BAB I
ASAM BASA, CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Sebagai akibat dari penyakit yang mendasari dan manipulasi dari terapi,
pasien-pasien bedah dapat berpotensi mendapatkan penyakit yang berbahaya dari
keseimbangan asam basa, volume intravaskular dan ekstravaskular dan elektrolit
serum. (Prough DS, Woli SW, Funston JS, Svensen CH: Asam basa, cairan dan
elektrolit, In Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK [eds]); Clinical Anesthesia, pp
175-207. Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2006). Manajemen
perioperative yang tepat mengenai status asam basa, cairan dan elektrolit dapat
membatasi morbiditas dan mortalitas perioperatiF.
I. GAMBARAN KESEIMBANGAN ASAM BASA
A. Pendekatan konvensional untuk menggambarkan keseimbangan asam basa
menggunakan pendekatan Henderson-Hasselbach.
B. Oleh karena konsentrasi dari bikarbonat besar dan teregulasi oleh ginjal, di
mana karbondioksida dikontrol oleh paru-paru, tekanan pada asam basa
dinterpretasikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolik
(yang utama adalah bikarbonat meningkat atau menurun) dan gangguan
pernapasan (PaCO2 dapat meningkat atau menurun)
C. Logaritma negatif dari konsentrasi ion hidrogen digambarkan sebagai PH.
1. Ph 7,4 sama dengan konsentrasi ion hidrogen 40 nmol/L.
Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016
2.
Dari ph 7,2 sampai 7,5, kurva konsentrasi ion hidrogen relatif bergaris
lurus dan pada setiap perubahan 0,01 dari ph 7,4 konsentrasi ion hidrogen
dapat diperkirakan meningkat (nilai ph >7,4) atau menurun (nilai ph
>7,4) dari 1 nmol/L.
Tabel 1.3 Efek dari perubahan PaCO2 Akut dan Kronik pada Ph Arteri
dan Konsentrasi Bikarbonat dalam Serum
Efek Dari Perubahan Paco2 Akut Dan Kronik Pada Ph Arteri
Dan Konsentrasi Bikarbonat Dalam Serum
Penurunan PaCO2
Ph meningkat 0,1 unit dan penurunan serum bikarbonat 2 Meq/L untuk
setiap penurunan secara akut 10 mmHg PaCO2.
Ph akan mendekati normal jika hipokarbia mendukung
Serum bikarbonat akan menurun 5-6 mEq//L untuk setiap penurunan
secara kronik 10 mmHg pada PaCO2.
Peningkatan PaCO2
Penurunan Ph 0.05 unit dan serum bikarbonat meningkat 1 Meq/L untuk
setiap peningkatan secara akut 10 mmHg pada PaCO2.
Ph akan kembali normal jika hiperkarbia mendukung.
Serum bikarbonat akan meningkat 4 Meq/L untuk seiap peningkatan
secara kronik 10 mmHg pada PaCO2.
Tabel 1.7
Implikasi Anesthesi Pada Asidosis Metabolik
Monitoring gas darah arteri dan ph
Memungkinkan respon hipotensi yang berlebihan
terhadap obat dan ventilasi tekanan positif pada paruparu pasien.
Mempertimbangkan pemantauan dengan kateter
intraartherial dan kateter arteri pulmonal
Mempertahankan kadar sebelumnya dari hiperventilasi
terkompensasi
IV.
C. Implikasi anethesi :
1. Pasien dengan hiperkarbia kronik karena penyakit intrinsik paru
memerlukan evaluasi preoperatif yang teliti (gas darah arteri dan ph yang
tetap), manajemen anestesi (pemantauan tekanan darah arteri secara
langsung dan memastikan berkali-kali gas darah arteri), dan perawatan post
operatif (kontrol nyeri, lebih sering menggunakan neuraxial opioids dan
bantuan ventilasi mekanik).
2. Pemberian opioid dan sedatif, walaupun dengan dosis rendah, mungkin
dapat menyebabkan depresi ventilasi yang berbahaya.
3. Intraoperatif, seorang pasien dengan hiperkapnea kronik harus diberikan
ventilasi untuk mempertahankan ph normal (secara tiba-tiba meningkat
pada ventilasi alveolar bisa memproduksi alkalemia karena pengeluaran
bikarbonat dari ginjal secara lambat).
D. Penatalaksanaan dari akut asidosis respiratory adalah mengeluarkan faktor
penyebab (opioid, pelumpuh otot) dan bantuan ventilasi mekanik
dibutuhkan. Kronik asidosis respiratory jarang diatur dengan ventilasi
mekanik tapi cukup dengan efek yang menambahkan fungsi paru dengan
eliminasi karbondioksida menjadi lebih efektif.
E. Pada pasien yang tergantung dengan ventilasi mekanik untuk gagal nafas,
ventilasi dengan strategi menjaga paru-paru dapat dihasilkan oleh
hiperkapnea, yang mana diatur oleh alkalinisasi.
