Anda di halaman 1dari 38

Sabtu, 01 September 2012

LEMPENG TEKTONIK INDONESIA

Bumi merupakan salah satu planet dari galaksi bimasakti. Manusia dan ciptaan Tuhan
melangsungkan kehidupan di bumi. Kita hidup di bumi berada di bagian kerak bumi
(lithospher) atau di permukaan bumi. Permukaan bumi terbentuk dari berbagai macam batuan
yang kurang lebih 80% adalah diselimuti oleh batuan sedimen dengan volume kurang lebih
0,32% dari volume bumi. Setiap daratan di bumi ini di bentuk oleh batuan batuan ang
bermacam macam. Dari sejumlah batuan yang memiliki ciri khas yang berbeda beda
terangkum dalam sebuah lempeng lempeng yang tersebar di seluruh dunia. Lempeng
lempeng di permukaan bumi bersifat dinamis, karena adanya perbedaan perlapisan dan
tenaga endogen yang mengakibatkan pergerakan lempeng. Dari pergerakan lempeng dapat
menimbulkan sebuah siklus batuan yang tak dapat dipungkri adanya.
Lempeng tektonik adalah bagian dari kerak bumi dan lapisan paling atas, yang disebut
juga lithosphere. Atau menjelaskan tentang gerakan bumi dengan skala besar dari lithoepher
bumi. Teori yang meliputi konsep-konsep lama (kontinental drift) dikembangkan selama satu
setengah abad sejak abad ke-20 oleh Alfred Wegner tentang lantai samudra (seafloor) pada
tahun 1960-an. Lempeng tektonik memiliki tebal sekitar 100 km (60 mill) yang terdiri dari
dua jenis bahan pokok yaitu kerak samudra (disebut juga sima yang terdiri dari silikon dan
magnesium) dan kerak benua (disebut juga sial yang terdiri dari silicon dan megnesium).
Komposisi dari dua jenis lapisan terluar atau kulit dari kerak samudra adalah batuan basalt
(mafic) dan kerak benua terdiri dari batuan granitic yang prinsip kepadatannya rendah.
Permukaan bumi terdiri dari 15 lempeng besar (mayor) dan 41 lempeng kecil (minor), 11
lempeng kuno dan 3 dalam orogens, dengan jumlah keseluruhan 70 lempeng tektonik yang
tersebar di seluruh permukaan bumi. Lempeng mayor di bumi di anataranya :

African Plate covering Africa - Continental plate Afrika Plate meliputi Afrika - Benua
piring

Antarctic Plate covering Antarctica - Continental plate Antarctic Plate meliputi


Antartika - Benua piring

Australian Plate covering Australia - Continental plate Australia Plate meliputi


Australia - Benua piring

Indian Plate covering Indian subcontinent and a part of Indian Ocean - Continental
plate Indian Plate meliputi anak benua India dan merupakan bagian dari Samudra
Hindia - Benua piring

Eurasian Plate covering Asia and Europe - Continental plate Eurasian Plate meliputi
Asia dan Eropa - Benua piring

North American Plate covering North America and north-east Siberia - Continental
plate

South American Plate covering South America - Continental plate

Pacific Plate covering the Pacific Ocean - Oceanic plate

Lempeng tetonik memiliki nama yang berbeda beda sesuai tempat atau asal lempeng
itu berada. Pada 225 juta tahun yang lalu, seluruh daratan di bumi ini merupakan satu
kesatuan yang disebut dengan Benua Pangaea pada zaman permian. Pergerakan lapisan bumi
terus terjadi saat 200 juta tahun yang lalu pada zaman triassic terbagi menjadi 2 Benua
Laurasia dan Benua Gondwanaland. Pergerakan lapisan bumi terjadi hingga saat ini terbagi
menjadi 5 belahan benua. Perubahan keadaan permukaan bumi terjadi selama 4 zaman
kurang lebih selama 225 juta tahun. Perubahan permukaan bumi ini yang mengakibatkan
adanya batas batas lempeng tektonik di masing masing lapisan bumi. Pergerakan yang
berasal dari tenaga endogen ini mengakibatkan sebuah siklus batuan dalam peroses
pergeseran lempeng.
Lempeng tektonik merupakan sebuah siklus batuan di bumi yang terjadi dalam skala
waktu geologi. Sikklus batuan tersebut terjadi dari pergerakan lempeng bumi yang bersifat
dinamis. Dengan pergerakan lempeng tektonik yang terjadi mampu membentuk muka bumi
serta menimbulkan gejala gejala atau kejadian kejadian alam seperti gempa tektonik,
letusan gunung api, dan tsunami. Pergerakan lempeng tektonik di bumi digolongkan dalam
tiga macam batas pergerakan lempeng, yaitu konvergen, divergen, dan transform
(pergeseran).
1. Batas Transform.
Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each other),
yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun
saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform
fault).
2. Batas Divergen.
Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika
sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas
divergen. Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor
spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah
retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut.
Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang
paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi
Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.

3. Batas Konvergen.
Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi, yang
mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath
another). Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau
lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman
inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra
(oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini.
Dari ketiga batas lempeng yang mendukung adanya siklus batuan di bumi ini. Setiap
daratan atau negara atau benua di dunia di batasi oleh lempeng yang berbeda beda.
Dikarenakan sifatnya dinamis dan kekuatan masing masing lempeng berbeda beda, maka
terbentuk 3 batas lempeng tektonik Gempa yang terjadi di akibatkan oleh pergerakan
lempeng tektonik. Dan apabila dilihat pada daerah Indonesia yang merupakan daerah
ternbanyak yang dilewati oleh titik titik gempa yang tersebar di seluruh nusantara.
Disebelah barat hingga ke selatan dari Indonesia dibatasi oleh lempeng tektonik, disebelah
utara dibatasi dengan lempeng yang berbeda, dan dibagian timur dibatasi dengan lempeng
yang berbeda pula. Jadi Indonesia dibatasi oleh 3 lempeng mayor dunia yang berbeda. Maka
dari itu Indonesia memiliki titik gempa yang tersebar hampir diseluruh nusantara. Negeri kita
tercinta berada di dekat batas lempeng tektonik Eurasia dan Indo-Australia. Jenis batas
antara kedua lempeng ini adalah konvergen. Lempeng Indo-Australia adalah lempeng yang
menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Selain itu di bagian timur, bertemu 3 lempeng tektonik
sekaligus, yaitu lempeng Philipina, Pasifik, dan Indo-Australia. Seperti telah dijelaskan
sebelumnya, subduksi antara dua lempeng menyebabkan Lempeng Indo-Australia dan
Lempeng Eurasia menyebabkan terbentuknya deretan gunung berapi yang tak lain adalah
Bukit Barisan di Pulau Sumatra dan deretan gunung berapi di sepanjang Pulau Jawa, Bali dan
Lombok, serta parit samudra yang tak lain adalah Parit Jawa (Sunda). Lempeng tektonik
terus bergerak. Suatu saat gerakannya mengalami gesekan atau benturan yang cukup keras.
Bila ini terjadi, timbullah gempa dan tsunami, dan meningkatnya kenaikan magma ke
permukaan. Jadi, tidak heran bila terjadi gempa yang bersumber dari dasar Samudra Hindia,
yang seringkali diikuti dengan tsunami, aktivitas gunung berapi di sepanjang pulau Sumatra
dan Jawa juga turut meningkat.
Indonesia terletak pada jalur gunungapi tersebut dan merupakan negara dengan jumlah
gunungapi terbanyak. Pola penyebaran gunungapi menunjukkan jalur yang hampir mirip
dengan pola penyebaran fokus gempa dan tipe aktivitas kegunungapiannya tergantung pada
batas lempengnya. Hubungan ini menunjukkan bahwa volkanismamerupakan salah satu
produk penting sistem tektonik.
Akibatnya berbagai gejala alam di Indonesia sering terjadi. Yang salah satunya banyak
di jumpai gunung api di bagian selatan Indonesia yang merupakan buah karya dari
pergerakan lempeng Ino-Australian dengan lempeng Eurasian. Jumlah gunung api di
Indonesia 177 gunung api, Sert gunung api juga di temui di daerah sebagain dari pulau
halmahera dan sebagian dari pulau sulawesi yang merupakan tempat pertemuan lempeng
pasifik dengan lempeng eurasian.
Dari segi ilmu kebumian, Indonesia benar-benar merupakan daerah yang sangat
menarik. Kepentingannya terletak pada rupabuminya, jenis dan sebaran endapan mineral
serta energi yang terkandung di dalamnya, keterhuniannya, dan ketektonikaannya. Oleh sebab
itulah, berbagai anggitan (konsep) geologi mulai berkembang di sini, atau mendapatkan
tempat untuk mengujinya (Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, 1993).

Inilah wilayah yang memiliki salah satu paparan benua yang terluas di dunia (Paparan
Sunda dan Paparan Sahul), dengan satu-satunya pegunungan lipatan tertinggi di daerah
tropika sehingga bersalju abadi (Pegunungan Tengah Papua), dan di sini pulalah satu-satunya
di dunia terdapat laut antarpulau yang terdalam (-5000 meter) (Laut Banda), dan laut sangat
dalam antara dua busur kepulauan (-7500 meter) (Dalaman Weber). Dua jalur gunungapi
besar dunia bertemu di Nusantara. Beberapa jalur pegunungan lipatan dunia pun saling
bertemu di Indonesia. Indonesia pun dibentuk oleh pertemuan dua dunia : asal Asia dan asal
Australia. Ini mengakibatkan begitu kayanya biodiversitas Indonesia.
Meskipun Indonesia hanya meliputi sekitar 4 % dari luas daratan di Bumi, tidak ada
satu negeri pun selain Indonesia yang mempunyai begitu banyak mamalia, 1/8 dari jumlah
yang terdapat di dunia). Bayangkan, satu dari enam burung, amfibia, dan reptilia dunia
terdapat di Indonesia; satu dari sepuluh tumbuhan dunia terdapat di Indonesia (Kartawinata
dan Whitten, 1991). Indonesia juga memiliki keanekaragaman ekosistem yang lebih besar
dibandingkan dengan kebanyakan negara tropika lainnya. Sejarah geologi dan
geomorfologinya yang beranekaragam, dan kisaran ikim dan ketinggiannya telah
mengakibatkan terbentuknya banyak jenis hutan daratan dan juga hutan rawa, sabana, hutan
bakau dan vegetasi pantai lainnya, gletsyer, danau-danau yang dalam dan dangkal, dan lainlain.
Salah satu jalur timah terkaya di dunia menjulur sampai di Nusantara, daerahnya
mempunyai akumulasi minyak dan gasbumi yang tergolong besar. Meskipun berumur muda,
batubara Indonesia yang jumlahnya cukup besar dapat dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan. Tak kalah pentingnya adalah endapan nikel dan kromit yang terbawa oleh
tesingkapnya kerak Lautan Pasifik di beberapa wilayah di Indonesia Timur.
Bagian tertentu Indonesia sangat baik untuk dihuni. Ini tidak hanya berlaku saat ini
yang memungkinkan orang dapat bercocok tanam dan memperoleh hasil yang baik karena
tanah subur dan air yang berlimpah, tetapi juga pada masa lampau, sebagaimana terbukti
dengan temuan fosil manusia purba di beberapa tempat di Indonesia. Maka, Indonesia
penting dalam dunia paleoantropologi sebagai salah satu pusat buaian peradaban manusia di
dunia. Semua kepentingan dan keunikan geologi Indonesia ini timbul karena latar belakang
perkembangan tektonik wilayah Nusantara. Di sinilah wilayah tempat saling bertemunya tiga
lempeng besar dunia : Eurasia - Hindia-Australia - Pasifik yang menghasilkan deretan busur
kepulauan dan jajaran gunungapi, tanah yang subur, pemineralan yang kaya dan khas,
pengendapan sumber energi yang melimpah, dan rupabumi yang menakjubkan
(Sukamto dan Purbo-Hadiwidjoyo, 1993).

Busur Sunda: Produk Geodinamika Regional


Sistem penunjaman Sunda merupakan salah satu contoh yang baik untuk menunjukkan
hubungan geodinamika Indonesia dengan geodinamika regional. Sistem penunjaman Sunda
berawal dari sebelah barat Sumba, ke Bali, Jawa, dan Sumatera sepanjang 3.700 km, serta
berlanjut ke Andaman-Nicobar dan Burma. Busur ini menunjukkan morfologi berupa palung,
punggungan muka busur, cekungan muka busur, dan busur vulkanik. Arah penunjaman
menunjukkan beberapa variasi, yaitu relatif menunjam tegak lurus di Sumba dan Jawa serta
menunjam miring di sepanjang Sumatera, kepulauan Andaman dan Burma. Kemiringan ini
terjadi karena adanya perbedaan arah gerak dengan arah tunjaman yang tidak 90o. Sistem
penunjaman Sunda ini merupakan tipe busur tepi kontinen sekaligus busur kepulauan, yang
berlangsung selama Kenozoikum Tengah Akhir (Katili, 1989; Hamilton, 1989) Menurut
Hamilton (1989) Palung Sunda bukan menunjukkan batas litosfer samudera India, tetapi
merupakan salah satu jejak sistem penunjaman busur Sunda. Penunjaman mempunyai
kemiringan sekitar 7o. Sedimen dalam palung terdiri dari sedimen klastik turbidit
longitudinal, serta menunjukkan pembentuk lantai samudera dan asal turbidit. Sedimen

