Anda di halaman 1dari 30

Terjemahan :

BAB I
ASAM BASA, CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Sebagai akibat dari penyakit yang mendasari dan manipulasi dari terapi,
pasien-pasien bedah dapat berpotensi mendapatkan penyakit yang berbahaya dari
keseimbangan asam basa, volume intravaskular dan ekstravaskular dan elektrolit
serum. (Prough DS, Woli SW, Funston JS, Svensen CH: Asam basa, cairan dan
elektrolit, In Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK [eds]); Clinical Anesthesia, pp
175-207. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006). Manajemen
perioperative yang tepat mengenai status asam basa, cairan dan elektrolit dapat
membatasi morbiditas dan mortalitas perioperatiF.
I. GAMBARAN KESEIMBANGAN ASAM BASA
A. Pendekatan konvensional untuk menggambarkan keseimbangan asam basa
menggunakan pendekatan Henderson-Hasselbach.
B. Oleh karena konsentrasi dari bikarbonat besar dan teregulasi oleh ginjal, di
mana karbondioksida dikontrol oleh paru-paru, tekanan pada asam basa
dinterpretasikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolik
(yang utama adalah bikarbonat meningkat atau menurun) dan gangguan
pernapasan (PaCO2 dapat meningkat atau menurun)
C. Logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen digambarkan sebagai PH.
1. Ph 7,4 sama dengan konsentrasi ion hidrogen 40 nmol/L.
Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

2.

Dari ph 7,2 sampai 7,5, kurva konsentrasi ion hidrogen relatif bergaris
lurus dan pada setiap perubahan 0,01 dari ph 7,4 konsentrasi ion hidrogen
dapat diperkirakan meningkat (nilai ph >7,4) atau menurun (nilai ph
>7,4) dari 1 nmol/L.

pH= 6,1 + log [HCO3]/0,03xPaCO2


Gambar 1.1 Persamaan Henderson- Hasselbach equation
PCO2 (paru-paru)
CO2 + H2O = HCO3 = H+ + HCO3Ginjal
Gambar 9.2 keseimbangan asam basa menggambarkan retensi atau eliminasi
dari karbondioksida atau ion bikarbonat oleh paru-paru atau ginjal secara
berturut-turut.
II.

ALKALOSIS METABOLIK (PH >7,45 DAN BIKARBONAT >27


MEQ/L)
A. Alkalosis metabolik adalah abnormalitas asam basa yang paling umum
ditemui pada pasien yang kritis.
Tabel 1.1 Penyebab dari Alkalosis Metabolik
Penyebab dari Alkalosis Metabolik
Faktor-faktor umum
Nasogastric suction
Pemberian diuretik dalam waktu lama
Pemberian bikarbonat secara berlebihan
Keadaan post hiperkapnea (koreksi yang secara tiba-tiba pada
hiperkapnea yang kronik)
Faktor-faktor pemeliharaan (meneruskan rangsangan untuk
penyerapan bikarbonat oleh ginjal)
Penurunan secara efektif volume arteri
Hipokalemia
Gagal ginjal

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

B. Alkalosis metabolik menyebabkan terjadinya berbagai efek fisiologis


seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1.2 Efek Fisiologis yang dihasilkan oleh Alkalosis Metabolik


Efek fisiologis yang dihasilkan oleh alkalosis metabolik
Hipokalemia (menyebabkan efek oleh digoxin; menimbulkan ventricular
cardiac dysrhytmias)
Penurunan konsentrasi ion calcium dalam serum
Hipoventilasi kompensata (dapat semakin buruk pada pasien pada pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronik atau pada pasien yang
mendapatkan opioid; hipoventilasi yang terkompensasi jarang didapatkan
PaCO2>55 mmHg)
Hipoksemia arterial (menggambarkan efek dari kompensasi
hipoventilasi)
Peningkatan suara bronkial (dapat disebabkan oleh atelektasis)
Pergeseran ke kiri dari kurva oksihemoglobin yang diuraikan (jumlah
oksigen kurang dalam jaringan)
Penurunan curah jantung
Depresi kardiovaskular dan disritmia jantung (sebagai hasil dari
iatrogenik alkalosis respiratory sebagai akibat dari kurang berhati-hati
selama manajemen anestesi)

C. Adanya hipercarbonatremia pada konsentrasi serum elektrolit preoperatif dan


dikonfirmasi menggunakan pemeriksaan analisis gas darah arteri dan
seharusnya diwaspadai oleh anestesiologis untuk kemungkinan pasien
hipovolemia atau hipokalemia.
D. Peningkatan atau penurunan PaCO2 secara akut atau kronik dapat berefek
dan dapat diprediksi melalui Ph darah arteri dan konsentrasi bikarbonat dalam
serum.

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

Tabel 1.3 Efek dari perubahan PaCO2 Akut dan Kronik pada Ph Arteri
dan Konsentrasi Bikarbonat dalam Serum
Efek Dari Perubahan Paco2 Akut Dan Kronik Pada Ph Arteri
Dan Konsentrasi Bikarbonat Dalam Serum
Penurunan PaCO2
Ph meningkat 0,1 unit dan penurunan serum bikarbonat 2 Meq/L untuk
setiap penurunan secara akut 10 mmHg PaCO2.
Ph akan mendekati normal jika hipokarbia mendukung
Serum bikarbonat akan menurun 5-6 mEq//L untuk setiap penurunan
secara kronik 10 mmHg pada PaCO2.
Peningkatan PaCO2
Penurunan Ph 0.05 unit dan serum bikarbonat meningkat 1 Meq/L untuk
setiap peningkatan secara akut 10 mmHg pada PaCO2.
Ph akan kembali normal jika hiperkarbia mendukung.
Serum bikarbonat akan meningkat 4 Meq/L untuk seiap peningkatan
secara kronik 10 mmHg pada PaCO2.

