Anda di halaman 1dari 33

1.

Morfologi dan Sistem Penghantaran Obat Bukal


1.1 Membran Mukosa Mulut dan Bukal
Membran mukosa mempunyai permukaan yang lembab terbentang pada
dinding organ saluran pencernaan dan pernafasan, bagian dalam mata, nasal, rongga
muut dan organ genital (Punitha dan Girish, 2010). Ada tiga tipe mukosa mulut yaitu:

Masticatory merupakan mukosa yang menutupi gingiva dan palatal. Mukosa ini
menekan epitelium yang berkeratinin ke jaringan di bawahnya dengan bantuan
jaringan kolagen penghubung yang dapat menahan abrasi dan gaya tekan dari
proses mengunyah.

Lining merupakan mukosa yang menutupi semua area kecuali permukaan dosal
lidah dan ditutupi oleh epitelium nonkeratinasi sehingga lebih permeable. Mukosa
ini dapat berubah elastis dan dapat meregang untuk membantu berbicara dan
mengunyah.

Special merupakan mukosa yang berada di belakang lidah merupakan gabungan


masticatory dan lining mukosa yang terdiri dari sebagian mukosa berkeratin dan
sebagaian mukosa nonkeratin.
(Kellaway et al., 2003)

Mukosa mulut terdiri dari epitelium yang ditutupi mukus dan terdiri dari
stratum distentum, stratum filamentosum, stratum suprabasale dan stratum basale
(Mathiowitz, 1999). Epitelium bisa terdiri dari lapisan tunggal (single layer) yang
terdapat pada lambung usus kecil dan usus besar serta bronkus, ataupun lapisan ganda
(multiple layer) seperti pada esophagus dan vagina. Lapisan paling ats terdiri dari
goblet sel yang mensekresikan mukus ke permukaan epitelium. Permukaan lembab
pada jaringan mukosa adalah akibat adanya mukus yang berlendir, kental dan terdiri
dari glikoprotein, lipid, garam inorganic, dam lebih dari 95% air (Punitha dan Girish,
2010). Di bawah epitelium terdapat basal lamina, lamina propia dan submukosa.
Epitelium memberikan barrier mekanis yang dapat melindungi jaringan di bawahnya,
lamina propia bertindak sebagai penahan mekanis dan juga membawa pembuluh
darah dan sel saraf (Mathiowitz, 1999). Tebal lapisan mukus bervariasi pada tiap-tiap
jaringan mukosa, biasanya antara 50-500 m pada saluran cerna dan kurang 1 m
pada rongga mulut (Punitha dan Girish, 2010).

Bukal adalah bagian dari mulut yang membatasi secara anterior dan lateral
antar bibir dan pipi, secara posterior dan medial (tengah) antara gigi dan gusi serta di
atas dan di bawah dari mukosa yang terbentang antara mulut, pipi dan gusi. Pembuluh
arteri maksilaris mengedarkan darah ke mukosa bukal dan darah mengalir lebih cepat
dan lebih banyak (2,4 mL/min/cm2) dari pada daerah sublingual, gingival dan palatal,
sehingga memfasilitasi difusi pasif molekul obat melewati mukosa. Tebal dari
mukosa bukal antara 500 800 m dan memiliki tekstur yang kasar, cocok untuk
sistem penghantar obat yang bersifat retensif. Pergantian epitelium bukal antar 5 6
hari (Punitha dan Girish, 2010).
2. Mekanisme Mukoadhesif
Secara umum mekanisme mukoadhesif dapat dibagi menjadi dua langkah, yaitu
tahap kontak dan tahap konsolidasi. Tahap kontak biasanya antara polimer mukoadhesif
dan membrane mukosa. Dengan menyebar dan mengembangnya sediaan maka akan
terjadi kontak yang lebih kuat terhadap lapisan mukus. Pada tahap konsolidasi, polimer
mukoadhesif diaktifkan dengan adanya kelembaban. Kelembaban melenturkan sistem
sehingga memudahkan molekul terbebas dan dapat berikatan secara Van der Waals dan
ikatan hidrogen (Carvalho et al., 2010).

Ada dua teori yang menjelaskan tahap konsolidasi, yaitu teori difusi dan teori
dehidrasi. Berdasarkan teori difusi, molekul mukoadhesif dan glikoprotein mukus saling
berinteraksi dengan adanya interpretasi ikatan dan membentuk ikatan sekunder. Dengan
kata lain, sediaan mukoadhesif akan mengalami interaksi kimia dan makanis.
Berdasarkan teori dehidrasi, bahan mukoadhesif akan mengalami dehidrasi ketika kontak
dengan mukus sebagai akibat dari perbedaan tekanan osmotik. Perbedaan gradien
konsentrasi ini menyebabkan air berpindah dari mukus ke sediaan sampai keseimbangan
osmotik tercapai. Proses ini menyebabkan terjadinya pencampuran sediaan dan mukus
yang meningkatkan waktu kontak dengan membran mukosa. Tahap pada proses
mukoadhesif dapat dilihat pada gambar 2.5. (Carvalho et al., 2010