klastik tersebut terutama berasal dari Sungai Gangga dan Brahmaputra di India, yang berjarak
3.000 km dari palung. Busur akresi terbentuk selebar 75 150 km dari palung dengan
ketebalan material terakresi mencapai 15 km. Dinamika akresi dapat ditunjukkan oleh
imbrikasi internal serta pertumbuhan vertikal dan horisontal material terakresi, yang
merupakan hasil penggilasan simultan yang disertai pemencaran oleh gravitasi. Punggungan
muka busur mengalami migrasi, relatif menuju ke arah kraton. Formasi bancuh di busur
akresi dihasilkan oleh oleh penggerusan yang berhubungan dengan subduksi, bukan oleh
luncuran di lereng punggungan akresi. Cekungan muka busur berada di antara punggungan
muka busur dan garis pantai sistem penunjaman Sunda dengan lebar 150 - 200 km. Bagian
dasar cekungan Jawa dan Sumatera mempunyai kecepatan tipikal litosfer samudera, dengan
kecepatan di sektor Sumatera lebih besar dari litosfer samudera. Busur vulkanik yang
sekarang aktif di atas zona Benioff berada pada kedalaman 100 130 km. Busur magmatik
ini berubah dari kecenderungan bersifat kontinen di Sumatera, transisional di Jawa ke busur
kepulauan (oceanic island arc) di Bali dan Lombok. Komposisi vulkanik muda bervariasi
secara sistematis yang berkesesuaian antara karakter litosfer dengan magma yang
dierupsikan.
Berdasarkan karakteristik morfologi, ketebalan endapan palung busur dan arah
penunjaman, busur Sunda dibagi menjadi beberapa propinsi. Dari timur ke barat terdiri dari
propinsi Jawa, Sumatera Selatan dan Tengah, Sumatera Utara Nicobar, Andaman dan
Burma. Diantara Propinsi Jawa dan Sumatera Tengah Selatan terdapat Selat Sunda yang
merupakan batas tenggara lempeng Burma. Provinsi Jawa bermula dari Sumba sampai Selat
Sunda. Di propinsi ini palung Sunda mempunyai kedalaman lebih dari 6.000 m. Saat ini
konvergensi sepanjang propinsi Jawa mencapai 7,5 cm/tahun dengan sudut penunjaman
antara 5o 8o. Sedimen memiliki ketebalan antara 200 900 m. Imbrikasi di bawah
punggungan muka busur mempunyai ketebalan lebih dari 10 km. Palung hanya berisi
sedimen tipis dengan sedikit sedimen pelagis. Kerangka tektonik utama antara Jawa dan
Sumatera secara umum dipotong oleh selat Sunda yang dianggap sebagai zona
diskontinyuitas. Selat Sunda adalah unsur utama pemisah propinsi Jawa dan Sumatera busur
Sunda. Selat ini diasumsikan batas sebagai batas tenggara lempeng Burma. Namun apabila
dicermati dari data geofisika tang ada, batas Jawa dan Sumatera terletak di sekitar Banten dan
Jawa Barat.
Provinsi Sumatera Selatan dan Tengah mempunyai kedalaman palung yang berangsur
menurun dari 6.000 5.000 m. Sedimen dasar palung mempunyai ketebalan sekitar 2 km di
utara dan 1 km di selatan. Penunjaman miring dengan komponen penunjaman menurun ke
utara antara 7,0 5,7 cm/tahun. Komponen pergeseran lateral yang bekerja di lempeng ini
diasumsikan sangat berperan dalam membentuk sistem strike slip fault di Sumatera.
Pada Propinsi Sumatera Utara - Nikobar, di sebelah barat Pulau Simalur sumbu palung
menajam ke barat, dan di barat-laut Pulau Simalur cenderung ke utara barat-laut. Palung
mempunyai kedalaman berkisar antara 3.500 5.000 m. Pertemuan di sepanjang propinsi ini
sangat miring dan kecepatan penunjaman ke arah utara mengalami penurunan 5,6 4,1
cm/tahun.
Di Pulau Andaman palung cenderung berarah utara selatan dengan kedalaman sekitar
3.000 m. Di propinsi ini pertemuan lempeng sangat miring, dengan kisaran kecepatan
penunjaman berkisar antara 0,7 0,2 cm/tahun. Komponen lateral ini dipengaruhi oleh
pemekaran di laut Andaman, dengan lempeng Burma memisah ke arah barat daya dari
lempeng Eurasia.
Palung Burma mempunyai kedalaman kurang dari 3.000 m. Di sini punggungan muka
busur menjadi punggungan Indoburman dan cekungan muka busur menjadi palung sebelah
barat dari Lembah Burma. Sudut penunjaman yang sangat miring. Ketebalan endapan di

propinsi ini sekitar 8.000 10.000 m. Komponen gerak lateral ini mempengaruhi
terbentuknya sesar Sagaing di Burma.
Sesar Sumatra: Produk Geodinamika Busur Sunda Sesar besar Sumatra dan Pulau
Sumatra merupakan contoh rinci yang menarik untuk menunjukkan akibat tektonik regional
pada pola tektonik lokal. Pulau Sumatera tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat
didominasi oleh keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh
keberadaan lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan
lempeng samudera sekitar 20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer
(Hamilton, 1979).
Sejarah tektonik Pulau Sumatera berhubungan erat dengan dimulainya peristiwa
pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6 juta tahun lalu,
yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari pergerakan relatif lempenglempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar lempengnya berikut kegiatan
ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng India-Australia yang semula mempunyai
kecepatan 86 milimeter / tahun menurun secara drastis menjadi 40 milimeter/tahun karena
terjadi proses tumbukan tersebut. Penurunan kecepatan terus terjadi sehingga tinggal 30
milimeter/tahun pada awal proses konfigurasi tektonik yang baru (Char-shin Liu et al, 1983
dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan yang mencolok sampai
sekitar 76 milimeter/tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini,
menurut teori indentasi pada akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar
geser di bagian sebelah timur India, untuk mengakomodasikan perpindahan massa secara
tektonik (Tapponier dkk, 1982).
Keadaan Pulau Sumatera menunjukkan bahwa kemiringan penunjaman, punggungan
busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses yang terjadi.
Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension) Paleosoikum tektonik
Sumatera menjadikan tatanan tektonik Sumatera menunjukkan adanya tiga bagian pola (Sieh,
2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro Sumatera, yang terbentuk sejak 2 juta tahun
lalu dengan bentuk, geometri dan struktur sederhana, bagian tengah cenderung tidak
beraturan dan bagian utara yang tidak selaras dengan pola penunjaman. Bagian selatan Pulau
Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) Sesar Sumatera menunjukkan sebuah
pola geser kanan en echelon dan terletak pada 100 ~ 135 kilometer di atas penunjaman, (2)
lokasi gunungapi umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar, (3) cekungan busur muka
terbentuk sederhana, dengan kedalaman 1 ~ 2 kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama,
(4) punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan berbentuk
sederhana, (5) sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur muka
dan cekungan busur muka relatif utuh, dan (6) sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
Bagian utara Pulau Sumatera memberikan kenampakan pola tektonik: (1) sesar Sumatera
berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125 ~ 140 kilometer dari garis penunjaman, (2)
busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatera, (3) kedalaman cekungan busur muka
1 ~ 2 kilometer, (4) punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat
beragam, (5) homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan struktur
Mentawai yang berada di sebelah selatannya, dan (6) sudut kemiringan penunjaman sangat
tajam.
Bagian tengah Pulau Sumatera memberikan kenampakan tektonik: (1) sepanjang 350
kilometer potongan dari sesar Sumatera menunjukkan posisi memotong arah penunjaman, (2)
busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatera, (3) topografi cekungan busur muka
dangkal, sekitar 0.2 ~ 0.6 kilometer, dan terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun
miring , (4) busur luar terpecah-pecah, (5) homoklin yang terletak antara punggungan busur
muka dan cekungan busur muka tercabik-cabik, dan (6) sudut kemiringan penunjaman
beragam. Proses penunjaman miring di sekitar Pulau Sumatera ini mengakibatkan adanya

pembagian / penyebaran vektor tegasan tektonik, yaitu slip-vector yang hampir tegak lurus
dengan arah zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar anjak. Hal ini
terutama berada di prisma akresi dan slip-vector yang searah dengan zona penunjaman yang
diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar besar Sumatera. Slip-vector sejajar palung ini
tidak cukup diakomodasi oleh sesar Sumatera tetapi juga oleh sistem sesar geser lainnya di
sepanjang Kepulauan Mentawai, sehingga disebut zona sesar Mentawai (Diament, 1992).
Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi
lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector ini secara
geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat-laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut
konvergensi antara dua lempeng tersebut. Pertambahan slip-vector ini mengakibatkan
terjadinya proses peregangan di antara sesar Sumatera dan zona penunjaman yang disebut
sebagai lempeng mikro Sumatera (Suparka dkk, 1991). Oleh karena itu slip-vector komponen
sejajar palung harus semakin besar ke arah barat-laut. Sebagai konsekuensi dari kenaikan
slip-vector pada daerah busur-muka ini, maka secara teoritis akan menaikkan slip-rate di
sepanjang sesar Sumatera ke arah barat-laut. Pengukuran offset sesar dan penentuan
radiometrik dari unsur yang terofsetkan di sepanjang sesar Sumatera membuktikan bahwa
kenaikan slip-rate memang benar-benar terjadi (Natawidjaja, Sieh, 1994). Pengukuran sliprate di daerah Danau Toba menunjukkan kecepatan gerak sebesar 27 milimeter / tahun, di
Bukit Tinggi sebesar 12 milimeter / tahun, di Kepahiang sebesar 11 milimeter / tahun
(Natawidjaja, 1994) demikian pula di selat Sunda sebesar 11 milimeter / tahun (Zen dkk,
1991)
Sesar Sumatera sangat tersegmentasi. Segmen-segmen sesar sepanjang 1900 kilometer
tersebut merupakan upaya mengadopsi tekanan miring antara lempeng Eurasia dan India
Australia dengan arah tumbukan 10N ~ 7S. Sedikitnya terdapat 19 bagian dengan panjang
masing-masing segmen 60 ~ 200 kilometer, yaitu segmen Sunda (6.75S ~ 5.9S), segmen
Semangko (5.9S ~ 5.25S), segmen Kumering (5.3S ~ 4.35S), segmen Manna (4.35S ~
3.8S), segmen Musi (3.65S ~ 3.25S), segmen Ketaun (3.35S ~ 2.75S), segmen Dikit
(2.75S ~ 2.3S), segmen Siulak (2.25S ~ 1.7S), segmen Sulii (1.75S ~ 1.0S), segmen
Sumani (1.0S ~ 0.5S), segmen Sianok (0.7S ~ 0.1N), segmen Barumun (0.3N ~ 1.2N),
segmen Angkola (0.3N ~ 1.8N), segmen Toru (1.2N ~ 2.0N), segmen Renun (2.0N ~
3.55N), segmen Tripa (3.2N ~ 4.4N), segmen Aceh (4.4N ~ 5.4N), segmen Seulimeum
(5.0N ~ 5.9N)
Tatanan tektonik regional sangat mempengaruhi perkembangan busur Sunda. Di bagian
barat, pertemuan subduksi antara lempeng benua Eurasia dan lempeng samudra Australia
mengkontruksikan busur Sunda sebagai sistem busur tepi kontinen (epi-continent arc) yang
relatif stabil; sementara di sebelah timur pertemuan subduksi antara lempeng samudra
Australia dan lempeng-lempeng mikro Tersier mengkontruksikan sistem busur Sunda sebagai
busur kepulauan (island arc) kepulauan yang lebih labil. Perbedaan sudut penunjaman antara
propinsi Jawa dan propinsi Sumatera Selatan busur Sunda mendorong pada kesimpulan
bahwa batas busur Sunda yang mewakili sistem busur kepulauan dan busur tepi kontinen
terletak di selat Sunda. Penyimpulan tersebut akan menyisakan pertanyaan, karena pola
kenampakan anomali gaya berat (gambar 2.6) menunjukkan bahwa pola struktur Jawa bagian
barat yang cenderung lebih sesuai dengan pola Sumatera dibanding dengan pola struktur
Jawa bagian Timur. Secara vertikal perkembangan struktur masih menyisakan permasalahan
namun jika dilakukan pembangingan dengan struktur cekungan Sumatra Selatan, strukturstruktur di Pulau Sumatra secara vertikal berkembang sebagai struktur bunga.

Tektonik Indonesia Barat dan Timur


Pembahasan tatanan teknonik Indonesia menggunakan pendekatan tektonik lempeng
telah lama dilakukan. Aplikasi teori ini untuk menerangkan gejala geologi regional di
Indonesia dilakukan oleh Hamilton (1970, 1973, 1978), Dickinson (1971), dan Katili (1975,

1978, 1980). Secara setempat-setempat Audley-Charles (1974) menerapkan teori ini untuk
menjelaskan gejala geologi kawasan Pulau Timor, Rab Sukamto (1975) dan Simanjuntak
(1986) menerapkannya untuk memahami keruwetan Sulawesi. Sartono (1990)
mengemukakan bahwa tatanan tektonik Indoenesia selama Neogen yang dipengaruhi oleh
tatanan geosinklin pasca Larami. Busur-busur geosiklin ini merupakan zona akibat proses
tumbukan kerak benua dan samudra. Kerak benua yang bekerja pada waktu itu terdiri dari
kerak benua Australia, kerak benua Cina bagian selatan, benua mikro Sunda, kerak samudra
Pasifik, dan kerak samudra Sunda. Tumbukan Larami tersebut membentuk busur-busur
geosinklin Sunda, Banda, Kalimantan utara dan Halmahera-Papua. Peta anomali gaya berat
dapat menunjukkan dengan baik pola hasil tektonik ini. Tatanan tektonik Indonesia bagian
barat menunjukkan pola yang relatif lebih sederhana dibanding Indonesia timur.
Kesederhanaan tatanan tektonik tersebut dipengaruhi oleh keberadaan Paparan Sunda yang
relatif stabil. Pergerakan dinamis menyolok hanya terjadi pada perputaran Kalimantan serta
peregangan selat Makassar. Hal ini terlihat pada pola sebaran jalur subduksi Indonesia Barat
(Katili dan Hartono, 1983, dan Katili, 1986; dalam Katili 1989). Sementara keberadaan benua
mikro yang dinamis karena dipisahkan oleh banyak sistem sesar (Katili, 1973 dan Pigram
dkk., 1984 dalam Sartono, 1990) sangat mempengaruhi bentuk kerumitan tektonik Indonesia
bagian timur.

Manfaat dari tatanan lempeng tektonik Indonesia


Penyebaran mineral ekonomis di Indonesia ini tidak merata. Seperti halnya penyebaran
batuan, penyebaran mineral ekonomis sangat dipengaruhi oleh tatanan geologi Indonesia
yang rumit. Berkenaan dengan hal tersebut, maka usaha-usaha penelusuran keberadaan
mineral ekonomis telah dilakukan oleh banyak orang. Mineral ekonomis adalah mineral
bahan galian dan energi yang mempunyai nilai ekonomis. Mineral logam yang termasuk
golongan ini adalah tembaga, besi, emas, perak, timah, nikel dan aluminium. Mineral non
logam yang termasuk golongan ini adalah fosfat, mika, belerang, fluorit, mangan. Mineral
industri adalah mineral bahan baku dan bahan penolong dalam industri, misalnya felspar,
ziolit, diatomea. Mineral energi adalah minyak, gas dan batubara atau bituminus lainnya.
Belakangan panas bumi dan uranium juga masuk dalam golongan ini walaupun cara
pembentukannya berbeda. (Sudradjat, 1999)
Keberadaan Mineral Logam
Pembentukan mineral logam sangat berhubungan dengan aktivitas magmatisme dan
vulkanisme, pada saat proses magmatisme akhir (late magmatism), pada suhu sekitar 200oC.
Westerveld (1952) menerbitkan peta jalur kegiatan magmatik. Dari peta tersebut dapat
diperkirakan kemungkinan keterdapatan mineral logam dasar yang pembentukannya
berkaitan dengan kegiatan magmatik. Carlile dan Mitchell (1994), berdasarkan data-data
mutakhir Simanjuntak (1986), Sikumbang (1990), Cameron (1980), Adimangga dan Trail
(1980), memaparkan busur-busur magmatik seluruh Indonesia sebagai dasar eksplorasi
mineral. Teridentifikasikan 15 busur magmatik, 7 diantaranya membawa jebakan emas dan
tembaga, dan 8 lainnya belum diketahui. Busur yang menghasilkan jebakan mineral logam
tersebut adalah busur magmatik Aceh, Sumatera-Meratus, Sunda-Banda, Kalimantan Tengah,
Sulawesi-Mindanau Timur, Halmahera Tengah, Irian Jaya. Busur yang belum diketahui
potensi sumberdaya mineralnya adalah Paparan Sunda, Borneo Barat-laut, Talaud, SumbaTimor, Moon-Utawa dan dataran Utara Irian Jaya. Jebakan tersebut merupakan hasil
mineralisasi utama yang umumnya berupa porphyry copper-gold mineralization, skarn
mineralization, high sulphidation epithermal mineralization, gold-silver-barite-base metal
mineralization, low sulphidation epithermal mineralization dan sediment hosted
mineralization.
Jebakan emas dapat terjadi di lingkungan batuan plutonik yang tererosi, ketika kegiatan
fase akhir magmatisme membawa larutan hidrotermal dan air tanah. Proses ini dikenal

