Disminorea
Disminorea
b.
Terdapat ketidaknormalan (abnormality) pelvis dengan pemeriksaan fisik: pertimbangkan
kemungkinan endometriosis, pelvic inflammatory disease, pelvic adhesion (perlengketan pelvis),
dan adenomyosis.
c.
Sedikit atau tidak ada respon terhadap NSAIDs, kontrasepsi oral,atau keduanya.
V.
PATOFISIOLOGI
1.
Dismenorea Primer (primary dysmenorrhea)
Biasanya terjadi dalam 6-12 bulan pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus
ovulasi teratur (regular ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan.Selama menstruasi, sel-sel
endometrium yang terkelupas (sloughing endometrial cells) melepaskan prostaglandin, yang
menyebabkan iskemia uterus melalui kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan
kadar prostaglandin telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita
dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang meningkat terutama selama
dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga memiliki peran yang sama. Riset terbaru
menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer adalah karena prostaglandin F2alpha
(PGF2alpha), suatu stimulan miometrium yang kuat (a potent myometrial stimulant) dan
vasoconstrictor, yang ada di endometrium sekretori (Willman, 1976). Respon terhadap inhibitor
prostaglandin pada pasien dengan dismenorea mendukung pernyataan bahwa dismenorea
diperantarai oleh prostaglandin (prostaglandin mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan
dismenorea dengan kontraksi uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan
penurunan aliran darah ke miometrium. Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan
endometrium (endometrial fluid) wanita dengan dismenorea dan berhubungan baik dengan derajat
nyeri (Helsa, 1992; Eden, 1998).
Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3 kali lipat terjadi dari fase folikuler menuju fase
luteal, dengan peningkatan lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi (Speroff, 1997; Dambro,
1998). Peningkatan prostaglandin di endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada
akhir fase luteal menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang
berlebihan (Dawood, 1990). Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi
sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah leukotriene yang bermakna
(significant) telah dipertunjukkan di endometrium wanita dengan dismenorea primer yang tidak
berespon terhadap pengobatan dengan antagonis prostaglandin (Demers, 1984; Rees, 1987;
Chegini, 1988; Sundell, 1990; Nigam, 1991). Hormon pituitari posterior, vasopressin, terlibat pada
hipersensitivitas miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri (pain) pada
penderita dismenorea primer (Akerlund, 1979). Peranan vasopressin di endometrium dapat
berhubungan dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin.
2.
Dismenorea Sekunder Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea)
Dapat terjadi kapan saja setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20an atau 30-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles).
Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian
(by definition), penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada.
Penyebab yang umum termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip
endometrium, chronic pelvic inflammatory disease, dan penggunaan peralatan kontrasepsi atau
IUD (intrauterine device). Karim Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang terlibat
dalam patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau
mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterine contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome
m. Allen-Masters syndrome
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk menunjang penegakan diagnosa bagi penderita
Dismenorea atau mengatasi gejala yang timbul diantaranya :
Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik dismenorea:
1. Cervical culture untuk menyingkirkan sexually transmitted diseases.
2.Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.
3. Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan kehamilan ektopik.
4. Sedimentation rate.
5. Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai klinis yang terbatas dalam mengevaluasi
wanita dengan dismenorea karena nilai prediktif negatifnya yang relatif rendah.
6.Laparoscopy
7.Hysteroscopy
8.Dilatation
9. Curettage
10. Biopsi Endomentrium
VII.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Berdasarkan MIMS Indonesia (2008) penatalaksanaan untuk Dismenorea,
sebagai berikut :
1.
Keperawatan
a.
Kompres bagian bawah abdomen dengan botol berisi air panas atau bantal pemanas khusus
untuk meredakan nyeri
b.
Minum banyak air, hindari konsumsi garam dan minuman yang berkafein untuK
mencegah pembengkakan dan retensi air
c.
Olahraga secara teratur bermanfaat untuk membantu mengurasi dismenore karena akan
memicu keluarnya hormon endorfin yang dinilai sebagai pembunuh alamiah untuk rasa nyeri
d.
Makan makanan yang bergizi, kaya akan zat besi, kalsium, dan vitamin B kompleks. Jangan
mengurangi jadwal makan
e.
Istirahat dan relaksasi dapat membantu meredakan nyeri
f.
Lakukan aktivitas yang dapat meredakan stres, misalnya pijat,yoga, atau
meditasi, untuk membantu meminimalkan rasa nyeri
g.
Pada saat berbaring terlentang, tinggikan posisi pinggul melebihi posisi bahu untuk
I : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri dan kanan, apakah ada
terdapat luka memar / lecet, frekuensi pernafasan nya
P : apakah ada teraba massa / tidak , apakah ada teraba pembengkakan / tidak, getaran
dinding dada apakah simetris / tidak antara kiri dan kanan
P : bunyi Paru
A : suara nafas
Jantung
I : warna kulit, apakah ada luka lesi / lecet, ictus cordis apakah terlihat / tidak
P : frekuensi jantung berapa, apakah teraba ictus cordis pada ICS% Midclavikula
P : bunyi jantung
I : keadaan perut, warna nya, apakah ada / tidak luka lesi dan lecet
P : tinggi fundus klien, letak bayi, persentase kepala apakah sudah masuk PAP / belum
P : bunyi abdomen
Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar, apakah ada oedema / tidak
7. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
8.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
9. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor dismenore.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
10.
Kolaborasi dengan psikiatri
Dx 4
Tujuan : Setelah diberikan askep selama 124 jam diharapkan Pasien tahu, mengerti, dan patuh
dengan program terapeutik dengan kriteria hasil pasien mengerti tentang penyakitnya dan apa
yang mempengaruhinya.
Intervensi :
1.Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka pendek dan jangka panjang
Rasional : Menyiapkan pasien untuk mengatasi kondisi serta memperbaiki kualitashidup
2. Ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
Rasional: Mengajarkan pasien tentang kondisinya adalah salah satu aspek yang paling
penting dari perawatannya
3. Berikan dukungan emosional
Rasional : Memudahkan klien agar bersikap positif
4.Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran, sediakan materi pengajaran/instruksi tertulis
Rasional: Membantu meningkatkan pengetahuan dan memberikan sumber
3. tambahan untuk referensi perawatan di rumah
IV. PELAKSANAAN
Adalah pengelolaan dan perwujudan rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Effendy, 1995), dan implementasi disini disesuaikan dengan intervensi.
V. EVALUASI
1. Pasien dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri, skala nyeri
ringan.
2. Pasien dapat melakukan aktifitas
3. Pasien tenang dan dapat mengekspresikan perasaannya
4. Pasien tahu, mengerti, dan patuh dengan program terapeutik dengan kriteria hasil Ps mengerti
tentang penyakitnya dan apa yang mempengaruhinya
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, dkk. Keperawatan Medikal Bedah vol. 2. 2001. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi vol. 2. 2005. Jakarta : EGC
Carpenito-Moyet, Lynda Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawartan. 2006.Jakarta : EGC
http://maternitas-askep.blogspot.com/
I Putu Juniartha Semara Putra