E. Penatalaksanaan dari alkalosis metabolik

Tabel 1.4 Penatalaksanaan Untuk Alkalosis Metabolik


Penatalaksanaan Untuk Alkalosis Metabolik
Terapi Etiologi
Ekspansi volume darah intravaskular (manajemen cairan intraoperative
dengan normal saline 0,9% (ringer laktat menyediakan atau
mengandung substansi untuk bikarbonat)
Pemberian potasium
Menghindari hiperventilasi iatrogenik pada paru-paru pasien
Terapi Non-etiologi
Acetazolamide (penyebab bikarbonat keluar dari ginjal)
Hidrogen (ammonium chloride, arginin hydrochloride, hydrochloric
acid [harus dimasukkan melalui vena central])

III. ASIDOSIS METABOLIK (PH <7,35 DAN BICARBONAT <21 MEQ/L)


A. Terdapat dua jenis asidosis metabolik dihitung dari jumlah gap anion apakah
normal atau meningkat. Umumnya pengukuran kation (sodium) biasanya
melebihi 9 sampai 13 MeQ/L dari total konsentrasi anion (klorida,
bikarbonat).

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

Tabel 1.5 Klasifikasi Asidosis Metabolik


Klasifikasi Asidosis Metabolik
Gap Anion Normal
- Renal tubular acidosis
- Diare
- Pemberian carbonic anhydrase
- Gagal ginjal akut
- Pemberian larutan fisiologis
Gap Anion Tinggi
- Uremia
- Kelebihan produksi dari asam laktat atau asam keton
- Peningkatan retensi oleh karena produk limbah (sulfat, fosfat)
- Pencernaan yang berlebihan sejumlah aspirin
- Pencernaan yang berlebihan dari etilen glikol atau metanol

B. Asidosis metabolik menimbulkan bermacam-macam efek fisiologis.


Tabel 1.6 Efek Fisiologis Yang Disebabkan Asidosis Metabolik
Efek Fisiologis Yang Disebabkan Asidosis Metabolik
- Penurunan kontraktilitas miokardium
- Peningkatan resistensi vaskular paru
- Penurunan resistensi vaskular sistemik
- Lemahnya respon sistem kardiovaskular terhadap endogenous
dan exogenous katekolamin
- Hiperventilasi yang terkompensasi

C. Implikasi anestesi dari asidosis metabolik yang sebanding dengan beratnya


proses yang mendasari.

Tabel 1.7
Implikasi Anesthesi Pada Asidosis Metabolik
Monitoring gas darah arteri dan ph
Memungkinkan respon hipotensi yang berlebihan
terhadap obat dan ventilasi tekanan positif pada paruparu pasien.
Mempertimbangkan pemantauan dengan kateter
intraartherial dan kateter arteri pulmonal
Mempertahankan kadar sebelumnya dari hiperventilasi
terkompensasi

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

D. Penatalaksanaan asidosis metabolik


Tabel 1.8 Penatalaksanaan Dari Asidosis Metabolik
Penatalaksanaan Dari Asidosis Metabolik
Mundurnya proses patofisiologis yang utama (hipoperfusi,
hipoksemia arteri)
Sodium bikarbonat (memastikan gas darah arteri dan ph selama 5
menit setelah pemberian melalui intravena; tidak berkhasiat pada
pengobatan asidosis laktat)
Preload
mungkin
memerlukan
penatalaksanaan
melalui
ekokardiografi
Mempertahan hiperventilasi terkompensasi.

IV.

ALKALOSIS RESPIRATORI (PH >7,45 DAN PACO2 <35 MmHg)

A. Perkembangan dari alkalosis respiratori secara spontan pada pasien yang


sebelumnya normokarbic harus dievaluasi secepatnya.

Tabel 1.9 Penyebab Alkalosis Respiratory


Penyebab Alkalosis Respiratory
Sindrom hiperventilasi (diagnosis ekslusi yang paling sering
ditemukan di instalasi gawat darurat)
Iatrogenik hiperventilasi
Nyeri
Kecemasan
Hipoksemia arterial
Penyakit sistem saraf pusat
Sepsis sistemik

B. Alkalosis respiratori menyebabkan bermacam-macam efek fisiologis.


Tabel 1.10 Efek Fisiologis Yang Dihasilakn Oleh Alkalosis Respiratory
Efek Fisiologis Yang Dihasilakn Oleh Alkalosis Respiratory
- Hipokalemia (berpotensi toksisitas oleh digoxin)
- Hipokalemi
- Cardiac dhysrhytmias
- Bronkokonstriksi
- Hipotensi

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

Penurunan aliran darah otak (kembali ke normal dalam waktu 8-24


jam berhubungan dengan kembalinya ph cairan serebrospinal ke
normal)

C. Penatalaksanaan alkalosis respiratory dilakukan dengan pengobatan terhadap


masalah yang mendasar .
1. Koreksi terhadap hipoksemia atau hipoperfusi yang disebabkan asidosis
laktat seharusnya meningkatkan resolusi terkait dengan pernapasan.
2. Pengetahuan preoperatif dari kronik hiperventilasi mengharuskan
perawatan intraoperatif dengan PaCO2 serupa.
V.