sebagai proses epitermal, karena terjadi di daerah dangkal dan suhu rendah. Proses ini juga
dapat terjadi di lingkungan batuan vulkanik (volcanic hosted rock) maupun di batuan sedimen
(sedimen hosted rock), yang lebih dikenal dengan skarn. Contoh cukup baik atas skarn
terdapat di Erstberg (Sudradjat, 1999). Skarn Erstberg berupa roofpendant batugamping yang
diintrusi oleh granodiorit. Sebaran skarn dikontrol oleh oleh struktur geologi setempat.
Sebagai sebuah roofpendant, zona skarn bergradasi dari metasomatik contact sampai
metamorphic zone (Juharlan, 1993).
Konsep cebakan emas epitermal merupakan hal baru yang memberikan perubahan
signifikan pada potensi emas Indonesia. Cebakan yang terbentuk secara epitermal ini terdapat
pada kedalaman kurang dari 200 m, dan berasosiasi dengan batuan gunungapi muda berumur
kurang dari 70 juta tahun. Sebagian besar host rock merupakan batuan vulkanik, dan hanya
beberapa yang merupakan sediment hosted rock. Cebakan emas epitermal umumnya
terbentuk pada bekas-bekas kaldera dan daerah retakan akibat sistem patahan.
Proses mineralisasi dalam di lingkungan batuan vulkanik ini dikenal sebagai sistem porfiri
(porphyry). Contoh baik atas porfiri terdapat di kompleks Grasberg di Papua, dengan
mineralisasi utama bersifat disseminated sulfide dengan mineral bijih utama kalkopirit yang
banyak pada veinlet (MacDonald, 1994). Contoh lain terdapat di Pongkor dan Cikotok di
Jawa Barat, Batu Hijau di Sumbawa, dan Ratotok di Minahasa. Lingkungan lain adalah
kondisi gunungapi di daerah laut dangkal. Air laut yang masuk ke dalam tubuh bumi berperan
membawa larutan mineral ke permukaan dan mengendapkannya. Contoh terbaik atas proses
ini terjadi di Pulau Wetar, yang menghasilkan mineral barit. Proses pengkayaan batuan karena
pelapukan dikenal dengan nama pengkayaan supergen. Batuan granitik yang lapuk akan
menghasilkan mineral pembawa aluminium, antara lain bauxit. Proses ini sangat
berhubungan dengan keberadaan jalur magmatik, berupa subduksi pada lempeng benua
bersifat asam, sehingga menghasilkan baruan bersifat asam. Contoh pelapukan granit ini
antara lain terjadi di Kalimantan Barat, Bangka, Belitung dan Bintan. Peridotit terbentuk di
lingkungan lempeng samudera yang akan kaya mineral berat besi, nikel, kromit, magnesium
dan mangan. Keberadaannya di permukaan disebabkan oleh lempeng benua Pasifik yang
terangkat ke daratan oleh proses obduksi dengan lempeng benua Eurasia, yang kemudian
disebarkan oleh sesar Sorong (Katili, 1980) sebagai pulau-pulau kecil di berada di
kepulauan Maluku. Pelapukan akan menguraikan batuan ultrabasa tersebut menjadi mineral
terlarut dan tak terlarut. Air tanah melarutkan karbonat, kobalt dan magnesium, serta
membawa mineral besi, nikel, kobalt, silikat dan magnesium silikat dalam bentuk koloid
yang mengendap. Endapan kaya nikel dan magnesium oksida disebut krisopas, dan cebakan
nikel ini disebut saprolit. Proses pelapukan peridotit akan menghasilkan saprolit, batuan yang
kaya nikel. Pelapukan ini terjadi di sebagian kepulauan Maluku, antara lain di pulau Gag,
Buton dan Gebe (Sudrajat, 1999).
Keberadaan Minyak dan Gas Bumi
Energi minyak dan gas bumi mempunyai peran yang sangat strategis dalam berbagai
kegiatan ekonomi dan kehidupan masyarakat. Pada umumnya minyak bumi dewasa ini
memiliki peran sekitar 80% dari total pasokan energi untuk konsumsi kebutuhan energi di
Indonesia. Dengan demikian peran minyak dan gas bumi dalam peningkatan perolehan devisa
negara masih sangat diperlukan. Nayoan dkk. (1974) dalam Barber (1985) menjelaskan
bahwa terdapat hubungan yang erat antara cekungan minyak bumi yang berkembang di
berbagai tempat dengan elemen-elemen tektonik yang ada. Cekungan-cekungan besar di
wilayah Asia Tenggara merepresentasikan kondisi setiap elemen tektonik yang ada, yaitu
cekungan busur muka (forearc basin), cekungan busur belakang (back-arc basin), cekungan
intra kraton (intracratonic basin), dan tepi kontinen (continent margin basin), dan zona
tumbukan (collision zone basin). Berdasarkan data terakhir yang dikumpulkan dari berbagai
sumber, telah diketahui ada sekitar 60 basin yang diprediksi mengandung cebakan migas

yang cukup potensial. Diantaranya basin Sumatera Utara, Sibolga, Sumatera Tengah,
Bengkulu, Jawa Barat Utara, Natuna Barat, Natuna Timur, Tarakan, Sawu, Asem-Asem,
Banda, dll.
Cekungan busur belakang di timur Sumatera dan utara Jawa merupakan lapanganlapangan minyak paling poduktif. Pematangan minyak sangat didukung oleh adanya heat
flow dari proses penurunan cekungan dan pembebanan. Proses itu diperkuat oleh gaya-gaya
kompresi telah menjadikan berbagai batuan sedimen berumur Paleogen menjadi perangkap
struktur sebagai tempat akumulasi hidrokarbon (Barber, 1985). Secara lebih rinci,
perkembangan sistem cekungan dan perangkap minyak bumi yang terbentuk sangat
dipengaruhi oleh tatanan struktur geologi lokal. Sebagai contoh, struktur pull apart basin
menentukan perkembangan sistem cekungan Sumatera Utara (Davies, 1984). Perulangan
gaya kompresif dan ekstensional dari proses peregangan berarah utara-selatan mempengaruhi
pola pembentukan antiklinorium dan cekungan Palembang yang berarah N300oE
(Pulunggono, 1986). Demikian pula pola sebaran cekungan Laut Jawa sebelah selatan sangat
dipengaruhi oleh pola struktur berarah timur-barat (Brandsen & Mattew, 1992), sedang pola
cekungan di Laut Jawa bagian barat-laut berarah berarah timur-laut baratdaya, sedang pola
cekungan di timur-laut berarah barat-laut tenggara. Cekungan Kutai dan Tarakan
merupakan cekungan intra kraton (intracratonic basin) di Indonesia. Pembentukan cekungan
terjadi selama Neogen ketika terjadi proses penurunan cekungan dan sedimentasi yang
bersifat transgresif, dan dilanjutkan bersifat regresif di Miosen Tengah (Barber, 1985). Polapola ini menjadiken pembentukan delta berjalan efektif sebagai pembentuk perangkap
minyak bumi maupun batubara.
Zona tumbukan (collision zone), tempat endapan-endapan kontinen bertumbukan
dengan kompleks subduksi, merupakan tempat prospektif minyak bumi. Cekungan Bula,
Seram, Bituni dan Salawati di sekitar Kepala burung Papua, cekungan lengan timur Sulawesi,
serta Buton, merupakan cekungan yang masuk dalam kategori ini. (Barber, 1985).
Keberadaan endapan aspal di Buton berasosiasi dengan zona tumbukan antara mikro
kontinen Tukang Besi dengan lengan timur-laut Sulawesi, dengan Banggai Sula sebagai
kompleks ofiolit (Barber, 1985; Sartono, 1999). Kehadiran minyak di Papua berasosiasi
dengan lipatan dan patahan Lenguru, yang merupakan tumbukan mikro kontinen Papua Barat
dengan tepi benua Australia (Barber, 1985). Sumber dan reservoar hidrokarbon terperangkap
struktur di bagian bawah foot-wall sesar normal serta di bagian bawah hanging-wall sesar
sungkup (Simanjuntak dkk, 1994.
Keberadaan Batubara dan Bituminus
Parameter yang mengendalikan bembentukan batubara adalah (1) sumber vegetasi, (2)
posisi muka air tanah (3) penurunan yang terjadi bersamaan dengan pengendapan, (4)
penurunan yang terjadi setelah pengendapan, (5) kendali lingkungan geotektonik endapan
batubara dan (6) lingkungan pengendapan terbentuknya batubara. Batubara lazim terbentuk
di lingkungan (1) dataran sungai teranyam, (2) lembah aluvial, (3) dataran delta, (4) pantai
berpenghalang dan (5) estuaria (Diessel, 1992). Batubara di Indonesia umumnya menyebar
tidak merata, 60% terletak di Sumatera Selatan dan 30% di Kalimantan Timur dan Selatan.
Sebagian besar batubara terbentuk di lingkungan litoral, paralik dan delta, sedang beberapa
terbentuk di lingkungan cekungan antar pegunungan. Kualitas batubara umumnya berupa
bituminous, termasuk dalam steaming coal. Antrasit berkualitas rendah karena pemanasan
oleh intrusi ditemukan di Bukit Asam, Sumatera dan Kalimantan Timur sedang pematangan
karena tekanan tektonik terbentuk di Ombilin, Sumatera Barat (Sudradjat, 1999).
Urutan kualitas batubara cenderung menggambarkan umurnya. Selama ini batubara di
Indonesia dihasilkan oleh cekungan berumur Tersier. Gambut berumur Resen sampai
Paleosen, batubara sub bituminus berumur Miosen dan batubara bituminus berumur Eosen.

Keberadaan Panasbumi
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki panas bumi terbesar di dunia.
Panasbumi sebaai energi alternatif tidak mempunyai potensi bahaya seperti energi nuklir,
serta dari sisi pencemaran jauh lebih rendah dari batubara. Keberadaan lapangan panas bumi
tersebut secara umum dikontrol oleh keberadaan sistem gunungapi. Di Indonesia lapangan
panasbumi tersebar di sepanjang jalur gunungapi yang memperlihatkan kegiatan sejak
Kwarter hingga saat ini. Jalur ini merentang dari ujung barat-laut Sumatera sampai kepulau
Nusatenggara, kemudian melengkung ke Maluku dan Sulawesi Utara. Pada jalur memanjang
sekitar 7.000 km, dengan lebar 50-200 km tersebut, terdapat 217 lokasi prospek, terdiri dari
70 lokasi prospek entalpi tinggi (t > 200oC) dan selebihnya entalpi menengah dan rendah.
Lapangan prospek tersebut tersebar di Sumatera (31), Jawa-Bali (22), Sulawesi (6),
Nusatenggara (8) dan Maluku (3), dengan seluruh potensi mencapai 20.000 MWe, dengan
total cadangan sekitar 9.100 Mwe. Pengembangan geotermal di Indonesia saat ini
dikonsentrasikan di Sumatera, Jawa-Bali dan Sulawesi Utara. Hal ini dikarenakan kawasan
tersebut telah memiliki infrastruktur yang memadai serta memiliki pertumbuhan kebutuhan
listrik yang tinggi. (Sudrajat, 1982: Sudarman dkk., 1998)
Mineralisasi Busur Vulkanik Jawa:
Sebuah Contoh Busur vulkanik Jawa merupakan bagian dari busur vulkanik SundaBanda yang membentang dari Sumatera hingga Banda, sepanjang 3.700 km yang dikenal
banyak mengandung endapan bijih logam (Carlile & Mitchell, 1994). Batuan vulkanik hasil
kegiatan gunungapi yang berumur Eosen hingga sekarang merupakan penyusun utama pulau
Jawa. Terbentuknya jalur gunungapi ini merupakan hasil dinamika subduksi ke arah utara
lempeng Samudera Hindia ke Lempeng Benua Eurasia (Katili, 1989) yang berlangsung sejak
jaman Eosen (Hall, 1999). Kerak kontinen yang membentuk tepi benua aktif (active continent
margin) mempengaruhi kegiatan vulkanisme Tersier Jawa bagian barat, sedang kerak
samudera yang membentuk busur kepulauan (island arc) mempengarui kegiatan vulkanisme
Tersier Jawa bagian timur (Carlile & Mitchell, 1994).
Jalur penyebaran gunungapi di Indonesia terdiri dari jalur gunungapi tua (Tersier) dan
muda (Kwarter), yang sejajar dengan jalur penunjaman. Kegiatan vulkanisma Tersier terjadi
dalam dua perioda, yaitu perioda Eosen Akhir Miosen Awal yang sebagian besar berafinitas
toleitik dan perioda Miosen Akhir Pliosen yang sebagian besar berafinitas alkali kapur K
tinggi (Soeria-Atmadja dkk, 1991) beberapa batuan berafinitas shosonitik terdapat di Pacitan
dan Jatiluhur (Sutanto, 1993). Berdasarkan pentarikhan umur dengan menggunakan metoda
K/Ar, batuan volkanik Tersier tertua terdapat di Pacitan dengan umur 42,7, juta tahun, sedang
termuda terdapat di Bayah dengan umur 2,65 juta tahun (Soeria-Atmadja, 1991). Kegiatan
vulkanisma umumnya menghasilkan komposisi batuan bersifat andesitik. Beberapa
singkapan batuan beku bersifat dasitik terdapat di beberapa tempat, misalnya intrusi dasit
Ciemas Jawa Barat dan granodiorit Meruberi Jawa Timur serta retas-retas basalt yang banyak
terdapat di Kulonprogo Yogyakarta dan Pacitan Jawa Timur (Soeria-Atmadja, 1991; Sutanto,
1993; Paripurno dan Sutarto, 1996). Pola ritmik initerjadi karena adanya perubahan sudut
penunjaman.
Sutanto (1993) mengelompokkan batuan vulkanik Jawa berdasarkan waktu
terbentuknya, yaitu batuan-batuan vulkanik yang terbentuk oleh (1) Eosen-Oligosen awal, (2)
vulkanisme Eosen-Miosen Akhir, (3) vulkanisme Eosen Akhir Miosen Awal, (4)
vulkanisme Miosen Tengah Pliosen, serta (5) vulkanisme Kwarter. Batuan-batuan volkanik
Tersier di atas dikenal sebagai batuan vulkanik kelompok Andesit Tua (van Bemmerlen,
1933), yang saat ini lebih dikenal dengan nama Formasi Jampang, Formasi Cikotok dan
Formasi Cimapag untuk wilayah Jawa Barat; Formasi Gabo, Formasi Totogan, untuk wilayah
Kebumen dan sekitarnya; Formasi Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi

Nglanggran, Formasi Semilir, untuk kawasan Gunungsewu dan sekitarnya; serta Formasi
Kaligesing, Formasi Dukuh, Formasi Giripurwo untuk wilayah Kulonprogo dan sekitarnya;
serta di Jawa Timur dikenal dengan nama Formasi Besole, Formasi Mandalika dan Fomasi
Arjosari.
Proses hidrotermal di Jawa yang terdapat mulai dari Pongkor Jawa Barat sampai
Sukamade Jawa Timur. Sebagian besar cebakan merupakan tipe low sulphidation epithermal
mineralization. Tipe lain berupa volcanogenic massive sulphide mineralization, misalnya
terdapat di Cibuniasih; sedang tipe veins assosiated with porphyry system misalnya terdapat
di Ciomas, dan sediment hosted mineralization hanya terdapat di beberapa tempat, misalnya
di Cikotok.
Secara umum cadangan yang terdapat di Jawa bagian barat lebih besar dibanding yang
terdapat di Jawa bagian timur. Cadangan terbesar di Jawa bagian barat terdapat di Pongkor
dengan kadar rata-rata 17,4 (Sumanagara dan Sinambela, 1991) dan jumlah cadangan lebih
dari 98 ton Au dan 1.026 Ag (Milesi dkk, 1999). Vulkanisme yang terkait dengan mineralisasi
umumnya menunjukkan umur yang relatif muda, Miosen Tengah Pliosen. Pentarikhan pada
beberapa urat di Pongkor menunjukkan umur 2,7 juta tahun, di Cirotan menujukkan umur 1,7
juta tahun, serta di Ciawitali menujukkan umur 1,5 juta tahun. Di Cirotan urat-urat tersebut
memotong ignimbrit riodasit berumur 9,5 juta tahun yang diintrusi oleh mikrodiorit berumur
4,5 juta tahun (Milesi dkk., 1994). Di Pongkor urat-urat tersebut berada pada lingkungan
vulkanik kaldera purba yang terdiri dari batuan tufa breksi, piroklastika dan lava bersusunan
andesit-basalt yang diintrusi oleh andesit, dasit dan basalt (Sumanagara dan Sinambela,
1991).
Gempa dan bencana lain suatu saat dan kapan saja akan terjadi pada kita. Namun
daibalik dari semua itu ada sisi baik dari sebuah bencana yang terjadi selama ini dengan
kelimpahan selain sumber daya alam adalah berupa bahan tambang yang telah dapat kita
nimati. Rasa syukur kita senantiasa menjauhkan kita dari bencana dan marabahaya yang
sewaktu waktu datang pada kita

GEMPA BUMI
Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga
digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita
walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena
pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.