Mekanisme pelekatan polimer mukoadhesif dapat dijelaskan dengan berbagai


teori, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Teori Elektronik
Teori elektronik mengatakan bahwa bahan mukoadhesif dan mukus mempunyai
struktur elektronik yang berlawanan. Ketika terjadi kontak antara keduanya maka akan
terjadi perpindahan elektron yang menyebabkan terbentuknya lapisan ganda dai
elektronik bermuatan pada atar muka keduanya.
b. Teori Pembasahan (Wetting theory)
Teori pembahasan biasanya berlaku untuk sediaan cair yang mempunyai afinitas
untuk dapat menyebar pada permukaan mukosa. Afinitas ini dapat dilihat dengan teknik

pengukuran, misalkan melalui sudut kontak, dimana sudut kontak yang lebih kecil
mengidentifikasi afinitas yang lebih besar.

c. Teori Fraktur
Teori ini menganalisis gaya yang diperlukan untuk memisahkan dua permukaan
yang melekat. Teori ini menjelaskan tentang tekanan pada polimer untuk melepas dari
mukus untuk mendapatkan kekuatan ikatan adhesif. Teori ini biasanya berlaku pada
bahan bioadhesif yang bersifat kaku atau semi kaku yang tidak dapat melakukan
penetrasi rantai polimer ke lapisan mucus
d. Teori Difusi
Teori difusi menggambarkan bahwa interpenetrasi rantai polimer dan mukus
menghasilkan ikatan adhesif semi permanen sehingga gaya adhesi akan meningkat
dengan peningkatan derajat penetrasi rantai polimer. Laju penetrasi ini tergantung pada
koefisien difusi, fleksibilitas dan sifat dasar rantai polimer mukoadhesif, mobilitas dan
waktu kontak. (Punitha dan Girish, 2010).

3. Mekanisme mucoadhesiv buccal (bucoadhesive)


Mukosa bukal sebagai sistem penghantaran obat dibagi menjadi

dua jalur

permeasi transport pasif yaitu paracellular dan -rute transelular. Obat dapat melalui

kedua rute secara bersamaan, tapi satu rute biasanya lebih efektif , tergantung pada sifat
fisikokimianya. Karena ruang antar sel bersifat kurang lipofilik, senyawa hidrofilik
memiliki kelarutan lebih tinggi dalam lingkungan ini. Sel membran bersifat lipofilk,
sehingga zat hidrofilik sulit berpermeasi melalui membran sel karena koefisien partisi
yang rendah. Oleh karena itu, ruang-ruang antar sel menjadi barier utama permeasi pasif
senyawa lipofilik, dan membran sel sebagai penghalang
hidrofilik.

Karena epitel oral

utama untuk senyawa

berlapis lapis , permeasi larutan dapat melibatkan

kombinasi dari dua

rute tersebut.

Jalur absorpsi obat melalui mukosa bukal terdapat dua rute utama yaitu : transelular
(Intraseluler) dan paracellular (antar sel).
o

Rute transelular melibatkan permeasi seluruh membran sel apikal, ruang intraseluler dan
basolateral membran baik oleh transportasi pasif (Difusi, partisi PH) atau dengan transpor
aktif (Difusi terfasilitasi dan carrier mediated, endositosis). Permeabilitas obat pada
transeluler melibatkan berbagai sifat fisikokimia termasuk ukuran, lipophilisitas, ikatan
hidrogen potensial dan konformasi. Transpor melalui pori-pori membran sel epitel dapat
dilalui oleh zat dengan volume molar yang rendah yaitu (80 cm/mol).

o Pada rute Paraceluler , zat yang memiliki volume yang besar dapat melalui rute ini.
Molekul hidrofobik melewati lipid bilayer, sedangkan molekul hidrofilik melewati daerah
berair sempit yang berdekatan dengan kelompok polar lipid.

Faktor yang mempengaruhi

pemberian

obat

melalui

mukosa

kompleks

untuk

sistem

bukal

sangat

penghantaran obat karena ada

banyak

faktor

saling

berhububungan dan yang dapat mengurangi konsentrasi zat yang diserap.

Faktor Membran, melibatkan luas permukaan absorpsi, lapisan mukus ,epitel


lipid interseluler , basal membran dan lamina propria. Selain itu, ketebalan
membran absorpsi, suplai darah

dan enzim

semua memepengaruhi dalam

mengurangi tingkat dan jumlah obat memasuki sirkulasi sistemik.


Faktor Lingkungan
Saliva : Film tipis dari lapisan saliva di mukosa bukal disebut saliva pelikel
atau film. Ketebalan film saliva adalah 0,07-0,10 mm. Ketebalan, komposisi dan
pergerakan film ini mempengaruhi tingkat absorpsi bukal.

o saliva glands: The kelenjar saliva minor terletak di daerah epitel atau epitel
terdalam bukal mukosa yang mengeluarkan lendir pada permukaan mukosa bukal.
Mukus

membantu mempertahankan bentuk sediaan mukoadhesif,

dimaana

potensial untuk penetrasi obat .


o Pergerakan jaringan bukal:

polimer mukoadhesif digunakan untuk menjaga

bentuk sediaan di daerah bukal untuk waktu yang lama dan untuk menahan
pergerakan jaringan selama berbicara dan selama makan makanan atau menelan.