VI.
A. Interpretasi secara cepat pada pasien dengan status asam basa terkait dengan
data yang didapatkan dari gas darah arteri, ph, ukuran elektrolit dan riwayat.
5. Kegagalan untuk menangani ada atau tidaknya hasil peningkatan gap anion
dapat didiagnosis keliru dan gagal untuk memulai pengobatan yang tepat.
Penatalaksanaan yang benar untuk gap anion tergantung dari koreksi dari
hipoalbumnemia.
VII. MANAJEMEN CAIRAN FISIOLOGIS
A. Kompartemen Cairan Tubuh
1. Pergantian cairan yang akurat dari kekurangan kebutuhan cairan
mengharuskan pemahaman dari distribusi air, natrium dan koloid.
2. Total cairan tubuh kira-kira 60% dari total berat badan (42 liter pada orang
dewasa dengan berat 70 kg)
a) Total cairan tubuh mengandung cairan intraselular 28 liter dan cairan
ekstraseluler 14 liter.
b) Volume plasma 3 liter dan volume sel darah merah kira-kira 2 liter.
3. Pada prinsipnya natrium terdapat pada cairan ekstraselular 140 Meq/L, di
mana kalium berada pada cairan intraselular.
4. Albumin adalah unsur onkotik aktif yang paling penting dari cairan
ekstraselular (4 gr/dL).
B. Regulasi dari volume cairan ekstraselular dipengaruhi oleh aldosteron
(meningkatkan reabsorbsi sodium, ADH (meningkatkan reabsorbsi air dan
atrial natriurietik peptida (meningkatkan sekresi natrium dan air))).
10
ml/kg/hari
100
50
20
3. Pemeliharaan natrium pada ginjal sangat berguna, seperti kebutuhan ratarata per hari pada dewasa kira-kira 75 Meq.
4. Kebutuhan rata-rata per hari untuk kalium adalah 40 Meq. Fisiologi
diuresis menyebabkan kehilangan kalium yang wajib sekurang-kurangnya
atau paling sedikit 10 Meq untuk tiap 10 ml urin.
5. Elektrolit seperti Cl, Ca dan Mg tidak memerlukan penggantian jangka
pendek, tetapi mereka harus disediakan selama pemeliharaan cairan
intravena yang kronik.
11
B. Dekstrosa
Penambahan glukosa untuk pemeliharaan cairan hanya diindikasikan
pada pasien-pasien yang di pertimbangkan memiliki resiko untuk berkembang
menjadi hipoglikenia (anak-anak, pasien dalam terapi insulin). Selain itu,
respon hiperglikemia yang normal pada stres pembedahan cukup untuk
mencegah hipoglikemik.
a. Hiperglikemik iatrogenik dapat membatasi keefektifan resusitasi cairan
melalui diuresis osmotik.
b. Pada pasien yang punya penyakit yang kritis dengan kontrol konsentrasi
glukosa plasma yang ketat (80-110 mg/dl) dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas.
C. Kebutuhan cairan dalam pembedahan.
1. Komposisi air dan elektrolit dari kehilangan cairan.
a. Pasien yang akan dilakukan pembedahan membutuhkan volume plasma
dan cairan ekstraselular sekunder untuk pendrahan dan maniplasi
jaringan (third space loss).
b. Cairan ringer laktat biasanya dipilih untuk pergantian pada kkehilangan
cairan pada ruang ke 3 seperti pada sekresi sebaiknya untuk sekresi
gastrointestinal.
2. Pergeseran cairan selama operasi.
a. Dalam penambahan untuk selama mempertahankan dan mengganti
cairan dan EBL (Estimated Blood Loss), sebuah rujukan untuk third
Asam-basa, Cairan dan Elektrolit |Bagian Ilmu Anestesi Desember 2016
12
13
14
4. Terlihat tidak penting perbedaan klinis pada fungsi paru setelah pemberian
larutan kristaloid atau koloid pada keadaan tidak adanya hipervolemia.
C.
D.
X.
15
1.
Normal tekanan darah terlihat relatif hipotensi pada orang tua atau pasien
hipertensi lama. Sebaliknya pada hipovolemi yang luas mungkin terlihat
meskipun tampak tekanan darah dan denyut jantung normal.
2.
3.
Pada dewasa muda dan sehat yang bisa toleransi terhadap kehilangan
darah mencapai 20% dari volume darah mereka sementara hanya
memperlihatkan postural takikardi dan variasi hipotensi postular.
4.
16
1.
Konsentrasi natrium yang rendah pada urin (<20 meq untuk setiap 1000
ml urine)
Alkalosis metabolik
Asidosis metabolik (mencerminkan hipoperfusi organ)
b.
2.
Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum bisa meningkat jika
terjadi hipovolemia memanjang (memastikan keduanya bisa dipengaruhi
oleh peristiwa yang yidak berhubungan dengan volume darah). Meskipun
hipovolemia tidak menyebabkan alkalosis metabolik, kehabisan volume
cairan ekstraselular merupakan stimulus yang kuat untuk mempertahankan
alkalosis metabolik.
17
3. Pemeliharaan tekanan darah dengan tekanan vena central 6-12 mmHg yang
didapatkan dari anestesi yang mudah menguap dengan urutan volume darah
cukup.
a. Pada waktu terjadi hipovolemia yang besar secara tidak langsung
dipastikan secara mantap dengan menaksirkan tekanan darah yang
sebenarnya dengan menekankan nilai yang potensial pada pasien
tersebut.
b. Keuntungan tambahan untuk tekanan arteri secara langsung dipantau
dengan mengetahui peningkatan tekanan darah sistolik yang bervariasi
dengan tekanan positif ventilasi yang menunjukkan hipovolemia.
4.
Urin
output
biasanya
menurun
dengan
cepat
(0.5
ml/kg/jam)
18
Osmolaritas
Volume ekstraselular
Potensial aksi
Potasium
Potensial transmembran
Potensial aksi
Kalsium
Eksitasi-kontraksi
Neurotransmisi
Fungsi enzim
Aktivitas pacemaker jantung
Struktur tulang
Phoporus
Magnesium
19
B. Sodium
1.
Penyakit
yang
berhubungan
dengan
konsentrasi
sodium
Gejala neurologi
Gangguan Kesadaran
Kejang
Edema serebri
Gastrointestinal
Hilang nafsu makan
Mual dan muntah
Muskular
Keram-keram
Lemah
20
21
22
C. Potassium
1. Hipokalemia (<3.0 mEq/L) hasil yang didapatkan dari potasium akut
redistribusi dari ekstraselular ke intraseluler (total konsentrasi potasium
dalam tubuh normal) atau dari chronis depletion dari total potasium.
Dengan pengurangan potasium kronik dari total potasium tubuh. Potasium
biasanya relatif konstan, dimana redistribusi akut dari potasium mengubah
perbedaan potensial saat beistirahat melintasi membran sel.
a. Konsentrasi potasium plasma menunjukkan total potasium tubuh dan
hipokalemi bisa terjadi dengan tinggi, normal atau rendahnya total
potasium tubuh. Konsentrasi potasium plasma (98% potasium terletak
intraseluler) ada hubungan dengan total potasium tubuh. Total potasium
tubuh kira kira 50 sampai 55 meq/kg. Sebagai petunjuk, penurunan
kronis pada serum potasium dari 1 meq/l corresponds ke defisit tubuh
yang total sekitar 200-300 meq.
b. Tanda dan gejala dari hipokalemia menunjukan efek difus dari potasium
di membran sel dan jaringan yang sudah ada.
Tabel 1.24 Tanda dan gejala hipokalemia
Tanda dan gejala hipokalemia
Kardiovaskular
Disritmia jantung (kontraksi prematur ventrikel)
Perubahan EKG (segmen QRS melebar, segmen ST depresi, derajat 1
atrioventrikular blok)
Berpotensi toksisitas digitalis
Hipotensi postural
23
Neuromuskular
Kelemahan otot (hipoventilasi)
Hiporefleksia
Kebingungan
Ginjal
Poliuria
Gagal memusatkan
Metabolik
Intoleransi glukosa
Berpotensi hiperkalsemia dan hipomagnesemia
c. Gangguan irama jantung adalah komplikasi paling berbahaya dari
hipokalemia.
d. Potassium depletion bisa menyebabkan defek pada kemampuan
konsentrasi ginjal, mengakibatkan poliuri.
e. Hipokalemi menyebabkam kelemahan otot skeletal, dan dalam keadaan
yang lebih berat dapat menyebabkan kelumpuhan.
f. Penanganan hipokalemi yaitu perbaikan potasium, perbaikan alkalosis,
pemutusan obat (diuretik, aminoglikosida). (tabel 9.25) Shloride oral
potasium lebih baik daripada intravena jika total potasium dalam tubuh
mengalami penurunan. Penggantian Potasium Intravena di kadar >20
mEq/hr harus dimonitor lebih lanjut dengan elektrokardiogram (ECG)
24
25
26
27
28
Kelemahan otot
Mengantuk
Kejang
Gejala lainnya
Disfagia
Anoreksia
Nausea
Hipokalemia (magnesium menginduksi pengubungan keluaran potasium)
Hipokalsemia (induksi magnesium untuk menekan hormon paratiroid)
c. Penanganan hipomagnesemia. Harus dikontrol secara bertahap. Selama
pemberian infus magnesium, sangat penting jika dilanjutkan memonitor
dengan ECG untuk mendeteksi kardiotoksisitas.
Tabel 1.32 Penanganan hipermagnesemia
Penanganan hipermagnesemia
-
1,8-2,5
5-8
3-5
5
7-12
7-12
>12
>12
>12
29
30