Tipe gempa bumi


1.
Gempa bumi vulkanik ( Gunung Api ) ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas
magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi

maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya
gempabumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
2. Gempa bumi tektonik ; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu
pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari
yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan
kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar
keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang
terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan
dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal
sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tectonic plate (lempeng tektonik) menjelaskan bahwa
bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan
hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga
berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya gempa tektonik.
.Peta penyebarannya mengikuti pola dan aturan yang khusus dan menyempit, yakni mengikuti polapola pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Dalam ilmu kebumian
(geologi), kerangka teoretis tektonik lempeng merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena
gempa bumi tektonik yang melanda hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan batas
pertemuan lempeng tektonik. Contoh gempa vulkanik ialah seperti yang terjadi
di Yogyakarta, Indonesia pada Sabtu, 27 Mei 2006 dini hari, pukul 05.54 WIB,
1. Gempa bumi tumbukan ; Gempa bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid
yang jatuh ke bumi, jenis gempa bumi ini jarang terjadi
2. Gempa bumi runtuhan ; Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada
daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.
3. Gempa bumi buatan ; Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh
aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke
permukaan bumi.

Penyebab terjadinya gempa bumi


Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang
dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya
mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan.
Pada saat itu lah gempa bumi akan terjadi.

Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang
paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi
fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam
mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi.
Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa
gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di
balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi
karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik
tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan
bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang
dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan
juga seismisitas terinduksi

Sejarah gempa bumi besar pada abad ke-20 dan 21

15 juni 2010 gempa 10,2 guncang bandung

gempa 7,1 guncang biak city di indonesia * gempa 2,9 getarkan lembang* 7 April 2010, Gempa
bumi dengan kekuatan 7.2 Skala Richter di Sumatera bagian Utara lainnya berpusat 60km
dari Sinabang,Aceh. Tidak menimbulkan tsunami, menimbulkan kerusakan fisik di beberapa daerah,
belum ada informasi korban jiwa.

27 Februari 2010, Gempa bumi di Chili dengan 8.8 Skala Richter, 432 orang tewas (data 30
Maret 2010). Mengakibatkan tsunami menyeberangi Samudera Pasifik yang menjangkau hingga
Selandia Baru, Australia, kepulauan Hawaii, negara-negara kepulauan di Pasifik dan Jepang
dengan dampak ringan dan menengah.

12 Januari 2010, Gempa bumi Haiti dengan episenter dekat kota Logne 7,0 Skala Richter
berdampak pada 3 juta penduduk, perkiraan korban meninggal 230.000 orang, luka-luka 300.000
orang dan 1.000.000 kehilangan tempat tinggal.

30 September 2009, Gempa bumi Sumatera Barat merupakan gempa tektonik yang berasal
dari pergeseran patahan Semangko, gempa ini berkekuatan 7,6 Skala Richter (BMG Indonesia)
atau 7,9 Skala Richter (BMG Amerika) mengguncang Padang-Pariaman, Indonesia.
Menyebabkan sedikitnya 1.100 orang tewas dan ribuan terperangkap dalam reruntuhan
bangunan.

2 September 2009, Gempa Tektonik 7,3 Skala Richter mengguncang Tasikmalaya, Indonesia.
Gempa ini terasa hingga Jakarta dan Bali, berpotensi tsunami. Korban jiwa masih belum
diketahui jumlah pastinya karena terjadi Tanah longsor sehingga pengevakuasian warga
terhambat3 Januari 2009 - Gempa bumi berkekuatan 7,6 Skala Richter di Papua.

12 Mei 2008 - Gempa bumi berkekuatan 7,8 Skala Richter di Provinsi Sichuan, China.
Menyebabkan sedikitnya 80.000 orang tewas dan jutaan warga kehilangan tempat tinggal.

12 September 2007 - Gempa Bengkulu dengan kekuatan gempa 7,9 Skala Richter

9 Agustus 2007 - Gempa bumi 7,5 Skala Richter

6 Maret 2007 - Gempa bumi tektonik mengguncang provinsi Sumatera Barat, Indonesia.
Laporan terakhir menyatakan 79 orang tewas[1].

27 Mei 2006 - Gempa bumi tektonik kuat yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi
tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States Geological Survey melaporkan 6,2
pada skala Richter; lebih dari 6.000 orang tewas, dan lebih dari 300.000 keluarga kehilangan
tempat tinggal.

8 Oktober 2005 - Gempa bumi besar berkekuatan 7,6 skala Richter di Asia Selatan, berpusat
di Kashmir, Pakistan; lebih dari 1.500 orang tewas.

26 Desember 2004 - Gempa bumi dahsyat berkekuatan 9,0 skala Richter


mengguncang Aceh dan Sumatera Utara sekaligus menimbulkan
gelombang tsunami di samudera Hindia. Bencana alam ini telah merenggut lebih dari 220.000
jiwa.

26 Desember 2003 - Gempa bumi kuat di Bam, barat daya Iran berukuran 6.5 pada skala
Richter dan menyebabkan lebih dari 41.000 orang tewas.

21 Mei 2002 - Di utara Afganistan, berukuran 5,8 pada skala Richter dan menyebabkan lebih
dari 1.000 orang tewas.

26 Januari 2001 - India, berukuran 7,9 pada skala Richter dan menewaskan 2.500 ada juga
yang mengatakan jumlah korban mencapai 13.000 orang.

21 September 1999 - Taiwan, berukuran 7,6 pada skala Richter, menyebabkan 2.400 korban
tewas.

17 Agustus 1999 - barat Turki, berukuran 7,4 pada skala Richter dan merenggut 17.000
nyawa.

25 Januari 1999 - Barat Colombia, pada magnitudo 6 dan merenggut 1.171 nyawa.

30 Mei 1998 - Di utara Afganistan dan Tajikistan dengan ukuran 6,9 pada skala Richter
menyebabkan sekitar 5.000 orang tewas.

17 Januari 1995 - Di Kobe, Jepang dengan ukuran 7,2 skala Richter dan merenggut 6.000
nyawa.

30 September 1993 - Di Latur, India dengan ukuran 6,0 pada skala Richter dan menewaskan
1.000 orang.

12 Desember 1992 - Di Flores, Indonesia berukuran 7,9 pada skala richter dan menewaskan
2.500 orang.

21 Juni 1990 - Di barat laut Iran, berukuran 7,3 pada skala Richter, merengut 50.000 nyawa.

7 Desember 1988 - Barat laut Armenia, berukuran 6,9 pada skala Richter dan menyebabkan
25.000 kematian.

19 September 1985 - Di Mexico Tengah dan berukuran 8,1 pada Skala Richter, meragut lebih
dari 9.500 nyawa.

16 September 1978 - Di timur laut Iran, berukuran 7,7 pada skala Richter dan menyebabkan
25.000 kematian.

4 Maret 1977 - Vrancea, timur Rumania, dengan besar 7,4 SR, menelan sekitar 1.570 korban
jiwa, diantaranya seorang aktor Rumania Toma Caragiu, juga menghancurkan sebagian besar
dari ibu kota Rumania, Bukares (Bucureti).

28 Juli 1976 - Tangshan, Cina, berukuran 7,8 pada skala Richter dan menyebabkan 240.000
orang terbunuh.

4 Februari 1976 - Di Guatemala, berukuran 7,5 pada skala Richter dan menyebabkan 22.778
terbunuh.

29 Februari 1960 - Di barat daya pesisir pantai Atlantik di Maghribi pada ukuran 5,7 skala
Richter, menyebabkan kira-kira 12.000 kematian dan memusnahkan seluruh kota Agadir.

26 Desember 1939 - Wilayah Erzincan, Turki pada ukuran 7,9, dan menyebabkan 33.000
orang tewas.

24 Januari 1939 - Di Chillan, Chile dengan ukuran 8,3 pada skala Richter, 28.000 kematian.

31 Mei 1935 - Di Quetta, India pada ukuran 7,5 skala Richter dan menewaskan 50.000 orang.

1 September 1923 - Di Yokohama, Jepang pada ukuran 8,3 skala Richter dan merenggut
sedikitnya 140.000 nyawa.

Tektonik Indonesia : Kondisi dan Potensinya


Kepulauan Indonesia adalah salah satu wilayah yang memiliki kondisi geologi yang menarik. Menarik
karena gugusan kepulauannya dibentuk oleh tumbukan lempeng-lempeng tektonik besar. Tumbukan
Lempeng Eurasia dan Lempeng India-Australia mempengaruhi Indonesia bagian barat, sedangkan
pada Indonesia bagian timur, dua lempeng tektonik ini ditubruk lagi oleh Lempeng Samudra Pasifik
dari arah timur. Kondisi ini tentunya berimplikasi banyak terhadap kehidupan yang berlangsung di
atasnya hingga saat ini. Mari kita perhatikan gambar-gambar di bawah ini.

Kondisi Tektonik di Kepulauan Indonesia

Gambar di atas menunjukkan kondisi tektonik Kepulauan Indonesia. Garis merah, jingga dan hijau
menunjukkan batas-batas lempeng tektonik. Garis merah menunjukkan pemekaran lantai samudra.
Garis jingga menunjukkan pensesaran relatif mendatar. Sedangkan garis hijau menunjukkan
tumbukan/penunjaman antar lempeng tektonik.
Mari kita perhatikan satu per satu. Garis hijau di sebelah barat Pulau Sumatra dan di sebelah selatan
Pulau Jawa, menerus hingga ke Laut Banda, sebelah selatan Flores kemudian membelok ke utara
menuju Laut Arafuru (utara Maluku) menunjukkan zona penunjaman Lempeng Hindia-Australia dan
Lempeng Eurasia.
Kenapa membelok ke Laut Arafuru ya ?
Kalo terus ntar nabrak Papua donk hehe
Karena di Indonesia bagian timur ini ada lagi Lempeng Samudra Pasifik yang menubruk dari arah
timur. Salah satu korban paling parah dari tubrukan tiga lempeng ini adalah Pulau Sulawesi. Tangan-

tangannya pada mlintir gak karuan. Ditambah lagi terbentuknya luka sesar mendatar di bagian
tengah Pulau Sulawesi.
Penunjaman yang terjadi di sebelah barat Sumatra tidak benar-benar tegak lurus terhadap arah
pergerakan Lempeng India-Australia dan Lempeng Eurasia. Lempeng Eurasia bergerak relatif ke arah
tenggara, sedangkan Lempeng India-Australia bergerak relatif ke arah timurlaut. Karena tidak tegak
lurus inilah maka Pulau Sumatra dirobek sesar mendatar (garis jingga) yang dikenal dengan nama
Sesar Semangko.
Di sebelah utara Aceh, ada proses pemekaran lantai samudra (garis merah). Saya rasa itu terjadi
sebagai bagian dari proses Escape Tectonics akibat tumbukan Lempeng Anak Benua India terhadap
Lempeng Eurasia.
Di sebelah utara Papua juga terbentuk zona penunjaman akibat tumbukan Lempeng Samudra Pasifik
terhadap Lempeng India-Australia. Pada bagian Kepala Burung, Papua, ini juga terbentuk sesar
mendatar (garis warna jingga) yang dikenal dengan nama Sesar Sorong. Masih menjadi perdebatan
apakah penyebab Gempa Papua 4 Januari 2009 yang lalu. Sebagian ahli menyebutkan pergerakan
aktif Sesar Sorong ini yang menyebabkan gempa, sebagian lagi menyebutkan gempa bersumber dari
zona penunjaman di sebelah utara Sesar Sorong. Mengikuti perdebatan para ahli geologi bisa dilihat
di blog Dongeng Geologi-nya Pakdhe Rovicky.
Zona penunjaman (warna hijau) yang terbentuk di Samudra Pasifik umumnya sebagai akibat
benturan Lempeng Samudra Pasifik dengan Lempeng Eurasia. Sedangkan zona pemekaran (warna
merah) sebagai akibat ikutan proses Escape Tectonics setelah terjadinya tumbukan.
Apa implikasinya dari proses tektonik yang begitu rumit tersebut ? Kita lihat gambar kedua.

Sebaran Gunungapi dan Titik Pusat Gempa di Kepulauan Indonesia

Gambar di atas menunjukkan sebaran gunungapi (segitiga merah), titik gempa (tanda plus ungu)
dan hot spot (tanda bintang jingga). Apa yang terjadi mudah ditebak kan! Rangkaian gunungapi dan
titik gempa selalu berasosiasi dengan zona penunjaman. Animasi proses penunjamannya bisa dilihat
pada postingan sebelumnya (lihat Animasi Mekanisme Penunjaman Kerak Samudra). Pulau
Sumatra, Jawa, Flores, Maluku, Sulawesi dan bagian utara Papua akan rawan dengan gunungapi dan
gempa. Emang sudah dari sono-nya begitu. Hanya Pulau Kalimantan yang relatif adem-ayem karena
memang posisinya gakdekat-dekat dengan TKP hehe. (cuma sering banjir tiap tahun, ditambah
lagi kebakaran hutan)
Namun tidak seluruhnya kita anggap bencana. Erupsi gunungapi yang berupa abu gunungapi
membawa unsur hara yang menyuburkan tanah. Makanya tanah di Jawa pada subur. Tanam padi
tumbuh padi (ya iyalahmasak ya iya donk!). Intrusi-intrusi dangkal di sekitar gunungapi
menyediakan energi panas bumi yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit
listrik. Endapan mineral logam, seperti emas, tembaga dan nikel, akan banyak dijumpai berasosiasi
dengan lingkungan gunungapi (lihat tulisan Pak Awang Satyana di Plate Tectonics : Tidak Seluruhnya
Bencana). Kita belum bicara tentang potensi migas dan batubara lho ya! Konteksnya agak sedikit
berbeda.