Faktor Formulasi

o A. Ukuran Molekul:
molekul

kecil (75 100 Da) umumnya

transpornya cepat melalui mukosa,

penurunan permeabilitas membran sebanding dengan peningkatan ukuran

molekul. Untuk makromolekul hidrofilik seperti peptida, peningkat absorpsi harus


digunakan mengubah permeabilitas epitel bukal, rute ini cocok untuk molekul
yang besar.
o B. Koefisien partisi, koefisien partisi berguna untuk menentukan potensi absorpsi
obat. Secara umum, peningkatan polaritas obat oleh ionisasi atau hidroksil,
karboksil, atau kelompok amino, akan meningkatkan kelarutan air dari setiap obat
tertentu dan menyebabkan penurunan koefisien partisi. Sebaliknya, mengurangi
polaritas obat (mis menambahkan metil atau kelompok metilen) akan peningkatan
koefisien partisi dan penurunan kelarutan air.
o C. pH: koefisien partisi juga dipengaruhi oleh pH pada absorpsi obat. Dengan
meningkatnya pH, koefisien partisi dari obat yang bersifat asam akan menurun,
dan obat yang bersifat basa akan meningkat.
4. Keuntungan dan Kekurangan obat buccoadhesive
Keuntungan dari pemberian obat buccoadhesive :
1.

Pelepasan obat untuk jangka waktu yang lama.

2.

Obat dapat diberikan pada pasien dalam keadaan tidak sadar dan trauma.

3.

First pass metabolime obat dapat meningkat bioavailabilitas.


4. Beberapa obat yang tidak stabil dalam lingkungan asam lambung dapat diberikan
melalui bukal.

5.

Absorpsi obat melalui difusi pasif.

6.

Fleksibel dalam fisik, bentuk, ukuran dan permukaan.


7. Tingkat absorpsi dimaksimalkan karena untuk membantu saat kontak dengan
membran absorpsi.

8.

Onset cepat

Kelemahan pemberian obat buccoadhesive:


1. Obat yang tidak stabil pada pH bukal tidak bisa diberikan.
2. Obat yang memiliki rasa pahit atau rasa tidak menyenangkan atau bau menjengkelkan
atau mengiritasi mukosa tidak dapat diberikan melalui rute ini.
3. Hanya obat dengan dosis kecil yang dapat diberikan
4. Hanya obat yang diserap oleh difusi pasif dapat diberikan oleh rute ini.
5. Tidak disarankan makan dan minum.

5. Pertimbangan pembuatan sediaan buccoadhesive


Pertimbangan fisiologis
Sebelum merancang bentuk sediaan bukal faktor fisiologis seperti tekstur mukosa bukal,
ketebalan lapisan lendir dari waktu ke waktu, efek dari saliva dan faktor lainnya harus
dipertimbangkan.
Air liur mengandung enzim tertentu (esterases, karbohidrase, fosfatase) yang dapat
mendegradasi beberapa obat. Meskipun sekresi saliva membantu disolusi obat, menelan
saliva juga mempengaruhi bioavailabilitas. kerugian ini dapat dihindari dengan
mengembangkan sistem pelepasan searah dengan lapisan backing. Konsep ini mungkin
juga menghasilkan obat dengan bioavailabilitas yang tinggi.
Pertimbangan Farmakologi
Absorpsi obat bukal tergantung pada koefisien partisi obat. Obat lipofilik diaobsorpsi
melalui rute transelular, di mana obat hidrofilik diabsorspi melalui rute paracellular.
Faktor-faktor farmakologis lainnya termasuk waktu tinggal dan konsentrasi
mukosa, jumlah obat yang diangkut melintasi mukosa ke dalam darah.

6. Struktur dan Desain bukal Bentuk Dosis

obat di

a. Jenis Matrix: Patch bukal dirancang dalam konfigurasi matriks berisi obat, perekat,
dan aditif dicampur bersama-sama.
b. Jenis Reservoir: Patch bukal dirancang dalam sistem reservoir berisi rongga untuk
obat dan aditif terpisah dari zat adhesif. Sebuah impermeable backing diterapkan
untuk mengendalikan arah pelepasan obat; untuk mengurangi deformasi dan
disintegrasi patch saat berada di mulut; dan untuk mencegah kerugian obat.

7. Metode untuk Meningkatkan Penghantaran Obat via Bukal Rute

Peningkat Permeasi: Permeation enhancer merupakan salah satu eksipien yang


terdapat dalam matriks sediaan bukoadesif. Fungsi utama dari eksipien ini adalah
untuk meningkatkan permeabilitas melalui kulit. Mekanisme kerja permeation
enhancer yaitu berinteraksi dengan struktur komponen dari stratum korneum yang
mengandung protein dan lipid, kemudian mengubah protein dan lipid pada stratum
korneum secara kimia dengan memodifikasi fungsi penghalang yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas. Bahan-bahan yang dapat digunakan sebagai permeation
enhancer antara lain yaitu air sulfoksida, senyawa sejenis ozon, pirolidon, asam-asam
lemak, mentol, alkohol, glikol, urea, minyak atsiri, terpen, terpenoid dan fosfolipid