ASIDOSIS RESPIRATORY (PH <7,35 DAN PACO2 >45 mmHg)


A. Asidosis respiratory bisa akut (retensi bikarbonat pada ginjal) atau kronik
(retensi ginjal oleh karena bikarbonat kembali ke PH mendekati normal)
B. Asidosis respiratory terjadi karena penurunan ventilasi atau peningkatan
produksi karbondioksida.
Tabel 1.11 Penyebab Asidosis Respiratory
Penyebab Asidosis Respiratory
Menurunkankan Ventilasi Alveolar
- Depresi sistem saraf pusat (opioid, anestesi umum, kelemahan
muskuloskeletal perifer (penghambat neuromuskular,
myastenia gravis))
- Penyakit obstruksi paru kronik
- Gagal nafas akut
Meningkatkan produksi karbon dioksida
- Hipermetabolik
- Sepsis
- Multipel trauma
- Hipertermia maligna
- Hiperalimentation

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

C. Implikasi anethesi :
1. Pasien dengan hiperkarbia kronik karena penyakit intrinsik paru
memerlukan evaluasi preoperatif yang teliti (gas darah arteri dan ph yang
tetap), manajemen anestesi (pemantauan tekanan darah arteri secara
langsung dan memastikan berkali-kali gas darah arteri), dan perawatan post
operatif (kontrol nyeri, lebih sering menggunakan neuraxial opioids dan
bantuan ventilasi mekanik).
2. Pemberian opioid dan sedatif, walaupun dengan dosis rendah, mungkin
dapat menyebabkan depresi ventilasi yang berbahaya.
3. Intraoperatif, seorang pasien dengan hiperkapnea kronik harus diberikan
ventilasi untuk mempertahankan ph normal (secara tiba-tiba meningkat
pada ventilasi alveolar bisa memproduksi alkalemia karena pengeluaran
bikarbonat dari ginjal secara lambat).
D. Penatalaksanaan dari akut asidosis respiratory adalah mengeluarkan faktor
penyebab (opioid, pelumpuh otot) dan bantuan ventilasi mekanik
dibutuhkan. Kronik asidosis respiratory jarang diatur dengan ventilasi
mekanik tapi cukup dengan efek yang menambahkan fungsi paru dengan
eliminasi karbondioksida menjadi lebih efektif.
E. Pada pasien yang tergantung dengan ventilasi mekanik untuk gagal nafas,
ventilasi dengan strategi menjaga paru-paru dapat dihasilkan oleh
hiperkapnea, yang mana diatur oleh alkalinisasi.

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

VI.

PENDEKATAN SECARA KLINIS UNTUK INTERPRETASI ASAM


BASA

A. Interpretasi secara cepat pada pasien dengan status asam basa terkait dengan
data yang didapatkan dari gas darah arteri, ph, ukuran elektrolit dan riwayat.

Tabel 1.12 Urutan Pendekatan untuk interpretasi asam basa


Urutan Pendekatan untuk interpretasi asam basa
Apakah perubahan ph segera memerlukan intervensi segera?
Apakah ph mencerminkan asidosis atau alkalosis?
Bisakah gas darah arteri dan ph terlihat pada perubahan perubahan
PaCO2?
Jika tidak ada bukti dari perubahan akut pada PaCO2, apakah ada bukti
dari gangguan pernapasan kronik/ gangguan metabolik akut?
Apakah kompensasi yang tepat dapat mengubah keadaan saat ini?
Apakah gap anion ada?
Apakah data klinis sesuai dengan gambaran asam basa?

B. Setelah data tersebut telah ada, langkah selanjutnya adalah interpretasi.


1. Ph umumnya mengindikasikan proses primer dari asidosis atau alkalosis.
2. Jika PaCO2 dan ph berubah-ubah namun, yang paling penting perubahan ph
dan bikarbonat tidak konsisten dengan gangguan pernapasan ringan, masalah
gangguan pernapasan atau metabolik yang kronik (>24 jam) harus segera
ditangani (ph mendekati normal sesuai dengan kompensasi tubuh).
3. Jika keduanya tidak ada perubahan pernapasan secara akut dan kronik bisa
dipastikan melalui gas darah arteri dan dapat diketahui gangguan metabolik.
4. Kompensasi dari gangguan metabolik adalah dengan berubahnya PaCO2 di
mana ginjal mengompensasi dengan gangguan pernapasan sehingga menjadi
lebih lambat.

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

5. Kegagalan untuk menangani ada atau tidaknya hasil peningkatan gap anion
dapat didiagnosis keliru dan gagal untuk memulai pengobatan yang tepat.
Penatalaksanaan yang benar untuk gap anion tergantung dari koreksi dari
hipoalbumnemia.
VII. MANAJEMEN CAIRAN FISIOLOGIS
A. Kompartemen Cairan Tubuh
1. Pergantian cairan yang akurat dari kekurangan kebutuhan cairan
mengharuskan pemahaman dari distribusi air, natrium dan koloid.
2. Total cairan tubuh kira-kira 60% dari total berat badan (42 liter pada orang
dewasa dengan berat 70 kg)
a) Total cairan tubuh mengandung cairan intraselular 28 liter dan cairan
ekstraseluler 14 liter.
b) Volume plasma 3 liter dan volume sel darah merah kira-kira 2 liter.
3. Pada prinsipnya natrium terdapat pada cairan ekstraselular 140 Meq/L, di
mana kalium berada pada cairan intraselular.
4. Albumin adalah unsur onkotik aktif yang paling penting dari cairan
ekstraselular (4 gr/dL).
B. Regulasi dari volume cairan ekstraselular dipengaruhi oleh aldosteron
(meningkatkan reabsorbsi sodium, ADH (meningkatkan reabsorbsi air dan
atrial natriurietik peptida (meningkatkan sekresi natrium dan air))).