Sayang sekali kalau Kepulauan Indonesia yang kaya ini penduduknya banyak berada di bawah garis
kemiskinan akibat keliru mengelola sumberdaya alam yang begitu besar.

Identifikasi Pergerakan Tektonik Lempeng


Indonesia

Tatananan geologi Indonesia cukup kompleks, hal ini dibuktikan dengan keberaadaan dan sebaran
data geologi yang meliputi seluruh wilayah administratif Indonesia. Perkembangan penelitian geologi
Indonesia sampai saat ini memang belum maksimal tapi penelitian dan pengembangan pendekatan
teknologi terus digalakkan.
Berikut kita akan melihat perkembangan Pergerakan Tektonik Lempeng Indonesia yang berdampak
pada potensi terjadinya Gempa Tektonik.
Kondisi inilah yang mesti kita antisipasi sebagai langkah awal dan berkelanjutan untuk mengenal
lebih dulu kriteria Kegempaan (Tektonik atau Vulkanisme). Kondisi tektonik Indonesia yang dilalui oleh
3 (tiga) jenis Tektonik Lempeng Aktif yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Australia dan Lempeng Eurasia
memberikan dampak yang cukup besar terhadap periodik kejadian Gempa Tektonik di Indonesia.
a. Potensi Gempa Tektonik Sumatra
Konvergensi miring sepanjang batas Lempeng Sumatra menghasilkan formasi forearc-sliver
block yang terletak diantara Sesar Sumatra dan Trench Jawa.
(Memberikan dampak Terjadinya Gempa Tektonik Aceh dan Tsunami Tahun 2004).
b. Batasan Timur Paparan Sunda
Pemusatan Paparan Sunda dengan lempeng Pasifik (OBIX) dihalangi oleh blok Timur Sulawesi,
menghasilkan rotasi yang cepat searah jarum jam blok Timur Sulawesi (MANA dan LUWU) relatif
terhadap Paparan Sunda.
Rotasi ini memindahkan sekitar sepertiga konvergensi Pasifik-Paparan Sunda ke arah leftlateral slip sepanjang sesar Palu dan utara-selatan sepanjang trench utara Sulawesi dimana terjadi
subduksi laut Celebes. Dalam hal ini proses banyak dilakukan oleh litosfer Samudra utara Sulawesi,
mengakibatkan tumbukan benua menjadi sebagian kecil proses subduksi daerah kerak Samudra.
(Memberikan dampak Terjadinya Gempa Tektonik Jogja Tahun 2004).
Sebagai bukti, Tahun 2004 Indonesia dikejutkan dengan Pergerakan Lempeng Autralia dan Lempeng
Eurasia yang mengakibatkan Sesar Jawa-Sumatra mengalami pergerakan sangat besar yang
mengakibatkan Gempa Tektonik Aceh yang disusul oleh Gelombang Tsunami memluluhlantahkan
Harta dan Jiwa dalam jumlah ribuan bahkan imbasnya sampai sekitar Asia Tenggara, Tahun 2006
Pergerakan Lempeng Australia yang menunjam Paparan Sunda mengakibatkan Sesar Jawa
mengalami pergerakan berimbas terhadap terjadinya Gempa Tektonik Jogja tetapi tidak berdampak
pada Gelombang Stunami juga memberi dampak kerugian Harta dan Jiwa dalam jumlah yang besar.
Dan yang paling mengejutkan Hari Rabu, 30 Oktober 2009 masyarakat Sumatera Barat dikejutkan
dengan gempa secara periodik dan mempunyai pola tertentu yang sumbernya (46 km) dari Kota
Padang (Terasa sampai Malaysia dan Singapura) terjadi Gempa Tektonik dengan dengan kekuatan
7,6 Skala Ritcher yang tentunya akan memberikan dampak secara luas (sampai opini ini dimuat
masih menunggu pendataan dari Satkorlak).
Gempa Bumi yang tiada hentinya menunjam paparan tektonik Indonesia semestinya bisa dijadikan
pelajaran berharga bagi seluruh Stakeholder Bangsa (Pemerintah, Akademisi, Ilmuwan, Peneliti)
untuk merumuskan formulasi pendeteksian dini sekitar wilayah rawan bencana serta menggalakkan
sosialisasi/pemahaman untuk antisipasi dini penanggulangan bencana alam (gempa bumi). Tentunya
hal ini bisa diantsipasi dengan memberikan dukungan kepada peningkatan Program Early Warning
System (EWS) dan Mitigasi Bencana Geologi untuk memetakan Zonasi Wilayah Potensi Gempa.
Sudah saatnya air mata bangsa ini berhenti menangis hanya karena ketidakmampuan kita untuk
mengidentifikasi bencana alam, saatnya kita bangkit (tidak saling melempar tanggung jawab) bersatu
mempersiapkan langkah antisipatif dan indentfikasi kegempaan yang dilaksanakan secara sistematis,
berkelanjutan dan terukur untuk meminimalisir potensi dari dampak bencana tersebut diatas.
Akhirnya, sebagai hamba Allah SWT kita hanya mampu berikhtiar danFirst Desicion Maker atas
semuanya adalah Sang Penguasa Alam. Amin

Lempeng Indonesia

Indonesia merupakan daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng IndoAustralia, Eurasia dan lempeng Pasific. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan
lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan Nusatenggara, sedangkan dengan
Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Di sekitar lokasi pertemuan lempeng ini
akumulasi energi tabrakan terkumpul sampai suatu titik dimana lapisan bumi tidak lagi
sanggup menahan tumpukan energi sehingga lepas berupa gempa bumi. Pelepasan
energi sesaat ini menimbulkan berbagai dampak terhadap bangunan karena percepatan
gelombang seismik, tsunami, longsor, dan liquefaction. Besarnya dampak gempa bumi
terhadap bangunan bergantung pada beberapa hal; diantaranya adalah skala gempa,
jarak epicenter, mekanisme sumber, jenis lapisan tanah di lokasi bangunan dan kualitas
bangunan.

Peristiwa tektonik yang cukup aktif, selain menimbulkan gempa dan tsunami, juga
membawa berkah dengan terbentuknya banyak cekungan sedimen (sedimentary basin).
Cekungan ini mengakomodasikan sedimen yang selanjutnya menjadi batuan induk
maupun batuan reservoir hydrocarbon. Kadungan minyak dan gas alam inilah yang kini
banyak kita tambang dan menjadi tulang punggung perekonomian kita sehingga tahun
1990-an.

Peta Tektonik dan Gunung Berapi di Indonesia. Garis biru melambangkan batas antar lempeng tektonik,
dan segitiga merah melambangkan kumpulan gunung berapi.Sumber: MSN Encarta Encyclopedia

Indonesia, juga merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik
karena berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian
selatan, Lempeng Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Hal
ini mengakibatkan Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona
tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic arc dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang

berbatasan langsung dengan zona tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif
akibat patahan yang biasa terdapat di darat maupun di laut. Pada daerah ini material
batuan penyusun utama lingkungan ini juga sangat spesifik serta mengandung potensi
sumberdaya alam dari bahan tambang yang cukup besar. Volcanic arc merupakan jalur
pegunungan aktif di Indonesia yang memiliki topografi khas dengan sumberdaya alam
yang khas juga. Back arc merupakan bagian paling belakang dari rangkaian busur
tektonik yang relatif paling stabil dengan topografi yang hampir seragam berfungsi
sebagai tempat sedimentasi. Semua daerah tersebut memiliki kekhasan dan keunikan
yang jarang ditemui di daerah lain, baik keanegaragaman hayatinya maupun
keanekaragaman geologinya.

Indonesia merupakan negara yang secara geologis memiliki posisi yang unik karena
berada pada pusat tumbukan Lempeng Tektonik Hindia Australia di bagian selatan,
Lempeng Eurasia di bagian Utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur laut. Lempeng
Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa dan
Nusatenggara, sedangkan dengan Pasific di utara Irian dan Maluku utara. Hal ini
mengakibatkan Indonesia mempunyai tatanan tektonik yang komplek dari arah zona
tumbukan yaitu Fore arc, Volcanic arc dan Back arc. Fore arc merupakan daerah yang
berbatasan langsung dengan zona tumbukan atau sering di sebut sebagai zona aktif
akibat patahan yang biasa terdapat di darat maupun di laut. Pada daerah ini material
batuan penyusun utama lingkungan ini juga sangat spesifik serta mengandung potensi
sumberdaya alam dari bahan tambang yang cukup besar.
Ada dua hal utama yang membedakan antara Bumi dengan planet-planet yang lain di dalam Sistem Tata
Surya, yaitu:
1) Bumi memiliki air dalam jumlah besar dan membentuk sub-sistem hidrosfer sedang planet-planet
yang lain tidak memiliki air. Dengan kata lain, hidrosfer hanya dijumpai di Bumi dan tidak dijumpai di
planet-planet yang lain.
2) Di Bumi terdapat fenomena tektonik lempeng sedang di planet-planet yang lain tidak ada. Fenomena
tektonik lempeng mengindikasikan bagian internal Bumi yang cair dan memiliki energi panas yang tinggi.
Berlangsungnya siklus hidrologi, siklus batuan dan siklus tektonik di Bumi berkaitan erat dengan keberadaan
dua hal tersebut. Siklus hidrologi tidak dapat berlangsung bila di Bumi tidak ada hidrosfer, sedang siklus batuan
dan tektonik tidak dapat berlangsung bila tidak ada tektonik lempeng. Dengan demikian, bila keberadaan
hidrosfer dan tektonik lempeng hanya ada di Bumi, maka ketiga siklus tersebut hanya berlangsung di Bumi dan
tidak dapat berlangsung di planet-planet yang lain.

Tsunami adalah fenomena gelombang raksasa yang melanda ke daratan. Fenomena ini dapat terjadi karena
gempa bumi atau gangguan berskala besar di dasar laut, seperti longsoran bawah laut atau erusi letusan
gunungapi di bawah laut (Skinner dan Porter, 2000). Gelombang tsunami dapat merambat sangat cepat (dapat
mencapai kecepatan 950 km/jam), panjang gelombangnya sangat panjang (dapat mencapat panjang 250 km). Di
samudera, tinggi gelombang tsunami cukup rendah sehingga sulit diamati, dan ketika mencapai perairan dangkal
ketinggiannya dapat mencapai 30 m. Sifat kedatangan gelombang tsunami sangat mendadak dan tidak adanya
sistem peringatan dini merupakan penyebab dari banyaknya korban jiwa yang jatuh ketika gelombang tsunami
melanda ke daratan pesisir yang banyak penduduknya. Contoh yang paling mutakhir peristiwa kencana tsunami
ini adalah ketika tsunami melanda pesisir barat dan utara Pulat Sumatera di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
pada tanggal 26 Desember 2004.
Tsunami yang terjadi karena gempa bumi atau longsoran di bawah laut kejadiannya berkaitan erat dengan sistem
interaksi lempeng kerak bumi yang membentuk sistem penunjaman dan palung laut dalam. Sementara itu,
tsunami yang terjadi karena erupsi letusan gunungapi kejadiannya berkaitan erat dengan kehadiran gunungapi
bawah laut, baik yang muncul di permukaan laut maupun yang tidak muncul di permukaan laut. Dengan
demikian, potensi suatu kawasan pesisir untuk dilanda tsunami dapat diperhitungkan dari keberadaan sistem
penunjaman lempeng yang membentuk palung laut dalam, dan keberadaan gunungapi bawah laut. Meskipun
demikian, kita tidak dapat melakukan prediksi tentang kapan akan terjadinya tsunami karena kita tidak dapat
melakukan prediksi tentang kapan terjadinya gempa, longsoran bawah lautm atau letusan gunungapi bawah laut
yang dapat mencetuskan tsunami.
Dalam sejarah moderen, di Indonesia pernah terjadi tsunami karena erupsi letusan gunungapi, yaitu ketika
Gunung Krakatau di Selat Sunda meletus pada tahun 1883. Sementara itu, tsunami yang terjadi karena londsoran
bawah laut pernah terjadi pada tahun 1998 di sebelah utara Papua New Guinea (Synolakis dan Okal, 2002;
Monastersky, 1999).
Dari uraian tentang tsunami dan berbagai pencetusnya itu, maka kita dapat menentukan kawasan-kawasan
pesisir yang potensial untuk terlanda tsunami, yaitu dengan memperhitungkan posisi kawasan-kawasan pesisir
terhadap keberadaan sistem penunjaman dan palung laut dalam, serta kehadiran gunungapi bawah laut,
meskipun kita tidak dapat menentukan kapan tsunami akan terjadi. Bagi Kepulauan Indonesia, posisi
geografisnya yang diapit oleh dua samudera (Samudera Pasifik dan Hindia), serta posisi tektonik yang terletak di
kawasan interaksi tiga lempeng kerak bumi utama, dan kehadiran gunungapi bawah laut membuatnya menjadi
sangat potensial untuk terkena bencana tsunami. Gambaran tentang kejadian tsunami di Indonesia dalam dua
dekade terakir dapat dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 1. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa kawasankawasan pesisir Indonesia yang sangat berpotensi terkena tsunami adalah:
1) Kawasan pesisir dari pulau-pulau yang menghadap ke Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Potensi
sumber kejadian tsunami yang utama di kawasan-kawasan itu adalah sistem penunjamanyang ada di hadapan
kawasan-kawasan pesisir itu.

2) Kawasan pesisir dari pulau-pulau di kawasan Laut Banda. Di kawasan ini, tsunami dapat berasal dari kawasan
Busur Banda maupun berasal dari Samudera Pasifik atau Samudera Hindia yang masuk ke kawasan itu.
3) Kawasan pesisir pulau-pulau yang berhadapan dengan gunungapi bawah laut, seperti kawasan pesisir di kedua
sisi Selat Sunda yang mengelilingi Gunung Krakatau.

Koreksi untuk Tabel 3. Pada nomor urut ke-10, tertulis Pangandaran, Jawa Tengah; yang benar adalah
Pangandaran, Jawa Barat. Terima kasih untuk Sdr. Yan Yan (Komentar 1) yang menunjukkan kekeliruan ini.

Energi-penggerak Dasar
Untuk menghidupkan ciptaannya, Tuhan memberikan kepada semua ciptaannya suatu
kondisi yang membuat semuanya dapat bergerak secara otomatis. Semua itu dimulai
dari partikel-partikel subatomik. Partikel-partikel subatomik menyusun apa yang kita kenal sebagai tiga
komponen atom, yaitu: proton, neutron dan elektron. Selanjutnya, atom-atom menyusun apa yang disebut
sebagai unsur. Kita mengenal 92 unsur alamiah (lihat Tabel Periodik).
Unsur-unsur alamiah kemudian membentuk mineral-mineral, dan mineral-mineral berkombinasi membentuk
berbagai jenis batuan.