Prodrugs: Hussain et al menyatakan agonis opioid dan antagonis dalam bentuk


prodrug bitterless dan menemukan bahwa obat memperlihatkan bioavailabilitas
rendah sebagai prodrug. Nalbuphine dan nalokson obat pahit bila diberikan ke anjing
melalui mukosa bukal, yang disebabkan kelebihan air liur mengakibatkan obat
menunjukan bioavailabilitas yang rendah. Pemberian nalbuphine dan nalokson dalam
bentuk prodrug tidak menimbulkan efek samping, karena memiliki bioavailabilitas
mulai dari 35 to 50% jika diberikan secara oral senyawa ini memiliki bioavailabilitas
5% atau kurang.

pH : Shojaei et al mengevaluasi permeabilitas acyclovir pada rentang pH 3,3-8,8,


dengan kehadiran permeation enhancer, natrium glycocholate. Permeabilitas in vitro
dari asiklovir didapatkan bergantung pada PH dengan peningkatan fluks serta
koefisien permeabilitas pada kedua pH ektrim (pH 3.3 dan 8.8), dibandingkan dengan
nilai-nilai midrange (pH 4.1, 5.8, dan 7.0).

Patch Design: Beberapa penelitian in vitro telah dilakukan mengenai jenis dan
jumlah backing materials serta profil pelepasan obat dan itu menunjukkan bahwa
keduanya saling terkait.
layered dan multi-layered.
.

Pola pelepasan obat akan berbeda antara patch single-

8. Karakteristik Sistem Ideal Buccoadhesive


Sebuah sistem mukoadhesif bukal yang ideal harus memiliki karakteristik sebagai
berikut:

Daya adhesif yang cukup pada mukosa bukal dan kekuatan mekanik yang cukup
Pelepasan obat secara terkendali
Memberikan tingkat absorpsi yang baik
Dapat meningkatkan kepatuhan pasien dengan yang baik
Sebaiknya tidak menghambat fungsi yang normal seperti berbicara, makan dan

minum.
Pelepasan obat searah dengan mukosa
Sebaiknya tidak menyebabkan pengembangan infeksi sekunder seperti karies gigi.
Memiliki margin of safety yang luas baik lokal dan sistemik.
Harus memiliki ketahanan yang baik terhadap adanya pembilasan air liur.

Berbagai bentuk sediaan bukal dijelaskan dalam literatur dirangkum dalam Tabel
3 dan 4. formulasi yang paling umum adalah tablet dan patch.

9. Komponen Dasar Buccoadhesive


9.1 Substansi Obat
Pemilihan obat yang cocok untuk desain system penghantaran buccoadhesive
harus didasarkan pada sifat farmaokinetik. Obat yang akan dipilih untuk system
buccoadhesive harus memiliki karakteristik sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

Dosis tunggal obat harus kecil.


Obat-obat yang memiliki waktu paruh 2-8 jam merupakan kandidat yang baik.
Obat yang memiliki Tmax tinggi bila dibeikan oral.
Obat yang mengalami eliminasi presistemik.
Penyerapan obat harus pasif ketika diberikan secara oral.

9.2 Polimer

9.2.1 Kriteria Polimer


Pemilihan polimer untuk system buccoadhesive harus memiliki
karakteristik sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

Harus inert dan kompatibel dengan lingkungan.


Polimer dan produk degradasinya harus bersifat non toksik.
Polimer harus stabil selama masa penyimpanan.
Polimer harus mudah didapat dan ekonomis.
Polimer harus memungkinkan untuk digunakan dalam formulasi.

9.2.2 Jenis-Jenis Polimer


Polimer pada system buccoadhesive dibagi berdasarkan beberapa
kriteria, seperti berdasarkan pada sumber polimernya, berdasarkan
kelarutan dalam air, berdasarkan muatan polimernya, berdasarkan potensi
polimer, dan berdasarkan kekuatan bioadhesivenya yang tertera pada
table berikut ini :

9.3 Backing Membrane


Material yang digunakan sebagain backing membrane harus bersifat inert dan
kompatibel terhadap obat dan zat peningkat penetrasi. Material yang paling sering
digunakan sebagai backing membrane adalah karbopol, magnesium stearate, HPMC,
HPC, CMC, polycarbophil, dll.

9.4 Peningkat Permeasi


Peningkat permeasi merupakan zat yang memfasilitasi penyerapan obat melalui
mukosa bukal. Pemilihan zat peningkat permeasi bergantung kepada sifat fisikokimia
obat, target obat, dan sifat fisikokimia eksipien. Mekanisme aksi dari zat peningkat
permeasi :

1.
2.
3.
4.

Mengubah reologi mucus, yaitu dengan mengurangi viskositas mucus dan saliva.
Meningkatkan fluiditas membrane lipid bilayer.
Menghambat enzim peptidase dan protease pada mukosa bukal.
Meningkatkan aktivitas termodinamika obat, seperti meningkatkan kelarutan obat.