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

10

VIII. TERAPI PENGGANTI CAIRAN


A. Pemeliharaan kebutuhan air, natrium dan kalium.
1. Pada orang dewasa dengan air yang cukup dibutuhkan untuk kehilangan
cairan gastrointestinal 100-200 ml/hari kemudian IWL (Insensible Water
Loss) 500-1000 ml/hari yang mewakili kehilangan dari sistem pernapasan
dan keringat dan kehilangan urin 1000 ml/hari.
2. Pemeliharaan kebutuhan air sering dikalkulasi dari berat badan untuk
orang dewasa dengan berat badan 70 kg, kebutuhan air harian kira-kira
2500 ml.
Tabel 1.13 Syarat Mempertahankan Air
Syarat Mempertahankan Air
ml/kg/jam
1-10 kg
4
11-20 kg
2
>20 kg
1

ml/kg/hari
100
50
20

3. Pemeliharaan natrium pada ginjal sangat berguna, seperti kebutuhan ratarata per hari pada dewasa kira-kira 75 Meq.
4. Kebutuhan rata-rata per hari untuk kalium adalah 40 Meq. Fisiologi
diuresis menyebabkan kehilangan kalium yang wajib sekurang-kurangnya
atau paling sedikit 10 Meq untuk tiap 10 ml urin.
5. Elektrolit seperti Cl, Ca dan Mg tidak memerlukan penggantian jangka
pendek, tetapi mereka harus disediakan selama pemeliharaan cairan
intravena yang kronik.

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

11

B. Dekstrosa
Penambahan glukosa untuk pemeliharaan cairan hanya diindikasikan
pada pasien-pasien yang di pertimbangkan memiliki resiko untuk berkembang
menjadi hipoglikenia (anak-anak, pasien dalam terapi insulin). Selain itu,
respon hiperglikemia yang normal pada stres pembedahan cukup untuk
mencegah hipoglikemik.
a. Hiperglikemik iatrogenik dapat membatasi keefektifan resusitasi cairan
melalui diuresis osmotik.
b. Pada pasien yang punya penyakit yang kritis dengan kontrol konsentrasi
glukosa plasma yang ketat (80-110 mg/dl) dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas.
C. Kebutuhan cairan dalam pembedahan.
1. Komposisi air dan elektrolit dari kehilangan cairan.
a. Pasien yang akan dilakukan pembedahan membutuhkan volume plasma
dan cairan ekstraselular sekunder untuk pendrahan dan maniplasi
jaringan (third space loss).
b. Cairan ringer laktat biasanya dipilih untuk pergantian pada kkehilangan
cairan pada ruang ke 3 seperti pada sekresi sebaiknya untuk sekresi
gastrointestinal.
2. Pergeseran cairan selama operasi.
a. Dalam penambahan untuk selama mempertahankan dan mengganti
cairan dan EBL (Estimated Blood Loss), sebuah rujukan untuk third
Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

12

space loss adalah 4ml/kg/jam untuk operasi dengan minimal trauma


jaringan, 6ml/kg/jam untuk yang sedang 8 ml/kg/jam trauma jaringan
yang berat.
b. Manajemen cairan perioperatif dapat mempengaruhi morbiditas pasca
operatif (haus, pusing dan mual) dan ini dapat mempengaruhi jenis
operasi dan jenis cairan yang digunakan. Komplikasi post operatif bisa
saja berkurang pada pasien lebih berkurang dengan retriksi cairan pada
pasien.
3. Mobilisasi dan diperluasnya cairan intertisial. Kebalikan dari translokasi
ruang ke 3 dari cairan (mobilisasi dan kembali dari akumulasi perpindahan
cairan ke volume cairan ekstraselular dan plasma- deresusitasi) terjadi
sekita 72 jam post operatif. Hipervolemia dan atau edema paru bisa terjadi
saat itu juga pada pasien dengan kecurigaan gangguan ginjal atau fungsi
jantung.
IX.

KOLOID, KRISTALOID DAN CAIRAN HIPERTONK

A. Fisiologi dan Farmakologi


1. Cairan intravena berubah-ubah pada tekanan onkontik, osmolaritas dan
tonisitas.
2. Ketika membran kapiler intak, cairan yang terdiri dari koloid seperti
albumin atau bubuk hidroxy ethil, khususnya memperluas volume plasma
dari pada volume cairan intraselular.

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

13

B. Implikasi klinis untuk pemilihan alternatif cairan


1. Meskipun terdapat keuntungan dan kerugian yang relatif tidak ada bukti
yang lebih superior untuk mendukung salah satu larutan koloid atau
kristaloid.
Tabel 1.14 Kemungkinan keuntungan dan kerugian dari cairan intravena
koloid dibandingkan dengan kristaloid
Kemungkinan keuntungan dan kerugian dari cairan
intravena koloid dibandingkan dengan kristaloid
Keuntungan
Kerugian
Koloid
Koloid
- Volume infus lebih kecil
- Lebih mahal
- Waktu
peningkatan volume - Koagulopati
(dextran
plasma lebih panjang
>hetastarch)
- Baik untuk edema perifer
- Edema paru (kebocoran
- Edema serebri lebih rendah
kapiler)
- Penurunan
GFR
(Glomerular Filtration Rate)
- Diuresis osmotik berat
Kristaloid
Kristaloid
- Murah
- Hemodinamik
untuk
- Baik untuk aliran urin
sementara
- Mengganti cairan intersitial
- Edema
perifer
(dilusi
protein)
- Edema paru (dilusi protein
di
tambah
dengan
peningkatan tekanan oklusi
arteri pulmonal).
2. Meskipun umumnya diadakan pemberian pendapat risiko untuk edema
paru kelihatannya tidak bergantung pada pemilihan cairan kristaloid atau
koloid.
3. Koloid menyebabkan perluasan dari volume plasma yang didistribusikan
kembali secara lambat seperti pada terapi diuretik yang sering digunakan
jika terjadi edema paru.
Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

14

4. Terlihat tidak penting perbedaan klinis pada fungsi paru setelah pemberian
larutan kristaloid atau koloid pada keadaan tidak adanya hipervolemia.
C.