Tuhan memberikan kekuatan kepada partikel-partikel subatomik, dan demikian pula kepada ketiga komponen
atom. Dengan kekuatan-kekuatan tersebut semuanya bergerak, alam semesta, termasuk menggerakkan
kehidupan di Bumi.
Proses alam berlangsung sesuai dengan ketetapan penciptanya. Partikel-partikel subatomik terus berinteraksi
tanpa bisa diganggu oleh manusia. Demikian pula dengan elektron yang selalu bergerak mengelilingi inti atom.
Reaksi fission (fission, the splitting of a nucleus into two daughter nuclei), fusion(fusion of two parent
nuclei into one daughter nucleus), penangkapan neutron (neutron capture, used to create radioactive
isotopes), dan peluruhan(various decay modes, in which nuclei spontaneously eject one or more particles
and lose energy to become nuclei of lighter atoms), semua terus berlangsung di alam semesta, termasuk di Bumi
yang kita diami ini. Kelanjutannya adalah semua proses alam terus berlangsung, baik disukai maupun tidak oleh
manusia, mengikuti ketentuan penciptanya.
Pada tahapan yang lebih jauh, Bumi, dihidupkan dengan gerakan lempeng-lempeng kerak bumi, volkanisme,
tiupan angin, hujan, sinar matahari, fotosintesis, metabolisme sel. Disukai atau tidak disukai oleh manusia,
semua proses itu terus berjalan sesuai dengan ketetapan Tuhannya. Semua itu tidak terlepas dari proses-proses
dasar yang berlangsung pada tingkat atomik.
Akal untuk memahami Proses Alam
Manusia diberi pikiran dan akal oleh Tuhan untuk dapat memahami alam, termasuk proses-prosesnya.
Pemahaman manusia akan alam dan kemampauan memanfaatkannya dengan bijaksana menentukan tingkat
kesejahteraan manusia itu sendiri. Sebaliknya, kegagalan manusia dalam memahami alam akan menyebabkan
manusia mengalami hal yang sebaliknya. Manusia akan sengsara. Contoh yang sederhana adalah api.
Pembakaran api yang terkendali telah terbukti memberikan manfaat yang sangat banyak bagi kehidupan
manusia. Mulai dari memasak di dapur, sampai meluncurkan pesawat ke ruang angkasa. Sebaliknya,
pembakaran yang tidak dikendalikan juga telah terbukti menimbulka kerugian, seperti kebakaran rumah atau
bangunan, kebakaran atau pembakaran hutan.
Ketika proses-proses alam itu berlangsung dan mengenai manusia, manusia mengatakan itu sebagai bencana,
seakan-akan proses itu memang ditujukan untuk membuat manusia menderita, sengsara atau mengalami
kerugian. Tulisan ini memberikan gambaran tentang berbagai proses alam tersebut berkaitan dengan
berlangsungnya kehidupan di Bumi ini.

Indonesia Rawan Gempa Akibat Pertemuan


Lempeng Tektonik

Zona gempa di Indonesia (Foto: Ist)

- Sejumlah wilayah di Indonesia berualang kali dilanda gempa bumi. Dalam retang waktu yang terbilang singkat
gempa mengguncang Tasikmalaya, Yogyakarta, Aceh, Nusa Tenggara Barat, Toli-Toli, Sulawesi Tengah. Akibat
gempa tidak hanya merusakan bangunan, namun banyak menelan korban jiwa. Lalu seperti apa antisipasi dalam
menghadapi ancaman gempa di Tanah Air?
Menurut Kepala Badan Geologi Departemen ESDM R Sukhyar, selama ada dinamika di lapisan bumi, maka akan
tetap terjadi potensi gempa. "Setiap hari kita mencat ada gempa, cuma skalanya beragam. Lempeng-lempeng
yang bergerak menjadikan potensi gempa," paparnya saat berbincang dengan okezone, Rabu (9/9/2009).
Potensi gempa di Indonesia memang terbilang besar, sebab berada dalam pertemuan sejumlah lempeng tektonik
besar yang aktif bergerak. Daerah rawan gempa tersebut membentang di sepanjang batas lempeng tektonik
Australia dengan Asia, lempeng Asia dengan Pasifik dari timur hingga barat Sumatera sampai selatan Jawa, Nusa
Tenggara, serta Banda.
Kemudian interaksi lempeng India-Australia, Eurasia dan Pasifik yang bertemu di Banda serta pertemuan
lempeng Pasifik-Asia di Sulawesi dan Halmahera. Kata Sukhyar, terjadinya gempa juga berkaitan dengan sesar
aktif. Di antaranya sesar Sumatera, sesar Palu, atau sesar di yang berada di Papua. Ada juga sesar yang lebih kecil
di Jawa seperti sesar Cimandiri, Jawa Barat.
Berhubung sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat memprediksi baik waktu, tempat dan intensitas
gempa di Indonesia, maka zona-zona yang masuk rawan gempa harus mendapat perhatian. Sukhyar
menjelaskan, ada dua pendekatan untuk mengantisipasi terjadinya gempa agar tidak menimbulkan dampak yang
besar.
Pertama, pendekatan struktural yakni mengikuti kaidah-kaidah konstruksi yang benar dan memasukan
parameter kegempaan dalam mendirikan bangunan. "Ya bisa dikatakan rumah tahan gempalah," imbuhnya yang
menilai rumah jenis ini tidak identik mahal namun dibangun sederhana tapi memerhatikan parameter
kegempaan.
Kedua, pendekatan nonstruktural dengan membuat peta rawan bencana gempa. Informasi potensi gempa ini
dimasukan dalam perencanaan wilayah. Ketiga, intensif melakukan sosialisasi kepada masyarakat terhadap
pemahaman dan pelatihan penyelamatan dampak gempa. "Baik secara langsung mapun jalur pendidikan,"
terang Sukhyar.
Bencana dan Berkah Lempeng Tektonik Bagi Indonesia

Gempa yang menguncang Jawa, Sumatra, Bali yang terjadi tanggal 2


September lalu, semakin menegaskan bahwa Indonesia adalah wilayah
rawan bencana. Secara geologi Indonesia berada di jalur "cincin api" (ring
of fire), yang merupakan jalur patahan dan gunung api yang melingkar di
sepanjang Samudra Pasifik, membentang 40.000 km mulai dari Peru dan
Cile (Amerika Selatan), Amerika Tengah, Kepulauan Aleutian, Kepulauan
Kuril, Jepang, Filipina, Indonesia, Tonga, hingga Selandia Baru. Tercatat 81
persen gempa bumi terbesar terjadi di jalur ini. Berdasarkan Survei

Geologi Amerika Serikat, rata-rata terjadi 19,4 gempa bumi berkekuatan


di atas 7 skala Richter setiap tahunnya.

Gambar. Kondisi Tektonik Lempeng Indonesia


Pada dasarnya, seluruh wilayah Indonesia rentan terhadap bencana
gempa bumi, kecuali Kalimantan. Gempa-gempa tektonik banyak dijumpai
di jalur subduksi Sunda (Sumatra-Jawa-Bali-Nusa Tenggara), subduksi
Banda (wilayah Laut Banda), Zone Tumbukan Maluku dan Papua.Tektonik
lempeng di Pulau Jawa sendiri didominasi dengan subduksi dari lempeng
Australia sebelah utara-timur dibawah lempeng Sunda dengan kecepatan
pergerakan 59 mm/tahun. Wilayah sekitar lempeng antar
alempengAustralia dan lempeng Sunda secara seismic sangat aktif, yang
sering menimbulkan gempa di wilayah ini.
Program mitigasi yang terpadu pada dasarnya dikembangkan oleh Badan
Geologi bekerjasama dengan institusi lainnya, meliputi pengembangan
sistem pemantauan, pengembangan sistem peringatan dini (early warning
system), pembuatan peta-peta informasi bencana, sosialisasi, dll.
Teori Pergerakan Lempeng
Menurut teori kerak bumi (litosfer) dapat diterangkan ibarat suatu rakit
yang sangat kuat dan relative dingin yang mengapung di atas mantel
astenosfer yang liat dan sangat panas, atau bisa juga disamakan dengan
pulau es yang mengapung di atas air laut. Ada dua jenis kerak bumi yaitu
kerak samudera yang tersusun oleh batuan yang bersifat basa dan sangat
basa, yang dijumpai pada samudera yang sangat dalam, dan kerak benua
yang tersusun dari batuan asam dan lebih tebal dari kerak samudera.
Kerak bumi yang menutupi seluruh permukaan bumi, namun akibat
adanya aliran panas yang mengalir di dalam astenosfer menyebabkan
kerak bumi ini pecah menjadi bebrapa bagian yang lebih kecil yang

disebut lempeng kerak bumi. Dengan demikian lempeng dapat terdiri dari
kerak benua, kerak samudera atau keduanya. Arus konveksi tersebut
merupakan kekuatan utama yang menyebabkan terjadinya pergerakan
lempeng.Pergerakan lempeng kerak bumi ada tiga macam, yaitu
pergerakan yang saling mendekat, saling menjauh, dan saling
berpapasan.
Pergerakan lempeng saling mendekati akan menyebabkan tumbukan
dimana salah satu dari lempeng akan menujam ke bawah. Daerah
penujaman membentuk suatu palung yang dalam, yang biasa merupakan
jalur gempa bumi yang kuat. Dibelakang alur penujaman akan terbentuk
rangkaian kegiatan magmatic dan gunung api serta berbagai cekungan
pengendapan. Salah satu contohnya terjadi di Indonesia, pertemuan
antara kedua lempeng Indo-Australia dan lempeng Eurasia menghasilkan
jalur penujaman di selatan pulau Jawa dan jalur gunung api Sumatera,
Jawa dan Nusa tenggara, dan berbagai cekungan seperti Sumatera Utara,
Sumatera Tengah, Sumatera Selatan dan cekungan Jawa Utara.
Pergerakan lempeng saling menjauh akan menyebabkan penipisan dan
peregangan kerak bumi dan akibatnya terjadi pengeluaran material baru
dari mantel membentuk jalur magmatic atau gunung api. Contoh
pembentukan gunung api di pematang tengah samudera di laut Pasifik
dan benua Afrika.
Pergerakan saling berpapasan dicirikan ileh adanya sesar mendatar yang
besar seperti misalnya sesar besar San Andreas di Amerika.Pergerakan
lempeng kerak bumi yang saling bertumbukan akan membentuk zona
subduksi dan menimbulkan gaya yang bekerja baik horizontal maupun
vertical, yang akan membentuk pegunungan lipatan, jalur gunung
api/magmatic, persesaran batuan dan jalur gempa bumi serta
terbentuknya wilayah tektonik tertentu. Selain itu terbentuk juga berbagai
jenis cekungan pengendapan batuan sedimen seperti palung (parit),
cekungan busur muka, cekungan antar gunung dan cekungan busur
belakang.
Berkah dari Lempeng Tektonik Indonesia
Tidak seluruhnya dari hal ini kita anggap bencana. Jalur gunung api yang
terjadi akibat subduksi antar lempeng dari erupsi gunungapi
yang terjadi berupa abu gunungapi membawa unsur hara yang
menyuburkan tanah.Endapan mineral logam, seperti emas, tembaga dan
nikel, akan banyak dijumpai berasosiasi dengan lingkungan gunungapi.
Di wilayah jalur gunung api/magmatic biasanya akan terbentuk zona
mineralisasi emas, perak dan tembaga, sedangkan pada jalur penujaman
akan ditemukan mineral kromit.Setiap wilayah tektonik memiliki cirri atau
indikasi tertentu, baik batuan, mineralisasi, struktur maupun kegempaan.
Intrusi-intrusi dangkal di sekitar gunungapi menyediakan energi panas
bumi yang sangat besar yang bisa dimanfaatkan sebagai pembangkit
listrik.

Magmatic arc di sepanjang Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara


kaya disseminated (poryphyry) copper dalam tubuh-tubuh
intrusifnya, vein depositnya kaya akan timbal, emas, perak, molybdenum,
seng, timah, dan tungsten. Ofiolit di bekas-bekas jalur subduksi atau
obduksi seperti di Sulawesi dan Halmahera kaya akan nikel dan kromium.
Emas, polymetallic suphide, platinum, perak benar-benar tersebar
mengikuti tepi lempeng. Lempeng tektonik juga yang penyebab kekayaan
minyak dan gasbumi, serta batubara di cekungan-cekungan sedimen di
Indonesia Barat maupun Indonesia Timur. Kalau tak ada pergerakan
lempeng di timur Sulawesi, niscaya wilayah ini tak mempunyai minyak
dan gas.
Lempeng Tektonik Indonesia
Lempeng Australia bergerak mendekati Jawa sudah terjadi sejak 50juta tahun yang
lalu. Ya 50 juta tahun yang lalu !! Kecepatan reratanya memang 6-7cm/tahun. Jadi
kejadian pergerakan lempeng itu bukan baru-baru ini saja. Nah kalau disebutkan
sedang bergerak ya jelas aja wong sudah lama juga begitu kok.
Nah dibawah ini saya cantumkan urutan peta jadul (jaman dulu), tapi bukan jaman
kakek nenek, ini peta hasil rekonstruksi geologi yg dibuat Oleh Robert Hall dari Royal
Halloway - University of London.
Nah peta-peta jadul diatas sudah meyakinkan semua ahli kebumian bahwa
pergerakan plate (kerak-kerak bumi) ini sudah terjadi sejak dahulu. Jadi bukan hanya
baru-baru ini saja, apalagi bergerak akibat gempa kemaren, ya jelas bukan lah yaw.
Itulah sebabnya muncul gunung api dan juga terbentuknya patahan-patahan di muka
bumi terutama di Pulau Jawa bagian selatan dan juga bagian barat Pulau Sumatra, ini
semua akibat gerakan lempeng-lempeng atau kerak-kerak ini.
Bagaimana dengan ramalan 11 hari itu ?
Lah kalau cuman ada yang bilang bahwa besok ada gempa dibumi ini ya jangan kaget.
Wong seluruh bumi ini mengalami gempa kekuatan 5SR setiap hari, hanya saja
tempatnya berpindah-pindah. Dan urutannya terlihat acak tak beraturan.Nah yg
lebihkrusial angka 11 hari ini .... darimana angkanya ? Tetapi bahwa kita harus tetep
waspada itu sudah seharusnya sejak lahir. Karena Indonesia (terutama Sumatra dan
Jawa) merupakan "disaster prone area" - daerah yg selalu akan mengalami bencanaa
alam gempa dan tsunami utk pantai selatannya.