Table : contoh peningkat permeasi dan mekanisme


10. Bentuk Sediaan Buccoadhesive
a.

Tablet Bukal Mukoadesif


Tablet mukoadesif bukal adalah bentuk sediaan kering dan mulut
harus dibasahkan terlebih dahulu (kumur-kumur) sebelum tablet berkontak
dengan mukosa bukal. Contoh : double layer tablet, yang terdiri dari
lapisan matrix adhesif berupa polyacrylic acid dan hydroxy propyl atau
selulosa dengan inti berupa cocoa butter yang berisi insulin dan suatu
peningkat permeasi (sodium glycocholate).
Ada dua jenis tablet bukal mukoadesif yaitu tipe monolitik dan
bilayer tablet dan telah diteliti kemampuannya untuk menghantarkan obat
melalui rute bukal. Tablet monolitik terdiri dari campuran yang

mengandung obat dan polimer swelling bioadhesive/sustained release.


Tablet ini melepaskan obat secara dua arah karena semua permukaan
luarnya dilapisi dengan polimer tersebut namun untuk menghantarkan obat
secara satu arah, pada bagian tertentu perlu dilapisi zat hidrofobik kedap
air untuk memungkinkan pelepasan obat searah untuk pengiriman
sistemik.
Pada tipe bilayer tablet di lapisan dalam berupa polimer bioadhesif
dan pada bagian luar berupa lapisan non-bioadhesif yang berisi obat dan
akan dilepaskan secara bi-directional (dua arah) terutama untuk
penggunaan lokal. Pada penggunaan sistemik, obat berada di dalam
lapisan bioadhesif sementara lapisan luar tablet berupa lapisan inert yang
bertindak sebagai lapisan pelindung.

Gambar 1. Tablet monolitik dan bilayer

Tablet telah menjadi bentuk sediaan yang paling sering diselidiki


untuk pemberian obat bukal. Tablet bukal berbetuk kecil, datar, dan oval
serta tidak seperti tablet konvensional karena memungkinkan pasien tetap
bisa minum maupun berbicara dengan nyaman. Tablet akan melunak dan
menempel pada mukosa dan tetap pada tempat semula sampai proses
disolusi dan pelepasan obat terjadi sempurna.

Gambar 2. Skema Matrix Tablet Bukal

Tabel 1. Tablet Bukal Mukoadhesif

b.

Patch Dan Film


Patch bukal digambarkan sebagai laminasi yang terdiri dari
impermeable backing layer, lapisan reservoir yang mengandung obat dan
akan melepaskan obat secara terkendali, serta terdiri dari permukaan
bioadhesif sebagai agen pelekatan pada mukosa oral.

Gambar 3. Patch Bukal

Sistem Patch adalah formulasi yang telah menerima perhatian


terbesar untuk penghantaran obat bukal. Karena memberikan tingkat
kepatuhan pasien yang lebih besar dibandingkan dengan tablet. Hal
tersebut disebabkan oleh fleksibilitas fisik patch yang menyebabkan
hanya sedikit terjadi ketidaknyamanan pada pasien. Patch dilaminasi dan
umumnya terdiri dari impermeable backing layer dan lapisan yang
mengandung obat yang memiliki sifat mukoadhesif dimana obat tersebut
nantinya akan dilepaskan secara terkendali.

Tabel 2. Patch Bukal Mukoadhesif


Film bukal lebih disukai daripada mukoadhesif disk dan tablet
dalam hal kenyamanan pasien dan fleksibilitas. Film Bukal memastikan
dosis obat yang lebih akurat dan waktu tinggal lebih lama dibandingkan
dengan gel dan salep. film bukal juga mengurangi rasa sakit dengan
melindungi permukaan yang luka dan karenanya meningkatkan
efektivitas pengobatan.

Gambar 4. Sediaan Fentanyl Film Bukal

Sebuah film bukal yang ideal harus fleksibel, elastis, dan lembut
namun cukup kuat untuk menahan kerusakan akibat kegiatan di mulut.
Selain itu, juga harus memiliki kekuatan mukoadhesif baik sehingga
masih dapat dipertahankan dalam mulut untuk durasi yang diinginkan.

Tabel 3. Film Bukal Mukoadhesif


c.

Sediaan Semisolid (Salep dan Gel)


Bentuk sediaan setengah padat memiliki keuntungan dispersi mudah
di seluruh mukosa mulut. Masalah retensi yang rendah dari sediaan gel di
lokasi aplikasi telah diatasi dengan menggunakan formulasi bioadhesif.
Polimer bioadhesif tertentu misalnya, natrium karboksimetilselulosa
mengalami perubahan fase dari cair ke semipadat. Perubahan ini
meningkatkan atau

memperbaiki

viskositas, mengakibatkan obat

memiliki sistem pelepasan tertunda atau terkontrol.


Gel membentuk polimer bioadhesive termasuk crosslinked asam
poliakrilat yang telah digunakan untuk agen pelekatan pada permukaan
mukosa dalam waktu yang lama dan memberikan pelepasan terkontrol
obat.
Gel dan salep bioadhesif memiliki penerimaan pasien yang rendah
dibandingkan dengan sediaan padat bioadhesif, dan kebanyakan salep
dan gel dibua untuk terapi yang bersifat lokal di rongga mulut. Salah satu
contoh obat yang sudah beredar adalah Orabase yang berisi pektin,
gelatin, dan Na CMC yang terdispersi di dalam poly (ethylene) dan
mineral oil gel base, yang dapat dipertahankan pada tempat aplikasi
selama 15-150 menit.