Implikasi untuk infus kristaloid dan koloid pada tekanan intrakranial.


Meskipun umumnya dipercayai bahwa diduga secara klinis, risiko
peningkatan tekanan intrakranial terlihat tidak bergantung pada pemilihan
cairan kristaloid atau koloid.

D.

Implikasi klinis pada pemberian cairan hipertonis. Secara teori keuntungan


dari cairan hipertonik atau hiperonkotik terlihat lebih efektif untuk menangani
pasien dengan hipovolemik dengan diturunkan tekanan intrakranial.

X.

STATUS CAIRAN : PENATALAKSANAAN DAN MONITORING


A. Penatalaksaan klinis perioperatif untuk volume darah dan cairan volume
ekstraselular dimulai dengan mengenali kondisi defisit yang terjadi.
Tabel 1.15 Kondisi yang berhubungan dengan defisit volume darah dan
volume cairan ekstraselular
Kondisi yang berhubungan dengan defisit volume darah dan
volume cairan ekstraselular
Trauma
Pankreatitis
Luka bakar
Obstruksi bowel
Sepsis
Hipertensi sistemik kronik
Penggunaan diuretik dalam jangka Kehilangan cairan dari
waktu lama
gastrointestinal
dalam
waktu yang panjang.

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

15

B. Hasil pemeriksaan fisik dari hipovolemia tidak sensitif dan spesifik.

1.

Tabel 9.16 Gejala dan tanda hipovolemia


Gejala dan tanda hipovolemia
Oligouria (tanda gagal ginjal, stress yang menstimulasi respon
endokrin)
Hipotensi pada posisi supinasi (menandakan defisit volume >30%)
Tes tilt (kemiringan) positif (meningkatkan denyut jantung lebih dari
20 kali per menit dan penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 20
mmHg ketika pasien dalam posisi berdiri)

Normal tekanan darah terlihat relatif hipotensi pada orang tua atau pasien
hipertensi lama. Sebaliknya pada hipovolemi yang luas mungkin terlihat
meskipun tampak tekanan darah dan denyut jantung normal.

2.

Pada pasien geriatri dapat menunjukkan hipotensi ortostatik meskipun


volume darah normal.

3.

Pada dewasa muda dan sehat yang bisa toleransi terhadap kehilangan
darah mencapai 20% dari volume darah mereka sementara hanya
memperlihatkan postural takikardi dan variasi hipotensi postular.

4.

Perubahan ortostatik pada tekanan vena sentral, bersamaan dengan


penatalaksanaan dari respon dengan cairan infus, dapat memperlihatkan
pemeriksaan yang bermanfaat terhadap kecukupan volume darah.

C. Bukti laboratorium mengenai hipovolemia.


Tabel 1.17
Bukti laboratorium untuk hipovolemia
-

Hemokonsentrasi (hematokrit merupakan indikator yang lemah untuk


volume darah)
Azotemia (bisa dipengaruhi oleh peristiwa yang tidak berkaitan dengan
volume darah)

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

16

1.

Konsentrasi natrium yang rendah pada urin (<20 meq untuk setiap 1000
ml urine)
Alkalosis metabolik
Asidosis metabolik (mencerminkan hipoperfusi organ)

Hematokrit merupakan indikator yang buruk untuk volume darah karena


dipengaruhi oleh berlalunya waktu sejak terjadi perdarahan dan volume dari
pergantian cairan asanguineous.
a.

Hematokrit pada hakekatnya tidak berubah dengan perdarahan kemudian


akut; hemodilusi terlihat seperti cairan yang diberikan dan setelah cairan
berpindah dari intersitial ke ruang intravaskular.

b.

Jika volume cairan intravaskular telah kembali, hematokrit akan


mencerminkan masa eritrosit secara akurat dan bisa digunakan untuk
mengarahkan transfusi.

2.

Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum bisa meningkat jika
terjadi hipovolemia memanjang (memastikan keduanya bisa dipengaruhi
oleh peristiwa yang yidak berhubungan dengan volume darah). Meskipun
hipovolemia tidak menyebabkan alkalosis metabolik, kehabisan volume
cairan ekstraselular merupakan stimulus yang kuat untuk mempertahankan
alkalosis metabolik.

D. Penatalaksanaan klinis intraoperatif


1. Estimasi visual adalah cara yang paling sederhana untuk mengukur darah
yang hilang intraoperatif yang terlihat pada kain atau spons.

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

17

2. Kecukupan dari pergantian volume darah intraoperatif tidak bisa dipastikan


dari satu modalitas saja.
Tabel 1.18 Indikator klinis kecukupan pergantian cairan intraoperatif
Indikator klinis kecukupan pergantian cairan intraoperatif
Denyut jantung (takikardi tidak sensitif dan spesifik)
Tekanan darah
Tekanan vena sentral
Urine output
Oksigen arteri dan ph

3. Pemeliharaan tekanan darah dengan tekanan vena central 6-12 mmHg yang
didapatkan dari anestesi yang mudah menguap dengan urutan volume darah
cukup.
a. Pada waktu terjadi hipovolemia yang besar secara tidak langsung
dipastikan secara mantap dengan menaksirkan tekanan darah yang
sebenarnya dengan menekankan nilai yang potensial pada pasien
tersebut.
b. Keuntungan tambahan untuk tekanan arteri secara langsung dipantau
dengan mengetahui peningkatan tekanan darah sistolik yang bervariasi
dengan tekanan positif ventilasi yang menunjukkan hipovolemia.
4.