Gunung Merapi dan Gempa di Jawa Tengah

Kalo saya kaitkan dengan data tahun2 letusan Merapi (berdasarkan Suparto S.
Siswowidjojo di http://vsi.esdm.go.id ) yang dicatat sejak 1871, ketika gempa 1937
Merapi justru sedang beristirahat (antara 1935 - 1939) dan baru meletus lagi dengan
puncaknya pada 23 Desember 1939 serta 24 Januari 1940. Pada gempa 1943, Merapi
sedang memasuki tahap akhir meletusnya setelah mencapai puncak letusan pada Juni
1942 (dan disebutkan Merapi istirahat pada masa 1943 - 1948). Dan saat gempa 1981,
Merapi memang sedang aktif2nya (dengan letusan antara 1975 - 1985 alias 10 tahun
periode terpanjang dalam catatan) dengan puncak letusan pada 15 Juni 1984.
Untuk gempa 1867 mohon maaf tidak ada catatan keaktifan Merapi saat itu. Kalo dilihat
dari sini hanya gempa 1981 (dan juga gempa 2006 ini) yang terjadi bersamaan dengan
meningkatnya aktivitas Merapi. Apakah kemudian bisa dikatakan kalo gempa2 kuat di
Yogya seperti gempa 2006 ini berkaitan dengan kegiatan Merapi, seperti pendapat Dr.
Surono (PVBMG Dept. ESDM), Dr Benyamin Sapi'ie (Teknik Geologi ITB) dan USGS ?
Saya merasa koq tidak begitu ya, jika melihat waktu2 terjadinya gempa kuat Yogya
tidak selalu sinkron dengan saat2 aktivitas Merapi. Apalagi Dr. Fauzi (dari BMG) pernah

berpendapat aktivitas dapur magma justru membuat patahan didekatnya menjadi '
lunak ' hingga aseismik. Bagaimana menurut anda ?Saya berpendapat bahwa kegiatan
Gunung Api sendiri merupakan rangkaian kegiatan tektonik. Sehingga saya yakin ada
hubungan diantara keduanya. Yang meyulitkan adalah ketika kita mencoba merangkai
apakah Gunung Api memicu kegempaan atau gempa memicu volkanisme. Saya kira
bisa dua-duanya. Hanya saja kita perlu hati-hati mengkajinya. Salah satu nya dengan
kronologi kejadian tersebut. Saya sendiri yakin hubungan feedback-effect (bolak-balik)
keduanya. Nah yg lebih menyulitkan kalau dihubungkan dengan tektonik regional dan
global. Gempa Aceh dengan kekuatan 9.2 SR akhir tahun 2004 lalu sangat mungkin
sebagai pemicu gempa di Nias, Bengkulu, serta aktifitas Gunung Api di Sumatra dan
Jawa barat (Merapi dan Tangkuban Perahu). Jarak antara lokasi-lokasi ini sangat jauh,
tetapi urutan kronologisnya memang seperti itu. Hanya saja kita mesti tahu bahwa
hubungan kronologis (urutan) belum tentu menunjukkan hubungan kausalis (sebab
akibat).
Kembali ke gempa 2006 ini, kalo soal daerah2 yang rusak parah - moderat akibat
gempa ini, sepertinya sudah ada petanya berdasarkan foto satelit. Dapat saya
tambahkan disini, berdasarkan koran lokal, di Piyungan - Patuk jalan beraspalnya
retak2 dan beberapa terbelah (kalo menurut data EMSC, daerah ini adalah
episentrumnya). Di Prambanan Stasiun KA-nya hancur, tinggal dinding2nya saja,
sementara stasiun2 KA lain tidak separah itu. Rel KA pada ruas Prambanan - Srowot
ada yang bengkok, bahkan patah. Di sekitar Klaten pula ada penduduk yang
menyaksikan muncratnya air berlumpur setinggi +/- 2 m di pekarangan rumahnya
ketiga gempa meletup (mungkin sand volcano, atau akibat liquiefaction ?). Mata air
besar di Jl. Kaliurang km 10 sekarang mengeluarkan air berlumpur (liquiefaction
juga ?). Di kota Bantul ada jalan yang aspalnya juga terbelah. Kalo untuk Parangtritis,
terus terang saya belum punya gambaran, kemarin tidak bisa sampai ke sana.
Demikian pula dengan posisi jembatan Kretek - di atas Sungai Opak dan persis juga di
atas patahan - belum ada informasinya apakah retak / bergeser apa tidak. Yang jelas
tidak diragukan lagi kalo gempa ini terkait dengan aktivitas patahan Opak, seperti yang
diduga
Peta kerusakan yang di peroleh dari UNOSAT menunjukkan daerah Piyungan Patuk
sangat parah. Daerah ini paling dekat dengan aftershock. Dan inilah yang saya kira
benar-benar menunjukkan bahwa aftershock lebih membahayakan ketimbang
mainshock, karena kondisi bangunan yg sudah rapuh dihantam mainshock. Tempattempat yg mengalami kerusakan terutama disebelah barat dari lokasi gempa ini.
Mengapa ? Selain daerah kerusakan ini lebih padat penduduk dibandingkan sebelah
timur yg berupa pegunungan selatan, daerah ini dibawahnya terususun oleh batuan
lunak yg akan meredam energi gempa artinya terjadi percepatan gelombang dilokasi
ini. Bayangkan kalau energi diserap disini artinya banyak energinya yg dilepaskan
dalam menggetarkan daerah ini. Bagian timur dari daerah ini berupa perbukitan terdiri
atas batuan keras. Dengan demikian energi gelombang akan melewatinya dan
percepatan gelombangnya relatif lebih kecil dan daya rusaknya juga lebih kecil. Namun
gelombang gempa ini menjalar jauh kearah timur. Bahkan menurut laporan USGS
getaran ini dirasakan hingga di daerah Bali.

Memang luar biasa kalo gempa dengan magnitude Mb = 5,9 SR ini (Mw = 6,3) ternyata
bisa mematahkan rel KA, satu hal yang - menurut saya - tidak mungkin kecuali jika
ada patahan di bawah rel KA itu yang bergeser. Dan kalo saya (iseng) menghitung,
dengan panjang patahan 100 km (menurut BMG) dan lebar (anggap saja) 20 km
(terkaan sangat kasar dari distribusi episentrum aftershock-nya), patahan ini telah
bergeser 7,5 cm (jika merunut pada nilai momen seismik versi USGS).
Saya sendiri kurang paham apakah gempa 1867, 1937, 1943 dan 1981 juga berkait
dengan patahan ini, bagaimana menurut anda ?

Pengetahuan gempa yg disebabkan oleh aktifitas tektonik sendiri baru diketahui


beberapa dekade belakangan ini. Teori plate tektonikpun juga baru setengah abad yang
lalu diketahui. Artinya menghubungkan keduanya harus dilakukan ulang dengan
menggunakan teori baru. Kita harus mencoba memisahkan gejala gempa yg dipicu
volkanis dan sebaliknya. Lokasi-lokasi episenter jaman dulupun belum tentu memiliki
ketepatan yg diharapkan membantu analisa ini. Data kegempaan yg saya miliki hanya
setelah tahun 1960 (dari USGS). Sehingga hanya satu gempa besar (1981) yg masuk
dalam database.

Saya tertarik dengan masa depan dari aktifnya patahan ini. Kalo orang2 berpendapat
patahan ini bergerak kembali akibat meningkatnya aktivitas Merapi, menurut saya koq
sebaliknya ya. Berkaca dari Gempa Filipina Juni 1990 - yang juga ditimbulkan oleh
patahan geser dengan episentrum 100 km dari Gunung Pinatubo - yang diduga kuat
membangunkan Gunung Pinatubo (setelah tertidur 600 tahun) dan menimbulkan erupsi
ultraplinian di Juni 1991, saya berpendapat justru aktivitas patahan Sungai Opak ini
bisa memicu dapur2 magma disekitarnya (Merbabu, Merapi, Lawu). Apalagi Merbabu
dan Lawu sudah sangat lama tertidur, sementara Merapi punya sejarah erupsi dahsyat
di masa silam (seperti kata van Bemmelen).

Saya juga sekarang konsen dengan patahan-patahan selatan Pulau Jawa. Mulai dari
Patahan Cimandiri , hingga Patahan Opak (Opak Fault), Grindulu Fault serta patahanpatahan di Tulung agung. Patahan-patahan ini perlu diteliti lebih lanjut tentunya,
terutama sisi seismisitasnya. Banyak diantara daerah ini yamng merupakan seismic gap
(tidak ada aktifitas seismic dalam beberapa waktu (decade) lalu.

Tentang Merapi, meski sudah lama saya membaca teorinya van Bemmelen tentang
erupsi dahsyat 1006 M yang memaksa migrasi Kerajaan Mataram Hindu ke Jawa Timur,
sebelumnya saya merasa ragu. Apalagi pak MT Zen - yang ber kali2 mendaki Merapi dalam sarasehan menyambut VIG 2006 kemarin menyatakan tidak ada endapan
vulkanik sangat asam sebagai bukti terjadinya erupsi eksplosif di Merapi. Namun pasca
gempa 2006 ini - dan setelah secara kebetulan membaca erupsi Gunung St Helena
1980 di Wikipedia - saya jadi ada gambaran tentang (kemungkinan) letusan Merapi
saat itu. Mungkin saja letusan itu didahului dengan gempa kuat seperti gempa 2006 ini,
dengan episentrum persis di bawah lereng barat Merapi, hingga lereng itu ambrol,
longsor ke barat daya mengubur candi Borobudur, sekaligus membuka diatrema hingga
ke puncaknya. Akibatnya magma pada reservoir di bawah puncak Merapi langsung
berhubungan dengan udara luar, hingga langsung keluar menghasilkan erupsi besar
tipe plinian. Mekanisme sejenis juga berlangsung menjelang erupsi St Helena dan saat
itu magnitud gempanya pun tak besar (5,1 menurut USGS) Tapi sudah cukup membuat
lereng utara gunung (dan juga cryptodome di puncaknya) rontok dengan volume
ultragigantik (3 milyar meter kubik).

Sepertinya status AWAS Gunung Merapi harus dipertahankan selama beberapa waktu
mendatang. Memang banyak indikasi bahwa aktifitas gempa yg memicu aktifitas
gunung api sudah banyak dijumpai, walaupun tidak spesifik untuk Gunung Merapi.
Secara proses pembentukannya keduanya memang saling berhubungan sejak
terciptanya bumi ini. Saat ini hanyalah proses kelanjutan dari proses terciptanya bumi
dengan segala aktifitasnya.

Dan Patahan Itu Hidup Lagi ?

BMG menyatakan gempa Yogya 27 Mei 2006 ini memiliki episentrum di dasar samudera
Hindia pada koordinat 8,26deg LS 110,31deg BT, dalam jarak 37 km diselatan kota Yogya.
Sementara USGS menyatakan posisi episentrum justru adadi kawasan Pantai Samas atau
tepatnya di muara Sungai Opak, pada koordinat8,007deg LS 110,286 deg BT sejauh 20 km
ke arah selatan dari kota Yogya.Sementara EMSC - dari Eropa - menyatakan pusat gempa
justru ada di sebelah timur Yogya, tepatnya di bawah kawasan Piyungan - Patuk pada
koordinat7,851deg LS 110,463 deg BT sejauh 12 km dari Yogya. Namun ketiga lembaga itu
sama2 menyatakan bahwa gempa tektonik ini berasaldari pure strike-slip alias pergeseran
mendatar, bukan gerak naik / turun sebagaimana yang biasa terjadi pada zona subduksi.

Lepas dari pihak mana yang paling akurat, posisi2 episentrum ini cukup menarik.
Episentrum-nya USGS berada tepat di sebuah patahan yang berarahtimur laut - barat daya
dan membentang mulai dari kawasan utara CandiPrambanan hingga ke muara Sungai Opak.
Episentrum-nya EMSC berada persis di bawah bukit2 kapur Pegunungan Sewu yang menjadi
bagian horst patahan ini. Sementara episentrum-nya BMG, ternyata juga terletak di sekitar
garisimajiner perpanjangan patahan ini ke selatan, menerus ke Samudera Hindia.
Apa yang bisa diartikan dari sini ? (Hampir pasti) bisa dikatakan gempa kuat di Yogya
berkaitan dengan aktivitas patahan Sungai Opak ini. Mungkin hal ini juga yang bisa
menjelaskan mengapa daerah dengan kerusakanterparah (dan korban jiwa terbesar) ada di
sumbu imajiner Bantul - Klaten, karena memang patahan ini membentang dari Bantul
selatan hingga Klaten selatan (kawasan Prambanan). Barangkali hal ini juga yang bisa
menjelaskan ambruknya stasiun KA Prambanan (sementara stasiun2 lainnya hanya rusak
ringan) serta melengkung dan patahnya rel KA di antara stasiun Srowot -Prambanan, suatu
hal yang " luar biasa " bagi sebuah gempa dengan magnitude5,9 - 6,3 skala Richter, yang
lebih kecil dibanding misalnya gempa Nias ataupun gempa Kep. Mentawai tahun silam.
Tentang patahan ini, bila anda pernah berwisata ke Parangtritis, sebelum memasuki gerbang
kawasan wisata itu anda akan melintasi jembatan gantung yang membentang di atas sebuah
sungai. Itulah Sungai Opak. Selain melintasi sungai, persis di jembatan ini anda sebenarnya
juga sedang melintasi patahanSungai Opak, yang terpendam di bawah endapan vulkanik
Gunung Merapi. Panorama di sebelah selatan jembatan tadi berbeda dibanding sebelah utara
yang relatif datar. Selain bukit2 kapur, di sini juga terdapat mata airpanas (hot springs)
Parangwedang, yang tidak berkaitan dengan aktivitas vulkanik ataupun post-vulkanik, namun
disebabkan oleh patahan. Rupanya ruangdi bawah horst diisi oleh magma, namun bidang
patahannya masih cukup kuat untuk menahan tekanan magma - beda dengan patahan
sejenis di utara, yang tak sanggup menahan tekanan magma hingga magma bisa muncul ke
permukaan Bumilewat bidang patahan dan terbentuklah jajaran gunung-gunung api Merapi,
Merbabu dan Ungaran. Meski begitu magma di bawah horst tadi sudah cukup mampu untuk
memanaskan air bawah tanah, yang kemudian keluar melewati bidang patahan sebagai air
panas.
Patahan ini pernah diteliti di akhir 1980-an dan disimpulkan bahwa ia telah mati. Sehingga
tidak pernah diperhitungkan sebagai salah satu potensi bahaya bagi Yogyakarta dan
sekitarnya. Fokus potensi bahaya di Yogya kemudian lebih ditekankan pada ancaman letusan
Merapi serta gerakan tanah. Gempa tektonik - kalaupun ada - dianggap diletupkan oleh zona
subduksi yang berada 300 km diselatan Yogya. Jauh hari sebelumnya Yogya dan sekitarnya
juga pernah diguncang gempa besarpada Juni 1867, dengan magnitude sekitar 7. Gempa ini
menimbulkan kerusakan dan korban yang luar biasa hingga manuskrip Kraton Yogya
mencatatnya dengan candrasengkala " obah lapis pitung bumi " alias bergeraknya tujuh
lapisan bumi, yang terjemahannya menunjukkan angka tahun 1867 Masehi. Candrasengkala
ini menunjukkan betapa hebatnya guncangan tanah saat itu, hingga disebutkan