Tabel 4. Sediaan Semisolid Bukal Mukoadhesif

d.

Serbuk
HPC dan beklometason dalam bentuk bubuk ketika disemprotkan ke
mukosa mulut tikus, menghasilkan peningkatan yang signifikan pada
waktu tinggal relatif terhadap larutan oral dan 2,5% dari beclomethasone
dipertahankan pada mukosa bukal selama lebih dari 4 jam.

e.

Bukal Spray
Perusahaan Generex bio technologies telah mengenalkan sediaan
insulin spray. Teknologi ini sedang digunakan untuk meningkatkan
formulasi dari sediaan bukal insulin untuk pengobatan diabetes tipe 1.
Bukal spray menghantarkan droplet halus ke dalam membran mukosa
sampai lapisan musin. Masih dalam penelitian untuk menentukan polimer
yang cocok.

Tabel 4. Kesimpulan Perbedaan Sediaan Bukal Mukoadhesif


11. Evaluasi pada sediaan buccal
a.
Ph permukaan
Patch bukal dibiarkan mengembang selama 2 jam di permukaan
pelat agar. PH permukaan diukur dengan menggunakan kertas pH
ditempatkan pada permukaan patch membengkak.
b.

c.

Mengukur ketebalan
Ketebalan setiap film diukur pada lima lokasi yang berbeda (pusat
dan empat sudut) menggunakan mikrometer digital.
Swelling study

Patch bukal ditimbang secara individual (ditunjuk sebagai W1), dan


ditempatkan secara terpisah di 2% pelat agar gel, diinkubasi pada 37 C
1 C, dan diperiksa setiap perubahan fisik yang terjadi. Diamati tiap
selang waktu 1 jam sampai 3 jam, patch dikeluarkan dari pelat gel dan
kelebihan air pada permukaan dihilangkan dengan hati-hati menggunakan
kertas saring. Patch membengkak kemudian ditimbang kembali (W2) dan
indeks pembengkakan (SI) dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
d.

Daya lipat (folding endurance)

Daya tahan melipat dari patch ditentukan dengan berulang kali


melipat 1 Patch di tempat yang sama
e.

Studi analisis termal


Studi analisis termal dilakukan dengan menggunakan diferensial
scanning kalorimeter (DSC).

f.

Karakter morfologi
Karakter morfologi dipelajari dengan menggunakan mikroskop
elektron scanning (SEM).

g.

Uji daya serap air


Patch berbentuk melingkar, dengan luas permukaan 2,3 cm2
dibiarkan mengembang pada permukaan pelat agar disiapkan dalam air
liur tiruan (2,38 g Na2HPO4, 0,19 gKH2PO4, dan 8 g NaCl per liter air
distilasi diadjust dengan asam fosfat sampai pH 6,7), dan disimpan dalam
inkubator dijaga pada 37 C 0,5 C. Pada berbagai interval waktu
(0,25, 0,5, 1, 2, 3, dan 4 jam), sampel ditimbang (berat basah) dan
kemudian dibiarkan kering untuk 7 hari dalam desikator anhidrat kalsium
klorida pada suhu kamar maka bobot konstan akhir dicatat. serapan air (%)
dihitung menggunakan persamaan berikut.

Dimana, Ww adalah berat basah dan Wf adalah berat akhir. Pembengkakan setiap
film diukur.
h.

Permeation study
Kompartemen reseptor diisi dengan buffer fosfat pH 6,8, dan
hidrodinamika dalam kompartemen reseptor dipertahankan dengan
mengaduk dengan butiran magnetik pada 50 rpm. Sampel diambil pada
interval waktu yang telah ditentukan dan dianalisis kadar obat.

i.

Waktu mucoadhesion dengan cara Ex-vivo


Waktu mucoadhesion dengan cara Ex-vivo dilakukan dengan patch
bukal pada mukosa bukal (domba dan kelinci) yang baru dipotong.
Mukosa bukal

yang segar dilekatkan pada kaca objek, dan patch

mukoadhesif dibasahi dengan 1 tetes dapar fosfat pH 6,8 dan disisipkan


dengan hati - hati pada mukosa bukal dengan ujung jari selama 30 detik.
Kaca objek kemudian dimasukkan ke dalam beaker, yang diisi dengan 200
ml dari buffer fosfat pH 6,8, disimpan pada suhu 37 C 1 C. Setelah 2
menit, kecepatan pengadukan 50 rpm diterapkan untuk mensimulasikan
lingkungan rongga bukal, dan Patch adhesi dipantau selama 12 jam.
Waktu untuk perubahan warna, bentuk, runtuh patch, dan kandungan obat
dicatat.
j. Uji Ex-vivo bioadhesi
Mulut domba segar dipisahkan dan dicuci dengan dapar fosfat (pH 6,8).
Sepotong mukosa dari gusi dilekatkan dalam mulut terbuka dari botol vial, yang
diisi dengan dapar fosfat (pH 6,8). botol vial ini dengan erat dipasang ke dalam
gelas beker yang diisi dengan dapar fosfat (pH 6,8, 37 C 1 C) sehingga
hanya menyentuh permukaan mukosa. patch menempel di sisi bawah dari stopper
karet dengan perekat siano akrilat. Dua alat keseimbangan yang seimbang dengan
berat 5-g. 5-g berat dihilangkan dari sisi kiri alat , yang dimuat dalam alat melekat