Urin

output

biasanya

menurun

dengan

cepat

(0.5

ml/kg/jam)

memperlihatkan hipovolemia sedang sampai berat.


E. Penghantaran oksigen sebagai tujuan dari penatalaksanaan yang diinginkan
1. Pemantauan intraoperatif cukup sensitif dan spesifik untuk mendeteksi
hipoperfusi pada semua pasien.

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

18

2. Pada pasien dengan risiko tinggi pembedahan,penghantaran oksigen secara


sistemik > 600 ml/m2/menit ( setara dengan index cardiac 3 L/m2/menit
dan konsentrasi Hb setara dengan 14 gr/dL) memiliki keluaran atau hasil
yang meningkat.
XI. ELEKTROLIT
A. Peran fisiologis elektrolit
Tabel 1.19 Fisiologis dari elektrolit
Fisiologis dari elektrolit
Sodium

Osmolaritas
Volume ekstraselular
Potensial aksi

Potasium

Potensial transmembran
Potensial aksi

Kalsium

Eksitasi-kontraksi
Neurotransmisi
Fungsi enzim
Aktivitas pacemaker jantung
Struktur tulang

Phoporus

Simpanan energi (adenosine trifosfat)

Komponen dari second mesangger


(cylcic adenosine monofosfat)
Komponen membran sel fosfolipid

Magnesium

Kofaktor enzim (pompa natriumkalium)


Kontrol perpindahan potassium ke
dalam sel
Ekstabilitas membran
Struktur tulang

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

19

B. Sodium
1.

Penyakit

yang

berhubungan

dengan

konsentrasi

sodium

(hiponatremia/hipernatremia) biasanya terjadi karena kelebihan atau


defisit air. Regulasi dari kuantitas dan konsentrasi dari elektrolit
tercapai dengan sistem endokrin dan ginjal.
2. Hiponatremia (130 Meq/L) adalah gangguan elektrolit yang tersering
pada pasien yang di rawat inap (lebih sering pada pasien post operatif
atau penyakit akut intrakranial) dan hasil tersering dari kelebihan cairan
tubuh.
Tabel 1.20 Tanda dan gejala hiponatremia
Tanda dan gejala hiponatremia
-

Gejala neurologi
Gangguan Kesadaran
Kejang
Edema serebri
Gastrointestinal
Hilang nafsu makan
Mual dan muntah
Muskular
Keram-keram
Lemah

a. Tanda dan gejala dari hiponatremia tergantung pada tingkat dimana


kadar sodium plasma menurun dan keparahan dari penurunannya.
b. Banyak pasien yang berkembang menjadi hiponatremia sebagai hasil
dari SIADH (syndrome of in appropriate antidiuretic hormon

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

20

secretion). Landasan dari manajemen SIADH adalah pembatasan air


dan eliminasi penyebab.
Tabel 1.21 Penyebab tidak adekuatnya sekresi hormon antidiuretik
Penyebab tidak adekuatnya sekresi hormon antidiuretik
Hipovolemia
Penyakit paru
Trauma sistem saraf pusat
Disfungsi endokrin
Obat-obatan yang meniru ADH
c. Koreksi yang tidak cepat dan tepat dari hiponatremia (>12Meq/L
dalam 24 jam atau 25 Meq/L dalam 48 jam) dapat terjadi sekuele
neurologik (central pontine myelinolisis atau sindrom osmotik
demyelinisasi).
d. Larutan hipertonik (1-2 ml/kg/jam) diindikasikan pada pasien dengan
hiponatremia berat (<120 Meq/L) di mana dapat berkembang menjadi
kejang atau seizure. Pemberian furosemide secara intravena bisa
berguna dengan meningkatkan pengeluaran air. Sekali konsentrasi
sodium plasma melampaui 120 sampai 125 Meq/L; pengeluaran
cairan biasanya cukup.
3. Hipernatremia (>150mEq/L) biasanya adalah hasil dari pengurangan total
cairan dalam tubuh.
a. Tanda dan gejala hipernatremia sebagian besar menunjukkan efek dehidrasi
pada neuron dan adanya hipoperfusi yang disebabkan oleh hipovolemi. Saat
hipernatremia berlanjut, otak tiba-tiba akan menyusut dan melebar serta
Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

21

mengganggu pembuluh darah otak dengan robeknya pembuluh darah otak,


menyebabkan hematoma subdural, perdarahan subaraknoid dan trombosis
vena.
Tabel 1.22 Tanda dan gejala hipernatremia
Tanda dan gejala hipernatremia
Gejala Neurologi
Haus
Kelemahan
Hiperrefleks
Kejang
Perdarahan intrakranial
Gejala Kardiovaskular
Hipovolemia
Gejala Ginjal
Poliuri atau oliguria
Insufisiensi Renal
b. Pasien neuro pascaoperasi yang sudah melewati operasi pituitary memiliki
risiko tertentu untuk mengalami atau berkelanjutan menjadi diabetes
insipidus dan mengakibatkan hipernatremia.
c. Penanganan hipernatremia dipengaruhi oleh gejala klinis dari volume cairan
ekstraseluler.
Tabel 1.23 Penatalaksanaan untuk hipernatremia
Penatalaksanaan untuk hipernatremia
Deplesi Sodium (Hipovolemia)
Koreksi hipovolemia (larutan fisiologis 0,9%)
Koreksi hipernatremia (cairan hipotonik)
Kelebihan Sodium (Hipervolemia)
Mengeluarkan sodium (loop diuretik, dialisis)
Mengganti defisit cairan (cairan hipotonik)
Normal natrium total pada tubuh
Mengganti defisit cairan (cairan hipotonik)
Kontrol diabetes Insipidus (DDAVP, vasopresin, klorpropramide)
Kontrol diabetes insipidus melalui ginjal (retriksi natrium dan air yang
masuk, diuretik tiazid)
Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