menyebabkan bergeraknya tujuh lapisan bumi. Disini harus diingat bahwa kata " pitu (tujuh)
" dalam kesusastraan Jawa merupakan kataserapan dari sastra Arab, dan digunakan untuk
menyatakan hal yang jamak. Demikian besarnya guncangan saat itu hingga istana air
Tamansari (yang dibangun Hamengku Buwono 1 seabad sebelumnya) rusak berat dan tidak
pernah lagi ditempati / diperbaiki sampai saat ini. Tugu golong gilig yang menjadilambang
kota Yogya sampai ambruk dan terbelah menjadi tiga bagian. Tanah longsor terjadi di manamana, dan dari sini muncullah toponimi " Terban "yang kemudian menjadi nama sebuah
daerah di pinggir Sungai Code, di sebelahselatan kampus UGM.
Kini patahan itu (nampaknya) hidup kembali. Dan di sana, di bawah lembah Sungai Opak,
gempa2 susulan terus berkejaran. Sekilas pergeseran patahan inimemang tidak besar. Bila
gempa megathrust 26 Des 2004 menimbulkan pergeseran(rata-rata) 15 m dan (maksimal)
20 m, di gempa Yogya HANYA 5 - 10 cm. Namun bila kita bandingkan pergeseran ini dengan
pergerakan patahan-patahan sejenis, yang banyak eksis di Jawa Barat seperti patahan
Lembang - Cimandiri - Baribis, dimana kecepatannya (rata-rata) 0,2 mm / tahun,
makanampak pergeserannya cukup besar. Apa yang menyebabkan patahan ini hidup kembali,
apakah gempa megathrust 2004 silam ? Atau aktivitas Merapi yang memang sedang
memuncak setelah istirahat berkepanjangan 5 tahun terakhir (hal yang memang tidak
biasa)? Kita tidak tahu. Demikian juga, bagaimana masa depan patahan ini dan apa
pengaruh getaran gempanya bagi dapur2 magma jajaran gunung2 api Merapi, Merbabu dan
Lawu? Kita juga tidak tahu, dan (harapannya) semoga tidakmuncul hal lain yang lebih buruk.
Sebab rakyat Philipina telah merasakan betapa sebuah gempa besar pada pertengahan Juli
1990 - yang menghancurleburkan kawasan Baguio - dengan pusat berjarak 100 km dari
GunungPinatubo ternyata sanggup membangunkan gunung yang telah 600 tahun terlelap
(dan tererosi berat) dengan munculnya erupsi freatik pada awal April 1991 yang terus
berkembang hingga puncaknya menghasilkan letusan dahsyat ultraplinian pada pertengahan
Juni 1991 dengan semburan abu mencapai ketinggian 34 km. Bumi bercinta, manusia
menangis, kata van Bemmelen. Dan jujur saja, membayangkan semua kemungkinan2 itu,
membuat saya pribadi jadi bergidik ngeri. Apalagi Merbabu dan Lawu memang sudah sangat
lama terlelap, dan Merapi 1.000 tahun silam punya sejarah letusan teramat besar, hingga
sanggup meruntuhkan dinding barat dayanya dan mengalirkan milyaran ton material vulkanik
yang selanjutnya membentur Pegunungan Menoreh, membentuk perbukitan Gendol dan
mengubur candi Borobudur.. Tapi itu ratusan tahun silam yang sempat memaksa
berpindahnya kerajaan Mataram Kuno

Sejarah Geologis Gunung Merapi

Gunung Merapi adalah sebuah gunung berapi di provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang
masih sangat aktif hingga saat ini. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus
sebanyak 68 kali. Letaknya cukup dekat dengan Kota Yogyakarta dan masih terdapat
desa-desa di lerengnya sampai ketinggian 1700 m. Bagi masyarakat di tempat tersebut,
Merapi membawa berkah material pasir, sedangkan bagi pemerintah daerah, Gunung
Merapi menjadi obyek wisata bagi para wisatawan.

Sejarah Geologis
Gunung Merapi adalah yang termuda dalam kumpulan gunung berapi di bagian selatan
Pulau Jawa. Gunung ini terletak di zona subduksi, dimana Lempeng Indo-Australiaterus
bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Letusan di daerah tersebut berlangsung sejak
400.000 tahun lalu, dan sampai 10.000 tahun lalu jenis letusannya adalah efusif.
Setelah itu, letusannya menjadi eksplosif, dengan lava kental yang menimbulkan
kubah-kubah lava.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun
sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar antara lain di tahun 1006, 1786,
1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat seluruh bagian
tengah Pulau Jawa diselubungi abu. Diperkirakan, letusan tersebut menyebabkan
kerajaan Mataram Kuno harus berpindah ke Jawa Timur. Letusannya di tahun 1930

menghancurkan 13 desa dan menewaskan 1400 orang.


Letusan pada November 1994 menyebabkan hembusan awan panas ke bawah hingga
menjangkau beberapa desa dan memakan korban puluhan jiwa manusia. Letusan 19
Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa.
Catatan letusan terakhir gunung ini adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas
tinggi yang berlangsung terus-menerus.

Status terkini
Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus
kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa
Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga
sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat
Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa
aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa
Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah
Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh
kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung
keluar dari kubah Merapi.
1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga
hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini. [1]
4 Juni, aktivitas Gunung Merapi lampaui status awas. Kepala BPPTK DIY Ratdomo Purbo
menjelaskan bahwa dua hari terakhir ini volume lava di kubah Merapi memenuhi
seluruh kapasitas kubah merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan
langsung keluar dari kubah Merapi.
8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengan semburan awan panas
yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha
melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua
terjadi sekitar pukul 09:40 WIB. Semburan awam panas sejauh 5 km lebih mengarah
ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di
utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman

Masa-masa awal terbentuknya Pulau Jawa diperkirakan terjadi lebih dari 60 juta tahun
yang lalu (Zaman Pre-Tersier), ketika pulau ini masih menjadi bagian dari sebuah benua
besar yang dikenal sebagai superbenua Pangea.
Susunan batuan dasar yang membentuk Pulau Jawa memiliki asal-usul dan umur yang
berbeda satu dengan yang lainnya. Jawa bagian barat diperkirakan telah terbentuk pada akhir
Zaman Kapur (145 hingga 65 juta tahun lalu) dan menjadi bagian dari Paparan Sunda
(Sundaland Core), sementara Jawa bagian timur diyakini berasal pecahan kecil benua
Australia (sejumlah peneliti menyebutnya sebagai East Java Microcontinent). Bagian timur
ini diperkirakan mulai menabrak dan bergabung dengan bagian barat sekitar 100-70 juta
tahun yang lalu hingga menciptakan bentuk awal Pulau Jawa yang ada saat ini.
Artinya, Pulau Jawa terbentuk dari gabungan dua lempeng benua dan bagian barat
Pulau Jawa diyakini memiliki umur yang lebih tua dibanding bagian timurnya. Batas
di antara kedua bagian ini tertandai dengan adanya sesar purba yang membentang
dibawah Sungai Luk Ulo di Kebumen, Jawa Tengah, menyeberangi Laut Jawa dan
berakhir di Pegunungan Meratus yang membelah Kalimantan Selatan.

Saat ini, hanya ada tiga tempat yang memiliki rekam jejak sejarah kebumian dari masa awal
terbentuknya Pulau Jawa, yaitu Teluk Ciletuh (Sukabumi, Jawa Barat), Karangsambung
(Kebumen, Jawa Tengah) dan Bayat (Klaten, Jawa Tengah). Rekaman ini tersimpan dalam
bentuk singkapan yang menampakkan batuan dasar tertua yang berumur hingga sekitar 96
juta tahun. Singkapan ini terjadi sebagai akibat dari proses tumbukan antar lempeng disertai
dengan erosi yang berlangsung terus-menerus dalam rentang waktu yang sangat panjang,
jutaan tahun lamanya.

Dari masa ke masa, proses geologis berlangsung tanpa henti, menyusun beragam wujud muka
bumi yang berbeda-beda. Proses pengendapan pertama diperkirakan terjadi antara 54 hingga
36 juta tahun lalu (Kala Eosen). Berbagai material terendapkan di cekungan-cekungan yang
terbentuk akibat peregangan lempeng. Tersingkapnya batuan konglomerat, batugamping,
batupasir serta batubara, menunjukkan ciri pengendapan sungai, danau dan laut dangkal yang
terjadi saat itu.
Pada masa berikutnya, ketika Pulau Jawa sudah mulai terbentuk dengan poros membujur arah
barat dan timur, muncul tekanan dahsyat dari arah selatan. Perlahan namun pasti, lempeng
samudera Indo-Australia yang bergerak ke arah utara menabrak lempeng benua Eurasia dari
sisi selatan pada zona yang berposisi sejajar dengan Pulau Jawa.
Lempeng samudera yang memiliki densitas atau massa jenis yang lebih tinggi mengalami
subduksi atau penunjaman. Peristiwa inilah yang kemudian menjadi penyebab terbentuknya
palung laut, pegunungan, serta aktifitas vulkanik yang memunculkan bentukan gunung
berapi. Sebagian material lempeng samudera Indo-Australia mengalami pelelehan, mencair
menjadi magma dan menciptakan jalur vulkanik dalam posisi sejajar dengan poros panjang
Pulau Jawa.

Inilah kelanjutan peristiwa yang menjadi bagian penting dari rangkaian sejarah terbentuknya
Pulau Jawa, ditandai dengan mulai terbentuk gugusan gunung api purba sebagai jalur
vulkanik yang berjajar di bagian selatan dan menjadi tulang punggung Pulau Jawa jutaan
tahun yang lalu.

Menarik untuk dicatat, dalam kurun waktu antara 36 hingga 10,2 juta tahun lalu ini (Kala
Oligosen Akhir hingga Kala Miosen Awal), pada gugusan gunung api purba di Pulau Jawa
ini, diperkirakan telah terjadi rangkaian peristiwa vulkanisme yang teramat dahsyat. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya penemuan singkapan lapisan batuan piroklastik serta
ditemukannya batupasir vulkanik yang sangat tebal sebagai hasil erupsi gunung berapi purba.
Berdasarkan bukti-bukti geologis yang ditemukan di sekitarnya, setidaknya telah dikenali dua
gunung api purba yang di kalangan ahli geologi dinamai berdasarkan lokasi penemuan buktibukti geologisnya, bukan berdasarkan letak titik pusat aktifitas vulkaniknya. Kedua gunung
api itu adalah Gunung Api Purba Semilir dan Gunung Api Purba Nglanggeran.
Konon, berdasarkan bukti endapan yang dihasilkannya, ditengarai pernah terjadi erupsi
katastropik Gunung Api Purba Semilir yang kekuatannya nyaris setara dengan Supervolcano
Toba di Sumatera (74.000 tahun yang lalu) dan Supervolcano Yellowstone di Wyoming,
Amerika Serikat (2,1 juta tahun yang lalu). Kekuatan erupsi Gunung Api Purba Semilir saat
itu diperkirakan tak kurang dari 10 kali lebih besar dari erupsi Gunung Tambora (1815), 100
kali lebih besar dari erupsi Gunung Krakatau (1883) dan 1000 kali lebih besar erupsi Gunung
St. Helena di Washington, Amerika Serikat (1980).
Inilah masa-masa dimana gunung api purba mengalami kejayaannya di Pulau Jawa. Namun
pada kisaran 16 hingga 2 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah hingga Pliosen Akhir)
kegiatan magmatisme di gugusan gunung api purba ini mulai jauh berkurang.

Aug 19, 2015


#1

tukangrujak Member

Saat itu, situasi di sebagian besar Pulau Jawa masih berada dalam genangan laut dengan
kehidupan biotanya yang berkembang dengan baik. Daerah pegunungan selatan merupakan
daerah laut dangkal dengan airnya yang cenderung tenang, jernih, memiliki sumber makanan
yang memadai, serta mendapatkan sinar matahari yang cukup. Kondisi ini memungkinkan
terbentuknya koloni koral atau kompleks terumbu yang sangat luas serta berkembang biaknya
biota laut, seperti plankton, moluska, algae dan masih banyak lagi. Fakta ini terekam dengan
baik dan dapat diamati pada ragam singkapan batugamping yang sangat tebal dan meluas di
sepanjang sisi selatan dan sisi utara Pulau Jawa saat ini.
Pada kisaran 12 juta tahun yang lalu (Kala Miosen Tengah), mulailah terjadi pelandaian
kemiringan penunjaman lempeng samudera Indo-Australia, sehingga proses pelelehan yang
menghasilkan magma ikut bergeser ke arah utara. Proses ini terus berlanjut sampai sekitar 1,8
juta hingga 11.500 tahun yang lalu (Kala Pleistosen) dan masih tetap berlanjut hingga saat ini
(Kala Holosen), meninggalkan gugusan gunung api purba yang telah terbentuk sebelumnya di
sisi selatan Pulau Jawa.

Pergeseran jalur vulkanik yang mencapai jarak sekitar 50 hingga 100 kilometer ke arah utara
ini, secara otomatis telah menonaktifkan semua gunung berapi purba, karena suplai magma
hasil pelelehan di bawah permukaan bumi telah bergeser ke utara. Aktifitasnya gunung api
purba seperti Nglanggeran, Semilir dan kemungkinan pusat-pusat erupsi lainnya, berangsurangsur mulai turun, bahkan bisa dikatakan nyaris tak bersisa lagi. Kondisi Pulau Jawa pun
menjadi relatif stabil, meskipun kegiatan magmatisme tetap terpelihara oleh alam, bergeser
ke sebelah utara.
Tidak selamanya gunungapi itu hidup dan aktif, ada masa-masanya sebuah gunung api itu
lahir, aktif akhirnya tertidur pulas dan mati. Secara mudah penjelasan diatas dapat
digambarkan seperti dibawah ini.
Matinya gunungapi karena pergeseran zona subduksi

Contoh diatas itu merupakan penjelasan matinya gunung-gunung api aktif akibat
pergeseran zona subduksi atau zona penunjaman yang melandai. Namun dapat juga
sebuah penunjaman mencuram sehingga seakan bergerak mundur atau kekiri.
Pengendapan delta, sungai dan laut dangkal diatas Pulau Jawa menjadi proses alamiah
yang telah berlangsung dalam kurun waktu antara 25,2 hingga 5,2 juta tahun silam.
Penurunan muka air laut terjadi secara berangsur-angsur, mengiringi pengendapanpengendapan material di daratan dan tepi laut. Pada saat yang sama, lempeng
samudera Indo-Australia pun terus bergerak menekan lempeng benua Eurasia.
Sebagai akibatnya, perlahan namun pasti, pegunungan selatan Pulau Jawa mulai
mengalami pengangkatan, sehingga daerah-daerah yang dahulunya berupa lingkungan

laut dangkal, sedikit demi sedikit mulai berubah menjadi daratan, bahkan sebagian
diantaranya berubah menjadi perbukitan. Proses pembentukan berikut pusat aktifitas
gunung api pun terus bertumbuh, beriringan dengan pengangkatan, pemiringan, erosi
serta pertumbuhan terumbu secara ekstensif yang mungkin bahkan masih berlangsung
hingga saat ini. Rangkaian peristiwa alam ini terus berlanjut dalam rentang jutaan
tahun lamanya, hingga mencapai bentukan sempurna Pulau Jawa sebagaimana
penampakannya di saat ini, dengan gugusan gunung berapi muda di bagian
tengahnya.

Bukti-bukti sejarah geologi Pulau Jawa ini terkumpul dalam bentang area yang tak
terlampau berjauhan di seputar Daerah Istimewa Yogyakarta. Dari Karangsambung
dan Sungai luk Ulo, Kebumen di sebelah barat hingga Kawasan Karst Pegunungan
Seribu di sebelah timur. Dari seputar Bayat di Klaten sebagai salah satu yang tertua,
hingga Gunung Merapi yang mewakili usia muda.
Semuanya menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tak akan pernah habis digali dan
diolah menjadi bahan pelajaran berharga, untuk memahami berbagai fenomena alam
dan tatacara beradaptasi yang harus dilakukan oleh manusia yang menghuninya.
Terlebih dalam memahami dan menyikapi beragam fenomena kebencanaan yang
dalam pemahaman sebagian kalangan awam, seolah baru muncul secara tiba-tiba
dalam beberapa dekade terakhir di zaman ini.

Anda mungkin juga menyukai