dengan patch atas mukosa. keseimbangan disimpan dalam posisi ini selama 5
menit dari waktu kontak. air ditambahkan perlahan-lahan pada 100 tetes / menit
ke sisi kanan alat sampai patch terlepas dari permukaan mukosa. Berat, dalam
gram, diperlukan untuk melepaskan patch dari permukaan mukosa memberikan
ukuran kekuatan mukoadhesif

k. Pelepasan obat secara in vitro


Menurut The United States Pharmacopeia (USP) metode dayung berputar
dapat digunakan untuk mempelajari pelepasan obat dari bilayer dan patch
berlapis-lapis. Medium disolusi terdiri dari dapar fosfat pH 6,8 pada suhu 37 C
0,5 C, dengan kecepatan putaran 50 rpm. Dukungan lapisan patch bukal melekat
disk kaca dengan bahan perekat instan. disk dialokasikan ke bagian bawah kapal
pembubaran. Sampel (5 ml) ditarik pada interval waktu yang telah ditentukan dan
diganti dengan media segar. Sampel disaring melalui kertas saring Whatman dan
dianalisis untuk konten obat setelah pengenceran yang tepat. Perembesan invitro
bukal melalui mukosa bukal (domba dan kelinci) dilakukan dengan menggunakan
sel difusi jenis kaca Keshary-Chien / Franz pada 37 C 0,2 C. mukosa bukal
segar dipasang antara donor dan reseptor kompartemen. Patch bukal ditempatkan
dengan inti menghadapi mukosa dan kompartemen dijepit bersama-sama.
Kompartemen donor diisi dengan penyangga

l. Pengukuran sifat mekanik


Sifat mekanik dari film (patch) meliputi kekuatan tarik dan perpanjangan
dievaluasi menggunakan tester tensil. pita film dengan dimensi 60 x 10 mm dan
tanpa cacat visual dipotong dan diposisikan diantara dua klem dipisahkan dengan
jarak 3 cm. Klem dirancang untuk mengamankan patch tanpa menghancurkannya
selama pengujian, klem rendah diam dan strip ditarik dengan klem atas yang
bergerak dengan laju 2 mm / detik sampai strip robek. Kekuatan dan pemanjangan
film pada titik ketika strip robek direkam. Kekuatan tarik dan elongasi pada nilainilai istirahat dihitung dengan menggunakan rumus.

Dimana : M - adalah massa di gm,


g - adalah percepatan gravitasi (980 cm / detik 2)
B - adalah luasnya spesimen (cm)
T - adalah ketebalan spesimen (cm)
Kekuatan tarik (kg / mm2) adalah gaya saat robek (kg) per daerah awal
silang melintang dari spesimen (mm2)

m. Studi stabilitas dalam air liur manusia


Studi stabilitas bilayer dan mutlilayer patch dilakukan dalam air liur
manusia. Air liur manusia dikumpulkan dari manusia (usia 18-50 tahun). patch
bukal ditempatkan di petridishes terpisah yang berisi 5ml air liur manusia dan
ditempatkan dalam oven dikontrol suhu 37 C 0,2 C selama 6 jam. Secara
berkala waktu (0, 1, 2, 3, dan 6 jam), formulasi dosis dengan bioavailabilitas yang
lebih

baik

dibutuhkan.

metode

meningkatkan

pelepasan

obat

melalui

transmucosal dan transdermal metode akan menjadi sangat penting, karena


dengan rute tersebut, faktor rasa sakit yang terkait dengan rute parenteral dari
pemberian obat dapat benar-benar dihilangkan. sistem perekat bukal menawarkan
keuntungan yang tak terhitung dalam hal aksesibilitas, administrasi dan
penarikan, retentively, aktivitas enzimatik yang rendah, ekonomi dan kepatuhan
pasien tinggi. Adhesi perangkat pemberian obat perekat bukal ke selaput mukosa
mengarah ke peningkatan gradien konsentrasi obat di lokasi penyerapan dan
karena itu meningkatkan bioavailabilitas obat sistemik disampaikan. Selain itu,
bentuk sediaan perekat bukal telah digunakan untuk menargetkan gangguan lokal
pada permukaan mukosa (misalnya, mulut borok) untuk mengurangi dosis secara
keseluruhan diperlukan dan meminimalkan efek samping yang mungkin
disebabkan pemberian sistemik obat. Para peneliti sekarang mencari di luar
jaringan polimer tradisional untuk menemukan sistem transportasi obat inovatif
lainnya. Saat ini bentuk sediaan padat, cairan dan gel diaplikasikan pada rongga
mulut yang sukses secara komersial. Arah masa depan pemberian obat perekat
bukal terletak pada formulasi vaksin dan pengiriman protein kecil / peptide.