22

C. Potassium
1. Hipokalemia (<3.0 mEq/L) hasil yang didapatkan dari potasium akut
redistribusi dari ekstraselular ke intraseluler (total konsentrasi potasium
dalam tubuh normal) atau dari chronis depletion dari total potasium.
Dengan pengurangan potasium kronik dari total potasium tubuh. Potasium
biasanya relatif konstan, dimana redistribusi akut dari potasium mengubah
perbedaan potensial saat beistirahat melintasi membran sel.
a. Konsentrasi potasium plasma menunjukkan total potasium tubuh dan
hipokalemi bisa terjadi dengan tinggi, normal atau rendahnya total
potasium tubuh. Konsentrasi potasium plasma (98% potasium terletak
intraseluler) ada hubungan dengan total potasium tubuh. Total potasium
tubuh kira kira 50 sampai 55 meq/kg. Sebagai petunjuk, penurunan
kronis pada serum potasium dari 1 meq/l corresponds ke defisit tubuh
yang total sekitar 200-300 meq.
b. Tanda dan gejala dari hipokalemia menunjukan efek difus dari potasium
di membran sel dan jaringan yang sudah ada.
Tabel 1.24 Tanda dan gejala hipokalemia
Tanda dan gejala hipokalemia
Kardiovaskular
Disritmia jantung (kontraksi prematur ventrikel)
Perubahan EKG (segmen QRS melebar, segmen ST depresi, derajat 1
atrioventrikular blok)
Berpotensi toksisitas digitalis
Hipotensi postural

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

23

Neuromuskular
Kelemahan otot (hipoventilasi)
Hiporefleksia
Kebingungan
Ginjal
Poliuria
Gagal memusatkan
Metabolik
Intoleransi glukosa
Berpotensi hiperkalsemia dan hipomagnesemia
c. Gangguan irama jantung adalah komplikasi paling berbahaya dari
hipokalemia.
d. Potassium depletion bisa menyebabkan defek pada kemampuan
konsentrasi ginjal, mengakibatkan poliuri.
e. Hipokalemi menyebabkam kelemahan otot skeletal, dan dalam keadaan
yang lebih berat dapat menyebabkan kelumpuhan.
f. Penanganan hipokalemi yaitu perbaikan potasium, perbaikan alkalosis,
pemutusan obat (diuretik, aminoglikosida). (tabel 9.25) Shloride oral
potasium lebih baik daripada intravena jika total potasium dalam tubuh
mengalami penurunan. Penggantian Potasium Intravena di kadar >20
mEq/hr harus dimonitor lebih lanjut dengan elektrokardiogram (ECG)

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

24

1.25 Penanganan terhadap Hipokalemia


Penanganan terhadap Hipokalemia
Koreksi Faktor Penyebab
Alkalosis
Hipomagnesemia
Obat-obatan
Hipokalemia ringan (<2 Meq/L)
Infus potasium klorida sampai 10 Meq/jam intravena
Hipokalemia Berat (<2 Meq/L, perubahan EKG, kelemahan otot)
Infus potasium klorida sampai 40 Meq/jam intravena
Melanjutkan pemantauan EKG

2. Hiperkalemia (>5mEq/L) adalah yang paling sering karena insufisiensi ginjal


atau obat obatan dengan batasan ekskresi potasium. Elektrokardiogram
adalah metode yang sensitivitasnya rendah dan tidak spesifik untuk mendeteksi
hiperkalemia.
a. Tanda dan gejala dari hiperkalemia meliputi saraf sentral dan sistem
kardiovaskular.
Tabel 1.26 Tanda dan gejala hiperkalemia
Tanda dan gejala hiperkalemia
Kardiovaskular
Disritmia jantung (heart block)
Perubahan EKG (segmen QRS melebar, gelombang T meninggi, atrial
asistol, pemanjangan interval P-R)
Neuromuskular
Kelemahan otot
Parestesia
Kebingungan

b. Penanganan hiperkalemia adalah untuk menghilangkan penyebab, to reverse


membrane hipereksitabilitas dan untuk membuang potasium dari tubuh.

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

25

Tabel 1.27 Penanganan hiperkalemia berat


Penanganan hiperkalemia berat
Berakibat kemunduran pada membran
- Kalsium (10% kalsium klorida intravena selama 10 menit)
Transfer potasium ke dalam sel
- Glukosa (D10W) dan insulin regular (5-10 U insulin regular
untuk setiap 25-50 gr glukosa)
- Sodium bikarbonat (50 sampai 100 Meq selama 5-10 menit)
- B2 Agonis
Mengeluarkan potasium dari tubuh
- Diuretik (proksimal atau loop)
- Penukaran potasium
- Hemodialisis (mengeluarkan 25-50 Meq/jam)
D. Kalsium
1. Hipokalsemia (ion kalsium <4.0 mg/dl) terjadi karena defisiensi hormon
paratiroid atau karena calcium chelation atau presipitasi.
a. Tanda khas dari hipokalemi adalah peningkatan sensitivitas dari membran
neuron dan tetanus.
Tabel 1.28 Tanda dan gejala hipokalsemia
Tanda dan gejala hipokalsemia
Kardiovaskular
Disritmia jantung
Perubahan EKG (pemanjangan interval Q-T, Gelombang T inversi)
Hipotensi
Gagal jantung kongestif
Neuromuskular
Spasme muskuloskeletal
Tetanus
Kelemahan otot
Kejang
Paru
Laringospasme
Bronkospasme
Hipoventilasi
Psikiatri
Kecemasan
Demensia
Depresi
Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

