahun 2006 dikarenakan
penurunan pada faktor X hal tersebut karena kewajiban lancar yang meningkat pada tahun
tersebut.
1,3552
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk untuk periode tahun 2007 mempunyai nilai ZScore
sebesar 1,3552 sehingga perusahaan tersebut diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey
area atau daerah kelabu. Penurunan nilai Z-score pada periode 2007 dibandingkan dengan
periode sebelumnya dikarenakan penurunana pada nilai X, X, X, dan X hal tersebut
dikarenakan kenaikan kewajiban lancar pada X, jumlah kewajiban pada X, yang di ikuti
dengan kenaikan total aset pada X, X, dan X.
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk untuk periode tahun 2008 mempunyai nilai ZScore
sebesar 1,3836 sehingga perusahaan tersebut diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey
area atau daerah kelabu. Peningkatan nilai Z-score pada tahun 2008 dibandingan tahun
sebelum nya dikarenakan adanya peningkatan pada faktor X yang dikarenakan peningkatan
pada penjualan.
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk untuk periode tahun 2009 mempunyai nilai ZScore
sebesar 1,5061 sehingga perusahaan tersebut diklasifikasikan sebagai perusahaan pada grey
area atau daerah kelabu. Nilai Z-score pada tahun 2009 meningkat dibandingkan tahun
sebelumnya, hal tersebut dikarenakan adanya peningkatan pada faktor X, X, dan X. Nilai
X meningkat dikarenakan peningkatan pada kewajiban lancar. Nilai X meningkat
dikarenakan peningkatan pada EBIT. Nilai X meningkat dikarenankan penurunan pada
jumlah kewajiban dan adanya peningkatan pada jumlah ekuitas.
KESIMPULAN
Analisis kebangkrutan dengan mengunakan model Altman Z-score pada PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk. untuk tahun 2005-2009 berkesimpulan bahwa perusahaan berpotensi bangkrut
sepanjang periode tersebut.