DAFTAR PUSTAKA
Abuja. A, Khar, RK, Ali J. 1997. Mucoadhesive Drug Delivery System. Drug Dev. India Pharm.
Agarwal V, Mishra B. 1999. Design development and biopharmaceutical a property of
buccoadhesive compacts of pentazocine. Drug Dev Ind Pharm: 25:701709.
Alur HH, Pather SI, Mitra AK, Johnston TP. 1999. Transmucosal sustained-delivery of
chlorpheniramine maleate in rabbits using a novel natural mucoadhesive gum as an
excipient in buccal tablet. Int J Pharm; 188:110.
Amir H, et al. 2001. Systemic drug delivery via the buccal mucosal route. Pharmaceutical
technology: 1-27.
Anlar S, Capan Y, Guven O, Gogus A, Dlakara T, Hincal AA. 1994. Formulation and in vitro
and in vivo evaluation of buccoadhesive morphine sulphate tablets. Pharm. Res;11:231
236.
A.Puratchikody, et al. 2011. Buccal Drug Delivery: Past, Present and Future A Review. India:
International Journal of Drug Delivery.
Bouckaert S, Schautteet H, Lefebvre RA, Remon JP, Clooster RV. 1992. Double-layered
mucoadhesive tablets containing nystatin. Eur. J. Clin.Pharmacol: 43:137.
Cassidy JP, Landzert NM, Quadros E. 1993. Controlled buccal delivery of Buprenorphine. J
Control Release: 25:2129
Ceschel GC, Maffei P, Borgia SL, Ronchi C. 2002. Design and evaluation of buccal adhesive
hydrocortisone acetate tablets. Int J Pharm: 238:161170.
Ceschel GC, Maffei P, Borgia SL. 2004. Design and evaluation of a new Mucoadhesive
bilayered tablet containing nimesulide for buccal administration. Drug Deliv: 11:225230.
Choi HG, Kim CK. 2000. Development of Omeprazole buccal adhesive tablets with stability
enhancement in human saliva. J Control Release: 68:397404.
Choi H, Jung J, Yong CS, Rhee C, Lee M, Han J, Park K, Kim C. 2000. Formulation and in vivo
evaluation of Omeprazole buccal adhesive Tablet. J Control Release: 68:405412.
Collins AE, Deasy PB. 1990. Bioadhesive lozenge for the improved delivery of cetylpyridinium
chloride. J Pharm Sci: 79:116.
Colonna Claudia. 2007. Innovative drug delivery systems for challenging molecules, Scientifica
Acta 1(1): 70-77.
Cui Z, Mumper RJ. 2002. Bilayer films for mucosal (genetic) immunization via the buccal route
in rabbits. Pharm Res: 19:947953.
Danjo K, Kato H, Otsuka A, Ushimaru K. 1994. Fundamental study on the evaluation of strength
of granular particles. Chem Pharm Bull: 42:25982603.
Desai KGH, Kumar TMP. 2004. Preparation and evaluation of a novel buccal adhesive system.
AAPS PharmSciTech: 5:19.

Dinsheet, Agarwal SP, Ahuja A. 1997. Preparation and evaluation of buccal adhesive tablets of
Hydralazine hydrochloride. Indian J Pharm Sci: 59:135141.
Du Q, Ping QN, Liu GJ. 2002. Preparation of Buspirone hydrochloride buccal adhesive tablet
and study on its drug release mechanism. Yao Xue Xue Bao: 37:653 656
Goud HK, Kumar TMP. 2004. Preparation and evaluation of a novel buccal Adhesive systems.
AAPS PharmSciTech: 5:35.
Gupta A, Garg S, Khar RK. 1994. Interpolymercomplexation and its effect on bioadhesion
strength and dissolution characteristics of buccal drug delivery systems. Drug Dev Ind
Pharm: 20:315325.
Ikinci G, Senel S, Wilson CG, umnu M. 2004. Development of buccal bioadhesive nicotine
tablet formulation for smoking cessation. Int J Pharm: 277:173178.
Mishra,Shalini dkk. 2012. A Review Article: Recent Approaches in Buccal Patches. India: The
pharma innovation Vol. No.7.
N. G. Raghavendra Rao, B. Shravani, Mettu Srikanth Reddy. 2013. Overview on Buccal Drug
Delivery Systems. Journal of Pharmaceutical Science and Research, India.
R. Jagadeeshwar Reddy, et al. 2013. A Comprehensive Review on Buccal Drug Delivery System.
American Journal of Advanced Drug Delivery, India
Suhel khan, et al. 2016. Novel Aproaches - Mucoadhesive Buccal Drug Delivery System.
International Journal of Research and Development in Pharmacy and Life Sciences, India
Surender Verma, et al. 2011. An Overview On Buccal Drug Delivery System. Journal of
Pharmaceutical Science and Research, India.

MAKALAH SISTEM PENGHANTARAN OBAT


BUCCAL DRUG DELIVERY SYSTEM

DOSEN : YUNI ANGGRAENI., M.Farm., Apt


DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3D
BUKHORIAH SAFITRI

1113102000006

ELOK FAIKOH

1113102000077

FANDI AKHMAD

1113102000039

GERALDI

11113102000037

SABILAH VISA D. SYAH

1113102000018

SAGITA PRAJA PUSTIKASARI

1113102000031

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
NOVEMBER / 2016

Anda mungkin juga menyukai