26

b. Penurunan total konsentrasi kalsium serum terjadi sebanyak 80% di


penyakit kritis dan pasien postoperasi.
c. Penanganan hipokalsemia.
Tabel 1.29 Penanganan untuk Hipokalsemia
Penanganan untuk Hipokalsemia
Pemberian kalsium
10 ml dari 10% kalsium glukonate intravena selama 10 menit diikuti dengan
infus 500-1000 mg dari kalsium oral setiap 6 jam
Pemberian vitamin D
Monitor EKG
2. Hiperkalsemia (ion kalsium >5.2 mg/dl) terjadi saat kalsium memasuki
ekstraselular lebih cepat dibandingkan ginjal mengeksresikan secara
berlebihan. Secara klinis, hiperkalsemia umumnya terjadi karena resorpsi
tulang yang berlebihan dari pembentukan tulang, biasanya mengarah ke
keganasan, hiperparatiroidism atau imobilisasi.
a. Tanda dan gejala
Tabel 1.30 Tanda dan gejala hiperkalsemia
Tanda dan gejala hiperkalsemia
Kardiovaskular
Hipertensi
Blok jantung
Sensitif terhadap digitalis
Neuromuskular
Kelemahan otot
Hiporefleksia
Somnolen sampai koma
Ginjal
Nefrolitiasis
Poliuria (kerusan konsentrasi glomerulus ginjal)
Azotemia
Gastrointestinal
Penyakit Tukak lambung
Pankreatitis
Anoreksia
Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

27

b. Penanganan dari hiperkalsemua dalam fase operasi termasuk infus saline


dan pemberian furosemid untuk meningkatakan ekskresi kalsium (urine
output harus dipertahankan 200-300 ml/jam).
E. Fosfat menyediakan energi utama yang berikatan dengan ATP dan kreatinin
fosfat.
1. Hipofosfatemia (<2.5 mg/dl) berhubungan dengan manifestasi neurologis,
kelainan hematologi dan disfungsi imun. Hiperventilasi dapat mengurangi
konsentrasi serum fosfat.
2. Hiperfosfatemia (>5.0 mg/dl) diperbaiki dengan mengeliminasi penyebab
(gagal ginjal) dan memperbaiki hipokalsemia yang dapat berhubungan.
F. Magnesium merupakan bagian intraselular dan berguna sebagai reaksi enzim.
1. Hipomagnesemia (<1.8 mg/dl) pada umumnya pada pasien ktritis,
menggambarkan nasogastric suctioning and ketidakmampuan tubulus ginjal
untuk mengkonversi magnesium. Hipomagnesiam bisa menunjukan adanya
digoksin toksisitas dan gagal jantung kongestif.
a. Tanda dan gejala
Tabel 1.31 Tanda dan gejal hipomagnesemia
Tanda dan gejal hipomagnesemia
Kardiovaskular
Spasme koroner
Disritmia jantung (khusunya setelah infark miokardium atau setelah
cardiopulmonary by pass)
Ventrikel fibrilasi yang refrakter
Gagal jantung kongestif
Neuromuskular
Iritabilitas saraf (tetanus)
Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

28

Kelemahan otot
Mengantuk
Kejang
Gejala lainnya
Disfagia
Anoreksia
Nausea
Hipokalemia (magnesium menginduksi pengubungan keluaran potasium)
Hipokalsemia (induksi magnesium untuk menekan hormon paratiroid)
c. Penanganan hipomagnesemia. Harus dikontrol secara bertahap. Selama
pemberian infus magnesium, sangat penting jika dilanjutkan memonitor
dengan ECG untuk mendeteksi kardiotoksisitas.
Tabel 1.32 Penanganan hipermagnesemia
Penanganan hipermagnesemia
-

Pemberian magnesium 8-16 Meq selama 1 jam diikuti dengan


pemerilihaan 2-4 Meq/jam
Intramuskular magnesium 10 Meq setiap 4-6 jam
MgSO4 1 gr=8 Meq; MgCL2 1 gr=10 Meq

2. Hipermagnesemia (2.5 mg/dl) biasanya iatrogenik.


a. Gejala dan tanda
Tabel 1.33 Gejala dan Tanda Hipermagnesemia
Gejala dan Tanda Hipermagnesemia
Konsentrasi Magnesium dalam
Plasma (mg/dL)
Normal
Rentang Terapi (pre-eklamsia)
Hipotensi
Hiporefleksia tendon dalam
Somnolen
Arefleksia tendon dalam
Hipoventilasi
Blok jantung
Cardiac Arrest

1,8-2,5
5-8
3-5
5
7-12
7-12
>12
>12
>12

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

29

b. Hipermagnesemia bertentangan dengan pelepasan dan efek dari asetikolin di


neuromuscular junction, bermanifestasi sebagai potensial aksi dari
nondepolarisasi otot.
c. Penanganan

untuk gangguan neuromuskular dan jantung akibat

hipermagnesemia bisa segera tapi untuk untuk sementara waktu dapat


diberikan antagonis kalsium, 5 -10 meq melalui intravena. Eksresi
magnesium dalam urin bisa meningkat dan meluas ke volume cairan
ekstraselular dan menginduksi diuresis dengan kombinasi furosemide dan
larutan fisiologis. Pada keadaan darurat dan pasien dengan gagal ginjal,
magnesium bisa dikeluarkan melalui dialisis.

Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016

30

Anda mungkin juga menyukai